• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemangkasan Terhadap Total Populasi Mikroorganisme Azotobacter

Berdasarkan Gambar 3. populasi Azotobacter pada perlakuan pangkas cenderung lebih rendah dari perlakuan non-pangkas pada semua pengamatan kecuali pada umur 30 HSP. Perbedaan yang nyata terlihat secara statistik antara populasi Azotobacter pangkas dan non-pangkas pada umur 90 HSP. Perlakuan pangkas maupun non-pangkas dari umur 10 HSP ke 30 HSP menurun diduga akibat turunnya kadar air. Menurut Haei (2011) kadar air merupakan salah satu faktor utama yang berperan dalam aktivitas mikroorganisme, ketika kadar air menurun maka aktivitas mikroorganisme juga menurun. Selain itu beberapa faktor seperti tipe tanah, kelembaban tanah, pH dan temperatur, dan umur serta kondisi tanaman juga mempengaruhi efek rizosfer yang juga mempengaruhi keberadaan dan distribusi mikroorganisme di dalamnya (Rao 1994).

Gambar 3 Total populasi Azotobacter pada tanaman pangkas dan non-pangkas 0 5 10 15 20 25 30 35 10 HSP 30 HSP 60 HSP 90 HSP 10 2 SP K/ g B KM

12

Berdasarkan uji statistik pada Tabel 3, perbedaan yang nyata terlihat pada total populasi Azotobacter umur 90 HSP antara tanaman pangkas dan non-pangkas. Sedangkan pada umur 10 HSP, 30 HSP, dan 60 HSP perbedaan antara tanaman pangkas dan non-pangkas tidak terlihat nyata secara statistik. Pada umur 90 HSP total populasi Azotobacter baik pada tanaman pangkas maupun non-pangkas memiliki nilai paling tinggi dan perbedaan yang nyata diduga akibat pada umur 90 HSP mikroorganisme berada pada fase pertumbuhan (eksponensial). Pada fase ini mikroorganisme membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik.

Tabel 3 Total populasi Azotobacter tanaman pangkas dan non-pangkas

Umur Pangkas Non-pangkas

10 HSP 10,83 13,15a

30 HSP 8,32 8,29a

60 HSP 11,37 12,40a

90 HSP 15,18 33,28b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Mikroorganisme Pelarut P (MoPP)

Seperti halnya pada populasi Azotobacter, pada Gambar 4. terlihat populasi MoPP dengan perlakuan pemangkasan juga selalu lebih rendah dari perlakuan non-pangkas. Secara statistik perbedaan yang nyata pada populasi MOPP terlihat pada umur 30 HSP sedangkan pada umur 10, 60 dan 90 HSP perbedaan populasi MoPP tidak berbeda nyata.. Terjadi peningkatan populasi mikroorganisme dari umur 10 HSP dengan nilai 3,26 x 103 SPK/g BKM hingga 30 HSP menjadi 10,74 x 103 SPK/g BKM dan selanjutnya kembali menurun pada umur 60 HSP hingga umur 90 HSP. Pada perlakuan pemangkasan populasi MOPP juga terjadi peningkatan populasi mikroorganisme dari umur 10 HSP dengan nilai 4,32 x 103 SPK/g BKM hingga umur 30 HSP menjadi 21,24 x 103 SPK/g BKM dan selanjutnya kembali menurun pada umur 60 HSP hingga umur 90 HSP.

Gambar 4 Total populasi MOPP pada tanaman pangkas dan non-pangkas 0 5 10 15 20 25 30 10 HSP 30 HSP 60 HSP 90 HSP 10 3 SP K/ g B KM

13 Berdasarkan uji statistik pada Tabel 4, perbedaan yang nyata terlihat pada total populasi MoPP umur 30 HSP antara tanaman pangkas dan non-pangkas. Sedangkan pada umur 10 HSP, 60 HSP, dan 90 HSP perbedaan antara tanaman pangkas dan non-pangkas tidak terlihat nyata secara statistik. Pada umur 30 HSP total populasi MoPP baik pada tanaman pangkas maupun non-pangkas memiliki nilai paling tinggi dan perbedaan yang nyata diduga akibat pada umur 90 HSP mikroorganisme berada pada akhir fase pertumbuhan (eksponensial). Pada akhir fase eksponensial kecepatan pertumbuhan populasi menurun dikarenakan nutrien untuk sumber pertumbuhan mikroorganisme sudah berkurang, atau adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Tabel 4 Total populasi MoPP tanaman pangkas dan non-pangkas

Umur Pangkas Non-pangkas

10 HSP 3,26 4,32a

30 HSP 10,73 21,24ab

60 HSP 3,68 5,26a

90 HSP 9,66 12,20a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Mikroorganisme Perombak Selulosa (MPS)

Gambar 5. menunjukan populasi MPS pada perlakuan pangkas umur 30, 60 dan 90 HSP lebih rendah dari perlakuan non-pangkas kecuali pada umur 10 HSP menunjukan populasi MPS pangkas lebih tinggi dibandingkan non-pangkas. Secara statistik perbedaan populasi MPS yang nyata terlihat pada umur 30 HSP. Pada perlakuan pangkas umur 10 HSP populasi MPS sebesar 7,86 x 103 SPK/g BKM dan menurun pada umur 30 HSP dan selanjutnya kembali meningkat pada umur 60 HSP hingga umur 90 HSP. Sedangkan pada perlakuan non-pangkas populasi MPS terus meningkat dari umur 10 HSP hingga 90 HSP.

Gambar 5 Total populasi MPS pada tanaman pangkas dan non-pangkas 0 5 10 15 20 25 30 10 HSP 30 HSP 60 HSP 90 HSP 10 3 SP K/ g B KM

14

Berdasarkan uji statistik pada Tabel 5, perbedaan yang nyata terlihat pada total populasi MPS umur 30 HSP antara tanaman pangkas dan non-pangkas. Sedangkan pada umur 10 HSP, 60 HSP, dan 90 HSP perbedaan antara tanaman pangkas dan non-pangkas tidak terlihat nyata secara statistik. Tetapi, sama halnya seperti Azotobacter, nilai populasi tertinggi MPS terdapat pada umur 90 HSP karena diduga mikroorganisme berada pada fase pertumbuhan (eksponensial). Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya mikroorganisme seperti pH dan kandungan nutrient, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara.

Tabel 5 Total populasi MPS tanaman pangkas dan non-pangkas

Umur Pangkas Non-pangkas

10 HSP 7,89 6,37a

30 HSP 5,79 7,30ab

60 HSP 9,67 16,07a

90 HSP 14,07 28,83a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Secara umum ketiga kelompok fungsional mikroorganisme dari tanaman dengan perlakuan pangkas lebih rendah dari tanaman dengan perlakuan non-pangkas. Hal ini diduga berhubungan dengan berkurangnya luas permukaan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis sehingga berkurangnya jumlah karbohidrat yang disintesis yang berpengaruh terhadap ketersediaan energi bagi mikroorganisme di dalam rizosfer tanaman tersebut. Hal tersebut menyebabkan hasil asimilat dari fotosintesis yang dilakukan pada daun terbagi untuk pertumbuhan cabang sekunder.Calatayud (2008) melaporkan bahwa perlakuan pemangkasan telah terbukti memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan tanaman, yang secara langsung berpengaruh pada biomasa akar tanaman, melalui penurunan luas permukaan daun, perubahan fotosintesis atau alokasi laju respirasi, laju pertumbuhan dan pola alokasi karbon yang dapat menyebabkan perubahan total populasi mikroorganisme.

Sejalan dengan itu, Glenn (2011) menyatakan sistem akar tanaman berasal dari energi dari hasil fotosintat yang ditanslokasikan dari kanopi ke sistem akar. Sehingga diduga apabila hasil fotosintesis menurun akibat berkurangnya jumlah daun maka energi yang dihasilkan dari fotosintesis yang akan ditranslokasikan ke akar juga menurun. Selain itu, perbedaan total populasi juga dapat disebabkan oleh keberadaan substrat yang dihasilkan oleh akar tanaman berupa eksudat akar.Eksudat ini akan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme disekitar perakaran dengan memanfaatkannya sebagai sumber nutrisi dan sumber karbon bagi pertumbuhannya (Dermiyati 2009). Eksudat tersebut merupakan senyawa yang dikeluarkan oleh perakaran tanaman meliputi asam amino, gula, asam organik, vitamin-vitamin, nukleotid (Rao 1994).

Total populasi mikroorganisme pada tanaman yang dipangkas cenderung selalu lebih rendah juga diduga akibat efek pemangkasan yaitu adanya pergerakan karbohidrat kebagian tanaman yang mengalami luka akibat pemangkasan

15 sehingga terjadi kompetisi dengar akar tanaman (Calatayud 2008). Hal ini menyebabkan berkurangnya substrat yang dikeluarkan oleh akar sehingga sumber nutrisi bagi mikroorganisme berkurang yang menyebabkan populasinya juga menurun.

Perlakuan pemangkasan juga mempengaruhi naungan tanaman karena berkurangnya jumlah daun sehingga meningkatkan distribusi cahaya yang masuk melalui kanopi. Tetapi pengaruh naungan tidak secara langsung mempengaruhi total populasi mikroorgannisme. Karena efek yang diberikan langsung berpengaruh kepada tanah dan bukan tanaman. Sejalan dengan Yuliprianto (2010) yang menyatakan bahwa pengaruh rizosfer didominasi oleh kondisi tanaman dan hanya sedikit dipengaruhi oleh tanah yang ada disekitarnya.

Pengaruh Pemupukan dan Pemangkasan Terhadap Total Populasi Mikroorganisme

Setelah 30 HSP, pada setiap tanaman baik pada perlakuan pangkas maupun non pangkas dilakukan pemupukan. Hal ini dilakukan untuk memberikan tambahan unsur-unsur hara pada komplek tanah sehingga dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah agar tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan tanaman. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) hara atau nutrient adalah zat yang diserap tanaman untuk makanannya.Perlakuan pemupukan ini menggunakan tiga jenis pupuk dan satu kontrol. Pupuk yang digunakan diantaranya NPK, pupuk daun, dan pupuk kompos. Pemupukan dilakukan pada umur 30 HSP setelah pemangkasan dikarenakan tanamanan yang telah dipangkas sudah menghasilkan tunas.

Azotobacter

Gambar 6 Pengaruh pemangkasan dan pemupukan terhadap total populasi Azotobacter 60 HSP 90 HSP P Kontrol 11,37 15,18 P NPK 6,70 10,92 P Daun 10,93 13,10 P Kompos 5,29 14,83 0 5 10 15 20 10² S P K / g B K M

16

Berdasarkan Gambar 6. terlihat populasi Azotobacter pada tanaman kontrol selalu lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan perlakuan pemupukan. Berdasarkan perhitungan persen peningkatan populasi dari umur pangkas 60 HSP ke 90 HSP populasi mikroorganisme cenderung meningkat untuk setiap jenis pupuk kecuali pemberian pupuk daun dibandingkan kontrol. Pupuk yang memberikan peningkatan tertinggi populasi secara berturut-turut yaitu kompos 180%, NPK 63%, dan pupuk daun 19,85% sedangkan kontrol 33,5%.

Berdasarkan Gambar 7. Sama seperti pada tanaman pangkas, pada tanaman non-pangkas terlihat populasi Azotobacter pada tanaman kontrol selalu lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan perlakuan pemupukan. Setelah satu bulan pemberian pupuk yaitu pada umur pangkas 60 HSP hingga 90 HSP populasi Azotobacter meningkat untuk setiap jenis pupuk maupun kontrol. Berdasarkan perhitungan peningkatan populasi dari 60 HSP ke 90 HSP, pemberian pupuk dapat menurunkan populasi mikroorganisme. Diantara ketiga perlakuan pemberian pupuk, pemberian pupuk kompos merupakan yang paling rendah dalam menurunkan populasi yaitu sebesar 98,22% dibandingkan kontrol sebesar 168,3%.

Secara umum pada tanaman pangkas maupun non-pangkas, pemberian pupuk kompos cenderung lebih besar meningkatkan populasi Azotobacter dibandingkan pemberian pupuk NPK dan pupuk daun. Hal ini sesuai dengan kecenderungan bahwa peningkatan bahan organik tanah karena pemberian pupuk organik dapat mengatur kelembaban dan aerasi, pemantap struktur tanah, meningkatkan KTK, sebagai sumber hara bagi tanaman dan sebagai sumber energi bagi aktivitas jasad mikro (Suryantini 2002). Matias (2009) juga menyatakan bahwa sebagian besar populasi mikroorganisme bergantung pada masukan bahan organik dalam tanah. Selain itu bahan organik diketahui mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Jumlah sel-sel Azotobacter dan jumlah nitrogen yang difiksasi olehnya juga semakin banyak dengan adanya penambahan bahan organik (Rao 1994).

Gambar 7 Pengaruh pemupukan terhadap total populasi Azotobacter

60 HSP 90 HSP NP Kontrol 12,40 33,28 NP NPK 8,05 13,86 NP Daun 9,41 10,06 NP Kompos 11,26 22,32 0 5 10 15 20 25 30 35 10² S P K / g B K M

17 Mikroorganisme Pelarut P (MoPP)

Berdasarkan Gambar 8. terlihat populasi MoPP pada umur pangkas 60 HSP tanaman kontrol memiliki populasi MOPP yang lebih rendah dibandingkan tanaman dengan perlakuan pemupukan. Setelah satu bulan pemberian pupuk yaitu pada umur pangkas 60 HSP hingga 90 HSP populasi MoPP meningkat untuk kontrol dan setiap jenis pupuk kecuali NPK.

Gambar 8 Pengaruh pemangkasan dan pemupukan terhadap total populasi MOPP

60 HSP 90 HSP P Kontrol 3,68 9,66 P NPK 7,66 6,77 P Daun 6,21 8,34 P Kompos 4,73 5,17 0 5 10 15 10³ S P K / g B K M

Gambar 9 Pengaruh pemupukan terhadap total populasi MOPP

60 HSP 90 HSP NP Kontrol 5,26 12,20 NP NPK 6,51 7,24 NP Daun 4,50 4,59 NP Kompos 5,92 9,45 0 5 10 15 10³ S P K / g B K M

18

Berdasarkan perhitungan persen peningkatan populasi dari 60 HSP ke 90 HSP, pemberian pupuk cenderung menurunkan populasi MoPP dibandingkan kontrol. Pupuk yang memberikan peningkatan tertinggi populasi MoPP secara berturut-turut yaitu pupuk daun 34,29%, dan kompos 9,30% sedangkan kontrol meningkat 162,5%. Sedangkan pada pemberian pupuk NPK mengalami penurunan dari 60 HSP ke 90 HSP sebesar 11,61%. Populasi MoPP menurun ketika diberikan pupuk NPK diduga akibat ketersediaan P dalam tanah meningkat sehingga aktivitas dan populasi MoPP dalam melarutkan P menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan penyataan Marschner (1995) bahwa pemberian unsur hara yang berlebih akan mempengarui proses mikroorganisme dalam memfiksasi unsur hara bagi tanaman.

Berdasarkan Gambar 9. terlihat populasi MoPP pada umur pangkas 60 HSP tanaman kontrol memiliki populasi MoPP yang lebih rendah dibandingkan tanaman dengan perlakuan pemupukan. Setelah satu bulan pemberian pupuk yaitu pada umur pangkas 60 HSP hingga 90 HSP populasi MoPP meningkat untuk kontrol dan setiap jenis pupuk. Sama seperti pada tanaman pangkas, pemberian pupuk pada tanaman non-pangkas juga cenderung menurunkan populasi MoPP dibandingkan kontrol. Berdasarkan perhitungan persen peningkatan populasi dari umur 60 HSP ke 90 HSP, pupuk yang memberikan peningkatan tertinggi populasi MoPP secara berturut-turut yaitu kompos 60%, NPK 11,21%, dan pupuk daun 2%, sedangkan kontrol meningkat 131%.

Pemberian kontrol meningkatkan populasi mikroorganisme dibandingkan perlakuan pupuk lainnya. Mengacu pada Dini (2013) kondisi kontrol yang memiliki nilai populasi yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya mengindikasikan bahwa tanah tanpa perlakuan pemberian pupuk sudah cukup menyediakan unsur hara bagi tanaman sehingga pemberian pupuk cenderung tidak efektif bagi pertumbuhan mikroorganisme didalamnya.

Pemberian pupuk NPK cenderung tidak meningkatkan populasi MoPP dan bahkan terjadi penurunan populasi pada perlakuan tanaman pangkas. Hal ini diduga adanya kecenderungan penurunan populasi MoPP tersebut akibat zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tidak dapat dilakukan lagi (Novita 2012). Pemupukan juga mempengaruhi jumlah dan jenis substrat yang dikeluarkan oleh

akar tanaman (Kleine 2013).Selain itu menurut Novita (2012) pemupukan dapat

menyebabkan penurunan pH tanah yang menyebabkan menurunnya total populasi mikroorganisme di dalamnya. Sejalan dengan itu Oliveira (2009) menyatakan bahwa adanya korelasi yang rendah antara pengurangan pH dan peningkatan larut P yang menunjukkan bahwa peningkatan pelarutan P disebabkan oleh berbagai faktor.

19 Mikroorganisme Perombak Selulosa (MPS)

Berdasarkan Gambar 10. terlihat populasi MPS tanaman kontrol pada umur 90 HSP pangkas memiliki populasi MPS yang lebih rendah dibandingkan tanaman dengan perlakuan pemupukan terutama penambahan pupuk NPK. Setelah satu bulan pemberian pupuk yaitu pada umur pangkas 60 HSP hingga 90 HSP populasi MPS meningkat signifikan untuk setiap penambahan ketiga jenis pupuk. Pupuk yang memberikan peningkatan tertinggi populasi MPS secara berturut-turut yaitu pupuk daun 542%, kompos 370%, NPK 184% dan kontrol 45,5%.

Gambar 10 Pengaruh pemupukan dan pemangkasan terhadap total populasi MPS

60 HSP 90 HSP P Kontrol 9,67 14,07 P NPK 13,76 39,10 P Daun 4,59 29,47 P Kompos 4,23 19,90 0 10 20 30 40 10³ S P K / g B K M

Gambar 11 Pengaruh pemupukan terhadap total populasi MPS

60 HSP 90 HSP NP Kontrol 16,08 28,83 NP NPK 24,15 17,13 NP Daun 4,81 58,08 NP Kompos 3,57 11,70 0 10 20 30 40 50 60 10³ S P K / g B K M

20

Berdasarkan Gambar 11. terlihat populasi MPS tanaman kontrol pada umur 60 HSP lebih rendah dibandingkan tanaman dengan pemberian pupuk NPK. Setiap pemberian ketiga jenis pupuk dan kontrol meningkatkan populasi MPS dari umur 1 bulan setelah pemupukan atau 60 HSP pemangkasan hingga 90 HSP kecuali pemupukan NPK. Pupuk yang memberikan peningkatan tertinggi populasi MPS secara berturut-turut yaitu pupuk daun 1170%, kompos 227,7% dan kontrol 79,29%. Sedangkan pada pemberian pupuk NPK mengalami penurunan 29%.

Total populasi MPS cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik pada tanaman yang dipangkas maupun tidak dari umur 60 HSP hingga 90 HSP pada setiap jenis pemupukan kecuali pupuk NPK. Perubahan populasi MPS salah satunya disebabkan oleh tingkat dekomposisi tanah dalam mendekomposisi selulosa. Diduga apabila tingkat dekomposisi selulosa dalam tanah tinggi maka jumlah populasi MPS juga tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi selulosa diantaranya adalah kesuburan tanah. Semakin tinggi bahan organik yang terdekomposisi maka tingkat dekomposisi selulosa juga semakin tinggi (Drewnik 2006).

Tabel 6 Analisis pengaruh pemberian pupuk terhadap total populasi mikroorganisme

Waktu Perlakuan Azotobacter MoPP MPS

P NP P NP P NP

60

Kontrol 11,37a 12,4a 3,68a 5,26a 9,67a 16,07a NPK 6,7a 8,05a 7,66a 6,51a 13,75a 24,15a Pupuk Daun 10,93a 9,41a 6,21a 4,5a 4,58ab 4,81a Kompos 5,29a 11,26a 4,73a 5,92a 4,23b 3,56a

90

Kontrol 15,18a 33,28a 9,66a 12,2a 14,07a 28,83a Pupuk NPK 10,92a 13,86ab 6,77a 7,24a 39,10a 17,13a Pupuk Daun 13,1a 10,06b 8,34a 4,59a 29,47a 58,07a Kompos 14,83a 22,32bc 5,17a 9,45a 19,9a 11,70a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Berdarkan analisis statistik pada tabel 6. secara umum pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan populasi mikroorganisme rizosfer. Hal ini sejalan dengan Yuliprianto (2013) yang menyatakan bahwa pengaruh terbesar kondisi rizosfer adalah dipengaruhi oleh tanaman dan bukan oleh tanah yang ada disekitarnya. Sehingga pemberian pupuk melalui tanah cenderung hanya memberikan pengaruh kepada tanaman dan bukan secara langsung mempengaruhi keberadaan mikroorganisme di rizosfer tanaman tersebut. Selain itu, kecenderungan pemupukan tidak meningkatkan populasi mikroorganisme dibandingkan kontrol diduga akibat tanah tanpa pemupukan (kontrol) sudah cukup tinggi kandungan unsur hara dalam memenuhi kebutuhan tanamanan (lampiran 34).

21 Identifikasi Mikroorganisme Rizosfer Dominan

Selain penetapan total populasi mikroorganisme ditentukan juga jenis mikroorganisme dominan dari masing-masing kelompok fungsional mikroorganisme dalam penelitian ini. Mikroorganisme dominan adalah mikroorganisme yang paling sering muncul yang memiliki kesamaan ciri secara morfologi. Penentuan jenis mikroorganisme dominan ini dilakukan dengan metode identifikasi secara morfologi makroskopis dan mikroskopis sera penentuan jenis gram bakteri untuk mempermudah identifikasi. Jenis dan jumlah mikroorganisme tanah ini tergantung pada aktivitas masing-masing golongannya, yang terutama dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu 1) cuaca, terutama curah hujan dan kelembaban; 2) kondisi atau sifat tanah, terutama kemasaman, kelembaban, suhu dan ketersediaan hara; dan 3) tipe vegetasi penutup lahan, misalnya hutan, belukar dan padang rumput (Hanafiah et al., 2003). Jenis mikroorganisme dominan yang didapatkan antara lain ditunjukan pada tabel 7, 8 dan 9.

Tabel 7 Hasil identifikasi mikroorganisme penambat N (Azotobacter)

Kriteria Hasil Identifikasi

Kode Isolat P 10ˉ3 c

Elevasi Cembung

Bentuk koloni Bulat

Warna Putih/bening

Tepi Koloni Rata

Bentuk sel Basil

Jenis Gram Negatif

Jenis Mikroorganisme Azotobacter vinelandi Tabel 8 Hasil identifikasi mikroorganisme pelarut P (MoPP)

Kriteria Hasil Identifikasi

Kode Isolat P 10ˉ4

a

Elevasi Cembung

Bentuk koloni Bulat

Warna Putih susu

Tepi Koloni Agak rata

Bentuk sel Kokus

Jenis Gram Negatif

22

Tabel 9 Hasil identifikasi mikroorganisme perombak selulosa (MPS)

Kriteria Hasil Identifikasi

Kode Isolat P 10ˉ4

a

Elevasi Cembung

Bentuk koloni Bulat

Warna Putih, agak krem

Tepi Koloni Agak keriput

Bentuk sel Basil

Jenis Gram Negatif

Jenis Mikroorganisme Bacillus

Dari hasil identifikasi morfologi dan fisiologi koloni dan sel pada Tabel 7, 8 dan 9 maka mikroorganisme penambat N, mikroorganisme pelarut P (MoPP), dan mikroorganisme perombak selulosa (MPS) apabila merujuk pada buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (1974) mendekati sifat-sifat yang dimiliki oleh Bacillus, Pseudomonas, dan Azotobacter vinelandi. Gambar koloni secara makroskopis dapat dilihat di Gambar 12.

23

SIMPULAN

Perlakuan pemangkasan pada tanaman kilemo menurunkan populasi mikroorganisme rizosfer, antara lain Azotobacter, MoPP dan mikroorganisme perombak selulose. Secara umum pemberian pupuk pada tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan populasi mikroorganisme rizosfer. Dibandingkan ketiga jenis pupuk yang diberikan, pemberian pupuk organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme rizosfer baik pada tanaman yang dipangkas maupun yang tidak dipangkas. Pemberian pupuk NPK cenderung menurunkan populasi mikroorganisme rizosfer dibanding kontrol. Pemberian pupuk mikro melalui daun (pupuk daun) tidak memberikan pengaruh terhadap populasi mikroorganisme rizosfer tanaman kilemo. Mikroorganisme yang paling dominan ditentukan berdasarkan koloni yang sering muncul yaitu Bacillus, Pseudomonas, dan Azotobacter vinelandi.

Dokumen terkait