Dinamika Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Bantuan Sosial di Daerah Tertinggal KBI dan KTI
Dinamika Kemiskinan Daerah Tertinggal KBI dan KTI
Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di seluruh kawasan barat dan timur Indonesia menjadi salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan lebih parah lagi terjadi di daerah tertinggal. Kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal sangat diperlukan mengingat masih tingginya persentase penduduk miskin sebesar 16,13 (tahun 2013) dan masih banyaknya kabupaten tertinggal, yakni 133 kabupaten atau 32,2 persen dari total kabupaten di Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi yang menarik untuk dicermati. Indikator kemiskinan yang paling sering mendapat perhatian publik adalah jumlah dan persentase penduduk miskin. Melalui kedua indikator ini, kinerja pembangunan ekonomi yang mampu mensejahterakan masyarakat dapat diukur. Persentase penduduk miskin Indonesia tahun 2013 tercatat sebesar 11,47 persen, angka ini mengalami perbaikan apabila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar 13,33 persen. Hal ini berarti terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 1,86 persen dalam kurun waktu tiga tahun.
Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal juga mengalami perbaikan. Tahun 2010 persentase penduduk miskin mencapai 21,17 persen dan turun cukup signifikan menjadi 16,13 persen pada tahun 2013. Rata-rata persentase kemiskinan di dua wilayah KBI dan KTI sama-sama mengalami penurunan. KBI mengalami rata-rata penurunan persentase penduduk miskin sebesar 1 persen yang lebih kecil dibandingkan dengan KTI yaitu 3 persen, penurunan kemiskinan di kabupaten tertinggal tidak terlepas dari beberapa program pemerintah khususnya melalui kementerian PDT dengan sasaran utama program adalah percepatan pembangunan dan penurunan kemiskinan.
Rata-rata penurunan persentase penduduk miskin yang tertinggi di KBI adalah Provinsi Sumatera Barat dengan rata-rata penurunan sebesar 9 persen (Gambar 6). Persentase penurunan penduduk miskin yang cukup besar di Sumatera Barat diiringi pertumbuhan ekonomi yang besar, dimana rata-rata pertumbuhan PDRB Sumatera Barat selama kurun waktu 5 tahun sebesar 6,05 persen, yang berada diatas rata-rata pertumbuhan daerah tertinggal di KBI yang hanya 4,95 persen (Lampiran 2).
9 Dari 11 provinsi yang termasuk dalam KBI menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Terdapat dua Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau yang mengalami peningkatan persentase jumlah penduduk miskin, dengan rata-rata peningkatan sebesar 14 persen dan 21 persen. Hal ini juga mempunyai pengaruh pada pertumbuhan ekonominya, dimana Kepulauan Riau memiliki persentase pertumbuhan PDRB sebesar 3,22 persen yang paling rendah dibandingkan dengan 10 provinsi lainnya yang berada di KBI.
Provinsi Sumatera Utara juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah, yaitu sebesar 4,04 persen. Terdapat korelasi antara peningkatan persentase kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi di kedua provinsi tersebut, dimana pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak berkualitas. Beberapa penyebab tidak berkualitasnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah antara lain karena pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja dan belum menyentuh masyarakat yang berekonomi lemah (miskin), hal inilah yang mungkin terjadi di provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
Gambar 6 Rata-rata persentase kenaikan dan penurunan penduduk miskin di daerah tertinggal KBI tahun 2009-2013
Provinsi Kalimatan Timur merupakan provinsi yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin yang paling tinggi di Kawasan Timur Indonesia, dengan rata-rata penurunan sebesar 11 persen (Gambar 7). Angka ini sangat jauh berada diatas rata-rata persentase penurunan penduduk miskin di KTI yang hanya sebesar 3 persen (Lampiran 1). Penurunan kemiskinan di Kalimantan Timur diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu sebesar 6,25 persen, walaupun masih lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan ekonomi KTI yaitu 6,93 persen. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi Kalimanatan Timur merupakan pertumbuhan yang berkualitas, dimana pertumbuhan ekonomi memberikan dampak terhadap penurunan kemiskinan.
Sulawesi Utara merupakan provinsi dengan peningkatan penduduk miskin paling tinggi di KTI yaitu sebesar 8 persen. Provinsi kedua yang mengalami peningkatan persentase penduduk miskin adalah Provinsi Papua barat dengan peningkatan rata-rata kemiskinan 6 persen (Gambar 7). Walaupun mengalami peningkatan rata-rata penduduk miskin, Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat selama kurun waktu 5 tahun terakhir dengan persentase pertumbuhan sebesar 5,82 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara tidak
-0,10 -0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 -0,09 0,21
mampu untuk menurunkan persentase penduduk miskin yang disebabkan karena tidak berkualitasnya pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Gambar 7 Rata-rata kenaikan dan penurunan penduduk miskin di daerah tertinggal KTI tahun 2009-2013
Walaupun terjadi peningkatan rata-rata kemiskinan, Papua Barat mencapai pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi di KTI yaitu sebesar 27,12 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terjadinya pertumbuhan yang tidak berkualitas, dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak terdistribusi secara merata sehingga meningkatkan persentase kemiskinan. Diduga terjadinya kebocoran efek pertumbuhan ekonomi, dimana perputaran uang tidak sampai menyentuh masyarakat miskin/lokal yang ada di wilayah tersebut, multiplier effect dari pertumbuhan ekonomi tidak optimal dalam menurunkan kemiskinan.
Dinamika Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tertinggal KBI dan KTI Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting guna melakukan evaluasi dan koreksi terhadap program pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan pada masa atau periode yang lalu. Dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi digunakan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan, karena dalam penghitungan PDRB atas dasar harga konstan tersebut, pengaruh perubahan harga telah dieliminasi. Dengan demikian pertumbuhan yang dicerminkan merupakan pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode waktu tertentu.
Program-program pengentasan daerah tertinggal yang dilakukan oleh Kementrian PDT selain dimaksudkan untuk mengentaskan kabupaten tertinggal juga diupayakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dilakukan Kementerian PDT untuk mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah dengan pengembangan kebijakan dan koordinasi pembangunan bidang ekonomi, kualitas sumberdaya manusia, dan infrastruktur di daerah tertinggal (Kementerian PDT 2011).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal di Kawasan Barat Indonesia mencapai angka 4,95 persen selama periode 2009-2013. Enam provinsi memiliki pertumbuhan ekonomi di atas 4,95 persen dan 5 provinsi
-0,12 -0,10 -0,08 -0,06 -0,04 -0,02 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 -0,11 0,08
lainnya memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dibawah 4,95 persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur sebesar 6,12 persen (Gambar 8). Berkembangnya sektor perdagangan di daerah tertinggal di Jawa Timur menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi, sebagian besar sektor perdagangan diperoleh melalui kegiatan ekspor impor barang yang berasal dari kegiatan transaksi ke pulau Sumatera dan Jawa yang bernilai 38 persen dari total transaksi sektor perdagangan.
Menurut Setiawan (2013) sektor unggulan yang memicu perkembangan perekonomian di Jawa Timur adalah jasa pengangkutan dan sektor bahan-bahan setengah jadi, hal ini sangat menunjang jalannya perdagangan di Jawa Timur seperti industri rokok yang mampu menyumbang output 125 Trilyun bagi Jawa Timur, serta industri kertas dan karton-nya dengan 63 Trilyun, industri logam dasar besi dan baja sebesar 47 trilyun serta untuk industri bambu kayu dan rotan dengan 38 Trilyun rupiah atau 2,7 persen dari output provinsi.
Sektor industri alat pengangkutan lainnya memiliki tingkat daya tarik paling tinggi dengan nilai indeks 1,416 diantara berbagai industri yang tersedia di Jawa Timur. Ini berarti dalam menghasilkan outputnya sektor tersebut mampu menarik (multiplier effect) berbagai macam sektor lainnya yang tersedia beserta sumber dayanya sehingga mampu mendorong kegiatan produksi output sektor tersebut lebih meningkat dari sebelumnya. Industri pengangkutan ini adalah industri angkutan udara, industri truk, bus, industri angkot, angdes dan berbagai industri angkutan darat lainnya. Jawa Timur sejak tahun 2009 memiliki tingkat pertumbuhan diatas rata-rata pertumbuhan nasional yaitu sebesar 6,11, 5,94, 5,01, 6,68, 7,22.
Provinsi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi terendah di KBI adalah Kepulauan Riau dengan rata-rata 3,22 persen (Gambar 8). Angka ini berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi KBI 4,95 persen. Kabupaten Natuna dan Kepulauan Anambas memiliki tingkat pertumbuhan yang selalu meningkat setiap tahunnya, hanya saja persentase pertumbuhannya tidak signifikan. Sektor yang berkembang adalah industri pengolahan, namun masih terdesentralisasi di kota Batam, sehingga
multiplier efek nya tidak berimbas pada kabupaten tertinggal yang ada. Menurut Sembodo (2011) ketidakberhasilan pengembangan daya saing ekonomi lokal di Kabupaten Anambas dalam mengangkat masyarakat dari kemiskinan dan meningkatkan perekonomian adalah kapasitas pengelolaan anggaran publik dan pemberdayaan komunitas yang belum sepenuhnya terbangun seperti kelompok usaha nelayan dan tani yang menjadi motor penggerak program ekonomi lokal, serta kecilnya keterlibatan keluarga miskin dalam kegiatan pengembangan komoditi unggulan.
Kabupaten Natuna dan Anambas sangat kaya akan potensi sumberdaya alamnya. Potensi yang perlu dikembangkan untuk mendukung peningkatan perekonomiannya adalah memanfaatkan potensi sumber daya laut yang berlimpah untuk mengekspor hasil laut ke luar negeri yang berdampak bagi peningkatan kesejahteraan dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat, kemudian potensi sektor pariwisata bahari, serta potensi sektor pertanian dan perkebunan.
Persentase pertumbuhan ekonomi di KTI lebih tinggi dibandingkan dengan di KBI, yaitu 6,93 persen (Lampiran 2). Provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah Papua Barat dengan 27,12 persen (Gambar 9). Berkembangnya industri pengolahan di Papua Barat memicu pertumbuhan ekonominya, kabupaten tertinggal yang berkontribusi paling besar adalah Kabupaten Teluk Bintuni. Tahun 2010 PDRB atas harga konstannya mencapai 2,61 triliun sedangkan pada tahun 2014 sebesar 6,79 triliun. Terjadi kenaikan hampir 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir.
Gambar 8 Rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah tertinggal di KBI tahun 2009-2013
Beda halnya dengan provinsi Papua Barat, Provinsi Papua mengalami penurunan dalam pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 3,14 persen. Penelitian Wulandari dan sulistio (2013) menyatakan bahwa potensi yang dimiliki Papua adalah kekayaan sumber daya alam seperti pertambangan, kehutanan, dan juga perikanan. Dalam sektor pertambangan, Provinsi Papua memiliki cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia yang saat ini dikelola oleh PT Freeport McMoran dari Amerika. Dalam sektor kehutanan, lebih dari 80 persen luas wilayah Provinsi Papua merupakan hutan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis kayu yang berkualitas, sedangkan dalam sektor perikanan Provinsi Papua dikenal sebagai salah satu daerah penghasil ikan laut yang cukup besar.
Potensi kekayaan sumber daya alam yang berlimpah merupakan salah satu modal untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua. Melalui sumber daya alam tersebut, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, memperbaiki sarana dan prasarana daerah, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Otonomi khusus memberikan dampak bagi perkembangan perekonomian Provinsi Papua karena beberapa komponen keuangan yang menyertainya seperti dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, serta dana bagi hasil minyak bumi dan gas alam.
Hingga tahun 2013, jumlah dana otonomi khusus yang diterima oleh Provinsi Papua adalah Rp. 32.765.854.752.550. Besarnya bantuan yang
0% 5% 10%
6,12%
diterima belum mampu meningkatkan perekonomian Provinsi Papua. Hasil evaluasi Kemendagri tahun 2014, setelah 10 tahun diberikannya otonomi khusus kepada Provinsi Papua belum tampak perubahan yang signifikan jika dilihat dari empat bidang pokok yang menjadi sasaran otonomi khusus, yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan pembangunan infrastruktur. Beberapa penyebab mengapa tujuan tersebut tidak tercapai antara lain : (1) belum ada acuan yang jelas dalam pengelolaaan dana otonomi khusus tersebut, sehingga pelaksana kebijakan seperti pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya seringkali mengalami kebingungan dalam hal pengalokasiannya, (2) penggunaan dana otonomi khusus masih belum dapat dikatakan optimal, hal ini tercermin dari penggunaan dana otsus tersebut yang belum sesuai dengan prioritasnya, (3) pengaturan masalah pembagian dana otonomi khusus yang didistribusikan pemerintah provinsi kepada tiap kabupaten masih belum jelas pengaturannya. Keberadaan jumlah penduduk asli Papua dan kondisi ketertinggalan belum sepenuhnya menjadi pertimbangan (Kemendagri 2014).
Gambar 9 Rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah tertinggal di KTI tahun 2009-2013
Dinamika Bantuan Sosial Daerah Tertinggal
Peraturan Presiden No. 9 tahun 2005 dan No. 90 tahun 2006 menjadi landasan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) Kementrian PDT, diantaranya adalah perumusan kebijakan nasional di bidang pembangunan daerah tertinggal secara fisik maupun sumberdaya manusia, yang didalamnya termasuk program lima bantuan sosial yaitu bantuan pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan infrastruktur, pembinaan ekonomi dan dunia usaha, pembinaan lembaga sosial dan budaya, dan pengembangan
-5% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 27,12%
daerah khusus. Sampai tahun 2013 telah diberikan bantuan sosial ke 183 daerah tertinggal dengan total Rp. 1,415,640,353,500, dengan persentase untuk pengembangan SDM 5 persen, peningkatan infrastruktur 36 persen, pembinaan ekonomi dan dunia usaha 20 persen, pembinaan lembaga sosial dan budaya 4 persen dan pengembangan daerah khusus sebanyak 35 persen (Gambar 10).
Bantuan infrastruktur adalah bantuan dengan porsi paling besar dalam pembagian bansos. Data identifikasi dan validasi Kementrian PDT, aspek sarana dan prasarana menjadi kebutuhan paling tinggi dalam penanganan daerah tertinggal yaitu sebesar 50,81 persen, dibandingkan dari aspek lainnya seperti bencana alam dan konflik sebesar 9,38 persen, kelembagaan daerah sebesar 4,02 persen, perekonomian lokal sebesar 18,39 persen dan sumberdaya manusia 17,41 persen.
Gambar 10 Persentase masing-masing bantuan sosial yang disalurkan Kementerian PDT tahun 2010-2013
a. Bantuan Sumberdaya Manusia
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal sangat penting untuk dilakukan. Kementerian PDT melalui Deputi Bidang Sumberdaya manusia memiliki tugas untuk melakukan pengembangan terkait sumberdaya yang meliputi : sumberdaya hayati, sumberdaya manusia, sumberdaya mineral dan energi, lingkungan hidup dan teknologi.
Dalam kurun waktu 2010-2013, bantuan pengembangan SDM yang diberikan berfluktuatif dari tahun ke tahun. Besaran pemberian bantuan didasarkan pada kebutuhan masing-masing daerah tertinggal. Lima provinsi tidak menerima bantuan ini, yaitu Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua Barat, sedangkan total kabupaten yang menerima sebanyak 22 kabupaten tertinggal (Lampiran 3).
Share bansos pengembangan SDM untuk wilayah KBI sebesar 33 persen, sedangkan untuk wilayah KTI sebesar 67 persen (Gambar 11), sedangkan persentase bantuan per provinsi dapat dilihat pada (Gambar 12). Total bantuan yang telah diberikan dari tahun 2010-2013 sebesar Rp. 13.296.785.000,- untuk wilayah KBI, dan Rp. 50.938.135.000,- untuk
wilayah KTI, sehingga total keseluruhan bantuan adalah Rp. 64.234.920.000,-.
Bansos SDM diberikan paling besar kepada Provinsi Papua, dengan porsi 23,62 persen atau sebesar Rp. 15.175.000.000,- yang juga menjadikannya sebagai provinsi dengan nilai bansos tertinggi di KTI. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya mutu sumberdaya manusia di Provinsi Papua yang dilihat dari tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang berusia produktif.
Pendidikan merupakan bidang yang paling diprioritaskan, tetapi untuk menilai keberhasilan bidang pendidikan tidak dapat ukur dalam waktu yang singkat. Program-program peningkatan kualitas dan kuantitas pendidik diterapkan untuk meningkatkan tingkat pendidikan putra putri asli Papua. Hasil evaluasi Bappenas tahun 2013 terdapat peningkatan partisipasi sekolah di berbagai jenjang usia pendidikan. Ada indikasi perbaikan di bidang pendidikan, meskipun hasilnya belum optimal dan memerlukan perbaikan dalam kualitas pendidikan maupun kualitas dan ketersediaan sarana pendidikan dan sumberdaya manusia pendidikannya.
Gambar 11 Persentase bantuan sumberdaya untuk daerah tertinggal KBI dan KTI tahun 2010-2013
Kualitas tenaga kerja juga menjadi perhatian di Provinsi Papua selain dari aspek pendidikan, usaha yang telah dilakukan adalah program-program peningkatan keterampilan, seperti di Kabupaten Jayapura dilakukan pelatihan keterampilan bagi pencari kerja di 5 Distrik 7 kampung, di Biak Numfor dilakukan bantuan pembinaan untuk pengangguran.
Provinsi Bengkulu mendapatkan dana bansos SDM paling besar di KBI sebesar Rp. 3.462.160.000,- atau sebesar 5,39 persen. Program-program yang dilakukan untuk pengembangan sumberdaya manusia di Bengkulu di berbagai sektor usaha masyarakat antara lain pelatihan penanaman dan pemeliharaan sagon dan jabon dengan plafon dana sebesar Rp. 250.000.000,- yang diberikan kepada petani beringin indah, harapan makmur, muda sepakat, suka tani dan sinar pagi. Bidang peternakan juga dilakukan pelatihan bagi peternak kambing pada kelompok tani tahaji satu dengan plafon bansos sebesar Rp. 300.000.000,-.
Kegiatan lain untuk pengembangan SDM di bengkulu adalah pelatihan dan instalasi biogas di Kabupaten Kaur dengan dana sebesar Rp. 200.000.000,- yang diberikan pada kelompok tani rukun santosa, setia bakti, tunas muda dan sumber makmur I. Pengembangan usaha pertanian juga dilakukan dengan membangun kandang, rumah jaga, pemberian handtractor, pagar hidup, peralatan pengolahan pupuk organik dan mesin pemotong rumput juga mesin perontok padi dengan dana Rp. 260.000.000,- di Kabupaten Kaur.
Gambar 12 Distribusi bantuan sumberdaya tahun 2010-2013 b. Bantuan Peningkatan Infrastruktur
Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2006 menjadi dasar hukum pelaksanaan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT) yang dilaksanakan oleh Kementrian PDT. Peningkatan infrastruktur ini diharapkan dapat menjadi pendorong dalam pengentasan daerah tertinggal. Selain untuk mengentaskan daerah tertinggal, program P2IPDT ini juga sebagai solusi mengatasi ketimpangan infrastruktur.
Program P2IPDT merupakan salah satu bentuk kegiatan pokok dari pemerintah kepada daerah tertinggal di bidang pembangunan infrastruktur pedesaan dan menjadi stimulan kegiatan pendukung atau pendorong pembangunan infrastruktur daerah melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi, informasi dan telekomunikasi, sosial, ekonomi dan energi dalam bentuk bantuan sosial dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Bantuan stimulan bersifat komplementer dan integral terhadap sektor terkait dan program masing-masing daerah.
Bantuan pembangunan infrastruktur merupakan bantuan yang paling besar dibandingkan dengan bantuan lainnya yang diberikan pada 27 provinsi dengan nominal yang berbeda-beda (Lampiran 4). Share bansos pengembangan infrastruktur untuk wilayah KBI sebesar 29 persen dengan besaran bantuan Rp. 150.315.503.000, sedangkan untuk wilayah KTI sebesar 71 persen atau sebesar Rp. 360.243.284.000 (Gambar 13), sehingga
0% 5% 10% 15% 20% 25% N A D S U M UT S U M B A R S U M S E L B E N G KU LU LAM P UN G B A B E L KE P R I JA B A R JA T IM B A N T E N N T B NT T KA LB A R KA LT E N G KA LSE L KA LT IM S U LUT S U LT E N G S U LSE L S U LT R A G O R O N T A LO S U LB A R MA LU K U M A LU KU UT A R A P A P U A B A R A T P A P U A 23,62% Persentase bantuan SDM
total bantuan infrastruktur yang diberikan dari tahun 2010-2013 adalah Rp. 510.558.787.000,-.
Bantuan infrastruktur paling besar diberikan kepada Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan porsi 11,97 persen (Gambar 14) atau sebesar Rp. 61.115.206.000,- yang juga menjadikannya sebagai provinsi dengan nilai bansos tertinggi di KTI. Pembangunan infrastruktur yang telah dikembangkan di NTT meliputi perumahan dan pemukiman, pembangunan infrastruktur air bersih, pembangunan sanitasi dan pembangunan rumah sakit.
Gambar 13 Persentase bantuan infrastruktur untuk wilayah KBI dan KTI tahun 2010-2013
Pembangunan ekonomi produktif juga dilakukan, dimana kawasan peruntukan pertanian terdiri atas kawasan tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan seperti cengkeh, kelapa, kopi, jambu mete, vanili dan kemiri. Berdasarkan data BPS mayoritas penduduk yang ada di provinsi NTT bermata pencaharian sebagai petani (64,70 persen). Produk pertanian khususnya tanaman pangan merupakan salah satu andalan utama bagi peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Kegiatan pengembangan industri pengolahan produk pertanian dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani seperti yang dilakukan di Kabupaten Ngada dengan nilai bantuan sebesar Rp 650.000.000. Untuk mendukung kegiatan pertanian juga dilakukan pengembangan irigasi seperti yang dilakukan di Kabupaten Sumba Timur dengan nilai bantuan Rp 550.000.000.
Pembangunan transportasi jalan raya dan penyebrangan juga menjadi prioritas pembangunan infrstruktur di NTT, seperti pembangunan dramaga di Kabupaten Manggarai Barat. Pembangunan prasarana angkutan penyeberangan ini akan menunjang peningkatan konektivitas antar wilayah melalui transportasi terpadu antar moda.
Provinsi Jawa Timur mendapatkan bansos infrastruktur paling besar untuk wilayah KBI dengan total bantuan 22.046.790.000,-. Berbagai program terkait pengembangan infsratruktur dikembangkan di Jawa Timur. Pengembangan infrastruktur ekonomi yang dilakukan antara lain adalah pengembangan embung air di madiun dengan plafon dana sebesar Rp. 350.000.000,- dan dilakukan pengembangan irigasi desa dengan plafon
dana Rp. 300.000.000,-. Pengembangan Pasar Desa sebagai prasarana untuk aktivitas ekonomi wilayah di kembangakan di Kabupaten Bondowoso dengan dana yang digunakan sebanyak Rp. 300.000.000,-.
Prasarana Jalan sangat menunjang kelancaran aktivitas ekonomi antar wiayah, untuk itu dengan menggunakan dana bantuan infrastruktur transportasi dilakukan pembangunan jalan desa di Kabupaten Bangkalan dengan jumlah bantuan sebesar Rp. 300.0000.000,-, kemudian dilakukan juga perbaikan jalan lingkungan di beberapa wilayah kecamatan dengan jumlah bantuan Rp. 300.000.000,-
Gambar 14 Distribusi bantuan infrastruktur tahun 2010-2013
Pengembangan infrastruktur sosial juga menjadi perhatian Kementrian PDT, dimana diberikan bantuan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan di kabupaten Pamekasan dengan pagu dana sebesar Rp. 315.600.000,-. kabupaten Madiun juga mendapatkan dana pengembangan sarana dan prasarana pendidikan ini dengan plafon dana sebesar Rp. 300.000.000,-
c. Bantuan Pembinaan Ekonomi Dan Dunia Usaha
Deputi bidang pembinaan ekonomi dan dunia usaha di Kementerian PDT menangani beberapa hal terkait dengan investasi, pemberdayaan masyarakat di sekitar industri, usaha mikro kecil dan menengah serta kemitraan usaha dan pengembangan pariwisata. Bantuan yang diberikan sifatnya lebih kepada pengembangan produk unggulan daerah. Besaran pemberian bantuan didasarkan pada kebutuhan masing-masing daerah tertinggal (Lampiran 5).
Bantuan pembinaan dunia usaha dan ekonomi merupakan bantuan terbesar ketiga setelah bantuan infrastruktur dan bantuan pengembangan daerah khusus dengan share sebesar 19 persen. Share bansos pembinaaan dunia usaha dan ekonomi sebanyak 62 persen untuk wilayah KTI dan 38 persen untuk wilayah KBI (Gambar 15). Total bantuan dari tahun 2010-2013 sebesar Rp. 102.235.000.000,- untuk wilayah KBI, dan Rp. 169.136.321.500,- untuk KTI sehingga total bantuan yang diberikan adalah Rp. 271,371,321,500,-.
Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapatkan bantuan paling besar dengan porsi 12,78 persen (Gambar 16) atau sebesar Rp. 34.681.675.000,-
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% N A D S U M UT S U M B A R S U MS E L B E N G KU LU LAM P UN G B A B E L KE P R I JA B A R JA T IM B A N T E N N T B NT T KA LB A R KA LT E N G KA LSE L KA LT IM S U LUT S U LT E N G S U LSE L S U LT R A G O R O N T A LO S U LB A R M A LU KU M A LU KU UT A R A P A P U A B A R A T P A P U A 11,97%