• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Data Variabel-Variabel Penelitian

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.6 Pembahasan Data Variabel-Variabel Penelitian

Model estimasi yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan nasional di Indonesia adalah :

LSAV = b0 + b1 RGDP+ b2BDG+ b3 RNE + b4 YpcG + b5 PopG + b6LSAV(-1) +µ

Dari hasil penghitungan terhadap model estimasi tersebut dengan menggunakan

softwareEviews versi 3.0, didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1. Hasil Analisis Data

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RGDP 0.036549 0.018463 1.979619 0.0632 BDG -0.061712 0.058004 -1.063928 0.3014 RNE 0.040001 0.028275 1.414722 0.1742 YPCG 0.015638 0.008533 1.832623 0.0835 POPG -2.002652 0.658220 -3.042525 0.0070 C 22.50537 6.999551 3.215259 0.0048 LSAV(-1) 0.386443 0.186878 2.067894 0.0533

R-squared 0.961738 Mean dependent var 32.00574

Adjusted R-squared 0.948983 S.D. dependent var 1.078964

S.E. of regression 0.243704 Akaike info criterion 0.245771

Sum squared resid 1.069049 Schwarz criterion 0.587056

Log likelihood 3.927862 F-statistic 75.40591

Durbin-Watson stat 2.076911 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Lampiran 1 dan Lampiran 2

Model estimasi tersebut mengalami perubahan dari yang semula dalam bentuk linier (persamaan 3.3) menjadi bentuk model logaritma-linier (log-lin) dengan pertimbangan variabel dependennya (SAV atau tabungan nasional) dinyatakan dalam satuan mata uang (trilyun rupiah) sementara seluruh variabel independennya dinyatakan dalam satuan persen. Menurut Nachrowi (2006), model log-lin sangat

berguna dalam melihat hubungan kausal antara variabel bebas X yang menyatakan tahun atau waktu yang lain sementara variabel terikat Y dapat menyatakan berbagai karakterisitik seperti: keuntungan, GNP, aset, omset dan sebagainya. Oleh karena itu, model ini disebut juga sebagai model pertumbuhan. Selanjutnya hasil penghitungan tersebut disubtitusikan kedalam persamaan estimasi sesuai dengan tujuan penelitian ini menjadi :

LSAV = 22.5053 + 0.0365*RGDP - 0.0617*BDG + 0.040*RNE + 0.0156*YPCG - 2.0026*POPG + 0.3864*LSAV(-1)

Dari hasil estimasi persamaan tabungan nasional (SAV) diperoleh Koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,9617, yang berarti keseluruhan variabel independen dalam persamaan tersebut mampu untuk menjelaskan variasi total tabungan nasional Indonesia sebesar 96,17 persen selama periode pengamatan (periode 1980-2005), sedangkan selebihnya sebesar 3,83 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model persamaan penelitian. Dari hasil olahan data tersebut bila dilakukan analisis secara mendalam, maka variabel independennya secara bersama-sama (serempak) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tabungan nasional pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai FHitung sebesar 75,40 lebih besar dibandingkan Ftabel (3,87) pada = 1 persen. Hampir seluruh variabel penelitian signifikan mempengaruhi tabungan nasional Indonesia. Variabel-variabel tersebut adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia, pertumbuhan pendapatan perkapita, dan pertumbuhan penduduk. Sementara itu variabel defisit anggaran belanja pemerintah dan ekspor neto tidak signifikan mempengaruhi tabungan nasional.

Untuk melihat elastisitas perubahan variabel-variabel yang mempengaruhi tabungan nasional terhadap perubahan tabungan nasional itu sendiri (variabel dependen) maka nilai koefisien regresi tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan mengingat model estimasi yang semula dalam bentuk linier diubah menjadi bentuk model logaritma-linier (log-lin). Berikut adalah nilai elastisitas perubahan masing-masing variabel independen tersebut :

SAV= 0.0365*RGDP - 0.0617*BDG + 0.040*RNE + 0.0156*YPCG - 2.0026*POPG + 22.5053 + 0.3864*LSAV(-1) SAV= 0.0365*RGDP ∂SAV = 0.0365*RGDP x 0.0365 x ln ∂RGDP ∂SAV = 0.0365*RGDP x 0.0365 ∂RGDP ∂SAV = (2,718) 0,0365*RGDP x 0,0365 = 0,0379 ∂RGDP ∂SAV = (2,718) – 0,0617*BDG x (0,0617) = (0,0580) ∂BDG ∂SAV = (2,718) 0,040*RNE x 0,040 = 0,0416 ∂RNE ∂SAV = (2,718) 0,0156*YPCG x 0,0156 = 0,0158 ∂YpcG ∂SAV = (2,718) – 2,0026*POPG x (2,0026) = (0,2704) ∂PopG

Tanda positif koefisien pertumbuhan ekonomi memberikan indikasi adanya dampak menguntungkan dari pertumbuhan ekonomi terhadap total tabungan nasional Indonesia selama periode pengamatan. Ini berarti mendukung hipotesis yang

menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berdampak positif terhadap tabungan nasional Indonesia. Artinya bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan bangsa Indonesia, maka tabungan nasional Indonesia pun semakin bertambah. Nilai elastisitas pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 0,0379. Hal ini dapat diartikan bila terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan menyebabkan perubahan tabungan nasional sebesar 0,0379 persen pada tingkat kepercayaan 90 persen ( = 10 persen) dengan arah perubahan yang sama, ceteris paribus. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dalimunthe (2006) serta Nasir dan Khalid (2005) di mana pertumbuhan Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan tabungan nasional di Indonesia dan Pakistan.

Tanda negatif koefisien defisit anggaran belanja pemerintah Indonesia dan nilai t hitung hasil penelitian sebesar -1,063928 ( lebih kecil dibandingkan t tabel untuk

= 10 persen, yaitu 1,729) menunjukkan defisit anggaran tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan tabungan nasional di Indonesia selama periode pengamatan. Hasil ini menunjukkan bahwa di Indonesia tidak terjadi equivalensi Ricardian ( full offset tabungan pemerintah menjadi tabungan swasta). Hasil ini pun sesuai dengan penelitian Nasir dan Khalid (2005) di mana defisit anggaran belanja pemerintah hasilnya tidak signifikan dalam menentukan tabungan nasional Pakistan dan tidak terjadi equivalensi Ricardian.

Menurut penulis, defisit anggaran belanja tidak signifikan meningkatkan tabungan nasional di Indonesia disebabkan : pertama, mulai tahun 2001 kebijakan

pemerintah yang mengoptimalkan pembiayaan dalam negeri untuk menutupi defisit anggaran dalam bentuk penjualan surat-surat berharga (berupa obligasi pemerintah atau Surat Utang Negara) dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga tabungan memang mendapatkan respon positif. Namun yang sangat disayangkan para pembelinya sebagian besar justru merupakan pemilik tabungan yang mengalihkan tabungannnya dari perbankan nasional kepada surat-surat berharga tersebut, pemilik modal dan para investor asing. Sementara itu sebagian besar penduduk Indonesia lainnya memilih menggunakan tambahan pendapatan yang diterimanya akibat stimulus kebijakan fiskal tersebut untuk menambah konsumsi ketimbang menabung. Mereka tidak berpikir bahwa di masa depan mereka akan dikenakan tambahan pajak untuk menutupi defisit anggaran tersebut. Kedua, menurut Mankiw (2007), adanya kelambanan luar (outside lag), yaitu waktu antara tindakan kebijakan dan pengaruhnya terhadap perekonomian, yang muncul karena kebijakan yang dibuat tidak segera mempengaruhi pengeluaran, pendapatan dan kesempatan kerja. Terakhir, adanya fenomena yang cukup serius dan menjadi perhatian pemerintah belakangan ini yaitu penyerapan anggaran yang lambat bahkan cenderung rendah padahal pemerintah pada saat yang bersamaan harus melunasi pokok beserta bunga surat–surat berharganya yang jatuh tempo.

Memperhatikan uraian di atas, dapat disimpulkan pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah di Indonesia adalah memiliki kecenderungan sesuai dengan teori sebelumnya (pandangan konvensional) di mana dalam jangka panjang kondisi defisit anggaran yang dialami pemerintah Indonesia dapat menyebabkan dampak negatif

bagi perkembangan tabungan nasional Indonesia, yaitu: pertama, menurut Sukirno (2007), defisit dalam anggaran belanja pemerintah memiliki berkecenderungan memperburuk ketidakseimbangan neraca pembayaran dan menaikkan harga valuta asing. Keadaan seperti ini akan menaikkan harga barang-barang impor dan menimbulkan inflasi (yang bersumber dari kenaikan harga barang-barang impor). Kedua, menurut Mankiw (2007), utang pemerintah atau defisit anggaran yang besar dapat mendorong ekspansi moneter yang berlebihan dan karena itu, menyebabkan inflasi yang lebih besar. Tingkat utang pemerintah yang tinggi bisa menimbulkan resiko pelarian modal dan mengurangi pengaruh negara tersebut di seluruh dunia.

Tanda positif koefisien ekspor neto memberikan indikasi adanya dampak yang menguntungkan dari ekspor neto terhadap perkembangan tabungan nasional Indonesia selama periode yang diamati. Memperhatikan nilai t hitung hasil penelitian sebesar 1,414722 (lebih kecil dibandingkan t tabel untuk = 10 persen, yaitu 1,729), maka dampak yang menguntungkan dari ekspor neto tersebut ternyata tidak signifikan mendorong pertumbuhan tabungan nasional di Indonesia selama periode pengamatan. Kondisi ini disebabkan sebagian besar produk ekspor Indonesia merupakan hasil industri primer dan berbentuk bahan mentah. Padahal sifat perubahan barang industri terhadap bahan mentah adalah saat perekonomian mengalami ekspansi, harga barang industri lebih cepat mengalami kenaikan dibandingkan dengan harga bahan mentah yang dihasilkan negara berkembang. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat resesi. Faktor lainnya yang menyebabkan ekspor neto tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan tabungan nasional adalah sebagian

besar pendapatan ekspor justru digunakan pengusaha dalam negeri untuk mengimpor kembali bahan baku yang diperlukan dalam proses produksinya. Hal ini terkait dengan masalah ketergantungan yang tinggi terhadap impor barang modal dan bahan baku. Basri (2002), menyatakan kecenderungan peningkatan impor bahan baku dan barang modal menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian meningkat. Hal ini karena industri di Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi (sekitar 50 persen) terhadap bahan baku dan barang modal impor, baik industri yang berorientasi pasar ekspor maupun domestik.

Seluruh fakta di atas sesuai dengan teori Presbisch-Singer yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang syarat perdagangan atau term of trade negara-negara berkembang akan bertambah buruk. Di samping itu, kondisi ini juga sesuai dengan pendapat Myrdal dalam Sukirno (2007). Ia menyebutkan banyaknya hambatan di negara berkembang (termasuk Indonesia) yang harus dihadapi untuk mengembangkan sektor industri produk ekspor sebagai salah satu syarat agar hasil ekspor dapat memberikan kontribusi yang lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi termasuk peningkatan tabungan nasional yaitu : jumlah ekspor barang industri sangat terbatas, segolongan penduduknya justru menabung dan menanamkan modalnya (dari pendapatan ekspornya) di pusat-pusat pasar uang dunia dan efisiensi kegiatan industri yang lebih rendah dibandingkan negara maju.

Pertumbuhan pendapatan perkapita berkoefisien positif dengan nilai elastisitas untuk pendapatan perkapita adalah sebesar 0,0158. Hal ini dapat diartikan bila terjadi perubahan pertumbuhan pendapatan perkapita sebesar 1 persen akan menyebabkan

perubahan tabungan nasional sebesar 0,0158 persen pada tingkat kepercayaan 90 persen ( = 10 persen) dalam arah yang sama, ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan penelitian Darmawan (2006) di mana variabel pendapatan memiliki dampak positif signifikan terhadap tingkat tabungan masyarakat antar daerah di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume) oleh J.M. Keynes yang menyatakan suatu fungsi konsumsi modern didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung. Selain itu hasil ini juga mendukung hipotesis Permanent Income Hypotesis dari Milton Friedman yang menyatakan bahwa konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan pendapatan yang diperoleh selama hidupnya diantara kurun waktu yang dihadapinya serta menghendaki pola-pola konsumsi yang kurang lebih merata dari waktu kewaktu.

Tanda negatif koefisien pertumbuhan penduduk terhadap tabungan nasional Indonesia memberikan indikasi adanya dampak yang kurang menguntungkan dari pertumbuhan penduduk terhadap total tabungan nasional Indonesia selama periode pengamatan. Ini berarti mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah penduduk berdampak negatif terhadap tabungan nasional. Keadaan ini sesuai dengan teori life-cycle hyphotesis yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk alami (dalam hal ini bertambahnya tingkat kelahiran dan berkurangnya tingkat kematian) dapat mengurangi tabungan nasional yang terbentuk pada suatu

negara. Pertumbuhan penduduk alami merupakan indikasi bertambahnya individu pada usia yang tidak produktif dalam suatu negara. Pertumbuhan penduduk alami berarti menambah jumlah penduduk pada usia 0 – 14 tahun serta lebih dari 65 tahun yang juga berarti meningkatkan angka dependency ratio. Nilai elastisitas untuk pertumbuhan penduduk adalah sebesar -0,2704. Hal ini dapat diartikan apabila terjadi perubahan pada pertumbuhan penduduk sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan relatif terhadap tabungan nasional sebesar 0,2704 persen pada tingkat kepercayaan 99 persen ( =1 persen) dengan arah yang berlawanan, ceteris paribus. Dari hasil ini dapat dilihat pengaruh jumlah pertumbuhan penduduk yang begitu besar terhadap tabungan nasional.

Selain itu memperhatikan koefisien dari LSAV(-1) atau ( = 0,3864), maka dapat ditentukan :

median lag = (-log 2 / log ) sebesar 0,7289 dan;

mean lag = ( /(1- )) sebesar 0,6297. Kesimpulan :

Tabungan nasional menyesuaikan terhadap (adjust to) perubahan seluruh variabel-variabel independen (pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran pemerintah, rasio ekspor neto, pertumbuhan pendapatan perkapita dan pertumbuhan penduduk) dalam waktu yang relatif singkat.

Dokumen terkait