Bagan 5.5. Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
3. Teknologi Informasi JKN
6.3. Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN
6.3.2. Pembahasan Aspek Kepesertaan
Kepesertaan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan pada pelaksanaannya mendapatkan respon yang baik, terlihat dari meningkatnya jumlah pasien yang berobat di RSU Kota Tangerang Selatan dengan program tersebut.
Target kepesertaan semesta yang ditargetkan oleh Pemerintah melalui BPJS Kesehatan akan tercapai dengan konsistensi kepesertaan saat ini. Hanya saja diharapkan kedepannya penguatan sistem informasi kepesertaan yang lebih baik.
6.3.3. Aspek Keuangan
Jika berkaca kepada pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia, banyak rumah sakit swasta maupun pemerintah yang merasa rugi dalam penyelenggaraan program JKN karena sering terjadi selisih biaya operasional dengan paket yang ditentukan oleh pemerintah, sebagian besar merupakan rumah sakit swasta ataupun rumah sakit pemerintah yang sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Pada kondisinya saat ini, RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD Pemerintahan sendiri mendapatkan dana alokasi tahunan yang telah dianggarkan pemerintah kota, sehingga ketika rumah sakit lain merasa terbebani dengan paket pembiayaan yang tidak sesuai, RSU Kota Tangerang Selatan tidak akan mengalami permasalahan tersebut.
Peneliti melihat hal ini mampu menjadi kekuatan sekaligus kelemahan penyelenggaraan program JKN, jika dilihat keberlangsungan program JKN, sebaiknya rumah sakit mampu menjadi BLUD sendiri yang akan mampu mengelola keuangan instansinya tanpa campur tangan pemerintah kota dalam proses internalnya. Alasannya, jika nanti pergantian pemimpin daerah maka bisa saja beberapa program lama tidak akan sesuai dengan program yang baru dari pemerintahan yang baru, yang nantinya akan berefek pada penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit.
Hal ini berlandaskan kepada Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dimana pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Saran peneliti agar rumah sakit mampu menjadi BLUD dan mengelola aspek keuangannya secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah daerah dari segi operasional pelayanan.
6.3.4. Aspek Pelayanan Kesehatan
Aspek pelayanan kesehatan yang terselenggara di RSU Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan peraturan yang mengatur serta memenuhi standar kebutuhan dasar pelayanan terhadap pasien dan rumah sakitpun mampu menyelenggarakan pelayanan yang tidak ada dengan sistem rujukan ke rumah sakit rekanan.
Pelayanan Kesehatan pada kelas rumah sakit tipe C sudah terpenuhi di RSU Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 14 pelayanan medis dasar dan penunjang medis yang sudah ada di RSU Kota Tangerang Selatan. Sesuai dengan amanat dari PMK No. 340/2010 yang menyatakan untuk RS tipe C harus memiliki minimal 4 pelayanan medis spesialis dasar dan 4 pelayanan spesialis penunjang medis.
Dimana yang termasuk dalam hal diatas adalah Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik
Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
6.3.5. Aspek Manfaat dan Iuran
Manfaat yang diperoleh peserta program JKN sudah sesuai dengan iuran yang mereka bayarkan, pada aspek pelayanan di rumah sakit tidak akan banyak terdapat permasalahan berarti terhadap manfaat dan iuran. Hanya saja pemerintah perlu melakukan kajian-kajian yang lebih baik mengenai iuran serta manfaat karena memang pada pelaksanaannya dilapangan, masih terdapat banyak manfaat yang tidak dapat terlayani dengan baik karena iuran dan paket manfaat yang bisa dibilang kurang realistis.
6.3.6. Aspek Kelembagaan dan Organisasi
Pada aspek kelembagaan di rumah sakit, rumah sakit sudah menjalankan fungsinya sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, dan BPJS juga sudah menjalankan tugasnya sebagai penyelanggara program JKN. Serta pemerintah sebagai penengah dalam pelaksanaannya. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Prof.
Hasbullah Thabrany dalam presentasinya yang berjudul “Peran P2JK dalam JKN 2014, Banyak Tugas Banyak Resiko” bahwa Pemerintah
(Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan) merupakan wasit dalam penyelenggaraan JKN agar terlaksana dengan baik.
Saran yang peneliti berikan untuk BPJS sebaiknya melakukan peningkatan untuk sistem informasi teknologi, karena aspek kelembagaan dan komunikasi yang dibangun pada program ini
bertumpu pada sistem informasi teknologinya. Hal ini berdasarkan pemaparan Prof. Hasbullah Thabrany juga pada presentasi diatas, bahwa pemerintah seharusnya terintegrasi secara langsung dengan National Casemix Centre (NCC) karena seharusnya pemerintah-lah yang memiliki wewenang kuat untuk penentuan kebijakan atas coding
135
7.1. Simpulan
Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berlangsung dari awal tahun 2014 dimana program baru diluncurkan oleh Pemerintah Pusat serentak di seluruh Indonesia dan hingga saat ini penyelenggaraan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berjalan sesuai dengan peraturan serta pedoman pelaksanaanya. Terlihat dari adanya komitmen atau kebijakan rumah sakit berupa SOP, alur pelayanan, hingga peraturan pelaksana yang dibentuk sendiri rumah sakit untuk mendukung penyelenggaraan program. Selain itu SDM pelaksana di rumah sakit yang sudah cukup memadai, didukung oleh sumber pendanaan dari klaim BPJS Kesehatan, serta sarana dan prasarana yang sudah baik. Didukung juga dengan karakteristik rumah sakit yang membuat peraturan pelaksana yang sesuai dengan karakter di RSU Kota Tangerang Selatan. Serta sikap penerimaan dari pelaksana program juga sangat terlihat. Lingkungan sosial, politik, dan ekonomi yang juga mendukung terselenggaranya program JKN.
Tidak dipungkiri dalam penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan terdapat beberapa kendala, yaitu:
1. Keterlambatan Pencairan Klaim yang terlambat dikarenakan terlambatnya pemberkasan klaim oleh rumah sakit kepada BPJS.
2. Perbedaan Nilai Tarif Pelayanan terhadap Paket INA-CBGs dikarenakan manajemen rumah sakit belum mempertimbangkan aspek pelayanan yang sesuai dengan paket INA-CBGs.
3. Teknologi Informasi JKN yang masih sering mengalami gangguan sehingga memperlambat proses pemberkasan klaim, pelayanan pendaftaran, dan pembuatan surat eligibilitas peserta JKN.
4. Masih kurangnya SDM Pelaksana pada tatanan non-medis untuk hal administrasi dan pemberkasan program JKN.
7.2. Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan terkait penyelenggaraan Program JKN, yaitu sebagai berikut: