• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Penyakit Virus di Pertanaman Lada

Hasil survei memperlihatkan bahwa penyakit keriting dan belang telah ditemukan di sembilan lokasi/kebun yang diamati, yaitu Desa Ciluak, Payung, Cengkong Abang, dan Petaling. Berdasarkan gejala dari 270 tanaman yang diamati secara acak, 255 tanaman (94%) menunjukkan gejala penyakit belang dengan beberapa variasi gejala. Gejala yang terlihat dalam satu tanaman berupa daun keriting, bercak klorotik dan ruas pendek serta pembentukan buah tidak sempurna. Pada tanaman lain terlihat ukuran daun normal, namun terdapat gejala belang kekuningan dan tanaman kurang membentuk cabang serta buah tidak normal (Gambar 1). Pengamatan pada tiga lokasi areal pertanaman lada di Lampung menunjukkan terdapat gejala yang sama dengan gejala yang ditemukan pada tanaman lada di Bangka dan di kebun Balitro Cimanggu. Pada pertanaman lada perdu di Kebun Percobaan Balitro Sukamulya didominasi oleh gejala malformasi daun yaitu daun mengecil dan mengeriting.

Hasil analisis terhadap sampel tanaman dengan uji ELISA menunjukkan bahwa pada sampel yang dideteksi secara serologi memperlihatkan reaksi positif terhadap CMV dan PYMV (Tabel 2).

Berdasarkan data pengamatan gejala tanama n di lapangan dan hasil uji ELISA terlihat bahwa tanaman yang terinfeksi CMV cenderung memperlihatkan bentuk daun keriting, mengecil dan klorosis sedangkan tanaman yang terinfeksi PYMV ukuran daun normal dan bergejala belang. Infeksi ganda kedua virus tersebut juga ditemukan dibeberapa lokasi.

Deteksi sampel tanaman lada dari Bangka dengan diuji dengan ELISA menunjukkan bahwa lada bangka dominan terinfeksi CMV (65%), sedangkan yang terinfeksi PYMV dan infeksi ganda ditemukan sebesar 35% dari sampel yang diuji. Demikian pula sampel yang berasal dari Lampung dan Sukamulya lebih dominan terinfeksi CMV, sedangkan sampel lada Bogor dominan terinfeksi PYMV.

Gambar 1 Gejala tanaman yang terinfeksi virus di lapangan, (a) malformasi daun, (b) bercak klorotik/mottle, (c) keriting, (d) dompolan buah yang tidak terbentuk sempurna

Analisis lebih lanjut dengan menggunakan PCR untuk konfirmasi keberadaan PYMV menunjukkan adanya virus tersebut pada semua lokasi pengambilan sampel. Hasil visualiasi menunjukkan bahwa amplikon hasil PCR berukuran ± 650 bp (Gambar 2). Hasil amplifikasi PCR ini berukuran lebih kecil daripada produk PCR yang pernah dilaporkan oleh de Silva et al. (2002) yaitu berukuran 700 bp. Hal ini mengidikasikan bahwa terdapat perbedaan strain antara kedua virus tersebut.

a

b

Tabel 2 Gejala infeksi penyakit belang dan keriting serta hasil uji ELISA terhadap sampel tanaman yang positif terinfeksi CMV dan PYMV

(NAE) SAMPEL

CMV PYMV GEJALA

Kontrol Negatif CMV 0,102 Kontrol Negatif PYMV 0,175

Bangka I.1 0,214 - Daun mengecil, malformasi, klorotik, malai bunga

memendek, ruas tanaman pendek

Bangka I.3 0,176 - Malformasi, klorotik, malai bunga memendek, ruas

tanaman pendek

Bangka I.5 0,189 0,265 Daun normal, warna bercak klorotik/ belang

Bangka II.3 0,156 0,274 Daun keriting, warna bercak klorotik / belang

Bangka II.2 1,321 - Bentuk daun keriting, Vein clearing.

Bangka III.5 0,804 - Daun keriting

Bangka IV.4 0,806 - Daun klorotik, keriting.

Bangka V.6 0,664 - Daun menguning, bercak klorotik

Bangka VI.3 0,799 - Daun keriting, bercak klorotik

Bangka VII.4 0,993 - Bercak klorotik, ukuran daun normal

Bangka VIII.3 0,988 - Bercak klorotik, ukuran daun normal

Bangka Paniur 0,232 0,513 Bentuk daun normal, gejala samar, sedikit klorosis

Bangka LDL - 0,413 Daun tidak simeris, belang, daun bergelombang

Bangka LDK - 0,325 Idem LDL

Bangka Natar 1 - 0,353 Bentuk daun normal, mottle

Gunung Labuan

Waikanan 0,891 - Daun keriting, bercak klorotik

Talang Empang 0,845 - Daun keriting, bercak klorotik

Lampung 1 1,175 - Daun keriting, bercak klorotik

Lampung 3 1,561 - Daun keriting, bercak klorotik

Lampung 5 1,252 - Daun keriting, bercak klorotik

Bengkayan Sukabumi 1,476 - Bentuk daun keriting, warna bercak belang/ klorosis

Lada Liar (Rhino) 0,817 - Bercak klorotik, ukuran daun normal

LDL Sukamulya 0,859 - Bentuk daun keriting, bercak klorotik/ belang

Bogor, Cunuk 0 0,381 0,600 Malformasi, permukaan bergelombang, belang

Bogor, Cunuk 1 - 0,288 Bentuk daun normal, belang keseluruhan daun

Bogor, LDL - 0,270 Daun normal, hijau muda, belang kurang jelas

Bogor, Petaling 1 - 0,263 Malformasi, permukaan bergelombang, belang

Bogor, Petaling 2 - 0,271 Daun oval, belang, permukaan bergelombang

Bogor, Natar 1 0,231 0,332 malformasi, permukaan bergelombang, belang

Bogor, Natar 2 - 0,316 Daun normal, belang

Bogor, Bangka - 0,346 Daun oval kecil, warna hijau muda, belang

Bogor, Talang Empang - 0,323 Daun ter gulung kearah bawah, belang Keterangan : NAE = Nilai Absorban ELISA ; ( - ) = < 1,5 kali NAE kontrol negatif

Penularan Virus Belang Identifikasi Serangga Vektor

Identifikasi kutu putih. Dua jenis kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini yaitu P. minor dan F. virgata berdasarkan ciri morfologi sesuai dengan kunci identifikasi William dan de Willink (1992) dan William dan Watson (1988).

Pengamatan ciri morfologi P. minor (Gambar 3) pada nimfa instar pertama berwarna kuning pudar dan belum terdapat lapisan lilin, sedangkan pada nimfa instar ketiga terdapat lapisan lilin yang menutupi tubuh serangga. Pengamatan lebih lanjut menggunakan mikroskop binokuler nimfa instar ketiga, nampak tubuh berbentuk oval, memiliki antena yang terdiri dari delapan segmen. Serari berjumlah 18 pasang, setiap serari terdapat dua seta berbentuk konikal, terkecuali serari preokular terdapat satu atau tiga seta. Kaki terbentuk sempurna memanjang dengan perbandingan panjang tibia + tarsus dan trochanter + femur adalah 1,05- 1,15. Pori translusen terdapat pada bagian belakang koksa dan tibia. Pada permukaan dorsal terdapat seta berbentuk flagela yang lebih panjang dibandingkan pada bagian abdomen segmen VI. Pada bagian ventral dijumpai seta-seta berukuran normal, seta cisanallebih pendek dibanding seta anal ring,

M 1 2 3 4 5 6

700 bp 300 bp

650 bp

Gambar 2 Hasil visualisasi pita DNA PYMV pada agarose gel 1,5% TBE; (M) marker 100 bp (1) sampel lada dari Sukabumi (2) Bangka (3) Lampung (4-5) Bogor (6) Tanaman lada sehat sebagai kontrol negatif.

terlihat anal lobe bar pada bagian dasar seta apikal Terdapat pori multikular di bagian anterior di bawah tungkai depan dengan jumlah tertentu. Di sekitar vulva juga terdapat pori multikolar berbaris ganda melintas bagian posterior dari abdomen segmen III-VII dan baris tunggal melintas bagian anterior segmen IV- VI, terkadang terdapat pada bagian tengah antara toraks dan kepala.

Gambar 3 Preparat serangga kutu putih P.minor.

Gambar 4 Serangga vektor kutu putih F.virgata

anterior

Vektor F.virgata betina dewasa (Gambar 4) berukuran panjang 2-5 mm, berwarna merah muda pucat. Terdapat suatu lapisan lilin seperti tepung putih dan 2 garis (area yang lebih gelap) tampak dibagian dorsal. Filamen seperti tombol dan sangat pendek terlihat di pinggiran badan (di sekeliling bagian luar dari kutu putih). Nimfa dewasa dan betina dewasa mempunyai beberapa filamen yang panjang (5-10 mm), dan menghasilkan filamen seperti tangkai kaca yang bervariasi panjangnya untuk menutupi satu koloni berbentuk suatu tenda .

Identifikasi kutudaun. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kutudaun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aphis gossypii (Gambar 5) berdasarkan ciri-ciri morfologi dengan mengunakan kunci identifikasi Blackman dan Eastop (1994) dan Cottier (1953). Ciri-ciri morfologi imago kutudaun adalah tubuh berwarna kuning kehijauan, ujung antena, ujung tungkai dan kornikel berwarna kehitaman, kauda berwarna kehijauan. Berdasarkan pengamatan pada preparat dengan menggunakan mikroskop pada serangga betina bersayap menunjukkan adanya dua pasang sayap, dimana sayap depan lebih besar dibanding sayap belakang, Pada bagian sayap rangka sayap kosta berwarna lebih gelap dibanding dagian sayap lainnya. Kepala berwarna hitam, antena memiliki enam ruas dan toraks berwarna hitam. Antena segemen ke-enam lebih panjang 2-3.1 kali dibanding dasar antenna segmen pertama, terdapat banyak rambut. Kauda berbentuk lidah, lebih panjang dibanding lebar dasarnya. Kauda dengan lima rambut. Tidak ada stridulatory. Spira kel berukuran kecil. Antennal tubercles pendek atau tidak berkembang, tidak melebihi tinggi bagian tengah dari sisi depan kepala bila dilihat dari arah dorsal. Terlihat adanya Siphunculus

dengan sisi-sisinya terdapat bercak-bercak Siphunculus pada umumnya lebih gelap dibanding warna badan secara umum, termasuk dibandingkan dengan kauda. Terdapat lateral tubercles sedikitnya pada abdome n segmen 1 dan 7. Abdomen belakang dari spesimen tidak berwarna atau bercak hitam pucat, kadang-kadang terlihat samar, tetapi lebih jelas dibanding siphunculus. Rambut pada femur yang paling belakang lebih pendek dibanding garis tengah pangkal femur.

Gambar 5 Preparat serangga kutu daun A. gossypii.

Penularan Virus Menggunakan Kutu Putih

Penularan penyakit belang menggunakan vektor kutu putih dengan jumlah yang berbeda menunjukkan keberhasilan. Tanaman yang diinokulasi dengan vektor kutu putih umumnya menunjukkan gejala belang dan bercak klorosis. Pengamatan terhadap tanaman hasil penularan dengan kedua jenis kutu putih menunjukkan tidak terdapat perbedaan gejala untuk setiap jenis vektor. Perkembangan gejala dimula i dengan adanya lesio nekrotik kemudian berkembang menjadi lesio klorotik dan belang. Sebagian lagi berkembang menjadi gejala vein clearing, permukaan daun menjadi tidak rata (Gambar 6). Selama selang waktu pengamatan beberapa tanaman menunjukkan gejala menghilang, namun kembali muncul pada akhir pengamatan. Hal ini diduga berhubungan dengan kondisi penyinaran dan suhu yang terjadi selama pengamatan. Mattthews (1970) menyatakan, hasil percobaan pada tanaman yang diberi perlakuan penggelapan setelah inokulasi menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah lesio lokal. Suhu diduga mempengaruhi pergerakan virus dari sel epidermis tempat inokulasi, menyebabkan virus tidak bergerak dari sel mesofil.

Gambar 6 Gejala yang muncul pada tanaman lada hasil penularan, (a) belang, (b) malformasi, (c) bercak klorotik, setelah diinokulasi virus dengan vektor P.minor dan F.virgata.

Hasil uji efisiensi penularan virus menunjukkan bahwa satu ekor P.minor

sudah mampu menularkan PYMV dengan efisiensi 40% dan 100% dengan vektor

F.virgata (Tabel 3).

Tanaman yang diinokulasi kedua vektor kutu putih dengan masing-masing 10 ekor menunjukkan periode inkubasi tercepat dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan tanaman yang diinokulasi satu ekor serangga menunjukkan waktu inkubasi terlama. Hal ini diduga berkaitan dengan konsentrasi awal virus yang terbawa oleh setiap vektor, semakin banyak vektor maka konsentrasi virus akan semakin tinggi pula, dengan asumsi setiap vektor mengandung virus dengan konsentrasi yang sama. Bos (1990) menyatakan bahwa daya tular vektor kemungkinan dapat bertahan selama virus masih terdapat dalam serangga dan sangat bergantung pada jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh serangga. Efektivitas penularan virus oleh vektor tergantung pula pada karakter virus (Omura et al. 1983). Danniells et al. (1995) menyatakan karakter BSV yang merupakan genus Badnavirus (satu genus dengan PYMV) adalah virus semipersisten yang tidak ditularkan transovarial dan tidak sirkulatif di dalam tubuh vektor.

Tabel 3 Periode inkubasi dan persentase kejadian penyakit serta gejala penyakit belang pada tanaman lada uji setelah diinokulasi melalui vektor P.minor

dan F.virgata. Serangga vektor Jumlah vektor (ekor) Periode inkubasi (hari) Kejadian penyakit * (%) Gejala P.minor F.virgata Kontrol 1 3 7 10 Kontrol 1 3 7 10 0 32,0 22,3 22,5 19,3 0 31,3 28,0 18,8 16,8 0 40 80 100 100 0 100 100 100 100 TB LK, N. MF, M, VC MF, M, VC MF, M, VC,K TB M, VC LK MF, LK, VC MF, M, VC,K

Keterangan : Kontrol = 10 ekor serangga yang tidak mengakuisisi virus pada tanaman sakit * Dikonfirmasi dengan uji ELISA

TB = Tidak bergejala; MF = Malformasi daun; LK= Lesio Klorotik; M = Motel N = Nekrotik; VC = Vein Clearing ; K = Kerdil

.

Menurut laporan Omura et al. (1983) genom Badnavirus pada ORF III diduga berperan dalam penularan oleh kutu putih seperti penularan BSV, CoYMV dan SCBV serta transmisi RTBV oleh masing-masing vektornya..

Penularan Virus Menggunakan Kutu Daun

Penularan virus dengan vektor kutu daun A.gossypii menunjukkan tidak ada gejala infeksi virus keriting dan belang yang disebabkan oleh kedua virus. Konfirmasi uji penularan dilakukan dengan uji ELISA bereaksi negatif dengan kedua virus. Hal ini diduga jumlah vektor yang digunakan belum mampu menularkan virus, dan diduga pula asal A.gossypii yang tidak spesifik inang karena, bukan berasal dari tanaman lada tetapi dari tanaman tapak dara. De Silva

et al. (2002) menggunakan 20 ekor kutu daun untuk dapat menularkan CMV pada tanaman indikator Nicotiana glutinosa dan N.tabacum cv. White Burley. Hasil penularan secara mekanis yang dilakukan di Balitro dari tanaman lada terinfeksi CMV pada tanaman tembakau (N. tabacum) menunjukkan hasil positif gejala infeksi CMV dengan ciri mosaik pada daun (Sukamto, komunikasi pibadi).

Purifikasi Virus

Pada pemurnian virus penyebab penyakit belang diperoleh hasil dan tingkat kemurnian yang masih rendah. Hal ini disebabkan daun tanaman lada mengandung senyawa fenolik yang tinggi, se hingga mudah teroksidasi. Hasil purifikasi dengan densitas sentrifugasi gradien sesium clorida (CsCl)-sukrosa, melalui pengamatan menggunakan penglihatan dengan bantuan cahaya diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi 1 dan 2 merupakan larutan bufer yang bercampur dengan

debris dan fraksi 3 merupakan campuran partikel virus merupakan campuran larutan CsCl dan sukrosa serta partikel lain yang berukuran besar (Gambar 7). Salah satu fraksi yaitu fraksi 3 diperoleh nilai absorbansi pada A 260/280 yaitu 1,08 untuk sampel Bogor dan 1,29 untuk sampel Sukamulya. Hasil sesuai penelitian yang dilaporkan oleh de Silva et al. (2002) pada tanaman lada yang terinfeksi PYMV menggunakan gradien CsCl-sukrosa diperoleh tiga fraksi (band). Steere (1964) menyatakan, jika sampel larutan virus di sentrifugasi dengan gradien CsCl, molekul garam berukuran berat akan bergerak ke arah dasar tabung dan kerapatan akan menjadi stabil selama sentrifugasi. Partikel dalam larutan dengan kerapatan lebih besar dan lebih kecil akan mengapung pada kerapatan yang sesuai dengan kondisi kerapatan fraksi.

Gambar 7 Hasil purifikasi virus setelah dilakukan sentrifugasi gradien CsCl- sukrosa.

Fraksi 1 Fraksi 2

Perunutan Nukleutida PYMV

Perunutan susunan fragmen DNA menggunakan hasil PCR PYMV asal Bogor (Gambar 8) dengan primer Badna -T dan SCBV-R1 Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer yang sama dengan yang digunakan de Silva et al.

(2002) menghasilkan amplikon yang lebih kecil (± 650 bp) dari yang dilaporkan oleh de Silva et al. (2002) (700 bp). Hal ini menunjukkan bahwa kedua strain virus tersebut diduga berbeda. Hasil perunutan menggunakan software Wu -Blastn

(www.ebi.ac.uk) menghasilkan urutan sekuen 639 basa dari genom PYMV ORF-I. Hasil penelusuran menggunakan Blast (www.NCBI.nml.nih.gov) menunjukkan homologi yang tinggi yaitu 85% dengan PYMV de Silva et al.

(2002) pada Bank Gen (accession number AJ626981) (Gambar 9). Sekuen PYMV asal Bogor dengan urutan 1-639 mempunyai homology dengan PYMV yang telah dilaporkan oleh de Silva et al. (2002). Nukleutida PYMV Bogor yang diurutkan (alignment) dengan PYMV de Silva terlihat bahwa te rdapat 4 basa yang bertambah (insersi), 2 basa tidak ada (delesi) dalam urutan antara 1-639, dan 89 basa yang tidak sama (missmach), serta 67 basa yang tidak ada pada bagian ujung sekuen.

M P

Gambar 8 Hasil PCR PYMV asal Bogor pada agarose gel 1,5% TBE, yang dianalisa lebih lanjut dengan sequencing; (M) Marker 100 bp (P) PYMV asal Bogor.

PYMV_Bgr: 1 CTCCTTTATCTCCTCAAAGAGCTTCCAAGACTCCGACGGATAGGGTTCAACGAGTACATA 60 |||||| |||||||||| ||| | ||||| ||||| |||||||||||| || |||||| PYMV_DS : 1 CTCCTTCATCTCCTCAAGAAGCCTTCAAGAGTCCGATGGATAGGGTTCACTGATTACATA 60 PYMV_Bgr: 61 ACCGGACTAGAAATCGTTGTTATATTCCCACATCTTGACGGTAAAGGAAATTCTCTAGCT 120 || ||||||| |||| ||||| ||||| |||| |||||||||||| ||||||| ||||| PYMV_DS : 61 ACAGGACTAGGGATCGATGTTAAATTCCAACATATTGACGGTAAAGAAAATTCTTTAGCT 120 PYMV_Bgr: 121 GATTCATTATCTCGGTTAACGTGTTCGTTGATCAGGTCATTGGCATCAACTGGAAGCCGA 180 ||||| ||||||||| |||||||||||||||||||| || |||||||| |||||| ||| PYMV_DS : 121 GATTCTTTATCTCGGCTAACGTGTTCGTTGATCAGG- CAATGGCATCATCTGGAA-CCG - 177

PYMV_Bgr: 181 GTAATTACCACTATGGAAGCAGCTCTCGTTCAGGAGCAACTGAACCCAACGCCAGGATCA 240 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||||||||||||||| PYMV_DS : 178 GTAATTACCACTATGGAAGCAGCTCTCGTTCAGGAGCAACAGAACCCAACGCCAGGATCG 237 PYMV_Bgr: 241 ACGAAAGCCCTGATGCAGACCTTGGACGAAGTCAGCCAATGGCTAAGCTCAGCCAGCAGT 300 || |||||||||| |||| |||| || ||| || |||||||||||| ||| ||||||| PYMV_DS : 238 ACCAAAGCCCTGAAGCAGGCCTTACACCAAGCCAACCAATGGCTAAGCTCGATCAGCAGT 297 PYMV_Bgr: 301 ACCAAGACGCTCTTCGAGAGGTTCACCAGGACTGACTGCACCAGCACACGAGAATGGTGG 360 ||||||| || ||| || || ||||| ||||||||||||||||||||||||||||||||| PYMV_DS : 298 ACCAAGATGCCCTT -GAAAGATTCACAAGGACTGACTGCACCAGCACACGAGAATGGTGG 356

PYMV_Bgr: 361 AACCACTTGTGCCAGCTCGTAGAGCTCGAAGGCAAAGCCACCCAGCATGCCGAAAAAGCG 420 |||||||||||||||||| |||||| ||||| ||||||||| | | |||||| ||||| PYMV_DS : 357 AA CCACTTGTGCCAGCTCAAAGAGCTTGAAGGAAAAGCCACCAAAGAAGCCGAAGAAGCG 416 PYMV_Bgr: 421 TCTG- -GTCCTCCTCCACCTCCACCATCTTAAGCATGCCGAGTGCGCCTGTCTATCCAAA 478 | |||||| || |||||||||| || ||||||||||||||||| |||| |||| PYMV_DS : 417 ATGGAAGTCCTCGTCAACCTCCACCAACTAAAGCATGCCGAGTGCGCACGTCTTTCCAGG 476 PYMV_Bgr: 479 ACAAATCAGCATCTAAAGGATTCCGTGCCATATTACTCTCATGATCAGCTGGAATCTGTC 538 | ||||||||| || |||||||| || || | || | ||| || ||||||||| | | PYMV_DS : 477 AAAAATCAGCAGCTGAAGGATTCTGTACCCGACT ATTATCAAGACCAGCTGGAAGCAATA 536

PYMV_Bgr: 539 ATGATGGATGACGTGGCACTCCGACAAATTGCCTTCGACTTGGGGGATGTGGTCAATTCG 598 |||||||||||||||||||||||||| ||||| || |||||| ||||||| |||| || PYMV_DS : 537 ATGATGGATGACGTGGCACTCCGACAGATTGCTATCAACTTGGTGGATGTGATCAAATCT 596 PYMV_Bgr: 599 GTAAGGGCAAAAGATCTGTCAAGGAGCGTGGTAGGGCCCAA 639 || |||||||||| |||| ||||||||||||||||||||| PYMV_DS : 597 GTGCGGGCAAAAGAGCTGTGAAGGAGCGTGGTAGGGCCCAA 637

Gambar 9 Alignment antara sekuen parsial PYMV-ORF I asal Bogor (PYMV_Bgr) dengan PYMV yang dilaporkan oleh de Silva et al.(2002) (PYMV_DS), ( | ) basa antara kedua sekuen sama, ( ) basa antara kedua sekuen tidak sama, ( - ) delesi/tidak ada basa

Urutan basa antara sekuen PYMV Bogor dan PYMV de Silva et al. yang tidak sama yaitu, T7C, A18G, G19A, T23C, C25T, C31G, C37T, A50C, C51T, G54T, C63A, A71G, A72G, T77A, T83A, C89A, C94A, G107A, C115T, A126T, T136C, T160A, A169T, T221A, A240G, G243C, T254A, A259G, G264A, G265C, G268C, T272C, G275A, A291G, G292A, C293T, C308T, T311C,

G318A, G321A, C327A, G379A, T380A, C387T, C393A, C403A, G405A, C406G, T408A, A415G, T423A, C424T, C431G, C434A, T445A, T448A, C466A, T467C, A72T, A477G, A478G, C480A, T490G, A493G, C502T, G506A, A508C, T509G, T511C, C514T, C516A, T520A, T523C, T533G, T535A, G536A, C538A, A565G, C571T, T572A, G575A, G582T, G590A, T595A, G598T, A601G, A602C, T513G, dan C518G, sedangkan urutan basa yang tidak berpasangan (delesi) yaitu 421A, dan 422A. Urutan basa PYMV yang bertambah (insersi) yaitu, T157, G176, A180, dan C315.

Dokumen terkait