• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ibu dalam rumah tangga adalah orang yang memiliki keterkaitan paling besar di dalam mengurus rumah, antara lain dalam menjaga kebersihan rumah dan kesehatan lingkungan. Peran ibu sebagai pendidik anak diharapkan mampu memberikan penjelasan ataupun pendidikan mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, antara lain dengan pemilahan sampah yang dilakukan dari rumah sendiri. Melalui peran ibu–ibu rumah tangga inilah diharapkan seluruh elemen rumah tangga dapat dilibatkan untuk dapat turut melakukan pemilahan sampah.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang baik yang bersifat intrinsik (melekat pada diri responden) maupun ekstrinsik (tidak melekat pada diri responden). Karakteristik Ekstrinsik Responden di wilayah penelitian Jakarta Timur dan wilayah Bogor menunjukkan adanya variasi baik dari aspek umur, pendidikan, lama tinggal, status pekerjaan, pendapatan, dan aspek lainnya (Tabel 1.).

Tabel 1. Karakteristik Ekstrinsik Responden

Karakteristik Keterangan Jumlah

responden % responden Lokasi Penelitian Bogor 38 37.25 Jakarta 64 62.75 Pendidikan maks SMA 59 57.84 S1 41 40.20 S2 2 1.96 S3 - - Umur < 30 thn 12 11.76 30-50 thn 69 67.65 > 50 thn 21 20.59 Lama Tinggal < 5 thn 11 10.78 5 - 20 thn 54 52.94 30 thn 37 36.27 Status Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga 63 61.76

PNS 18 17.65 Swasta 21 20.59 Jumlah Anggota Keluarga ≤ 4 Orang 59 57.84 4 orang -10 orang 33 32.35 ≥10 orang 10 9.80 Pendapatan Keluarga <Rp5 juta 55 53.92

≥ Rp5 Juta & ≤ Rp20 juta 45 44.12

15

Pendidikan

Pengaruh faktor pendidikan diperkirakan dapat mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu, karena faktor pendidikan erat kaitannya dengan banyaknya informasi serta bertambahnya ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku pendidikan, sehingga diharapkan pengambilan keputusan akan lebih bijak, termasuk keputusan dalam pengelolaan sampah yang baik (Adiprigandari SA, 2011) . Sebagian besar responden berpendidikan maksimal SMA mencapai 55.9% dan S1 yaitu 42.2%. Distribusi responden antara pendidikan dan wilayah menunjukkan bahwa baik responden yang berada di wilayah Bogor maupun Jakarta didominasi oleh tingkat pendidikan maksimal SMA. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi pendidikan antara kedua wilayah relatif tidak berbeda jauh

Usia responden

Faktor usia berkaitan dengan tingkat kedewasaan seseorang yang akan berpengaruh pada pengambilan keputusan. Dengan bertambah dewasanya seseorang, cenderung bijak dalam memutuskan sesuatu. Faktor usia ini juga dipengaruhi oleh lingkungan, waktu, pendidikan yang melekat pada diri orang tersebut (Maharani 2007). Usia responden berkisar 30 hingga lebih dari 50 tahun. Dilihat dari faktor ini terlihat bahwa sebagian besar berusia 30-50 tahun mencapai 67.6%

Lama Tinggal

Faktor lama tinggal diperkirakan memiliki pengaruh pada tingkat kecintaan akan tempat tinggal dan lingkungan yang diharapkan dapat menjadi pendorong seseorang untuk menjaga kebersihan lingkungannya yang terkait dengan pengelolaan sampah di wilayahnya. Domisili responden didominasi oleh mereka dengan lama tinggal 5 – 20 tahun mencapai 53%. Adapun responden dengan lama tinggal di atas 20 tahun mencapai 36%. Responden yang berasal dari Jakarta memiliki kecenderungan lama domisili di atas 20 tahun sedangkan untuk responden yang berasal dari Bogor lebih didominasi oleh mereka dengan lama tinggal 5 – 20 tahun.

Status pekerjaan

Status pekerjaan sangat erat kaitannya dengan lingkungan tempat dia bekerja sehingga status pekerjaan dengan lingkungan yang baik diharapkan mampu mendorong seseorang dalam menentukan sikap dalam pengelolaan sampah. Responden untuk wilayah Jakarta ataupun Bogor didominasi oleh mereka dengan status pekerjaan Ibu Rumah Tangga mencapai 61.8%. Akan tetapi nampaknya untuk wilayah Jakarta, responden dengan pekerjaan Swasta cukup banyak mencapai 18 responden di bandingkan mereka yang bekerja sebagai PNS sebanyak 8 responden. Jumlah Anggota Keluarga Responden terbanyak dibawah 4 orang mencapai 57.8%.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diperkirakan dapat mempengaruhi seseorang dalam memutuskan cara mengelola sampah. lebih baik dibanding dengan seseorang yang berpendapatan lebih rendah, hal ini disebabkan dengan tingginya pendapatan keluarga maka penghuninya diperkirakan memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik sehingga hubungan antara pendapatan dan pendidikan ini akan menghasilkan praktek yang lebih baik dalam pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Pendapatan responden terbesar baik mereka yang tinggal di Jakarta atau di Bogor didominasi oleh mereka yg berpendapatan kurang dari 5 juta mencapai 54.9%, sedangkan pendapatan antara 5 hingga 20 Juta rupiah mencapai 43% dan yang berpendapatan lebih dari 20 Juta 2 %. Meskipun demikian, untuk mereka yang tinggal di Jakarta dengan pendapatan 5-20 juta rupiah menunjukan jumlah responden yang tinggi tercatat mencapai 29 responden. Demikian dengan responden yang tinggal di Bogor dengan pendapatan 5 – 20 juta rupiah mencapai 16 responden.

Partisipasi ibu rumah tangga dalam pemilahan sampah

Model Logit yang digunakan dalam penelitian ini bersifat binary yaitu memilah sampah (nilai 1) dan tidak memilah sampah (nilai 0). Hasil analisis

stepwise didapatkan adanya beberapa faktor yang berpengaruh yaitu tiga faktor intrinsik ditambah satu faktor ekstrinsik seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis statistik faktor-faktor penentu pemilah sampah

Peubah df B Wald Odd Ratio /

Exp(B) P Hitung Pendidikan 2 5.528 0.063* Pendidikan (1) 1 1.327 5.528 3.770 0.019** Pendidikan (2) 1 -21.005 0.000 0.000 0.999 Umur 2 4.743 0.093 Umur (1) 1 -2.015 4.150 0.133 0.042** Umur (2) 1 -1.098 1.226 0.333 0.268 Penyuluhan (1) 1 -2.496 17.115 0.082 0.000*** Constant 1 1.739 3.353 5.693 0.067 Chi Square (df=7) 40.939 Probabilitas 0.000 Nagelkerke R square 0.453 Count R square (percentage Correct) 77.5

***sangat nyata pada taraf uji < 1%, ** nyata pada taraf uji 5%, * cenderung nyata pada taraf uji < 10%

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik dengan uji Stepwise maka diketahui bahwa ada tiga variable yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap status

17 memilah sampah (pemilah dan bukan pemilah) yaitu pendidikan, umur dan penyuluhan. Model logit yang terbentuk adalah sebagai berikut:

Logit Y = 1.739 + 1.327*Pendidikan(1) -21.005*Pendidikan(2) – 2.015*Umur(1) -1.098*Umur(2) – 2.496*Penyuluhan(1)

Nilai probabilitas (0.000) lebih kecil dari 0.01 mengindikasikan bahwa model cukup baik yang mengestimasi pengaruh nyata terhadap peluang responden untuk memilah sampah atau belum memilah sampah. Selain itu nilai P < 0.01 mengindikasikan bahwa minimal ada satu parameter atau variable yang masuk dalam model yang mampu membedakan perilaku responden pemilahan sampah. Dari ketiga variable yang memberikan kontribusi terhadap model tercatat nilai nagelkerke R ssquare adalah 0.453 yang berarti pendidikan, umur dan penyuluhan mampu menjelaskan 45.3% variabel pemilah dan bukan pemilah, ini berarti bahwa ketiga variabel tesebut dalam uji step wise menjadi variabel yang sangat penting dalam membedakan status pemilah dan bukan pemilah, adapun sisanya 54.7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian.

Hasil model uji regresi dengan teknik Stepwise mampu memprediksi ketepatan model sebesar 77.5% artinya bahwa variable pendidikan, umur dan penyuluhan mampu memprediksi responden tepat terklasifikasikan sebagai pemilih atau bukan pemilih sebesar 77.5%.

Pendidikan

Dari variable pendidikan terlihat bahwa responden dengan pendidikan S1 mempunyai pengaruh nyata pada model dengan nilai P hitung 0.019 kurang dari 5% dan nilai Odd rasio 3.770 yang berarti bahwa peluang 1.327 orang untuk memilah sampah yang berpendidikan S1 lebih tinggi dari responden yang berpendidikan SMA

Adapun pendidikan S2 nampaknya tidak memberikan makna pada model atau dengan kata lain bahwa kemungkinan untuk memilah sampah atau tidak memilah sampah tidak berbeda nyata dengan pendidikan SMA. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pemahaman terhadap pentingnya lingkungan yang bersih, dan mengetahui bahwa sampah perlu dikelola lebih baik.

Perilaku unik ini disebabkan mereka sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mau direpotkan untuk memilah sampah. Responden yang pendidikan S2 dalam penelitian ini yaitu berjumlah 2 orang, setelah dikonfirmasi melalui wawancara dengan responden tersebut, mereka menyatakan bahwa sangat sibuk, tidak ada waktu memilah, walaupun mereka tahu hal ini penting untuk dilakukan tetapi mereka tidak sempat melakukannya. Dengan demikian penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mifbakhuddin (2010), yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga, tetapi penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Riswan (2011), yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga.

Umur

Variable umur menunjukkan bahwa responden dengan umur 30 tahun hingga 50 tahun mempunyai pengaruh nyata pada model dengan nilai P hitung 0.042 kurang dari 5% dan nilai Odd rasio 0.133 yang berarti bahwa Responden yang memilah sampah di bawah 30 tahun ada 41.7% dari 12 orang yang berumur di bawah 30 tahun. Sedangkan responden yang memilah sampah dengan usia di atas 50 tahun sebesar 38.1% atau 8 orang dari 21 orang responden berusia di atas 50 tahun. Jika dihubungkan dengan waktu luang, usia responden di bawah 30 tahun merupakan ibu rumah tangga yang masih memiliki keluarga kecil dengan beban waktu luang lebih besar dari responden dengan usia antara 30 hingga 50 tahun, begitu juga untuk responden dengan usia di atas 50 tahun merupakan mayoritas ibu rumah tangga dengan waktu luang yang lebih besar di banding usia antara 30 hingga 50 tahun yang tentunya memiliki kesempatan untuk menjadi pemilah sampah lebih besar.

Kelompok Umur

Gambar 9. Pemilah sampah berdasarkan Kelompok Umur

Responden umur di atas 50 tahun nampaknya tidak berbeda nyata dengan umur dibawah 30 tahun dalam status memilah sampah seperti terlihat pada tabel 3

19 Tabel 3. Pemilah berdasarkan Kelompok Umur

Status Pemilah

Total (Orang) Umur (tahun) Pemilah

Orang % bukan pemilah Orang % < 30 5 41.7 7 58.3 12 30 – 50 24 34.8 45 65.2 69 > 50 8 38.1 13 61.9 21 37 36.3 65 63.7 102

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Maharani (2007) yang menyebutkan usia mayoritas kepala keluarga di Kecamatan Banyuwangi adalah usia produktif, yaitu berkisar antara 25 sampai dengan 50 tahun. Pada usia produktif masyarakat memiliki pengetahuan dan kesadaraan yang cukup tinggi mengenai kesehatan dan kebersihan lingkungan.

Penyuluhan

Responden yang belum mendapatkan penyuluhan memiliki 0.082 kali lebih rendah untuk memilah sampah dibandingkan dengan responden yang sudah diberikan penyuluhan. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluhan sampah menjadi faktor pendorong yang sangat penting bagi responden dalam melakukan pemilahan sampah. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Maharani (2007) yang menunjukkan bahwa dengan menerapkan beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan timbulan sampah pada industri penunjang pariwisata Kecamatan Banyuwangi antara lain, pendidikan lingkungan bagi komponen industri penunjang pariwisata khususnya tentang sampah dan pengelolaannya melalui seminar, pelatihan, atau lokakarya tentang pengelolaan dan potensi sampah dapat menyeimbangkan teori dan praktek di lapangan dalam bidang pengelolaan timbulan sampah yang dihasilkan oleh industri penunjang pariwisata

Prosentase Pemilah Sampah

Secara keseluruhan dari 102 responden terlihat bahwa sebagian besar (63.7%) adalah mereka yang belum memilah sampah rumah tangga. Responden yang berasal Bogor sebagian besar sudah memilah sampah yaitu mencapai 65.8% dari 38 responden yang berpartisipasi dalam survei, sebaliknya responden dari Jakarta dengan jumlah partisipasi dalam survei mencapai 64 responden nampaknya sebagian besar belum memilah sampah yaitu sebesar 81.2%.

Tabel 4. Status pemilah berdasarkan daerah penelitian

Status Pemilah

lokasi penelitian Pemilah Orang % bukan pemilah Orang % Total Bogor 25 65.8 13 34.2 38 Jakarta 12 18.8 52 81.2 64 Total 37 36.3 65 63.7 102

Alasan responden telah memilah sampah adalah lebih dominan karena mereka ingin membantu melestarikan lingkungan yaitu tercatat sebanyak 30 orang dari 37 orang pemilah sampah (81%) sedangkan sisanya 7 orang atau 19% responden beralasan bermanfaat untuk diri sendiri. Berdasarkan interview kualitatif peneliti dengan responden mereka sangat memahami bahwa masalah sampah dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang berujung penurunan kualitas kesehatan, tetapi mereka berharap semua komponen masyarakat dapat melakukannya serentak dan bersamaan sehingga tercapai lingkungan bersih yang signifikan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilah Sampah oleh Ibu-Ibu Rumah Tangga.

Metode yang digunakan adalah Analisa Deskriptif untuk melihat persepsi ibu–ibu rumah tangga yang memilah dan tidak memilah dikarenakan faktor Penyuluhan, Jarak ke tempat sampah, Peraturan, Kebijakan, dan Jenis sampah yang dihasilkan dan faktor kebiasaan. Selain itu dilakukan pengukuran persepsi jika ibu–ibu rumah tangga yang belum memilah sampah diberikan stimulus berupa fasilitas dan peraturan untuk bersedia jadi pemilah sampah

21

Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilah Sampah No Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilah Sampah Atribut Jumlah Responden Persen % 1 Alasan Responden Memilah sampah

Bermanfaat untuk diri sendiri 7 19 Membantu pelestarian lingkungan 30 81 2 Alasan Responden tidak memilah sampah Merepotkan Tidak bermanfaat Tidak memiliki 2 jenis

57 2 3 87 3 5 tempat sampah Tidak terbiasa 3 5 3 Pelibatan dengan penggiat daur ulang

Dianggap Beramal Ada kompensasi

Ikut karena ada peraturan

57 21 21 57.5 21.2 21.2 4 Alasan Setuju Pelibatan pihak Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Anorganik Ya setuju Tidak setuju 96 6 94.12 5.88 5 Pengaruh penyuluhan Bogor (Ada penyuluhan) Memilah Tidak memilah 25 13 65.8 34.2 Jakarta (Tidak ada

penyuluhan) Memilah Tidak memilah 12 52 18.8 81.2 6 pemberi penyuluhan Pengurus RT

Penyuluh Dinas Kebersihan

38 - 100 Institusi pendidikan/LSM/perorangan - 7 Terhadap jarak pembuangan sampah >20 m dari rumah 10 – 20 m dari rumah < 10 m dari rumah 51 47 4 50 46.1 3.9 8 Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perilaku Memilah

Bogor (ada penyuluhan): Memilah

Tidak memilah

Jakarta (belum ada penyuluhan): Memilah Tidak memilah 25 13 12 52 65.8 34.2 18.8 81.2 9 Pengaruh mendengar peraturan pemilahan Pemilah: Pernah Belum pernah Bukan Pemilah: Pernah

Belum Pernah 14 23 12 53 13.7 22.5 11.76 51.96

No Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilah Sampah Atribut Jumlah Responden Persen % 10 Pengaruh dari alasan

bukan pemilah Bersedia Tidak bersedia 59 6 90.76 9.24 11 Alasan setuju Dianggap Beramal

Ada kompensasi

Ikut karena ada peraturan

57 21 21 57.5 21.2 21.2 12 Pengaruh dari ketersediaan 2 jenis tempat sampah Bersedia Tidak bersedia 59 6 90.76 9.24 13 Alasan tidak bersedia merepotkan Tidak terbiasa 1 4 20 80 14 Sumber informasi bagi pemilah Televisi Radio Majalah/buku

Orang lain (keluarga, kerabat dan lainnya) 2 0 0 24 7.7 0 0 92.3 15 Faktor eknomi sehingga memilah sampah Ya Tidak 19 7 73.07 26.92 17 Pelibatan dengan

penggiat daur ulan

Ya setuju Tidak setuju 96 6 94.11 5.89 18 Kebiasaan memilah Orang Tua

Adat keluarga

Adat di tempat tinggal

4 5 23 12.5 15.62 71.87 19 Dorongan dari lingkungan pemilah Ya Tidak 24 6 80 20

Alasan Responden Memilah Sampah

Alasan tidak memilah sampah adalah karena memilah sampah itu merepotkan mencapai 87% atau sebanyak 57 orang dari 65 orang yang bukan pemilah sampah. Selanjutnya tercatat 13% responden belum memilah sampah dikarenakan bahwa memilah sampah tidak bermanfaat dantidak memiliki 2 jenis tempat sampah atau tidak terbiasa. Hal ini menyita waktu mereka, dan banyak juga dari mereka karena tidak terbiasa menjadi sering lupa, banyak tetangga juga belum peduli.

Pelibatan pihak Swasta dalam Pengelolaan Sampah Anorganik

Dari 102 responden terlihat bahwa sebagian besar responden mencapai 99 orang (94.1%) menyatakan setuju perlunya melibatkan pendaur ulang dalam mengelola sampah anorganik dan sisanya 2 orang menyatakan tidak setuju. Responden yang menyatakan setuju perlunya keterlibatan dengan penggiat daur ulang yaitu sebanyak 99 orang dari 102 orang dengan alasan dianggap beramal

23 yaitu mencapai 57.6%. Sedangkan yang memiliki alasan adanya kompensasi dan karena adanya peraturan masing–masing 21 orang atau 21.2% responden. Adapun dua orang yang menyatakan tidak setuju perlunya melibatkan penggiat daur ulang karena alasan bahwa sampah anorganik memiliki nilai ekonomis sehingga tidak perlu keterlibatan penggiat daur ulang. Kedua orang tersebut selama ini telah mengelola bank sampah. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Firman (2002), seperti halnya di daerah lain, warga Banjarasari juga memberi kebebasan pada para pemulung untuk menjelajah kampung Banjarsari mencari barang- barang lapak. Warga telah melakukan pendekatan kepada para pemulung dalam rangka mengoptimalkan peran mereka. Selain mereduksi jumlah sampah yang diangkut ke TPS, mereka juga membantu menjaga kebersihan di sekitar wadah sampah sehingga sampah tidak tercecer di mana-mana.

Alasan Tidak Setuju untuk Memilah Sampah

Alasan responden yang tidak bersedia memilah sampah berjumlah 5 responden dan kelima responden tersebut mengatakan bahwa mereka dapat

mengelolaan sampah anorganiknya sendiri sejak awal karena memang sudah memanfaatkan nilai ekonomisnya.

Pengaruh Pemilah yang berasal dari Penyuluhan dan Pengetahuan tentang Peraturan Pemilahan Sampah

Untuk daerah penelitian Bogor Utara telah dilakukan penyuluhan pemilahan sampah dimana tercatat 25 responden (65.8%) bersedia menjadi pemilah sampah sedangkan 13 orang lainnya menyatakan belum bersedia. Sedangkan untuk wilayah Jakarta responden belum pernah memperoleh penyuluhan. Dari responden Jakarta 12 orang sudah memilah sampah (18.8%) sedangkan 52 lainnya (81.2%)belum memilah sampah. Responden di Bogor yang sudah diberikan penyuluhan namum belum bersedia memilah memberikan alasan antara lain bahwa mereka memang sudah terbiasa memberikan botol plastik kepada pemulung dan mereka beranggapan sudah cukup dengan memilah sebatas pada botol plastik, responden lain beranggapan bahwa kompensasi yang ditawarkan tidak sebanding dengan repotnya memilah, walaupun mereka paham tentang manfaat yang didapat dari memilah terhadap kualitas lingkungan hidupnya. Penyuluhan dapat memberikan pengaruh nyata terhadap responden untuk memilah sampah. Penyuluhan tentang memilah sampah dilakukan oleh pihak pengurus RT di Bogor Utara. Sebagian besar responden 74.5% belum pernah mengetahui kewajiban memilah sampah Bagi pemilah atau bukan pemilah nampaknya mempunyai kecenderungan yang sama bahwa mereka sebagian besar belum mengetahui peraturan memilah sampah. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Erfinna (2012) berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel tingkat pengetahuan berhubungan secara signifikan dengan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah.

Preferensi Jarak Tempat Pembuangan Sampah Sementara

Sebagian besar responden (51%) memilih jarak lebih dari 20 meter dari rumah untuk letak tempat pembuangan sampah sementara atau sebesar 50% dari jumlah responden, sedangkan 47 responden memilih jarak pembuangan dari rumah 10 m - 20 m atau sebesar 46.1% dan 4 orang lainnya memilih jarak tempat pembuangan sampah dari rumahnya kurang dari 10 m. Dengan demikian, penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Aswadi (2011) yang menyebutkan bahwa jarak tempat pembuangan sementara dari rumah yang jauh mengakibatkan lahan yang belum dimanfaatkan dijadikan alternatif untuk membuang sampah.

Jenis Sampah Yang Dihasilkan

Sebagian besar responden lebih dominan menghasilkan sampah anorganik mencapai 53.9% sedangkan 38.2% menghasilkan jenis sampah yang sama dan 7.8 % menghasilkan lebih banyak sampah organik, dari data ini dapat disimpulkan ,jika rata – rata responden menghasilkan volume sampah sama besar maka di daerah ini volume sampah anorganik dapat dipastikan lebih besar dari sampah organik. Baik pemilah maupun bukan pemilah menghasilkan lebih dominan jenis sampah anorganik kemudian campuran (anorganik dan organik)

Tingkat Persepsi setelah diberi Fasilitas

Meskipun demikian terlihat bahwa responden yang belum memilah nampaknya bersedia untuk memilah asalkan diberikan fasilitas. Terlihat 90.8% bersedia memilah sampah. Alasan bersedia memilah lebih dominan karena membantu program kebersihan mencapai 75% responden yang bukan pemilah

Responden yang bukan pemilah sampah yang tidak bersedia memiliki alasan tidak terbiasa. Dari responden bukan pemilah, 5 orang tetap menyatakan tidak bersedia memilah sampah walaupun sudah diberi fasilitas

Sumber informasi bagi pemilah untuk memilah sampah lebih didominasi karena faktor orang lain yang mencapai 92.3% atau 24 responden dari 26 responden yang memilah. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Maharani (2007) bahwa dorongan dari lingkungan tempat tinggal bagi pemilah untuk memilah sampah mencapai 80% dari responden pemilah sampah karena bagi yang tidak memiliki wadah akan langsung membuang sampahnya ke lahan kosong (tidak berpenghuni) atau ke sungai, terutama bagi warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai.

Tingkat Persepsi karena Faktor Ekonomi

Sebanyak 73% responden menyatakan bahwa faktor ekonomi juga dominan dalam memutuskan pemilahan sampah.. Kebiasaan memilah sampah juga karena ada kebiasaan di tempat tinggal (71.9% atau 23 orang) yang sudah melakukan pemilahan dan mendapatkan kompensasi dari pengumpulan sampah anorganiknya, dan 5 orang menyatakan bahwa adat dari keluarga yang mempengaruhi kebiasaan memilah, serta 4 orang lainnya dipengaruhi dari kebiasaan orang tua . Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Aswadi (2011) yang menunjukkan arah hubungan yang menggambarkan hubungan positif

25 peningkatan jumlah penghasilan akan meningkatkan volume sampah. Tetapi penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Mifbakhuddin (2010), tidak ada hubungan antara pendapatan perkapita dengan pengelolaan sampah rumah tangga dikarenakan sebagian besar responden pendapatan perkapitanya lebih dari standar UMR sehingga tidak mau kerepotan adanya sampah yang dihasilkan kemudian diserahkan untuk dikelola pada petugas kebersihan atau merasa mampu menggaji orang untuk mengelola sampah yang dihasilkan. Berarti dalam penelitian ini pendapatan perkapita tidak mempengaruhi pengelolaan sampah rumah tangga, dan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Riswan (2011), yang menyatakan ada korelasi yang bermakna antara pendapatan dengan pengelolaan sampah rumah tangga yang mengutip arti pendapat Neolaka (2008), kemiskinan membuat orang tidak peduli dengan lingkungan.

Tabel 6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bukan Pemilah Sampah

Faktor Penentu Peubah Bukan Pemilah

Jumlah % Jarak Pembuangan

Sampah dari rumah

> 20 m 39 60.0 10 -20 m 22 33.8 < 10 m 4 6.2 Keberadaan kebijakan ditempat tinggal responden Ada (Bogor) 12 18.75 Belum (Jakarta) 52 81.25 Bersedia memilah untuk

menerapkan peraturan

Bersedia 63 96.92 Tidak Bersedia 2 5.08 Alasan Bersedia memilah Siap membantu

program kebersihan

46 75.4 Bermanfaat 11 18.03 Ikut karena ada

peraturan 4 6.57 Melibatkan Penggiat Daur Ulang Setuju 4 6.15 Tidak setuju 61 93.85 Alasan Tidak Bersedia

Memilah Merepotkan 57 87.7 Tdk Bermanfaat 2 3.1 Tdk Memiliki tempat sampah 3 4.6 Tidak Terbiasa 3 4.6

Tabel 6.Menunjukkan faktor – faktor penting peubah pemilah sampah sebagai berikut:

a. Di lingkungan tempat tinggal yang telah menerapkan kebijakan dalam hal ini lokasi penelitan di Bogor masih terdapat 24.3 % atau 12 warganya masih belum memilah sampah, tetapi untuk lokasi penelitian di Jakarta yang belum terdapat kebijakan lokal yang menyarankan warganya untuk memilah terdapat 13 warga sudah melakukan pemilahan.

b. Penerapan peraturan (PP No. 81 tahun 2012) terdapat 63 orang yang bersedia memilah sampah dari total 65 responden yang berstatus bukan pemilah sampah, sedangkan 2 orang tetap menyatakan tidak bersedia untuk menjadi pemilah sampah. Berarti penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wardi (2008) yang menyarankan strategi penerapan peraturan pengelolaan lingkungan (sampah) secara efektif melalui mekanisme

reward (bagi yang berjasa) dan punishment (bagi yang melanggar) di daerah Gianyar, Badung and Denpasar

c. Baik responden dengan status pemilah maupun responden dengan status bukan pemilah sama–sama setuju bahwa pengelolaan sampah anorganik melibatkan pihak penggiat daur ulang (swasta). Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wardi (2008) yang menyatakan bahwapemerintah daerah diharapkan memperhatikan aspirasi, keluhan, saran, dan masukan dari masyarakat dengan cara membentuk suatu wadah yang bekerjasama dengan pihak swasta dan pemerhati lingkungan.

d. Baik responden dengan status pemilah, mayoritas beralasan bahwa mereka siap membantu program kebersihan beralasan bermanfaat serta sisanya mengatakan bersedia mengikuti karena ada peraturannya dengan (46 responden) menyatakan bermanfaat dan 11 responden tidak sepakat dengan alasan tersebut dan sisanya 4 responden tidak menjawab. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wardi (2008) ini dapat

Dokumen terkait