• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Mikroba Endofit

Total 62 isolat mikroba endofit yang terdiri dari kelompok bakteri dan cendawan berhasil diperoleh dari isolasi bagian akar tanaman pala sehat berumur 10 tahun dan >50 tahun yang berasal dari Aceh Selatan. Sebanyak 33 isolat dari isolasi akar sehat berumur 10 tahun terdapat 19 isolat bakteri endofit dan 14 isolat cendawan endofit, sedangkan sebanyak 29 isolat dari isolasi akar sehat >50 tahun terdapat 20 isolat bakteri endofit dan 9 isolat cendawan endofit (Gambar 1).

Gambar 1 Hasil isolasi mikroba endofit pada bagian akar tanaman pala sehat ( bakteri endofit; cendawan endofit)

Pengujian Patogenesitas Mikroba Endofit

Hasil uji patogenesitas 23 isolat cendawan endofit terhadap benih padi IR64 menunjukkan beberapa isolat tidak mengganggu proses fisiologis tanaman padi. Sebanyak 8 isolat cendawan endofit tidak menimbulkan gejala nekrotik, tidak menghambat pertumbuhan tanaman padi, dan memiliki daya berkecambah lebih tinggi atau sama dengan kontrol, 4 isolat berasal dari akar tanaman pala berumur 10 tahun dan 4 isolat berasal dari akar tanaman pala berumur >50 tahun(Tabel 3). Tabel 3 Hasil uji patogenesitas isolat cendawan endofit akar tanaman pala

berumur 10 tahun (CEA) dan >50 tahun (CEB) terhadap benih padi

Isolat Uji patogenesitas Isolat Uji patogenesitas

CEA1 - CEB1 - CEA2 - CEB2 - CEA3 - CEB3 - CEA4 - CEB4 + CEA5 + CEB5 + CEA6 - CEB6 + CEA7 - CEB7 - CEA8 + CEB8 - CEA9 - CEB9 + CEA10 - CEA11 - CEA12 - CEA13 + CEA14 + 19 20 14 9 0 5 10 15 20 25 10 tahun >50 tahun Juml ah isol at

Reaksi hipersensitif negatif merupakan isolat bakteri endofit menghasilkan gejala nekrotik pada bagian daun yang diinokulasi. Reaksi hipersensitif positif merupakan isolat bakteri endofit tidak menghasilkan gejala nekrotik pada daun tembakau dan isolat diigunakan untuk pengujian lebih lanjut. Hasil uji hipersensitif 39 isolat bakteri endofit menggunakan tanaman tembakau diperoleh sebanyak 9 isolat tidak menimbulkan gejala nekrotik pada daun tembakau, 3 isolat bearasal dari akar tanaman pala berumur 10 tahun dan 6 isolat berasal dari akar tanaman pala berumur >50 tahun (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil uji hipersensitif isolat bakteri endofit akar tanaman pala berumur 10 tahun (BEA) dan >50 tahun (BEB) terhadap tanaman tembakau Isolat Uji hipersensitif Isolat Uji hipersensitif

BEA1 - BEB1 - BEA2 - BEB2 - BEA3 - BEB3 - BEA4 - BEB4 - BEA5 - BEB5 - BEA6 - BEB6 - BEA7 - BEB7 - BEA8 - BEB8 - BEA9 - BEB9 - BEA10 - BEB10 + BEA11 - BEB11 + BEA12 - BEB12 - BEA13 - BEB13 + BEA14 + BEB14 - BEA15 + BAB15 - BEA16 + BEB16 - BEA17 - BEB17 - BEA18 - BEB18 + BEA19 - BEB19 + BEB20 +

Ket: (-) isolat menimbulkan gejala nekrotik, (+) isolat tidak menimbulkan gejala nekrotik

Benih padi yang ditumbuhkan pada isolat cendawan endofit patogen menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, dan terdapat bercak nekrotik pada bagian ruas batang bawah dan akar tanaman padi. Isolat bakteri endofit patogen menunjukkan gejala nekrotik pada bagian daun yang diinokulasikan suspensi bakteri endofit setelah 24-48 jam perlakuan. Isolat cendawan endofit dan bakteri endofit yang tidak menimbulkan gejala nekrotik pada uji patogenesitas digunakan pada uji selanjutnya untuk mengetahui kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan patogen. Menurut Shaner et al. (1992 dalam Wilia et al. 2011), ketidakmampuan cendawan endofit menyebabkan gejala penyakit, diduga karena cendawan endofit tidak mempunyai atau kehilangan gen untuk patogenesitas.

Gambar 2 Hasil uji patogenesitas: tidak ada gejala nekrotik pada daun tembakau (a), gejala nekrotik pada daun tembakau (b), benih berkecambah normal (c), gejala nekrotik pada akar dan ruas batang bawah (d), dan pertumbuhan padi terhambat (e)

Kemampuan Mikroba Endofit dalam Penghambatan Patogen CP1 dan CP2 secara in Vitro

Isolat mikroba endofit yang tidak menimbulkan gejala nekrotik pada tanaman indikator dilakukan uji antagonisme dual culture terhadap cendawan patogen (CP1 dan CP2) untuk mengetahui kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan patogen. Berdasarkan hasil peremajaan isolat patogen CP1 dan CP2, pertumbuhan kedua cendawan patogen mampu memenuhi cawan petri berdiameter 9 cm selama 3-4 hari, sedangkan pada isolat cendawan endofit non patogen, pertumbuhan isolat mampu memenuhi cawan berdiameter 9 cm rata-rata selama 7-10 hari dan isolat bakteri endofit non patogen mampu tumbuh pada media selama 1-2 hari. Beberapa isolat cendawan endofit dan bakteri endofit yang diperoleh dari akar pala sehat menunjukkan kemampuan antagonis yang tinggi.

Hasil uji in vitro menunjukkan hampir semua isolat mikroba endofit mampu menghambat pertumbuhan miselium CP1 melalui mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi. Sebanyak 4 isolat dari kelompok cendawan dan 1 isolat bakteri mampu menghambat pertumbuhan miselium patogen lebih dari 50%. Isolat dari kelompok cendawan yaitu CEA5, CEA8, CEA14, dan CEA13 dengan persentase penghambatan sebesar 52.89%, 52.22%, 51.56%, dan 51.55%, sedangkan kelompok bakteri yaitu BEA14 mampu menghambat sebesar 50.80%. Beberapa isolat dari kelompok bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan miselium patogen dengan mekanisme antibiosis dan kompetisi ruang dan nutrisi yaitu pada isolat kelompok bakteri BEA14, BEB13, dan BEB20 dengan diameter zona bening yang dihasilkan masing-masing sebesar 17 mm, 9 mm, dan 12 mm, serta masing-masing penghambatan miselium patogen sebesar 50.80%, 24.11%, dan

a b

Pada penghambatan pertumbuhan miselium CP2, sebanyak 4 isolat dari kelompok cendawan mampu menghambat pertumbuhan miselium patogen lebih dari 50% dan pada isolat bakteri endofit tidak ada isolat yang mampu menghambat pertumbuhan miselium patogen lebih dari 50%. Isolat dari kelompok cendawan yaitu CEA5, CEA13, CEA14, dan CEB4 dengan persentase penghambatan sebesar 51.33%, 51.11%, 51.11%, dan 50.67%. Sebanyak 4 isolat dari kelompok bakteri dan cendawan mampu menghambat pertumbuhan miselium patogen melalui mekanisme antibiosis dan kompetisi ruang dan nutrisi yaitu BEB13, BEB20, CEA8, dan CEB9 dengan diameter zona bening sebesar 9 mm, 12 mm, 4 mm, dan 4 mm, serta masing-masing penghambatan miselium patogen sebesar 49.11%, 20.35%, 49.33%, dan 42.89% (Tabel 5).

Tabel 5 Kemampuan antagonis bakteri endofit dan cendawan endofit terhadap patogen CP1 dan CP2 pada hari ke 4

Isolata Patogen CP1 Patogen CP2 Daya hambat (%)b Mekanisme Daya hambat (%)b Mekanisme Kompetisi Antibiosis (diameter zona bening) Kompetisi Antibiosis (diameter zona bening) BEA14 50.80a + + (17 mm) 39.11c + -

BEA15 11.22cde + - 02.22e + -

BEA16 01.11e + - 00.89e + -

BEB10 44.67a + - 38.78c + - BEB11 10.67e + - 00.00e - - BEB13 24.11b + + (9 mm) 49.11ab + + (9 mm)

BEB18 07.33de + - 06.18e + -

BEB19 17.67bcd + - 19.33d + -

BEB20 18.89bc + +

(12 mm) 20.35d +

+ (12 mm)

CEA5 52.89a + - 51.33a + -

CEA8 52.22a + - 49.33ab + +

(4 mm)

CEA13 51.55a + - 51.11a + -

CEA14 51.56a + - 51.11a + -

CEB4 49.78a + - 50.67a + -

CEB5 48.44a + - 46.89ab + -

CEB6 00.42a + - 00.42bc + -

CEB9 45.33a + - 42.89bc + +

(4 mm)

Ket: (+) isolat menghasilkan mekanisme, (-) isolat tidak menghasilkan mekanisme, aBEA = bakteri

endofit asal akar tanaman berumur 10 tahun, BEB = bakteri endofit asal akar tanaman berumur >50 tahun, CEA = cendawan endofit asal akar tanaman berumur 10 tahun, CEB = cendawan

endofit asal akar tanaman berumur >50 tahun. bAngka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama

Hasil pada tabel 5 menunjukkan besarnya diameter zona bening yang dihasilkan suatu isolat endofit tidak berpengaruh terhadap besarnya daya hambat kemampuan isolat endofit dalam mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi. Beberapa isolat endofit menghasilkan mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan patogen. Hal ini terlihat pada mekanisme isolat BEA14 terhadap CP1 adalah kompetisi dan antibiosis, sedangkan terhadap CP2 hanya kompetisi, isolat CEA8 dan CEB9 terhadap CP1 hanya kompetisi, sedangkan terhadap CP2 kompetisi dan antibiosis. Hal ini disebabkan suatu isolat endofit mampu memproduksi antibiotik dan menghasilkan zona bening dalam menghambat pertumbuhan patogen tertentu karena adanya aktivitas kerja suatu patogen yang mampu merangsang proses produksi atau pembentukan antibiotik isolat endofit dan kemampuan antibiotik isolat endofit rendah atau hanya mampubekerja pada beberapa isolat patogen. Isolat yang menghasilkan zona bening teriindikasi bahwa isolat tersebut memproduksi senyawa antibiotik sebagai antifungi. Menurut Agrios (2005), mekanisme yang digunakan organisme biokontrol dalam melemahkan patogen tanaman diantaranya dengan memarasit patogen secara langsung, memproduksi antibiotik (toksin) terhadap patogen, kemampuan dalam kompetisi ruang dan nutrisi, produksi enzim untuk menyerang komponen sel patogen, menginduksi respon ketahanan tanaman, dan produksi metabolisme tanaman dalam menstimulasi perkecambahan spora patogen.

Gambar 3 Hasil uji antagonisme in vitro: kontrol CP1 (a), isolat BEB20 - CP1 (terbentuk zona bening 12 mm) (b), isolat CEA5 - CP1(c), kontrol CP2 (d), isolat BEB13 - CP2 (e), dan CP2 - isolat CEA8 (terbentuk zona bening 4 mm) (f)

Isolat endofit CEA5 mempunyai kemampuan terbesar dalam menghambat pertumbuhan miselium cendawan patogen CP1 dan CP2. Isolat CEA5 mempunyai miselium non aerial berwarna putihdan lama-kelamaan pada bagian atas koloni ada butiran seperti serbuk berwana hitam, pertumbuhan tidak kompak, dan

lama-a b c

Kemampuan Kompos Jerami dan Mikroba Endofit dalam Penghambatan Patogen CP1 dan CP2 secara in Vivo

Inokulasi cendawan patogen CP1 dan CP2 dilakukan dengan menginfestasi tanah yang digunakan pada perlakuan sebagai inang awal patogen. Hasil pengamatan di lapangan, gejala mulai terlihat pada 4 minggu setelah perlakuan dangejala banyak ditemukan pada 7 minggu setelah perlakuan pada beberapa tanaman perlakuan. Gejala awal terlihat ditulang daun pada daun muda, membentuk bercak coklat kekuningan yang menyebar, menyebabkan daun mengering dan menggantung, beberapa daun ditemukan gugur. Pengamatan pada bagian akar sedikit ditemukan miselium berwarna putih di beberapa akar sekunder dan bagian ujung akarmengalami busuk. Apabila kulit akar yang terdapat miselium dilepas terlihat tanda kecoklatan di bagian dalam akar. Pada akar primer tidak ditemukan miselium berwarna putih dan tanda kecoklatan pada xilem (Gambar 4).

Gambar 4 Gejala yang ditemukan di lapangan: gejala pada tulang daun dan hawar daun (a), daun mengering dan menggantung (b), miselium pada akar sekunder dan ujung akar membusuk (c), dan gejala nekrotik di bagian dalam akar sekunder (d)

Patogen yang diinfestasikan ke tanah diduga menginokulasi tanaman melalui meristem apikal yang belum dilapisi tudung akar, melakukan penetrasi, dan infeksi spora (konidia) atau hifa ke jaringan pengangkut, patogen menghambat pengangkutan air melalui jaringan xilem dan menyebabkan gejala muncul pada daun muda. Hasil penelitian Surapati (2011), gejala mati ranting yang menyerang tanaman kakao masuk melalui luka baru, menginfeksi inang melalui jaringan xilem, daun menjadi layu, kering, dan mati. Harni (2012) melaporkan serangan penyakit akar pada tanaman pala mengakibatkan daun menguning dan layu dari bagian pucuk, serangan yang parah akan berlanjut dari satu cabang ke cabang lainnya dan tanaman mati meranggas, serta hasil pantauan

a b

0

ranting mengering, daun menggantung, terjadi perubahan warna pada bagian akar dan terdapat miselium pada leher akar atau pangkal batang (Darwis et al. 2013).

Perlakuan uji in vivo terhadap patogen CP1 dan CP2 yaitu tanah terinfestasi patogen (K), tanah terinfestasi patogen dan kompos jerami (KP), dan tanah terinfestasi patogen dan kombinasi kompos jerami-cendawan endofit CEA5 (KPE). Pengamatan insidensi penyakit dan keparahan penyakit dihitung berdasarkan gejala yang muncul pada daun muda bibit tanaman pala dimulai pada 4 minggu setelah perlakuan atau mulai munculnya gejala di lapangan. Pengamatan pertumbuhan bibit tanaman pala dilakukan setiap minggu setelah perlakuan dengan menghitung pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun.

Hasil uji in vivo terhadap patogen CP1, perlakuan KP dan KPE tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap insidensi penyakit dan keparahan penyakit, sedangkan terhadap patogen CP2, perlakuan KP dan KPE mampu menurunkan secara nyata insidensi penyakit dan keparahan penyakit (Tabel 6). Hal ini diduga karena ketahanan inang terhadap suatu patogen berbeda, kemampuan virulensi patogen yang berbeda, kemampuan penetrasi, infeksi, dan invasi patogen berbeda, dan kondisi lingkungan yang mampu mendukung perkembangan patogen. Hasil pengujian inokulasi patogen CP1 terhadap ranting tanaman pala yang pernah dilakukan Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, gejala mulai muncul di ranting tanaman pala pada 10 bulan setelah inokulasi (Tondok 2014 Oktober 8, komunikasi pribadi).

Hasil uji in vivo terhadap patogen CP1 dan CP2, perlakuan KP dan KPE tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman pala, baik pada pertambahan tinggi maupun pertambahan jumlah daun (Tabel 6). Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian kompos jerami dan cendawan endofit CEA5 belum mampu memacu pertumbuhan tanaman pala selama pengamatan 2 bulan terhadap tanaman tahunan. Akan tetapi, perlakuan KP memiliki pertambahan tinggi yang lebih besar dibandingkan KPE dan K.

Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap insidensi penyakit, keparahan penyakit, pertambahan tinggi tanaman, dan pertambahan jumlah daun yang diinokulasi patogen CP1 dan CP2

Perlakuana Insidensi penyakit (%)b Keparahan penyakit (%)b Pertambahan tinggi tanaman (cm)b Pertambahan jumlah daunb Patogen CP1

K 12.8a 2.68a 2.27a 14a

KP 16.64a 3.56a 2.53a 3.47a

KPE 11.61a 2.32a 2.31a 13.9a

Patogen CP2

K 18.72a 4.06a 2.24a 4.2a

KP 12.03b 2.47b 2.93a 4.27a

KPE 11.45b 2.71b 2.26a 3.5a

Ket: aK = tanah terinfestasi patogen, KP = tanah terinfestasi patogen + kompos jerami, KPE =

Perlakuan KPE yang diinokulasikan patogen CP1 dan CP2 tetap menunjukkan gejala pada daun. Hal ini diduga cendawan endofit CEA5 yang diberikan setelah infestasi patogen tidak sepenuhnya menekan populasi patogen. Perlakuan KPE memiliki insidensi penyakit terendah dibandingkan K dan KPE terhadap kedua patogen. Hasil penelitian Lubis (2002), pemberian kompos alang-alang dengan inokulasai Trichoderma viridae dapat menekan dan menghilangkan pertumbuhan dan perkembangan infeksi jamur akar putih pada bibit karet, serta berpengaruh nyata pada pertambahan tinggi dan jumlah daun bibit karet yang diinokulasikan jamur akar putih selama pengamatan 23 mst (minggu setelah tanam). Menurut Saraswati et al (2009), mikroba endofit menyediakan sumber hara bagi tanaman, melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, menstimulir sistim perakaran agar berkembang sempurna memperpanjang usia akar, memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup bunga, dan stolon, sebagai penawar racun beberapa logam berat, sebagai metabolit pengatur tumbuh, dan bioaktivator perombak bahan organik.

Identifikasi Cendawan Patogen CP1 dan CP2

Cendawan patogen CP1 yang diperoleh dari koleksi Klinik Tanaman IPB mampu tumbuh memenuhi cawan berdiameter 9 cm selama 3-4 hari. Berdasarkan pengamatan makroskopis, CP1 mempunyai miselium berwarna putih yang bertahan selama 3-4 hari, miselium kemudian berubah menjadi coklat hingga kehitaman (Gambar 5a). Pertumbuhan miselium kompak dan aerial. Berdasarkan pengamatan mikroskopis, CP1 mempunyai hifa yang hialin dan berseptat, percabangan hifa seperti membentuk sudut 90o (Gambar 5b), dan spora (konidia) tidak terlihat jelas. Beberapa perlakuan yang dilakukan untuk melihat spora yang terbentuk yaitu menggunakan media WA (Water Agar) dan perlakuan 12 jam terang 12 jam gelap menggunakan sinar UV tidak menunjukkan bentuk spora (konidia). Pada pertumbuhan di media yang sedikit nutrisi bagi pertumbuhan cendawan yaitu WA hifa CP1 membentuk struktur pertahanan diri membentuk arthrokonidia berbentuk bulat, halus, beberapa tidak beraturan dan berwarna coklat (Gambar 5c). Berdasarkan identifikasi morfologi, patogen CP1 sementara mendekati genus Scytalidium (Ellis 1971) dan patogen ini sedang dalam proses identifikasi secara molekuler oleh Tim Klinik Tanaman IPB. Scytaladium sp. mempunyai koloni berwarna coklat kehitaman, miselium tenggelam, dan dangkal. Hifa halus, silinder, hialin, tebal, beberapa hifa ditemukan membesar, tebal dan septat berwarna coklat. Hifa tumbuh paralel satu dengan yang lainnya, bercabang, dan dapat membentuk bundel. Tidak mempunyai stroma, seta, dan hypodia. Hifa membentuk struktur pertahanan arthrokonidia yang berbentuk bulat, silinder, atau elips dengan septat atau tidak berseptat, berwarna coklat atau hialin, dan berdinding tebal atau tipis (Ellis 1971).

Gambar 5 Cendawan patogen CP1: miselium berwarna putih, berubah menjadi coklat hingga hitam (a), hifa hialin dan berseptat (perbesaran 40x10) (b), arthrokonidia yang terbentuk pada media WA berbentuk bulat hialin dan coklat (perbesaran 40x10) (c), dan Scytalidium lignicola

(Ellis 1971)

Cendawan patogen CP2 yang diperoleh dari koleksi Tim Pala Aceh Selatan yang diisolasi dari bagian akar tanaman pala yang diduga terserang mati ranting mampu tumbuh memenuhi cawan berdiameter 9 cm selama 3-4 hari. Berdasarkan pengamatan makroskopis, CP2 mempunyai miselium berwarna putih kekuningan, lama-kelamaan berubah menjadi kecoklatan. Pertumbuhan miselium kompak dan

aerial. Berdasarkan pengamatan mikroskopis, CP2 mempunyai hifa yang hialin dan tidak berseptat, memiliki sporangiofor yang panjang, membentuk kolumela, dan membentuk sporangiofor yang didalamnya terdapat sporangiospora berbentuk lonjong. Berdasarkan identifikasi morfologi, patogen CP2 masuk ke dalam genus

Mucor. Genus Mucor mempunyai morfologi koloni berwarna putih kekuningan. Secara mikroskopis hifa tidak bersekat, panjang, spora bulat, gelap. Tidak membentuk rhizoid. Sporangiofor berdinding agak keras, bercabang (secara simpodial maupun monodial), dan panjang (Gandjar et al. 1999). Koloni berwarna kuning. Sporangiofor tegak, panjang, lebar (5-12.5 μm), hialin, dan sederhana atau bercabang. Kolumela bulat atau agak bulat (diameter 22.5-28μm). Sporangiospora berbentuk elips panjang berbagai ukuran ((3.7) 5-6.3 x 2-2.8 (3.5) μm) dan berada di dalam sporangium berbentuk bulat (diameter 57-85 μm)

a b

Gambar 6 Cendawan patogen CP2: miselium berwarna putih kekuningan (a), sporangiofor panjang (perbesaran 10x10) (b), hifa hialin dan tidak berseptat (perbesaran 40x10) (c), kolumela bulat (perbesaran 40x10) (d), Sporangium (perbesaran 40x10), dan sporangiospora berbentuk lonjong (perbesaran 40x10) (e)

a b c

Dokumen terkait