• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrasi nitrat (N-NO3), nitrit (N-NO2) dan Amonium (N-NH4OH)

Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonium di daerah padat KJA dan daerah non KJA tidak memiliki nilai yang berbeda nyata, tetapi secara umum daerah padat KJA memiliki konsentrasi lebih tinggi dari daerah non KJA (Tabel 6).

Tabel 6 Konsentrasi nitrat (N-NO3), nitrit (N-NO2) dan ammonium (N-NH4OH) Kedalaman

(m)

KJA Non KJA

Nitrat (mg/l) Nitrit (mg/l) Amonium (mg/l) Nitrat (mg/l) Nitrit (mg/l) Amonium (mg/l) 1 0.1520 0.0013 0.0510 0.1390 0.0010 0.0578 20 0.5780 0.0022 0.3767 0.9590 0.0018 0.2837

Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonium di permukaan perairan memiliki nilai lebih rendah dan berbeda nyata dengan kolom perairan (20 m). Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonium dipermukaan perairan daerah KJA masing-masing berkisar 0.0940-0.2240; 0.0010-0.0020; 0.0280-0.0900 mg/l dan di kolom perairan 0.1210-1.3970; 0.0010-0.0030; 0.0410-0.5310 mg/l. Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonium di permukaan perairan daerah non KJA masing-masing berkisar 0.0970-0.2180; 0.0010; 0.0420-0.1080 mg/l dan di kolom perairan 0.3590-1.6380; 0.0010-0.0030; 0.1690-0.3780 mg/l. Kisaran konsentrasi nitrat dan nitrit yang hampir sama juga diperoleh pada penelitian tahun 2014 dengan masing-masing berkisar 0.17-0.34 dan 0.00-0.07 mg/l (Riyani 2014).

Konsentrasi nitrit tertinggi terdapat di kedalaman 20 m (0.003 mg/l). Pada kedalaman tersebut konsentrasi DO telah mencapai hipoksia. Hal ini dijelaskan oleh Goldman dan Horne (1983), bahwa senyawa nitrat (NO3) di perairan dengan oksigen rendah akan tereduksi menjadi nitrit (NO2). Konsentrasi nitrat dan amonium tertinggi juga terdapat di kolom air (20 m), hal ini karena terjadi akumulasi dari senyawa-senyawa tersebut.

19 0 5 10 15 20 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 K eda la man (m) ortofosfat (mg/l) KJA non KJA

Konsentrasi ortofosfat (PO4-P)

Secara alami, senyawa fosfat yang terdapat pada perairan bersumber dari hasil pelapukan batuan mineral dan hasil dekomposisi sisa-sisa organisme di dalam air. Selain itu, senyawa fosfat juga dapat bersumber dari faktor antropogenik yang antara lain berasal dari limbah rumah tangga, pertanian dan perikanan.

Gambar 9 Konsentrasi ortofosfat di daerah KJA dan non KJA

Total fosfat di Waduk Cirata pada tahun 2013 adalah 99 mg/m3 (Hidonis 2014). Konsentrasi ortofosfat di daerah KJA lebih besar dan berbeda nyata dari daerah non KJA (Gambar 9). Tingginya konsentrasi ortofosfat di daerah KJA karena tingginya beban masukan nutrien yang berasal dari sisa pakan atau sisa metabolisme ikan dalam KJA (Wang et al. 2012; Santoso et al. 2012). Konsentrasi ortofosfat di permukaan perairan lebih rendah dan berbeda nyata dengan kolom perairan. Permukaan perairan daerah KJA memiliki konsentrasi ortofosfat dengan kisaran 0.036-0.075 mg/l dan di kolom air (20 m) 0.063-0.162 mg/l. Permukaan perairan daerah non KJA memiliki konsentrasi ortofosfat yang berkisar 0.021-0.028 mg/l dan kolom air (20 m) 0.057-0.078 mg/l. Di kolom perairan terjadi proses pembentukan ortofosfat yang semakin tinggi karena meningkatnya dekomposisi bahan organik (Corell 1998).

Konsentrasi klorofil-a

Klorofil adalah zat pembawa warna hijau yang berperan menyerap dan menggunakan energi sinar matahari dalam mensintesis karbohidrat dan oksigen. Oleh karena itu, kandungan klorofil pada tumbuhan foto-autotrof menjalankan peranan yang sangat penting dalam menentukan laju fotosintesis.

20

Gambar 10 Konsentrasi klorofil-a pada daerah KJA dan non KJA

Interaksi adanya aktivitas KJA dan waktu pengamatan menunjukkan konsentrasi klorofil-a yang berbeda nyata (Gambar 10). Di daerah KJA memiliki konsentrasi klorofil-a lebih besar dan berbeda nyata dari daerah non KJA. Secara vertikal konsentrasi klorofil-a memiliki nilai yang berbeda nyata. Daerah KJA memiliki konsentrasi klorofil-a pada permukaan perairan, 1 dan 2 m dengan masing-masing berkisar 22.5-43.2; 46.1-60.2; 25.4-46.5 µg/1 dan di daerah non KJA masing-masing berkisar 12.3-23.8; 13.9-49.4; 13.6-26.1 µg/1. Kisaran nilai klorofil yang diperoleh menjelaskan bahwa adanya aktivitas KJA menyebabkan peningkatan nutrien. Peningkatan nutrien inilah yang akan meningkatkan biomassa klorofil-a dan aktivitas fotosintesis.

Pada kolom air 1 m, konsentrasi klorofil-a lebih besar dan berbeda nyata dari kedalaman permukaan dan 2 m. Konsentrasi klorofil-a pada kedalaman permukaan relatif sama dan tidak berbeda nyata dari kedalaman 2 m. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas maksimal fotosintesis fitoplankton terjadi di kolom air (Dandonneau and Lemasson 1987; D’souza et al. 2016). Biomassa fitoplankton akan memberikan pengaruh terhadap profil kedalaman konsentrasi DO. Hal ini dijelaskan oleh Brown dan Power (2011) bahwa tingkat konsentrasi DO dipengaruhi oleh adanya interaksi faktor fisik dan biologi, termasuk stratifikasi dan kebutuhan oksigen organisme bentik serta aktivitas fotosintesis.

Analisis karakteristik fisika – kimia antar stasiun

Tingkat kemiripan antara stasiun pengamatan yang didasarkan pada parameter nitrat, nitrit, amonium, ortofosfat dan klorofil-a perairan digambarkan pada grafik dendrogram (Gambar 11).

21 Tegal Datar Purwakarta Maniis Cikalong Kulon 12.67 41.78 70.89 100.00 Stasiun Pengamatan Si m ila ri ta s (% )

Gambar 11 Dendrogram parameter N, P dan klorofil-a antar stasiun pengamatan Stasiun pengamatan Maniis memiliki tingkat kemiripan karakter N, P dan klorofil-a dengan Purwakarta (Gambar 11). Hal ini dapat dijelaskan karena dua stasiun tersebut merupakan daerah yang tidak terdapat aktivitas KJA sehingga membentuk satu kelompok dengan tingkat kemiripan 40,15%. Stasiun pengamatan Tegal Datar memiliki tingkat kemiripan terhadap Maniis dan Purwakarta sebesar 34,63% yang kemudian diikuti oleh stasiun pengamatan Cikalong Kulon dengan tingkat kemiripan 12,67%.

Stasiun pengamatan Tegal Datar dan Cikalong Kulon merupakan dua daerah dengan aktivitas KJA dimana jumlah KJA di daerah perairan Cikalong Kulon jauh lebih banyak dan padat daripada Tegal Datar. Hal inilah yang menyebabkan stasiun pengamatan daerah Cikalong Kulon memiliki karakteristik N, P dan klorofil-a paling berbeda diantara 3 stasiun pengamatan lainnya. Grafik dendrogram yang diperoleh menjelaskan bahwa tingginya aktivitas KJA menyebabkan terjadinya perbedaaan karakteristik N, P dan klorofil-a di perairan Waduk Cirata.

Status kesuburan perairan

Status kesuburan perairan Waduk Cirata berdasarkan indeks status trofik oleh Carlson (1977) untuk klorofil-a, kecerahan dan total fosfat adalah eutrofik yang menunjukkan terjadinya masalah pertumbuhan alga dan makrofita berlebih. Hal ini terlihat dengan tingginya pertumbuhan tanaman eceng gondok yang cukup tinggi dan menutupi sebagian besar permukaan perairan. Indeks status trofik ini didasarkan pada nilai klorofil-a 59.82 µg/l; kecerahan 54.80 cm dan total fosfat 73.64 mg/l dengan nilai TSI rata-rata 62.75. Status eutrofik Waduk Cirata juga dijelaskan berdasarkan klasifikasi status trofik oleh Jones and Lee (1982) dengan nilai klorofil-a 23.31 µg/l dan nilai kecerahan 140 cm.

22

3.4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perairan Waduk Cirata adalah perairan yang memiliki tingkat kesuburan eutrofik yang diikuti dengan masalah pertumbuhan makrofita berlebih. Aktivitas KJA telah memberikan dampak terhadap karakter nutrien N, P dan klorofil-a di perairan.

Saran

Dengan memahami karakter profil nutrien N, P dan juga klorofil-a perairan Waduk Cirata, diharapkan adanya pengurangan jumlah KJA yang beroperasi sehingga beban masukan nutrien akan menurun. Penelitian lanjutan dengan jumlah titik pengambilan yang lebih banyak baik secara spasial (vertikal dan horizontal) dan temporal sangat dibutuhkan agar status kesuburan yang terkait dengan ketersediaan oksigen dapat terus dipantau dengan lebih baik.

23

PEMBAHASAN UMUM

Aktivitas budidaya ikan di Waduk Cirata yang telah melebihi daya dukung perairan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air, diantaranya tingginya kandungan nutrien (N dan P), eutrofikasi, pertumbuhan makrofita yang tinggi (eceng gondok), deplesi oksigen dan bahkan kematian ikan. Sisa pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme ikan menambah beban masukan nutrien di kolom perairan (Wang et al. 2012; Santoso et al. 2012). Bahan organik yang terakumulasi tersebut akan terurai menjadi bahan anorganik (Hamblin and Gale 2002) dengan mengkonsumsi sejumlah oksigen terlarut (aerob) (Purnamawai 2009). N-organik akan terurai menjadi N-anorganik berupa nitrat (NO3), nitrit (NO2) dan amonium (NH4OH) sedangkan P-organik akan terurai menjadi ortofosfat (PO4). Hal inilah yang menyebabkan rendahnya konsentrasi oksigen di kolom perairan (Goldman and Horne 1983; Issac 1997; Evans 2007).

Pemberian pakan dengan kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan konsentrasi unsur N dan P diperairan yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan. Pakan ikan terdiri dari lebih 60% protein (Goddard 1996). Tekhnik pemberian pakan secara berlebihan juga akan menambah tingginya jumlah pakan yang tidak termakan yang lepas ke perairan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode pemberian pakan yang baru yang dapat menghambat lepasnya pakan ke perairan. Metode pemberian pakan dapat dilakukan dengan menggunakan wadah atau tempat tertentu (feeding tray) sehingga akan mengurangi limbah pakan yang terbuang ke perairan.

Akumulasi bahan organik di kolom perairan menyebabkan proses dekomposisi terus berlanjut dengan kondisi oksigen terlarut yang rendah (anaerob) (Scavia et al. 2014) dan akan menghasilkan senyawa toksin berupa amonia (NH3), asam sulfida (H2S) dan methan (CH4) (Bagarinao 1992; Purnamawati 2009). Tingginya aktivitas dekomposisi bahan organik dan aktivitas metabolisme ikan di kolom perairan inilah yang menyebabkan ketersediaan oksigen terlarut menjadi semakin rendah dengan bertambahnya kedalaman yang kemudian akan membentuk pola hipoksia (Zhang et al. 2015) (Gambar 5). Jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk menguraikan total bahan organik di kolom perairan tergambarkan dengan tingginya konsentrasi COD. Secara umum konsentrasi COD di daerah padat KJA lebih tinggi dari daerah non KJA (Gambar 6) yang menjelaskan bahwa akumulasi bahan organik di derah padat KJA lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan profil stratifikasi vertikal oksigen terlarut secara umum terkait tetapi tidak sama persis dengan profil stratifikasi vertikal suhu karena ada faktor lain yang mempengaruhi oksigen terlarut. Tingginya bahan organik yang diikuti dengan meningkatnya dekomposisi dan konsentrasi CO2 di daerah padat KJA menyebabkan pH lebih rendah dari daerah non KJA (Tabel 2).

Suplai oksigen terlarut yang rendah karena berkurangnya aktivitas fotosintesis yang disebabkan rendahnya penetrasi cahaya matahari (curah hujan atau kondisi mendung yang tinggi) turut mempengaruhi berubahnya kedalaman hipoksia yang semakin dangkal. Kondisi inilah yang kemudian jika curah hujan atau cuaca mendung terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya kematian ikan secara massal dan memungkinkan terjadinya peristiwa pembalikan massa air atau umbalan (upwelling).

24

Dokumen terkait