• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa Perkembangan dan Perilaku Telur

Telur P. elegantulus berbentuk bulat dan halus. Telur diletakkan satu per satu di permukaan atas atau bawah daun. Daun yang mengandung telur adalah daun yang bersih dari tanah. Telur yang baru diletakkan berwarna hijau pucat, kemudian setelah 24 jam akan muncul bintik merah pada permukaan atas telur. Warna merah tersebut akan melebar hingga ke seluruh permukaan telur. Bila permukaan telur berwarna merah, hal itu menandakan bahwa telur akan segera menetas (Gambar 2a). Warna merah yang terdapat pada telur adalah bakal larva. Telur menetas dalam waktu 4 hingga 5 hari. Pengamatan penetasan telur dilakukan pada telur yang diperoleh dari lapangan. Hal tersebut dilakukan karena penetasan telur yang berasal dari pembiakan di laboratorium mengalami kesulitan. Rata-rata diameter telur P. elegantulus adalah 0.16 cm (Tabel 1).

Gambar 2 Fase perkembangan pradewasa P. elegantulus, (a) telur, (b) larva instar I, (c) larva instar II, (d) larva instar III, (e) larva instar IV, (f) pra pupa

Larva

Larva terdiri dari empat instar. Pada umumnya larva memakan daun dari bagian bawah permukaan daun. Larva saat pagi hingga siang beristirahat di bagian pangkal batang dan beraktifitas serta makan ketika sore hari.

Larva instar awal yang baru keluar dari telur berwarna merah. Larva dari famili Sphingidae memiliki ciri khas yaitu adanya tanduk di ujung abdomen. Tanduk pada larva instar awal juga berwarna merah (Gambar 2b). Ukuran lebar kepala yaitu 0.13 cm (Tabel 1). Larva instar awal yang baru keluar dari telur akan menuju ke daun yang lebih muda, dan memakan daun dari bagian tepi hingga bagian daun yang dekat dengan tulang daun. Larva instar I makan secara individual. Pada umumnya pada satu daun hanya terdapat satu larva. Larva instar

0.1 cm 1 cm 1 cm

7 Tabel 1 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa P. elegantulus

Tahap perkembangan Panjang tubuh (cm) ± SD1) Lebar tubuh (cm) ± SD Lebar kepala (cm) ± SD Stadium (hari) ± SD Telur 0.16 ± 0.012) 30 4.25 ± 0.96 4 Larva 23.18 ± 3.21 Instar I 1.22 ± 0.33 0.13 ± 0.04 0.13 ± 0.04 7.00 ± 0.82 12 Instar II 2.42 ± 0.59 0.24 ± 0.06 0.24 ± 0.06 4.42 ± 0.58 25 Instar III 4.19 ± 0.85 0.45 ± 0.10 0.47 ± 0.12 4.72 ± 0.79 25 Instar IV 6.88 ± 1.27 0.75 ± 0.16 0.78 ± 0.18 7.04 ± 1.023) 25 Pra pupa 4.24 ± 0.58 0.87 ± 0.11 2.00 ± 0.00 25 Pupa 3.62 ± 0.25 0.78 ± 0.06 13.12 ± 0.67 25 1)

= rata-rata, SD = standar deviasi; 2) diameter telur, 3) stadium instar IV termasuk pra pupa

awal memakan daun dari bagian bawah permukaan daun. Hal ini nampaknya larva berlindung dari musuh alami atau gangguan lain. Stadium larva instar I berkisar antara 6-7 hari atau rata-rata 7.00 ± 0.82 hari (Tabel 1).

Larva instar II ditandai dengan berubahnya warna mulai dari kepala hingga abdomen. Larva pada awalnya berwarna merah kemudian akan berubah menjadi hijau mengkilap kekuningan, tanduk bagian belakang berwarna merah muda (Gambar 2c). Larva instar II tidak jauh berbeda dengan larva instar I, yaitu memakan daun yang masih muda. Larva instar II lebih aktif dan memakan lebih banyak daun dibandingkan dengan larva instar I. Rata-rata lebar kepala larva instar II yaitu 0.24 cm, dengan rata-rata panjang tubuh 2.42 ± 0.59 cm dan lebar tubuh rata-rata 0.24 ± 0.06 cm (Tabel 1). Stadium larva instar II berkisar antara 4-5 hari dengan rata-rata 4.42 hari.

Larva instar III ditandai dengan terlepasnya kulit kepala. Tungkai asli, tungkai palsu, dan omatidium terlihat secara jelas tanpa menggunakan mikroskop (Gambar 2d). Warna abdomen larva instar III hampir menyerupai warna dari daun inangnya, terlebih kuncup daun. Seperti yang dijelaskan oleh Kalshoven (1981), bahwa larva dari famili Sphingidae dapat berkamuflase dengan baik sehingga dapat melindungi diri dari serangan predator. Tanduk pada bagian akhir abdomen mulai terlihat berwarna hijau dengan warna merah muda. Rata-rata lebar tubuh larva instar III adalah 0.45 cm dengan panjang tubuh sebesar 4.19 cm (Tabel 1). Perubahan lebar kepala terlihat jelas dibandingkan instar sebelumnya dengan rata-rata 0.47 cm. Hal ini karena larva instar III jauh lebih aktif makan dibandingkan larva instar II, dan larva instar III dapat memakan hingga pertulangan daun. Stadium larva instar III berkisar antara 4-5 hari dengan rata-rata 4.72 hari.

Larva instar IV berwarna hijau kekuningan. Setelah 24 jam, bagian kepala larva instar IV akan dikelilingi garis lebih gelap (Gambar 2e). Pada bagian dorsal kepala dan abdomen terdapat garis berwarna coklat. Pada bagian lateral abdomen terdapat bintik berwarna coklat. Tanduk bagian ujung juga mulai berwarna coklat. Larva instar IV terlihat seperti ular yang bersisik, oleh karena itu ada yang memberi julukan“snake caterpillar”. Saat terganggu larva instar akhir akan menarik kepalanya dan memperbesar ruas abdomen dan memberi kesan seperti

8

ular kecil karena terdapat tanda-tanda sisik di kepala, sehingga dapat mengelabuhi predator (Lok et al. 2012).

Larva instar IV memiliki rata-rata panjang tubuh 6.88 cm dan rata-rata lebar tubuh 0.75 cm, sedangkan rata-rata lebar kepala 0.78 ± 0.18 cm (Tabel 1). Setelah dua hari ganti kulit, larva instar IV masih aktif makan walaupun tidak seaktif larva instar III. Tiga atau empat hari setelah ganti kulit larva instar IV sudah tidak aktif makan. Stadium larva instar IV termasuk pra pupa rata-rata 7.04 ± 1.02 hari.

Menjelang masa pra pupa, tubuh larva memendek, sehingga terlihat lebih lebar dan pendek. Warna tubuh pra pupa hijau kekuningan (Gambar 2f). Masa pra pupa terjadi selama dua hari, ditandai dengan menurunnya aktifitas dan larva tidak makan. Larva akan melindungi tubuhnya dengan membentuk benang-benang yang mengelilingi tubuhnya. Saat pemeliharaan di laboratorium larva akan membuat benang-benang yang melindungi tubuhnya dengan merekatkan ujung daun dengan daun. Saat di lapangan larva berada di tanah. Rata-rata panjang pra pupa 4.24 cm dengan rata-rata lebar tubuh 0.87 cm (Tabel 1).

Pupa

Pada pupa yang baru terbentuk, bagian atas berwarna hijau dan bagian lainnya berwarna coklat muda. Pupa yang akan menjadi imago berubah warna menjadi coklat dan lebih gelap dibandingkan dengan pupa saat awal terbentuk (Gambar 3a). Pupa memiliki tipe obtekta yaitu bakal antena, alat mulut, sayap, serta tungkai menyatu dengan tubuh dan tidak dapat dipisahkan.

Gambar 3 Pupa P. elegantulus, (a) pupa, (b) eksuvia pupa

Saat pemeliharaan di laboratorium, pupa berada di dalam tanah. Pupa saat di lapangan dapat ditemukan di dalam tanah. Perbedaan antara pupa jantan dan pupa betina tidak terlihat jelas. Panjang dan lebar pupa yaitu 3.62 cm dan 0.78 cm. Stadium pupa berkisar antara 11-13 hari dengan rata-rata 13.12 hari (Tabel 1).

Kendala pemeliharaan di laboratorium adalah adanya perbedaan suhu dan kelembapan antara di laboratorium dan di lapangan. Oleh karena itu ada beberapa pupa yang dipelihara gagal membentuk imago. Hal ini dapat disebabkan kelembapan yang kurang sehingga pupa kering, atau terlalu lembap sehingga pupa terserang cendawan.

Imago

Imago yang keluar dari pupa berupa ngengat (Gambar 4). Dasar warna sayap ngengat jantan dan betina adalah coklat, tetapi untuk imago jantan berwarna coklat muda dengan sedikit warna kuning di bagian sayap bawah. Sayap imago

9 betina berwarna coklat gelap dengan sedikit warna kuning pada bagian bawah sayap.

Gambar 4 Imago P. elegantulus jantan (kiri) dan betina (kanan)

betina berwarna coklat gelap dengan sedikit warna kuning pada bagian bawah sayap. Bagian lateral abdomen imago betina berwarna coklat keemasan.

Lok et al. (2012) menyatakan bahwa sayap imago jantan bagian depan berwarna coklat dengan tanda putih bintik-bintik coklat dan hitam. Tanda di sayap miring dengan garis hitam dan dikelilingi coklat segitiga. Sayap belakang berwarna coklat dengan tempelan coklat keputihan. Imago betina tidak jauh berbeda dengan imago jantan yaitu, berwarna coklat tetapi dengan tempelan coklat pucat. Menurut Akkuzu et al. (2007), sayap memiliki karakteristik berbentuk segitiga yang sempit dan tajam.

Panjang tubuh dan rentang sayap imago betina lebih panjang dibandingkan imago jantan. Rata-rata panjang tubuh dan rentang sayap imago betina adalah 2.96 cm dan 4.74 cm. Rata-rata panjang tubuh dan rentang sayap imago jantan adalah 2.85 cm dan 4.54 cm (Tabel 2). Lama hidup imago betina lebih panjang dari pada imago jantan. Lama hidup imago jantan berkisar antara 4-5 hari dengan rata 4.18 hari. Imago betina dapat bertahan hidup sekitar 5-8 hari dengan rata-rata 6.09 hari.

Tabel 2 Ukuran dan lama hidup imago P. elegantulus

Aspek yang diamati Jantan N Betina N Panjang tubuh (cm)

± SD1) 2.85 ± 0.15 11 2.96 ± 0.36 11 Rentang sayap (cm)

± SD 4.54 ± 0.23 11 4.74 ± 0.36 11 Lama hidup (hari)

± SD 4.18 ± 1.33 11 6.09 ± 1.51 11 Pra oviposisi (hari) - - 2.75 ± 0.5 4 Oviposisi (hari) - - 2.00 ± 0 4 Keperidian (butir) - - 23.67 ± 1.63 6 Telur yang diletakkan (butir) - - 4.00 ± 2.45 4 Telur di dalam abdomen (butir) - - 21.50 ± 2.35 6 Siklus hidup - - 43.18 ± 5.33

1)

= rata-rata, SD = standar deviasi

10

Perbedaan antara imago jantan dan betina, selain dari warna sayap juga dapat dilihat dari bentuk dan ukuran abdomen (Gambar 5). Imago jantan memiliki abdomen yang lebih kecil dan ramping dibandingkan dengan imago betina.

Gambar 5 Ujung abdomen imago P. elegantulus, (a) imago jantan dan (b) imago betina

Abdomen imago betina lebih besar karena mempunyai bakal telur di dalam tubuhnya. Ujung abdomen imago betina lebih runcing dibandingkan ujung abdomen imago jantan. Seperti yang dijelaskan oleh Akkuzu et al. (2007), karakter tubuh imago berbentuk seperti peluru runcing dan panjang. Tubuh imago betina lebih besar dibandingkan imago jantan.

Perbandingan jumlah antara imago jantan dan imago betina adalah 3 : 5 (N=40). Masa pra oviposisi imago betina adalah 2-3 hari dengan rata-rata 2.75 hari. Siklus hidup P. elegantulus adalah 43.18 hari. Imago betina meletakkan telur satu per satu di setiap helai daun, dalam satu helai daun biasanya terdapat lebih dari satu individu telur. Untuk mengetahui reproduksi seekor imago betina maka dilakukan pembedahan pada abdomen, setelah imago tersebut mati. Bila diasumsikan reproduksi telur adalah jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur di dalam abdomen, maka keperidian betina adalah 23.67 ± 1.63 butir.

Kendala yang ditemui saat pemeliharaan imago di laboratorium adalah imago sulit bertelur. Telur yang telah diletakkan oleh imago pada daun tidak menetas. Hal tersebut terjadi karena imago yang dipelihara tidak berkopulasi dengan imago jantan. Kendala tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor suhu dan kelembapan udara yang berbeda antara laboratorium dengan keadaan di lapangan. Selain itu kemungkinan ruang pemeliharaan yang kurang luas, karena ngengat famili Sphingidae adalah penerbang yang kuat. Menurut Akuzzu et al. (2007) famili Sphingidae merupakan penerbang yang sangat kuat, mereka dapat terbang hingga 40-50 km/jam.

Kerusakan yang Ditimbulkan

Larva P. elegantulus merupakan hama pada tanaman Aglaonema di lapangan yang memakan daun. Karena Aglaonema memberikan keindahan dari bentuk, corak, dan warna daunnya, maka hama ini termasuk hama langsung. Gejala yang disebabkan larva muda adalah hilangnya sebagian daun muda bagian tepi atas. Gejala yang ditimbulkan oleh larva instar lanjut adalah hilangnya sebagian daun bahkan hingga ke pertulangan daun baik daun muda maupun daun tua. Serangan berat akan menyebabkan tanaman Aglaonema gundul. Larva P.

11

elegantulus juga menyerang tanaman dari genus Dieffenbachia. Spesies dari famili Sphingidae memiliki inang spesifik meliputi tanaman dari famili Araceae, Rubiceae, dan Vitaceae (Kalshoven 1981). Hal ini terlihat di sekitar Taman Araceae di Kebun Raya Bogor yang terserang hama P. elegantulus (Gambar 6).

Gambar 6 Serangan larva P. elegantulus, (a) pada pertanaman Aglaonema di Kebun Raya Bogor, (b) serangan pada daun

Musuh Alami

Selama penelitian, dari larva-larva yang diperoleh dari lapangan dan dipelihara di laboratorium diperoleh tiga jenis parasitoid. Parasitoid tersebut adalah dua jenis dari ordo Hymenoptera, yaitu famili Eulophidae dan Braconidae, dan satu jenis dari ordo Diptera, yaitu famili Tachinidae (Gambar 7).

Gambar 7 Parasitoid yang ditemukan selama penelitian dan gejala larva yang terparasit, (a) Eulophidae, (b) Braconidae, (c) Tachinidae, (d) larva yang terparasit Eulophidae, (e) larva yang terparasit Braconidae, dan (f) larva yang terparasit Tachinidae

0.1 cm

12

Parasitoid famili Eulophidae ditemukan pada larva instar II. Jumlah larva instar II yang terparasit ada delapan individu dari jumlah total 33 individu (Tabel 3). Gejala pada larva ditandai dengan pergerakan larva yang lambat dan pertumbuhannya juga terhambat, hal ini disebabkan larva tidak aktif makan. Warna larva yang terparasit terlihat lebih kusam dibandingkan dengan larva yang sehat. Gejala terlihat pada bagian anterior larva yaitu di sekitar kepala hingga ruas ke dua abdomen. Pada gejala lanjut, larva akan berwarna coklat dan memendek. Parasitoid famili Eulophidae menyerang larva secara bersamaan atau gregarious, yang artinya dalam satu inang larva terdapat lebih dari satu individu parasitoid. Hasil pengamatan menunjukkan dalam satu inang larva terdapat 12-14 individu parasitoid dari famili Eulophidae (Tabel 3). Parasitoid famili Eulophidae ini bersifat sebagai endoparasitoid, yaitu hidup dan berkembang di bagian dalam tubuh serangga inangnya.

Parasitoid famili Braconidae ditemukan pada larva instar III. Ketika larva masih instar II, perkembangan larva mulai lambat dan larva tidak aktif. Jumlah total larva instar III dari lapangan adalah 48 individu, dan 23 individu terparasit oleh famili Braconidae. Ukuran larva terparasit sudah terlihat tidak normal dibandingkan dengan larva yang sehat. Selain itu, terkadang larva instar II tidak mengalami pergantian kulit ke instar III sehingga fase larva instar II yang terparasit lebih lama dibandingkan dengan larva instar II yang sehat. Pupa keluar ketika larva memasuki instar III, dan fase larva instar III yang terparasit lebih lama dibandingkan dengan larva instar III sehat. Gejala akan terlihat pada bagian abdomen larva sebelah kanan ruas ke enam. Pada bagian tersebut akan terlihat lubang dan muncul larva parasitoid instar lanjut membentuk kokon yang berwarna keemasan yang menempel pada abdomen. Setelah pupa parasitoid terbentuk, larva tidak langsung mati. Larva inang akan mati setelah 3-4 hari kemudian. Larva yang mati mengerut sehingga larva terlihat lebih pendek dari ukuran seharusnya.

Tabel 3 Serangan parasitoid pada larva P. elegantulus (individu) Ordo dan famili Instar larva

inang Jumlah larva yang terparasit Jumlah imago parasitoid yang keluar Jumlah parasitoid/inang Hymenoptera Eulophidae II 8 86 12 – 14 Braconidae III 23 23 1 Diptera Tachinidae IV 9 80 8 – 10

Famili Braconidae menyerang larva secara individu atau soliter, yang artinya dalam satu tubuh inang (larva) hanya terdapat satu parasitoid. Jumlah parasitoid yang keluar dari inang sama seperti jumlah inang yang terparasit (Tabel 3). Parasitoid Braconidae ini sama seperti famili Eulophidae yang ditemukan yaitu bersifat endoparasitoid.

Parasitoid famili Tachinidae ditemukan pada larva instar IV. Larva instar IV berjumlah 34 individu, dan sembilan individu terparasit oleh famili Tachinidae. Larva yang terserang parasitoid Tachinidae terlihat lebih kusam dan tidak mengalami pergantian kulit sehingga menyebabkan larva gagal memasuki masa pra pupa. Gejala yang terlihat pada larva adalah pada bagian atas abomen ruas ke

13 empat dan ke tujuh terdapat lubang hitam. Gejala lanjut akan menyebabkan abdomen larva menjadi lebih lunak sehingga mudah sobek. Parasitoid famili Tachinidae ditemukan secara berkelompok atau gregarious, di dalam satu inang terdapat 8-10 individu parasitoid (Tabel 3). Parasitoid famili Tachinidae ini juga bersifat sebagai endoparasitoid.

14

Dokumen terkait