• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Dalam dokumen STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKU (Halaman 30-48)

BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan tindakan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 2-3 April 2012 di ruang Bougenville RS. Panti Waluyo Surakarta. Pembahasan tentang proses asuhan keperawatan ini meliputi pengkajian, diagnosa atau rumusan keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2006).

Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, teman dekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan diagnostik dan laboratorium (Potter & Perry, 2005).

Menurut Brunner & Suddarth (2005), manifestasi klinis pada apendisitis yaitu nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Pada Kasus Tn.M, Tn.M mengeluh nyeri perut pada abdomen kanan bawah selama kurang lebih 1ЩЇ bulan sebelum dirawat di rumah sakit. Menurut Reeves

17

(2008), riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu didiagnosis sebagai apendisitis kronik dimana hal ini dapat menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis yang diakibatkan perforasi apendiks sehingga klien memerlukan antibiotik dan drainage. Pada saat melakukan pengkajian, penulis tidak mengkaji apakah Tn.M sebelum pembedahan apendektomi mengeluh demam, mual, muntah, maupun hilangnya nafsu makan. Ini merupakan kekurangan penulis saat melakukan pengkajian.

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lelaki mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genetalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau gangguan ginekologi lainnya. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 1-2jam. Ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi diagnostik (Sjamsuhidajat, 2010). Pada kasus ini, Tn.M menjalani pemeriksaan penunjang USG pada tanggal 30 April 2012 dengan hasil menyongkong gambaran apendisitis.

Menurut Sjamsuhidajat (2010), diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat terpenuhi yaitu riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik

18

apendiks baik secara makroskopik maupun mikroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendiktomi. Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi.

Berdasarkan tanda gelaja serta hasil pemeriksaan penunjang yang ada, kemudian dokter mendiagnosa Tn.M dengan diagnosa medis “Apendicitis Chronic Dextra Akut” dan dilakukan tindakan pembedahan apendektomi pada tanggal 31 April 2012.

Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendisitis yang meradang (Smeltzer & Bare, 2002). Apendiktomi dapat menimbulkan berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri. Menurut Smeltzer & Bare (2002), International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Pada pengkajian Tn.M, didapatkan nyeri secara teori termasuk dalam kategori nyeri akut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya insisi pembedahan apendiktomi dimana adapun proses terjadinya nyeri menurut Lindamen & Athie (Hartanti, 2005), adalah dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam substansi intraseluler dilepaskan keluar ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf

19

ini akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau neurotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang disebut dengan neurotransmitter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan nyeri dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.

Pada pola kognitif dan perceptual dijelaskan bahwa pasien dengan pembedahan abdomen terutama apendiktomi, pada umumnya tidak mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, maupun pembau. Biasanya pada pola kognitif dan perceptual muncul adanya nyeri dengan menggunakan metode Provocate, Quality, Region, Severe, Time (PQRST). Provocate (P) merupakan penyabab terjadinya nyeri dari penderita. Pada tindakan pembedahan abdomen atau apendiktomi merupakan penyebab terjadinya nyeri karena adanya trauma atau insisi pembedahan. Quality (Q) merupakan kualitas nyeri yang diungkapkan secara subyektif oleh pasien. Kualitas nyeri pada pasien pembedahan biasanya terasa panas dan tertusuk-tusuk karena adanya insisi. Region (R) merupakan area dimana nyeri dirasakan. Pada pembedahan abdomen, nyeri dirasakan pada letak anatomi yang mengalami tindakan pembedahan. Severe (S) merupakan parameter dari tingkatan nyeri dimana pada insisi abdomen, nyeri akan terasa sedang setelah pembedahan dan akan berkurang dalam beberapa waktu yang didukung dengan pemberian analgesik. Pengukuran skala nyeri terdiri dari Verbal Description Scale (VSD), Numerical Rating Scale (NRS), dan Visual

20

Analog Scale (VAS). Pada kasus Tn.M, penulis mengkategorikan skala nyeri pada Tn.M kedalam data subyektif karena penulis menggunakan skala nyeri numerik dimana hasil dari skala numerik merupakan apa yang diungkapkan oleh pasien (Potter, 2006). Time (T) merupakan waktu saat nyeri muncul. Pada post-apendiktomi nyeri akan terasa terus-menerus setelah efek anestesi menghilang kemudian akan berkurang secara periodik. Pada kasus Tn.M, nyeri yang dirasakan karena setelah menjalani pembedahan apendiktomi, nyeri yang dirasakan perih dan seperti ditusuk-tusuk pada daerah abdomen kanan bawah, skala 4, nyeri dirasakan hilang timbul. Pada kasus Tn.M, nyeri dirasakan berkurang karena pasien telah mendapat tindakan keperawatan.

Menurut Potter (2006), nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stres dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologi individu. Saat nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat. Pada kasus Tn.M, terjadi peningkatan tekanan darah yaitu 120/90 mmHg. Ini sesuai dengan teori yang ada yaitu pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernapasan akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis (Mubarak, 2008). Sedangkan pada denyut jantung atau nadi, pernapasan, dan suhu tidak terjadi peningkatan dengan hasil nadi 84 kali per menit, pernapasan 22 kali per menit, dan suhu 36,7°C. Hal ini dikarenkan pada kasus Tn.M, pembedahan apendiktomi sudah berlangsung dua hari yang lalu dan Tn.M sudah mendapatkan terapi

21

seperti analgesik sebelumnya sehingga tidak terjadi perubahan tanda-tanda vital yang signifikan (Potter, 2006).

Pada pengkajian fisik abdomen, perawat memerlukan pengkajian fisik dan neurologis berdasarkan riwayat nyeri klien. Daerah yang sangat nyeri harus diperiksa untuk melihat apakah palpasi atau manipulasi pada daerah tersebut meningkatkan sensasi nyeri. Selama melakukan pemeriksaan umum, perawat memperhatikan adanya petunjuk-petunjuk yang mengindikasikan nyeri (Potter, 2006). Pada kasus Tn.M, dilakukan pemeriksaan fisik meliputi abdomen karena Tn.M, mengatakan nyeri bagian perut yang habis dioperasi. Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan cara Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, dan Palpasi (IAPP). Pada pasca operasi, pasien terdapat luka abdomen dan drainage (Reeves, 2008). Saat pengkajian, didapatkan luka tertutup kurang lebih 7 cm dan tampak terpasang drainage berupa darah sebanyak 100cc, kulit sekitar luka tidak tampak kemerahan, auskultasi 5 kali per menit, timpani saat diperkusi, dan terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan bawah karena pada daerah tersebut merupakan post-operasi apendiktomi.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen pada tanggal 31 Maret 2012, menunjukkan hasil yang normal. Sedangkan pada pemeriksaan ultrasonografi pada tanggal 30 Maret 2012, didapatkan hasil yaitu menyongkong gambaran appendicitis.

Terapi yang diberikan pada Tn.M antara lain ceftriaxone 1 gram/12 jam sebagai antibiotik atau mencegah terjadinya sepsis dengan

22

indikasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri pathogen pada saluran napas, THT, sepsis, meningitis, tulang sendi, dan jaringan lunak, intra abdominal, profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh; Tricodazole 500 mg/8 jam sebagai antibiotik atau mencegah terjadinya sepsis dengan indikasi trikomoniasis saluran kemih dan kelamin, amubiasis dalam usus, amubiasis hati dan ekstra intestinal, giardiasis, infeksi vincent, pengobatan dan pencegahan infeksi anaerob; ketrobat 3 ml/8 jam untuk mengurangi rasa nyeri (analgesik) dengan indikasi untuk mengurangi nyeri berat dan nyeri post operatif ; kalnex 5 ml/8 jam untuk anti-perdarahan dengan indikasi untuk fibrinilosis lokal seperti epistaksis (mimisan), prostatektomi (pembedahan mengangkat prostat), konisasiserviks, edema angioneurotik herediter, perdarahan abnormal sesudah operasi, perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia (ISO, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Potter, 2005). Diagnosa keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi). Pada kasus Tn.M, ditemukan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi). Hal ini sesuai teori bahwa pada

23

kasus pembedahan apendiktomi, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi) sebagai prioritas diagnosa keperawatan karena nyeri pasca operasi merupakan nyeri akut secara serius yang mengancam proses penyembuhan klien, yang harus menjadi prioritas perawatan. Nyeri pasca operasi yang akut menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut tidak terkontrol (Potter, 2006). Selain itu apabila diagnosa ini tidak diatasi, dapat mengakibatkan ancaman bagi klien atau orang lain mempunyai prioritas tertinggi (Potter, 2005). Hal ini didukung dengan hasil pengkajian pada tanggal 2 April 2012 didapatkan data subyektif “Pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah atau bagian yang habis dioperasi, nyeri perih dan seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), nyeri yang dirasakan hilang timbul” dan data obyektif berupa “Pasien tampak lemah dan meringis kesakitan, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan suhu 36,7°C.

Etiologi dari diagnosa keperawatan adalah agen cedera fisik dari pembedahan (NANDA, 2009) karena ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam substansi intraseluler dilepaskan keluar ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan merangsang dan bergerak sepanjang

24

serabut saraf atau neurotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang disebut dengan neurotransmitter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan nyeri dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri (Hartanti, 2005). Ditunjang dengan data adanya luka tertutup dan tampak terpasang drainage berupa darah 100cc.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi (Judith M.Wilkinson, 2006). Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan Nursing Intervension Clasification (NIC) dan Nursing Outcome Clasification (NOC).

Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat diselesaikan dengan Spesifik, Mearsure, Archievable, Rasional, Time (SMART) selanjutnya akan diuraikan rencana keperawatan dari diagnosa yang ditegakkan (NANDA, 2009).

Menurut Muttaqin (2011), rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi nyeri akut dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi dengan kriteria hasil pasien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-1, dapat mengidentifikasi aktivitas

25

yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, pasien tidak gelisah. Intervensi yang dilakukan meliputi Observasi, Nursing Planning, Education, Colaboration (ONEC).

Pada kasus Tn.M, penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam karena nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, rasa nyaman dan harus dipenuhi (Patricia A. Potter, 2006) dan kriteria hasil yang ditulis penulis yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-1 (0-0-10); tanda-tanda vital dalam batas normal karena tanda-tanda vital dilakukan untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh baik keadaan metabolisme, perubahan pada sistem kardiovaskuler, fungsi pernapasan, maupun menilai kemampuan sistem kardiovaskuler (Hidayat, 2005); pasien tampak rileks dan pasien tidak tampak meringis kesakitan karena meringis atau ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretak gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim atau membengkok merupakan contoh ekspresi atau respon perilaku nyeri secara nonverbal (Potter, 2006). Menurut Muttaqin (2011), observasi pada intervensi yang dilakukan yaitu kaji respon nyeri dengan pendekatan PQRST. Ini lakukan dengan rasional yaitu pendekatan komprehensif untuk merencanakan intervensi. Selain itu, kaji karakteristik nyeri diakukan dengan rasional data membantu mengevaluasi nyeri dan peredaran nyeri serta

26

mengidentifikasi sumber-sumber multiple dan jenis nyeri (Brunner & Suddarth, 2002). Pada kasus Tn.M, observasi pada intervensi yang dilakukan yaitu observasi tanda-tanda vital dan kaji karakteristik nyeri dengan rasional dapat menentukan terapi yang akan dilakukan.

Menurut Hidayat (2005), pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh baik keadaan metabolisme, perubahan pada sistem kardiovaskuler, fungsi pernapasan, maupun menilai kemampuan sistem kardiovaskuler. Pada Tn.M, kaji tanda-tanda vital dilakukan dengan rasional mengetahui perkembangan lebih lanjut. Perkembangan lebih lanjut ini dimaksudkan yaitu pada keadaan umum pasien.

Menurut Muttaqin (2005) dan Brunner & Suddarth (2005), atur posisi semi-fowler dapat mengurangi nyeri dengan rasional posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Pada kasus Tn.M, penulis memberikan rencana tindakan keperawatan yaitu berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler) dengan rasional agar pasien rileks dan membantu mengurangi rasa nyeri. Posisi ini dipilih karena penulis belum mengetahui keadaan pasien. Selain itu, setelah pembedahan pasien mungkin dibaringkan dalam berbagai posisi untuk meningkatkan rasa nyaman dan menghilangkan nyeri (Brunner & Suddarth, 2002).

Menurut Brunner & Suddarth (2002), relaksasi otot skeletal, dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot

27

yang menunjang nyeri. Beberapa penelitian, bagaimanapun telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Pada Tn.M, penulis memberikan rencana tindakan keperawatan ajarkan tekhnik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan) dengan rasional mengalihkan rasa nyeri.

Menurut Muttaqin (2005), manajemen lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan istirahkan pasien dapat mengurangi nyeri dengan rasional lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer. Pada kasus Tn.M, penulis memberikan rencana tindakan keperawatan yaitu batasi pengunjung dengan rasional agar pasien dapat istirahat sehingga dapat membantu mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgesik. Menurut Muttaqin (2005), analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang. Pada kasus Tn.M, penuis memberikan rencana tindakan keperawatan yaitu kolaborasi dengan tim medis lain pemberian analgesik dengan rasional mengurangi nyeri dan membantu proses penyembuhan.

Pada kasus Tn.M, penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam karena penulis melaksanakan praktek selama 3 hari dan sudah termasuk pengkajian dan memberikan asuhan

28

keperawatan kepada pasien. Namun, menurut teori yang ada masalah nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, rasa nyaman dan harus dipenuhi (Patricia A. Potter, 2006).

4. Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatn dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005).

Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, menyelia, dan mengevaluasi kerja anggota staf, dam mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan. Setelah rencana dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan tindakan (Bulechek & McCloskey, 1995; dikutip dari Potter, 2005).

Implementasi pada Tn.M, dapat dilakukan penulis sesuai rencana tindakan keperawatan yang ada. Saat melakukan tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien kooperatif. Ada beberapa

29

tindakan keperawatan yang dilakukan penulis diluar rencana tindakan keperawatan antara lain mengkaji tanda-tanda vital, memberikan posisi supine, merawat luka apendiktomi, dan melepas drainage.

Pada tanggal 2 dan 3 April 2012, penulis melakukan implementasi mengkaji tanda-tanda vital dan memberikan posisi supine. Pertama, mengkaji tanda-tanda vital. Ini dilakukan karena pada nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Potter, 2006). Hasil yang didapatkan pada tanggal 2 April 2012 yaitu tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 22 kali per menit, dan suhu 36,7°C. Sedangkan hasil pemeriksaan pada tanggal 3 April 2012 yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit, dan suhu 36,5°C. Kedua, memberikan posisi supine. Menurut Muttaqin (2005), pemberian posisi semi-fowler dapat mengurangi nyeri karena posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Sedangkan pada kasus Tn.M, penulis memberikan posisi supine karena posisi supine merupakan posisi yang nyaman bagi pasien sesuai keadaannya.

Pada tanggal 3 April 2012, penulis melakukan tindakan keperawatan yaitu melakukan perawatan luka dan melepas drainage. Menurut Muttaqin (2005), intervensi pada nyeri pada apendiktomi tidak ada perawatan luka akan tetapi, melihat kebutuhan perawatan luka dilakukan penulis karena luka operasi dapat menyebabkan infeksi dimana infeksi dapat berkembang menjadi selulitis, abses, dan sepsis karena

30

adanya pathogen yang berkembangbiak sehingga menyebabkan nyeri (Sjamsuhidajat, 2005). Cedera atau infeksi menyebabkan nekrosis jaringan dan sebagai akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin, dan serotonin. Mediator kimiawi ini meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan, protein, dan sel memasuki ruang interstisial. Cairan yang terakumulasi tampak sebagai pembengkakan lokal. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan pada ujung saraf dan menyebabkan nyeri (Potter & Perry, 2005). Sedangkan penulis melakukan tindakan keperawatan melepas drainage karena darah sudah tidak produktif lagi dan itu merupakan instruksi dokter yang merawat pasien

Pada tanggal 4 April 2012, penulis tidak melakukan implementasi apapun kepada pasien karena dokter yang merawat Tn.M memperbolehkan pasien untuk pulang dan dirawat di rumah atau rawat jalan. Pasien pulang pada tanggal 3 April 2012 pada pukul 16.45 WIB.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Carnevari & Thomas, 1993; dikutip dari Potter, 2005).

Evaluasi pada Tn.M dilakukan dengan metode SOAP. Pada evaluasi hari pertama pengelolaan, penulis belum mampu mengatasi masalah keperawatan nyeri akut karena masa penyembuhan pasien masih

31

memerlukan waktu dan karena keterbatasan waktu penulis tidak dapat mengobservasi pasien selama 24 jam sehingga rencana tindakan keperawatan dilanjutkan pada hari kedua kelolaan penulis tanggal 3 April 2012 atau hari ke-III post-operasi. Sedangkan pada evaluasi hari kedua pengelolaan, pasien mengatakan masih merasakan nyeri walaupun skala nyeri berkurang. Ini menandakan adanya masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian oleh karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan oleh penulis sehingga intervensi perlu dilanjutkan. Kekurangan pada kasus ini, penulis tidak dapat mengatasi masalah nyeri akut secara sempurna atau dengan skala 0 atau melanjutkan rencana tindakan keperawatan. Hal ini dikarenakan, pasien diijinkan pulang atau rawat jalan pada hari ke-III post-operasi apendiktomi.

B. Kesimpulan Dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Pada pengkajian, pasien merupakan post-operasi apendiktomi hari

ke-II dan didapatkan data subyektif yaitu pasien mengatakan nyeri, nyeri perih seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada perut kanan bawah atau bagian yang habis dioperasi, skala nyeri 4, dan nyeri hilang timbul.

b. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi). Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

32

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Smeltzer & Bare, 2002).

c. Rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi nyeri yaitu observasi tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler), batasi pengunjung, ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan), dan kolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik.

d. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri pada Tn.M antara lain mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji karakteristik, memberikan posisi yang nyaman (supine), mengajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan), membatasi pengunjung, melakukan perawatan luka atau medikasi, melepas drainage, mengkolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik. e. Evaluasi menggunakan metode SOAP. Masalah nyeri belum teratasi

secara maksimal (skala 0-1) atau masalah teratasi sebagian dan intervensi dihentikan karena pasien dinyatakan boleh pulang atau diperbolehkan rawat jalan oleh dokter yang merawat.

f. Analisa nyeri pada Tn.M yaitu pada hari pertama pengelolaan, nyeri pada bagian perut atau bagian yang habis dioperasi atau kuadran kanan bawah melihat dari anatomis posisi apendiks, nyeri terasa perih dan seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4, dan hilang timbul sehingga setelah

33

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, nyeri berkurang dengan skala 2, nyeri pada perut kanan bawah atau bagian yang habis dioperasi, terasa perih dan ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul.

2. Saran

Dengan adanya uraian diatas maka penulis manemberikan saran

Dalam dokumen STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKU (Halaman 30-48)

Dokumen terkait