• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1 Metodologi Penelitian

Penelitian mengenai bahan medikamen pada saluran akar Sea Cucumber (Stichopus variegatus) terhadap bakteri Enterococcus faecalis merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan metode crosssectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) sebagai bahan medikamen saluran akar dalam mengeliminasi bakteri Enterococcus faecalis. Bakteri ini merupakan yang paling banyak ditemukan dalam saluran akar yang paling banyak menyebabkan kegagalan perawatan endodonti. Keberadaan bakteri ini dapat diketahui dari hasil kultur dan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Sundqvist menemukan sejumlah bakteri anaerob seperti Entercoccus faecalis, Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis dan Fusobacterium nucleatum pada saluran akar yang gagal. Penelitian menunjukkan bahwa dari 100 kasus pengisian saluran akar yang gagal disertai periodontitis apikalis, terdapat bakteri fakultatif sebanyak 69% dan 50% diantaranya merupakan enterococci. Walaupun Enterococcus biasanya ditemukan pada saluran akar yang tidak dirawat dalam jumlah sedikit, bakteri ini sering ditemukan pada saluran akar yang gagal dan dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang persistensi. Enterococcus faecalis bertanggung jawab terhadap 80-90% infeksi saluran akar oleh

Enterococci dan biasanya merupakan satu-satunya spesies Enterococcus yang diisolasi dari saluran akar yang telah di obturasi.

Menurut taksonominya, Enterococcus faecalis termasuk Kingdom Bacteria, Filum Firmicutes, Famili Entercoccaceae, Genus Enterococcus, Spesies Enterococcus faecalis (Kundabala,Suchitra.,2002). Virulensi bakteri ini disebabkan kemampuannya dalam pembentukan kolonisasi pada host, bersaing dengan bakteri lain, resisten terhadap mekanisme pertahanan host dan menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor virulensi yang berperan adalah komponen agregation substance (AS), surface adhesins, sex phemones, lipoteichoic acid (LTA), extraceluller superoxide production (ESP), gelatinse lytic enzyme, hyalurodinase, dan cytolysin toxin.

Bahan medikamen yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium hidroksida (Ca(OH)

Enterococcus faecalis terbukti dapat bertahan hidup dalam saluran akar sebagai organisme tunggal dan resisten terhadap bahan-bahan antimikrobial yang umum digunakan sehingga sulit dieliminasi dari saluran akar secara sempurna (Kudiyirickal dkk.,2008 dan Kayaoglu dkk.,2004).

2) dan masih menjadi “gold standard”. Bahan ini digunakan sebagai medikamen selama kunjungan terapi endodonti dan memiliki sifat antibakterial yang baik. Sifat antibakteri kalsium hidroksida ini disebabkan oleh penguraian ion-ion Ca2+ dan OH- (Athanassiadis.,2007). Mekanisme antimikroba kalsium hidroksida terjadi dengan pemisahan ion calcium dan hydroxyl ke dalam reaksi enzimatik pada bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta

bertindak sebagai barrier untuk

Secara klinis, kalsium hidroksida merupakan bahan medikamen yang memiliki kemampuan menginaktifasi endotoksin bakteri serta dapat diterima baik sebagai bahan medikamen saluran akar. Akan tetapi, penelitian terdahulu menyatakan bahwa kalsium hidroksida dapat bekerja aktif, terbatas pada beberapa hari. Kalsium hidroksida telah digunakan sebagai bahan medikamen karena memiliki sifat antimikrobial yang sangat baik, mengeliminasi mikroorganisme setelah cleaning dan shaping, menetralkan sisa - sisa toxin. Namun, memiliki aktivitas terbatas pada beberapa mikroorganisme seperti Enterococcus faecalis dan Candida albicans (Estrela.,2008).

mencegah masuknya bakteri ke dalam sistem saluran akar. Ion hydroxide akan mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri anaerob pada periodontitis,seperti Enterococcus faecalis. Difusi ion hydroxl (OH) menyebabkan lingkungan alkaline sehingga tidak kondutif bagi pertahanan bakteri dalam saluran akar, serta mengadakan difusi kedalam tubulus dentin. Ion calcium memberi efek terapeutik yang di mediasi melalui ion channel (Cogulu dkk.,2007).

Estrela dkk melaporkan bahwa aksi kalsium hidroksida akan menjelaskan bagaimana pH yang tinggi menghambat aktivitas enzim yang penting untuk kehidupan bakteri seperti metabolisme, pertumbuhan, dan pembelahan sel. Pengaruh pH yang tinggi juga akan mengaktifkan enzim hidrolitik alkali posfatase, yang erat hubungannya dengan mineralisasi. Dengan demikian, kalsium hidroksida memiliki 2 sifat yaitu menghambat enzim bakteri yang mengarah kepada efek antimikroba dan aktivasi enzim yang mengarah kepada efek mineralisasi. Pengaruh pH pada pertumbuhan, metabolisme dan pembelahan sel ini penting untuk menjelaskan mekanisme dari

antimikroba. Eliminasi bakteri oleh kalsium hidroksida tergantung dari pelepasan ion hidroksil yang menyebabkan peningkatan pH. Ion hidroksil dari kalsium hidroksida mengembangkan mekanismenya pada membran sitoplasma, yang memegang peranan penting pada pertahanan sel seperti permeabilitas dan transpot elektron serta oksidasi fosforilasi pada spesies anaerob. Selain itu metabolisme seluler sangat bergantung pada aktivasi enzim. Enzim memiliki aktivitas dan stabilitas yang optimal pada rentang pH tertentu yang mengarah pada suasana netral. Suasana yang sangat basa yang disebabkan oleh kalsium hidroksida merusak ikatan ion yang menyebabkan kerusakan protein (denaturasi protein) pada bakteri. Kerusakan yang disebabkan oleh kalsium hidroksida bukan hanya tingkat sel, namun juga berdampak pada DNA bakteri. Ion hidroksil bereaksi dengan DNA bakteri dan memutuskan rantai DNA tersebut, sehingga replikasi DNA terhambat dan terjadi kerusakan aktivitas seluler. Pengaruh pH kalsium hidroksida dilihat dari sebagian besar endodonti patogen tidak dapat bertahan hidup pada suasana basa kuat yang disediakan kalsium hidroksida (Berkitten dkk.,2000). Secara umum, jamur menunjukkan rentang pH untuk pertumbuhannya sekitar 5-9. Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhan akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5 (Chaffin dkk.,1998).

Menurut Fava dan Saunders, pelarut memegang peranan yang penting terhadap aksi biologi kalsium hidroksida yang ditentukan dari kecepatan disosiasi ion OH- dan Ca2+. Jenis pelarut yang digunakan antara lain: aquaeous (air, salin, larutan anastesi, dan larutan ringer), viscous (gliserin, polyethyleneglycol, dan propyleneglycol), dan oily (olive oil, silicone oil, camphor, dan metacresyl acetate). Pelarut aquaeous cepat

berdisosiasi sehingga meningkatkan kelarutan ketika berkontak dengan cairan dan lebih mudah di resorbsi makrofag. Pelarut viscous memiliki kemampuan disosiasi ion yang lebih lambat daripada pelarut aquaeous, oleh karena itu dapat bertahan dalam saluran akar untuk periode yang lama. Sedangkan, larutan oily kemampuan disosiasi ion dan daya larutnya sangat rendah (Cwikla dkk.,2000).

Penelitian Leswari (2000) sebelumnya melaporkan bahwa dentin dapat meng-inaktifkan aktifitas antibakteri kalsium hidroksida dan menunjukkan jumlah saluran akar yang positif mengandung bakteri meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida.Oleh karena itu, sangat diharapkan berkembangnya aplikasi bahan medikamen saluran akar yang berasal dari alam dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.

Pada penelitian ini peneliti mengambil bahan alam yakni Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang akan dijadikan sebagai bahan medikamen alternatif untuk perawatan saluran akar. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang tidak berduri (Martoyo dkk.,2006). Selain Sea Cucumber (Stichopus variegatus), bintang laut yang termasuk dalam filum Echinodermata yaitu bintang laut (Asteriodea) dan bulu babi (Echinoidea). Diantara empat famili Sea Cucumber (Stichopus variegatus), hanya famili Holothuriidae yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis (Martoyo dkk.,2006).

Ekstrak murni Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mempunyai kecenderungan menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimicyn dengan kadar 6,25–25 mikrogram/milliliter. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mempunyai nilai ekonomi penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan kadar karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk.,2006). Studi di China mengungkapkan bahwa gamat (Sea Cucumber, Teripang) juga mengandung saponin glikosida. Komponen ini mempunyai suatu struktur yang serupa dengan komponen ginseng yang aktif, ganoderma, dan tumbuh-tumbuhan bumbu tonik yang terkenal. Studi China ini menunjukkan adanya anti kanker pada saponin dan polisakarida yang terkandung di dalam gamat. Studi modern ini membuktikan bahwa gamat dapat digunakan sebagai suatu tonik dan suplemen gizi (Anonim.,2008). Penelitian yang modern ini telah membuktikan bahwa Sea Cucumber (Stichopus variegatus) bermanfaat untuk penyakit musculoskeletal inflammatory, khususnya arthritis rematik, osteoarthritis dan penyakit rematik yang mempengaruhi tulang belakang. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) juga mempunyai kemampuan dalam regenerasi sel yang merupakan alasan utama dipakai menyembuhkan berbagai penyakit (Trubus, 2006). Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang Sea Cucumber (Stichopus variegatus) sebagai bahan medikamen saluran akar dengan meneliti terlebih dahulu pada bakteri Enterococcus faecalis.

Pada penelitian-penelitian terdahulu tentang Enterococcus faecalis bahwa bakteri ini mengalami penurunan jumlah bakteri pada waktu 24 jam. Sedangkan pada 4 jam, 6 jam dan 8 jam jumlah bakteri yang tereliminasi lebih sedikit dibandingkan pada 24 jam. Bakteri merupakan organisme kosmopolit yang dapat dijumpai di berbagai tempat dengan berbagai kondisi di alam ini. Bakteri juga memiliki batasan suhu tertentu untuk bisa tetap bertahan hidup. Selang waktu yang dibutuhkan sel untuk membelah diri disebut dengan waktu generasi. Tiap spesies bakteri memiliki waktu generasi yang berbeda-beda, seperti Escherichia coli, bakteri umum yang dijumpai di saluran pencernaan dan di tempat lain, memiliki waktu generasi 15-20 menit. Hal ini berarti bakteri Enterococcus faecalis dalam waktu 15-20 menit mampu menggandakan Pada penelitian ini pembuatan sampel dilakukan pada laboraturium pusat penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU), sedangkan biakan bakteri dan melakukan penelitian dilakukan pada laboraturium Biologi Oral Universitas Indonesia (UI). Pada penelitian ini dipakai konsentrasi dengan nilai 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4% dan 0,5% hal ini karena pada penelitian sebelumnya pada Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dilihat dalam bentuk jelly yang dijual dipasaran menggunakan konsentrasi 0,5%, dan juga seperti penelitian tentang bahan alami didapat bahwa dengan konsentrasi rendah sudah memberikan efek. Pada penelitian ini dilakukan penelitian dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4% dan 0,5% menggunakan rentang waktu 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam. Pada penelitian ini diambil rentang waktu 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam berdasarkan pada kurva pertumbuhan bakteri.

selnya menjadi dua kali lipat. Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Fase Lag merupakan fase adaptasi. Pada fase ini terjadi reorganisasi konstituen makro dan mikro molekul. Ada yang lama ada juga yang cepat. Tergantung kondisi lingkungan. Fase Eksponensial merupakan fase pertumbuhan sebenarnya.

Pada fase stasioner terjadi penambahan dan pengurangan jumlah mikroba hampir sama. Hal ini disebabkan karena mulai menipisnya jumlah nutrisi dalam médium yang ditempati. Fase Kematian ada kalanya terjadi setelah fase stasioner menunjukkan jumlah mikroba menurun. Hal ini karena habisnya nutrisi dalam media. Mikroba juga menghasilkan metabolisme sekunder yang hasilnya menjadi toxic untuk mikroba lainnya. Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri. Menurut Darkuni (2001) pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya (Luis dkk.,2004).

Pada penelitian ini digunakan Ca(OH)2 yaitu bahan yang biasa digunakan diklinik saat ini sebagai kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mengandung triterpenoid. steroid, saponin dan glikosida (Harbone, 1987). Pada penelitian ini tidak dilakukan dengan kontrol negatif yaitu

kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun karena pada Sea Cucumber (Stichopus variegatus) terkandung kandungan yang akan memberikan efek yang sangat tinggi pada Enterococcus faecalis. Perlu penelitian lebih lanjut jika dibandingkan dengan kontrol negatif.

Pada penelitian ini untuk mengukur nilai OD digunakan panjang gelombang 650 nm. Hal ini karena pada pengukuran bahan coba dengan Enterococcus faecalis pada 450 nm hasil yang didapat error, oleh karena itu peneliti memakai panjang gelombang 650 nm. Pengukuran nilai OD bakteri Enterococcus faecalis panjang gelombang yang umumnya dipakai adalah 450 nm dan 650 nm. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan menggunakan panjang gelombang 650 nm. Pada pengukuran nilai OD dari bakteri Enterococcus faecalis peneliti mendapat nilai 0,532 dan 0,548, ini dinyatakan sesuai dengan standard Mc Farland yaitu 106 atau 0,550 karena hasil yang didapat dari kultur dibawah nilai 0,550.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Efek Antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4%, dan 0,5% dan Ca(OH)2

Pada tabel 4.1 didapat bahwa nilai rata-rata dan simpangan baku jumlah bakteri yang tereliminasi dengan pemberian ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam waktu 4 jam. Pada hasil penelitian didapat bahwa nilai rata-rata jumlah bakteri yang tereliminasi terbanyak terdapat pada konsentrasi 0,3% dan jumlah bakteri yang tereliminasi paling sedikit terdapat pada konsentrasi 0,1%. Dari data ini didapat bahwa pada konsentrasi 0,3% merupakan konsentrasi yang paling efektif pada waktu 4 jam.

pada waktu 4 jam.

5.2.2 Efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%,0,4%,0,5% dan Ca(OH)2

Pada tabel 4.2 menunjukkan rata-rata dan simpangan baku jumlah bakteri yang tereliminasi dengan pemberian ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam waktu 6 jam. Rata-rata jumlah bakteri yang tereliminasi terbanyak pada konsentrasi 0,3% dan jumlah bakteri yang tereliminasi paling sedikit pada konsentrasi 0,1%. Dari data ini didapat bahwa pada konsentrasi 0,3% merupakan konsentrasi yang paling efektif pada waktu 6 jam.

dalam waktu 6 jam.

5.2.3 Efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4%,0,5% dan Ca(OH)2

Pada tabel 4.3 menunjukkan rata-rata dan simpangan baku jumlah bakteri yang tereliminasi dengan pemberian ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam waktu 8 jam. Rata-rata jumlah bakteri yang tereliminasi terbanyak pada konsentrasi 0,5% dan jumlah bakteri yang tereliminasi paling sedikit pada konsentrasi 0,1%. Dari data ini didapat bahwa pada konsentrasi 0,5% merupakan konsentrasi yang paling efektif pada waktu 8 jam.

dalam waktu 8 jam

5.2.4 Efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4%,0,5% dan Ca(OH)2

Pada tabel 4.4 menunjukkan rata-rata dan simpangan baku jumlah bakteri yang tereliminasi dengan pemberian ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam waktu 24 jam. Rata-rata jumlah bakteri yang tereliminasi terbanyak pada konsentrasi 0,2% dan jumlah bakteri yang tereliminasi paling sedikit pada konsentrasi 0,1%. Dari data ini didapat bahwa pada konsentrasi 0,2% merupakan konsentrasi yang paling efektif pada waktu 24 jam.

dalam waktu 24 jam.

Dari hasil penelitian didapat bahwa Sea Cucumber (Stichopus variegatus) pada konsentrasi yang rendah dapat mengeliminasi bakteri Enterococcus faecalis yaitu pada konsentrasi 0,3% pada waktu 4 dan 6 jam sedangkan pada konsentrasi 0,5% pada waktu 8 jam dan pada konsentrasi 0,2% pada waktu 24 jam. Hal ini sesuai

dengan kurva pertumbuhan bakteri pada waktu 24 jam dimana jumlah bakteri Enterococcus faecalis lebih banyak mati dibandingakan pada waktu 4, 6, dan 8 jam. Karena pada kurva pertumbuhan bakteri diketahui bahwa pada waktu 4 jam merupakan Fase Lag sedangkan pada waktu 6 jam merupakan Fase Eksponensial, pada waktu 8 jam merupakan Fase Stasioner, sedangkan pada waktu 24 jam merupakan Fase Kematian.

Dari hasil penelitian ini didapat kesimpulan bahwa pada konsentrasi rendah yaitu pada konsentrasi 0,3% dan 0,2% memberikan efek antibakteria terhadap Enterococcus faecalis.

Dokumen terkait