• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 5.5. Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan

3. Teknologi Informasi JKN

6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan

6.2.2. Pembahasan Sumber Daya

Dalam suatu kebijakan mungkin saja tujuan yang ditetapkan sudah jelas dan logis, tetapi bukan hanya faktor tersebut yang mempengaruhi pengimplementasian suatu program. Faktor sumberdaya juga mempunyai pengaruh yang sangat penting. Ketersediaan sumber daya dalam melaksanakan sebuah program merupakan salah satu faktor yang harus selalu diperhatikan. Dalam

hal ini sumber daya yang dimaksud adalah sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, dan sumberdaya waktu untuk mendukung jalannya implementasi program JKN khususnya di RSU Kota Tangerang Selatan. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen tersebut sebagai berikut.

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya yang utama dalam implementasi program adalah sumber daya manusianya (staff). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh manusianya yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan staf yang cukup serta memiliki kemampuan yang sesuai untuk menjalankan program tersebut.

Menurut Ilyas (2004) Sumber daya manusia merupakan makhluk yang unik dan mempunyai karakteristik yang multi kompleks, dan hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, yang diantaranya: (a) SDM merupakan komponen kritis, (b) SDM tidak instan, (c) SDM tidak di-stok, (d) SDM adalah subjek yang absolut. Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya, SDM di RSU Kota Tangerang Selatan dibagi menjadi 2 bagian, Medis dan Non-Medis. Untuk tenaga Medis dari analisa serta wawancara dengan informan sudah tercukupi dari segi pelayanan medis karena didukung oleh sistem shift praktik dokter serta shift ganti perawat.

Berdasarkan PMK No. 340/2010 menyatakan pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap, dan saat ini RSU Kota Tangerang Selatan sudah memiliki 16 dokter umum dan 2 dokter gigi. Selanjutnya, untuk jumlah perawat berdasarkan PMK No. 340/2010 adalah 2:3 dengan jumlah tempat tidur sehingga jika dilihat dari jumlah tenaga perawat sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan, yaitu berjumlah 211 orang yang terdiri dari pegawai negeri dan pegawai tidak tetap, dengan jumlah 133 tempat tidur.

Dari paparan informan serta pengamatan (observasi) yang dilakukan peneliti, sumber daya yang paling berpengaruh hingga dapat berpotensi menimbulkan masalah adalah staf administrasi dan pengelola jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang dapat dikategorikan cukup untuk saat ini, yaitu 9 orang tim Jaminan, dan 2 orang tim administrasi pendaftaran. Namun seiring dengan pengembangan program kedepannya yang memiliki cakupan sasaran yang semakin meningkat, RSU Kota Tangerang Selatan diharapkan untuk mampu melakukan perhitungan terhadap jumlah SDM yang ada saat ini untuk memproyeksikan kebutuhan SDM dimasa yang akan datang khususnya untuk bidang non-medis.

Selanjutnya, untuk tim Verifikator BPJS Wilayah Kota Tangerang Selatan yang ditempatkan di RSU berjumlah 1 orang dirasakan sangat kurang. Karena dengan jumlah verifikator BPJS

yang minim di RSU Kota Tangerang Selatan membuat pemberkasan klaim semakin lama dapat diverifikasi dan dapat diajukan ke Kantor BPJS. Walaupun sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur mengenai jumlah SDM verifikator dari BPJS, kedepannya agar ditetapkan jumlah verifikator yang ideal untuk satu wilayah dengan pertimbangan jumlah kepesertaan JKN di wilayah tersebut.

Alasan peneliti memberikan masukan diatas adalah karena SDM merupakan aspek kritis dalam penyelenggaraan sebuah program. Menurut DeCenzo dan Robbins (2005) manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari organisasi yang

memberikan perhatian dan dimensi “orang”. Manajemen sumber

daya manusia dapat dilihat dalam dua cara yaitu:

1. Manajemen sumber daya manusia merupakan penyediaan pegawai untuk mendukung fungsi organisasi. Perannya untuk membantu menyelesaikan permasalahan manajemen sumber daya manusia, yaitu menyediakan pekerja atau setiap hal yang terlihat langsung dalam memproduksi barang dan jasa suatu organisasi.

2. Manajemen sumber daya manusia merupakan fungsi dan tugas dari setiap manajer untuk mengelola pekerja secara efektif.

Sehingga perlunya perhatian yang khusus terhadap sumber daya manusia untuk pelaksanaan program JKN kedepannya. Dan

penataan SDM pada sebuah institusi harus berjalan dengan maksimal agar program dapat terus berjalan.

2. Sumber Daya Finansial

Sumberdaya finansial menjadi penting juga dalam menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program, bahkan terkadang program memerlukan budget yang banyak untuk menghasilkan program yang berkualitas pula.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 pasal 32 menyatakan BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang memberikan layanan kepada Peserta. Besaran biayanya berdasarkan kesepakatan antaran BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah yang mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Sumber Pembiayaan Program JKN berdasarkan hasil wawancara adalah dari penagihan klaim kepada BPJS Kesehatan. Selanjutnya dana yang dikucurkan oleh BPJS Kesehatan bersumber dari nilai klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit, pembayaran ini sesuai dengan paket INA-CBGs yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga besaran untuk satu periode penyakit disamaratakan, dengan demikian rumah sakit harus mampu membuat manajemen untuk pemanfaatan dana secara benar.

Selain itu, rumah sakit masih mendapatkan subsidi berupa dana dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk alat kesehatan dan obat, sehingga untuk saat ini tidak merasa terbebani dengan nilai tarif yang berbeda. Namun sebaiknya dalam pelaksanaan program JKN agar semakin baik pada masa yang akan datang, rumah sakit harus siap dengan pengelolaan dana sendiri, saat ini posisi RSU Kota Tangerang Selatan yang masih SKPD, tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Sehingga pengelolaan dana masih terpusat di Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

Terkait beberapa permasalahan yang terjadi berkenaan dengan pembiayaan yang dipaparkan pada bab sebelumnya, permasalahan di RSU kota Tangerang Selatan mengerucut kepada dua masalah yaitu keterlambatan pencairan klaim dan perbedaan nilai tarif pelayanan dengan nilai paket INA-CBGs. Hal ini terlihat jelas merupakan implikasi dari pelaksana yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya sesuai waktunya.

Permasalahan keterlambatan pencairan klaim merupakan prioritas yang harus diselesaikan oleh rumah sakit dan BPJS segera, di satu sisi peran rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan akan terganggu jika pendanaan terhambat, solusi yang dapat peneliti berikan adalah:

a. Melakukan pemusatan pada penagihan dan pemberkasan yang terjadwal, sehingga ketika diluar jadwal akan dilakukan

peneguran. Contohnya, setiap bulannya pada tanggal 28 berkas sudah lengkap dan sudah diverifikasi terlebih dahulu oleh internal rumah sakit mengenai kelengkapannya.

b. BPJS melalui peraturannya sudah menargetkan 15 hari kerja setelah klaim diajukan lengkap dana akan diterima oleh fasilitas kesehatan, berarti harus ada pemberian sanksi jika setelah 15 hari dana belum juga dikirim kepada kas daerah. c. Karena rumah sakit harus mengambil uang pembayaran

klaim dari BPJS melalui kas daerah, sebaiknya sudah dibuat kesepakatan antara rumah sakit dengan pemerintah daerah tentang pencairan dana dari BPJS secara langsung, agar pelaksanaan operasional di rumah sakit tidak terganggu. Menurut William Savedoff (2008) menyatakan dalam bukunya bahwa hubungan antara penjamin dana asuransi dan provider pemberi pelayanan merupakan faktor kritis dalam kinerja pendanaan asuransi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan koordinatif yang baik antara BPJS dan Rumah Sakit sangat menentukan kinerja finansial untuk asuransi sosial.

Selanjutnya untuk permasalahan perbedaan nilai tarif pelayanan dengan paket yang telah ditentukan dalam INA-CBGs hanya dapat diatasi dengan melakukan peninjauan kembali oleh pihak rumah sakit untuk melakukan pembelian obat ataupun alat kesehatan sesuai dengan budget (nilai angka harga pelayanan) yang ditentukan oleh pemerintah untuk selanjutnya. Peneliti

menyarankan agar lebih membangun sistem manajemen di rumah sakit secara berkesinambungan, karena jika manajemen rumah sakit tidak mampu mengelola dana maupun pembuatan kebijakan khusus, maka dikhawatirkan rumah sakit akan terus menerima kerugian secara terus menerus.

3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.

RSU Kota Tangerang Selatan dengan kategori rumah sakit tipe C sudah memiliki peralatan yang cukup lengkap dan termanfaatkan secara baik dan benar, dan sudah sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan mengenai kategorisasi rumah sakit berdasakan pelayanan yang dapat diberikan.

Hanya saja, untuk beberapa pelayanan lanjutan yang biasanya hanya dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit tipe B dan tipe A, harus diperoleh pasien di RSU Kota Tangerang Selatan dengan mekanisme rujukan. Pasien akan dirujuk ke rumah sakit rekanan RSU Kota Tangerang Selatan yang juga bekerjasama dengan BPJS.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 pada pasal 15 ayat 5 yang menyatakan bahwa tata cara rujukan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang. Pada peraturan perudang-undangan yang mengatur hal tersebut, rujukan hanya dilakukan jika memang di wilayah tersebut tidak dapat melayani sesuai kebutuhan kesehatan pasien, maka dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang memiliki pelayanan yang lebih menunjang.

Dokumen terkait