EFEK ANTIBAKTERI SEA CUCUMBER (Stichopus
variegatus) SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN
AKAR TERHADAP BAKTERI Enterococcus faecalis
(In Vitro)
TESIS
Oleh
Gita Tarigan 107028005
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EFEK ANTIBAKTERI SEA CUCUMBER (Stichopus
variegatus) SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN
AKAR TERHADAP BAKTERI Enterococcus faecalis
(In Vitro)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister (MDSc)
Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Oleh
Gita Tarigan 107028005
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : EFEK ANTIBAKTERI SEACUCUMBER(Stichopus variegatus) TERHADAP BAKTERI Enterococcus faecalis SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR
Nama Mahasiswa : Gita Tarigan
Nomor Induk Mahasiswa : 107028005
Program Studi : Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi
Menyetujui
Pembimbing :
Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K)
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr.Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil
Ketua Program Studi, Dekan ,
Tanggal Lulus : 21 Februari 2013
Telah diuji
Pada Tanggal : 21 Februari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes.
Anggota : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp KG (K)
2. Prof.Dr. Harry Agusnar, MSc.,Phil
3. Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc
PERNYATAAN
EFEK ANTIBAKTERI SEA CUCUMBER (Stichopus
variegatus) SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN
AKAR TERHADAP BAKTERI Enterococcus faecalis
(In Vitro)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 27 Maret 2013
ABSTRAK
Perawatan endodontik adalah suatu perawatan untuk mempertahankan gigi selama mungkin dalam mulut dan juga membunuh bakteri pada saluran akar. Banyak bakteri yang terdapat pada saluran akar salah satunya adalah bakteri anaerob yaitu Enterococcus faecalis, umumnya bakteri ini didapat karena adanya kegagalan dalam perawatan saluran akar. Bahan medikamen yang biasa digunakan di klinik adalah kalsium hidroksida. Sea Cucumber adalah salah satu bahan alam yang sudah banyak digunakan dibidang kesehatan salah satunya sebagai anti kanker dan anti bakteri. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) jika dipakai sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar dalam mengeliminasi Enterococcus faecalis. Melihat efek Sea Cucumber pada bakteri Enterococcus faecalis dengan melihat konsentrasinya (0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4%, 0,5%) dan waktu (4 jam, 6 jam, 8 jam, 24 jam) lalu dilakukan pengukuran viabilitas dengan menggunakan 3-(4,5- dimethythiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazoliun bromide (MTT) assay dan dibaca dengan microplate reader panjang gelombang 650 nm. Hasil penelitian didapat Sea Cucumber memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis pada konsentrasi 0,3% pada waktu 4 jam, 6 jam dan pada 8 jam konsentrasi yang terbaik adalah 0,5%. Waktu 24 jam konsentrasi yang terbaik pada 0,2% dengan hasil yang signifikan (p<0,05). Dalam penelitian ini Sea Cucumber efektif dalam membunuh bakteri Enterococcus faecalis.
ABSTRACT
Endodontic treatment goal is to eliminate microorganisms and their by products from root canal so that the teeth can be maintained as long as possible in the mouth. Bacteria that normally survive in the root canal is of anaerobic bacteria group. One of this bacteria is Enterococcus faecalis which is most commonly found in failed root canal treatment case. Calcium hydroxide is mostly used medicament for interappointment root canal dressing during endodontic therapy. Sea Cucumber is one of the natural ingredients that have been used widely as medicine. This study was aimed to determine the effects of Sea Cucumber in the elimination of Enterococcus faecalis. The effect of Sea Cucumber to eliminate Enterococcus faecalis was seen at concentration (0.1%, 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.4%, 0.5%) and time (4 hours, 6 hours, 8 hours, 24 hours) and viability was measured using 3 - (4,5 - dimethythiazol-2-yl) -2.5 diphenyl tetrazoliun-bromide (MTT) assay and microplate reader read with wavelength 650 nm. The results showed that Sea Cucumber has an effect on Enterococcus faecalis at a concentration of 0.3% at 4 hours, 6 hours and 8 hours effect in 0,5% . In the 24 hours the best concentration to eliminate Enterococcus faecalis 0.2 % with significant results (p<0.05). In conclusion, Sea Cucumber has an effect to eliminate Enterococcus faecalis.
RIWAYAT HIDUP
Keterangan Pribadi
Nama : Gita Tarigan
Alamat Tempat Tinggal : Jln. dr.Sumarsono No.40 USU Medan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
No.Kontak : 085220391919
Nama Ayah : Prof.Dr.Rasinta Tarigan,drg.,Sp.KG(K)
Nama Ibu : Rehulina Ginting,drg.,M.Si
Pekerjaan : Dokter gigi
Pendidikan Formal
Sekolah Dasar : SD ST. Yoseph 2 Medan
Sekolah Menengah : SMP ST. Thomas 1 Medan
Sekolah Menengah Atas : SMA ST.Thomas 2 Medan
Fakultas Kedokteran Gigi : Universitas Sumatera Utara Medan
Pasca Sarjana : Ilmu Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara Medan
Publikasi : 1. The 8th FDI-IDA Joint Meeting & Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Gigi dari Universitas Sumatera
Utara.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta, yaitu Bapak Prof.Dr.Rasinta Tarigan,drg.,Sp.KG(K) dan Ibu
Rehulina Ginting,drg.,M.Si yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang
tak terbalas, doa, semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada kakak penulis Ravina Naomi Tarigan,
drg.,Sp.PM dan abang Citra Rencana Perangin-angin,dr.,Sp.An serta segenap
keluarga yang memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku pembimbing
arahan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik.
3. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., Phil selaku pembimbing kedua penulis
yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan
kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes. selaku Ketua Panitia Penguji
dan Ketua Program Studi Magister Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat
kepada penulis.
5. Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc selaku anggota panitia penguji dan dosen
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Biologi Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada
penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.
6. Drg. Lisna Unita R., M.Kes selaku anggota panitia penguji dan dosen
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam pelaksanaan
penelitian ini.
7. Prof. drg. Boy M Bachtiar, MS, Ph.D selaku staff Biologi Oral Universitas
Indonesia dan ketua Laboratorium Biologi Oral Universitas Indonesia yang telah
memberikan bantuan, saran dan bimbingan kepada penulis.
8. Kak Desi dan kak Maya selaku staff Laboratorium Biologi Oral Universitas
9. Kak Maya Fitria, SKM., M.Kes. selaku staff Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian.
10. Teman-teman terbaik penulis pada program magister yaitu Siti wahyuni,
Kholidina Imanda Harahap, Wandania Farahanny, Fitri Yunita, Henny Sutrisman,
Aditya Rachmawati, Teguh , Adianti, Zulfan Mutaqin, Tanty Deriaty Sitepu, Dewi
Nalsalita Tarigan. Teman-teman PPDGS Konservasi Gigi angkatan 1 yaitu Dennis,
Pretty, Ponty, Ernani atas bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan dalam
suka dan duka.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan
masalah praktis.
Medan, 27 Maret 2013
Penulis,
(Gita Tarigan)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ...
2.3 Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ... 20
2.3.1 Kandungan Sea Cucumber (Stichopus variegatus)... 22
2.3.2 Habitat dan penyebaran... 23
3.8 Analisis Data ... 53
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 54
BAB 5 PEMBAHASAN ... 61
5.1 Metodologi Penelitian ... 61
5.2 Hasil Penelitian ... 70
5.2.1 Hasil Penelitian 4 Jam ... 70
5.2.2 Hasil Penelitian 6 Jam ... 70
5.2.3 Hasil Penelitian 8 Jam ... 71
5.2.4 Hasil Penelitian 24 Jam ... 71
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 72
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 73
6.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Definisi operasional,cara,hasil dan alat ukur dari variabel bebas dan
tergantung dari penelitian ... 37
4.1 Rata-rata dan simpangan baku konsentrasi Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) dalam waktu 4 jam ... 55 4.2. Rata-rata dan simpangan baku konsentrasi Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) dalam waktu 6 jam ... 56 4.3. Rata-rata dan simpangan baku konsentrasi Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) dalam waktu 8 jam ... 58 4.4. Rata-rata dan simpangan baku konsentrasi Sea Cucumber (Stichopus
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1.Gambaran koloni Enterococcus faecalis di bawah Scanning
Electron Microscope ... 11
2.2. Faktor-faktor patogenesis Enterococcus faecalis ... 13
2.3. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ... 21
2.4. Kerangka dasar steroida dan sistem penomoran ... 25
2.5. Penulisan lambang inti steroida ... 25
3.1. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) bahan coba ... 40
3.2. Ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ... 40
3.3. Ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) pasta ... 40
3.4. Alat Stal /rotari ... 40
3.5. Nilai OD normal Enterococcus faecalis dengan panjang gelombang 450 nm 41 3.6 BHI Broth ... 42
3.7. BHI Agar,bunsen, tabung reaksi, kultur Enterococcus faecalis ATCC 29212 42 3.8. Enterococcus faecalis kultur 0,532 ... 42
3.9. Enterococcus faecalis kultur 0,548 ... 42
3.10. Pengambilan Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ... 43
3.11. 1,04 gr Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ... 43
3.13. 13gram BHI Agar ... 44
3.27. Konsentrasi Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dan Ca(OH)2 3.28. Pencampuran dengan menggunakan vorteks ... 48
... 48
3.29. 96 Well Plate ... 49
3.30. Supernatan Enterococcus faecalis... 49
3.31. Inkubator ... 50
3.32. Supernatan yang telah dicuci dengan PBS steril ... 52
3.33. Supernatan pada 96 well dalam waktu 4jam,6jam,8jam,24jam ... 52
4.1. Hasil konsentrasi 4jam 650nm ... 56
4.2. Hasil konsentrasi 6jam 650nm ... 57
4.3. Hasil konsentrasi 8jam 650nm ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Alur ekstraksi Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ... 78 2. Penyiapan suspensi bakteri
2.1 Pembuatan media pertumbuhan ... ... 79 2.2 Pembuatan suspensi bakteri ... ... 79
4. Alur pengujian efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) .. ... 80
ABSTRAK
Perawatan endodontik adalah suatu perawatan untuk mempertahankan gigi selama mungkin dalam mulut dan juga membunuh bakteri pada saluran akar. Banyak bakteri yang terdapat pada saluran akar salah satunya adalah bakteri anaerob yaitu Enterococcus faecalis, umumnya bakteri ini didapat karena adanya kegagalan dalam perawatan saluran akar. Bahan medikamen yang biasa digunakan di klinik adalah kalsium hidroksida. Sea Cucumber adalah salah satu bahan alam yang sudah banyak digunakan dibidang kesehatan salah satunya sebagai anti kanker dan anti bakteri. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus variegatus) jika dipakai sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar dalam mengeliminasi Enterococcus faecalis. Melihat efek Sea Cucumber pada bakteri Enterococcus faecalis dengan melihat konsentrasinya (0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4%, 0,5%) dan waktu (4 jam, 6 jam, 8 jam, 24 jam) lalu dilakukan pengukuran viabilitas dengan menggunakan 3-(4,5- dimethythiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazoliun bromide (MTT) assay dan dibaca dengan microplate reader panjang gelombang 650 nm. Hasil penelitian didapat Sea Cucumber memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis pada konsentrasi 0,3% pada waktu 4 jam, 6 jam dan pada 8 jam konsentrasi yang terbaik adalah 0,5%. Waktu 24 jam konsentrasi yang terbaik pada 0,2% dengan hasil yang signifikan (p<0,05). Dalam penelitian ini Sea Cucumber efektif dalam membunuh bakteri Enterococcus faecalis.
ABSTRACT
Endodontic treatment goal is to eliminate microorganisms and their by products from root canal so that the teeth can be maintained as long as possible in the mouth. Bacteria that normally survive in the root canal is of anaerobic bacteria group. One of this bacteria is Enterococcus faecalis which is most commonly found in failed root canal treatment case. Calcium hydroxide is mostly used medicament for interappointment root canal dressing during endodontic therapy. Sea Cucumber is one of the natural ingredients that have been used widely as medicine. This study was aimed to determine the effects of Sea Cucumber in the elimination of Enterococcus faecalis. The effect of Sea Cucumber to eliminate Enterococcus faecalis was seen at concentration (0.1%, 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.4%, 0.5%) and time (4 hours, 6 hours, 8 hours, 24 hours) and viability was measured using 3 - (4,5 - dimethythiazol-2-yl) -2.5 diphenyl tetrazoliun-bromide (MTT) assay and microplate reader read with wavelength 650 nm. The results showed that Sea Cucumber has an effect on Enterococcus faecalis at a concentration of 0.3% at 4 hours, 6 hours and 8 hours effect in 0,5% . In the 24 hours the best concentration to eliminate Enterococcus faecalis 0.2 % with significant results (p<0.05). In conclusion, Sea Cucumber has an effect to eliminate Enterococcus faecalis.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang
menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan
periapikal. Tujuan perawatan endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi yang
sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat
dipertahankan selama mungkin didalam mulut. Hal ini berarti gigi tersebut tidak
menimbulkan keluhan dan dapat berfungsi baik. Perawatan endodontik terdiri dari
perawatan non bedah yaitu perawatan kaping pulpa, pulpotomi, mumifikasi,
perawatan saluran akar dan perawatan endodontik bedah.
Perawatan saluran akar adalah perawatan yang paling banyak dilakukan dalam
kasus perawatan endodontik. Perawatan saluran akar dapat dibagi atas tiga tahap
utama yaitu : 1. preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan
pembentukan (cleaning dan shaping), 2. disinfeksi saluran akar dan 3. obturasi
saluran akar. Obturasi saluran akar yang hermetis merupakan syarat utama
keberhasilan perawatan saluran akar, hal ini tidak mungkin dicapai bila saluran akar
tidak dipreparasi dan dipersiapkan untuk menerima bahan pengisi (Anusavine
Tujuan perawatan endodontik adalah mereduksi atau mengeliminasi
mikroorganisme dan produknya dari saluran akar sehingga gigi dapat dipertahankan
selama mungkin di dalam mulut. Walaupun instrumentasi dan teknik irigasi
dilakukan, namun mikroorganisme kemungkinan masih tertinggal di saluran akar
terutama di dalam tubuli dentin. Peneliti menyebutkan bahwa cleaning, shaping dan
irigasi saluran akar secara signifikan menurunkan atau mengeliminasi
mikroorganisme dari saluran akar akan tetapi, eliminasi mikroorganisme secara
komplit tidak selalu dapat dicapai secara klinis, oleh karena kompleksnya anatomi
saluran akar dan keterbatasan instrumentasi dan irigasi (Anusavine KJ.,1996).
Masuknya bakteri ke dalam pulpa sering disebabkan oleh proses kelanjutan
dari karies. Infeksi yang berlangsung terlalu lama memungkinkan bakteri
mengadakan penetrasi ke kamar pulpa dan saluran akar melalui tubulus dentin yang
terbuka karena proses karies tersebut.
Bakteri yang biasa dapat bertahan dalam saluran akar adalah golongan bakteri
anaerob. Salah satunya yaitu Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling
banyak ditemukan dalam saluran akar yang menyebabkan kegagalan perawatan
endodontik. Keberadaan bakteri ini dapat diketahui dari hasil kultur dan metode
polymerase chain reaction (PCR). Sundqvist menemukan sejumlah bakteri anaerob
seperti Entercoccus Faecalis, Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis dan Fusobacterium nucleatum pada saluran akar yang gagal (Fisher K, Philip C.,2009).
Interaksi dan produksi toksin oleh bakteri akan
menimbulkan inflamasi berlanjut dan menyebabkan keluhan selama perawatan
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) merupakan salah satu hewan laut yang sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional dan makanan yang berkhasiat.
Dalam bidang kedokteran bahan ini telah banyak digunakan dalam mengobati
beberapa penyakit. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mengandung protein,
kolagen, mineral, mukopolisakarida, glucasaninoglycans (GAGs), antiseptik alamiah,
chondroitin, omega-3, 6, dan 9, asam amino.
Penelitian menunjukkan bahwa dari 100 pengisian akar yang gagal disertai
periodontitis apikalis, terdapat bakteri fakultatif sebanyak 69% dan 50% diantaranya
merupakan Enterococci. Walaupun Enterococcus biasanya ditemukan pada saluran akar yang tidak dirawat dalam jumlah sedikit, bakteri ini sering ditemukan pada
saluran akar yang gagal dan dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang persistensi.
Enterococcus faecalis bertanggung jawab terhadap 80-90% infeksi saluran akar oleh Enterococci dan biasanya merupakan satu-satunya spesies Enterococcus yang
diisolasi dari saluran akar yang telah diisi.
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ini juga sudah terkenal sebagai obat anti
kanker selain itu sudah banyak dijual dipasaran Sea Cucumber (Stichopus variegatus) atau yang sering dikenal dengan nama gamat dalam bentuk gel yang berkhasiat
sebagai multivitamin. Sampai saat ini belum didapat tentang khasiat Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dibidang kedokteran gigi, khususnya dipakai sebagai bahan medikamen pada saluran akar. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian
Bahan medikamen yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) dan masih menjadi “gold standard”. Bahan ini digunakan
sebagai medikamen selama kunjungan terapi endodontik dan memiliki sifat
antibakterial yang baik. Sifat antibakteri kalsium hidroksida ini disebabkan oleh
penguraian ion-ion Ca2+ dan OH- (Athanassiadis B, 2007). Mekanisme antimikroba
kalsium hidroksida terjadi dengan pemisahan ion calcium dan hydroxyl ke dalam reaksi enzimatik pada bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta dapat
bertindak sebagai barrier untuk
Secara klinis, kalsium hidroksida merupakan bahan medikamen yang
memiliki kemampuan menginaktifasi endotoksin bakteri serta dapat diterima baik
sebagai bahan medikamen saluran akar. Akan tetapi, penelitian terdahulu menyatakan
bahwa kalsium hidroksida dapat bekerja aktif, terbatas pada beberapa hari. Kalsium
hidroksida telah digunakan sebagai bahan dressing karena memiliki sifat antimikrobial yang sangat baik, mengeliminasi mikroorganisme setelah cleaning dan shaping, menetralkan sisa - sisa toxin ( Ferreira FB, Vale Ms, Granjeirob JM.,2003).
Namun, memiliki aktivitas terbatas pada beberapa mikroorganisme seperti
Enterococcus faecalis dan Candida albicans (Estrela C.,2008).
mencegah masuknya bakteri ke dalam sistem saluran
akar. Ion hydroxide akan mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri anaerob pada periodontitis,seperti Enterococcus faecalis. (Beer R, dkk.,2000 dan Berkitten,
dkk.,2000).
Pengaruh pH pada pertumbuhan, metabolisme dan pembelahan sel ini penting
hidroksida tergantung dari pelepasan ion hidroksil yang menyebabkan peningkatan
pH. Ion hidroksil dari kalsium hidroksida mengembangkan mekanismenya pada
membran sitoplasma, yang memegang peranan penting pada pertahanan sel seperti
permeabilitas dan transpot elektron serta oksidasi fosforilasi pada spesies anaerob.
Selain itu metabolisme seluler sangat bergantung pada aktivasi enzim. Enzim
memiliki aktivitas dan stabilitas yang optimal pada rentang pH tertentu yang
mengarah pada suasana netral. Suasana yang sangat basa yang disebabkan oleh
kalsium hidroksida merusak ikatan ion yang menyebabkan kerusakan protein
(denaturasi protein) pada bakteri. Kerusakan yang disebabkan oleh kalsium
hidroksida bukan hanya tingkat sel, namun juga berdampak pada DNA bakteri. Ion
hidroksil bereaksi dengan DNA bakteri dan memutuskan rantai DNA tersebut,
sehingga replikasi DNA terhambat dan terjadi kerusakan aktivitas seluler. Pengaruh
pH kalsium hidroksida dilihat dari sebagian besar endodontik patogen tidak dapat
bertahan hidup pada suasana basa kuat yang disediakan kalsium hidroksida.Secara
umum, jamur menunjukkan rentang pH untuk pertumbuhannya sekitar 5-9.
Menurut Fava dan Saunders., 2000, pelarut memegang peranan yang penting
terhadap aksi biologi kalsium hidroksida yang ditentukan dari kecepatan disosiasi ion
OH
Candida
albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhan akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5 (Chaffin WL dkk.,1998).
dan Ca2+. Jenis pelarut yang digunakan antara lain: aquaeous (air, salin, larutan
Pelarut aquaeous cepat berdisosiasi sehingga meningkatkan kelarutan ketika berkontak dengan cairan dan lebih mudah di resorbsi makrofag. Pelarut viscous
memiliki kemampuan disosiasi ion yang lebih lambat daripada pelarut aquaeous, oleh karena itu dapat bertahan dalam saluran akar untuk periode yang lama. Sedangkan,
larutan oily kemampuan disosiasi ion dan daya larutnya sangat rendah (Cwikla S
dkk.,2000).
Penelitian Leswari.,2007 sebelumnya melaporkan bahwa dentin dapat
meng-inaktifkan aktifitas antibakteri kalsium hidroksida dan menunjukkan jumlah saluran
akar yang positif mengandung bakteri meningkat setelah perawatan saluran akar
dengan kalsium hidroksida (Cogulu D, Atac U.,2007). Oleh karena itu, sangat
diharapkan berkembangnya aplikasi bahan medikamen saluran akar yang berasal dari
alam dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan
antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.
Kecenderungan masyarakat kembali memakai bahan alami dikenal sebagai
New Green Wave, dimana gerakan ini berupaya menggunakan kembali obat-obatan
tradisional yang berasal dari bahan alami yang didapat dari alam (biofarmaka).
Sumber bahan baku obat (medicine) hingga saat ini sebagian besar masih berasal dari
alam, baik nabati maupun asal hewan (Agustina N, 2011). Salah satunya adalah Sea Cucumber (Stichopus variegatus). Sea Cucumber (Stichopus variegatus) adalah invertebrata , biasa ditemukan dilaut . Sea Cucumber (Stichopus variegatus), secara
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) memiliki nutrisi berharga seperti vitamin A, vitamin B1 (tiamin), Vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), dan
mineral, terutama kalsium, magnesium, zat besi dan seng. Sejumlah aktivitas biologis
dan farmakologis dari jenis Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang lain terdiri dari anti angigenetik, anti kanker, anti koagulan, anti hipertensi, anti inflamasi, anti
oksidan, anti mikroba, anti trombotik, anti tumor dan penyembuhan luka. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) ini juga memiliki sifat terapeutik dan manfaat
yang dapat dihubungkan dengan keberadaan berbagai bioaktif terutama glikosida
triterpen (saponin), chondroitin sulfat, glikosa minoglikan (GAG), polisakarida sulfat, sterol (glikosida dan sulfat), fenolat, cerberosides, lektin, peptida, glikoprotein,
glycosphingolipis dan asam lemak essensial.
Dari uraian di atas, terlihat adanya aktivitas Sea Cucumber (Stichopus variegatus) sebagai antimikroba dan kandungan bioaktif yang diharapkan Sea
Cucumber (Stichopus variegatus) dapat dijadikan bahan antibakteri dalam saluran akar sampai saat ini. Belum ada penelitian efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) terhadap Enterococcus faecalis pada bidang kedokteran gigi sebagai bakteri yang sulit dieleminasi dari saluran akar dan resisten terhadap antimikrobial
yang umum digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian efek antibakteri
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah Sea Cucumber (Stichopus variegatus) memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis?
2. Pada konsentrasi berapa (optimun) Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) yang dapat mengeliminasi Enterococcus faecalis?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui efek antibakteri Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) terhadap Enterococcus faecalis jika dipakai sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan dalam Infeksi Saluran Akar
Penyebab utama infeksi pasca perawatan adalah mikroorganisme yang
persisten pada apikal saluran akar gigi yang telah dirawat. Beberapa spesies
mikroorganisme yang ditemukan pada infeksi pasca perawatan mampu bertahan pada
lingkungan yang tidak mendukung dan keterbatasan nutrisi. Penelitian menunjukkan
bahwa mikroflora dengan prevalensi tinggi pada infeksi persisten adalah Enterococci
dan Streptococci, kemudian Lactobacilli, Actinomyces sp., Peptostreptococci, dan Candida (Luis, Marie, dkk, 2004). Enterococci telah dikenal sebagai bakteri yang
berpotensi patogen terhadap manusia sejak lama dan terlibat dalam infeksi saluran
akar. Enterococci memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan atau tanpa oksigen dan bertahan pada lingkungan dengan pH alkalin yang ekstrim (Athanassiadis,2007).
Enterococcus faecalis merupakan salah satu dari 23 spesies Enterococci yang telah diketahui (Suchitra,Kundabala, 2002). Enterococcus faecalis tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, gram positif kokus, berbentuk ovoid dengan diameter 0,5 –
1 µm, biasanya tunggal, berpasangan atau berbentuk rantai pendek (Gambar 2.1)
Gambar 2.1. Gambaran koloni E. faecalis di bawah scanning electron microscope(Martinez.,2011).
Ada tiga komponen utama yang menyusun dinding sel Enterococcus faecalis :
peptidoglikan, teichoic acid, dan polysaccharide. Dinding sel tersusun atas 40% peptidoglikan, sementara sisanya terdiri dari polysaccharide dan teichoic acid. Peptidoglikan berfungsi untuk menahan pecahnya sel yang disebabkan oleh tekanan
osmotik sitoplasmik yang tinggi (Seluck, Ahmet.,2009).
Enterococcus faecalis ditemukan sebanyak 4%−40% pada infeksi
endodontikk primer dan bertambah banyak pada lesi periradikular persisten dengan
prevalensi 24%-77%. Faktor-faktor yang menyebabkan Enterococcus faecalis mampu bertahan pada saluran akar, antara lain (Athanassiadis.,2007) : bertahan
terhadap ketidaktersediaan nutrisi, berikatan dengan dentin, menginvasi tubulus
dentin, mengubah respon host, menekan kerja limfosit, bersaing dengan bakteri lain,
Kalsium hidroksida tidak efektif dalam membunuh Enterococcus faecalis disebabkan oleh faktor berikut (Evan dkk.,2002) :
a). Enterococcus faecalis mampu mempertahankan keseimbangan pH, yang merupakan akibat dari penetrasi ion membran sel dan juga kapasitas bufer sitoplasma
bakteri.
b). Enterococcus faecalis memiliki proton pump yang juga mempertahankan keseimbangan pH. Mekanisme ini dilakukan melalui “pumping” proton ke dalam sel
sampai diperoleh pH internal yang lebih rendah.
c). Adanya kapasitas buffer dentin menyebabkan pH 11,5 tidak dapat
dipertahankan di dalam tubulus dentin, sehingga Enterococcus faecalis tetap hidup
dalam tubulus dentin. Selain itu, berbagai komponen dentin seperti matriks dentin,
kolagen tipe I, hidroksiapatit, dan serum bisa mengurangi efek antibakteri kalsium
hidroksida.
Javidi dkk.,2011 menemukan bahwa kalsium hidroksida tidak mampu
mengeliminasi seluruh bakteri Enterococcus faecalis dari saluran akar, baik setelah 1
hari maupun 7 (tujuh) hari pemberian kalsium hidroksida (Ferreira dkk.,2003). Selain
itu, Enterococcus faecalis juga mempunyai faktor-faktor virulensi yang berperan
pada infeksi saluran akar, yaitu aggregation substance (AS), surface adhesions, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extracellular superoxide, gelatinase, hyaluronidase, cytolysin, dan AS-48. Bakteri ini menghasilkan perubahan patogen
baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung dengan cara
Patogenisitas Enterococcus faecalis pada infeksi endodontikk ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Sebuah model penyakit endodontikk terkait dengan faktor-faktor virulensi Enterococcusfaecalis (Kayaoglu,Oistavik.,2004).
AS (agregation substance) membantu untuk berikatan dengan protein extracellular matrix (ECM), termasuk kolagen tipe I yang merupakan komponen organik utama dentin. Ikatan dengan kolagen ini kemungkinan akan menyebabkan
infeksi endodontikk. AS bersama dengan BS (binding substance) menginduksi proliferasi sel-T, diikuti dengan pelepasan tumor necrosis factor beta (TNF-β) dan
gamma interferon (IFN-γ), kemudian mengaktifkan makrofag melepaskan tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Sitokin TNF-α dan TNF-β terlibat dalam resorpsi tulang, sementara IFN-γ dianggap sebagai faktor dalam pertahanan host terhadap
infeksi, tapi pada saat bersamaan juga sebagai mediator inflamasi. IFN-γ
menstimulasi produksi agen sitotoksik nitric oxide (NO) oleh makrofag dan neutrofil
Sex pheromones bersifat kemotaktik terhadap manusia serta menginduksi produksi superoxide dan sekresi lysosomal enzymes. Enzim ini mengaktifasi sistem
komplemen, yang memperbesar resorpsi tulang pada jaringan periapikal baik berupa
kerusakan tulang maupun dengan menghambat pembentukan tulang baru. LTA
(lipoteichoic acid) mampu menstimulasi leukosit untuk melepaskan beberapa
mediator yang berperan dalam respon inflamasi, seperti TNF-α, interleukin 1 beta
(IL-1β), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), prostaglandin (PGE2), lysosomal
enzymes dan superoxide anion. Mediator-mediator tersebut berperan dalam
kerusakan jaringan.
Superoxide anion yang terdapat pada extracellular superoxide merupakan
radikal oksigen yang sangat reaktif terlibat dalam kerusakan sel dan jaringan pada
proses inflamasi. Superoxide anion juga dihasilkan oleh osteoklas dan berperan
dalam resorpsi tulang. Gelatinase berkontribusi terhadap resorpsi tulang dan
degradasi dentin matriks organik. Hal ini berperan penting terhadap timbulnya
inflamasi periapikal.
Hyaluronidase merupakan suatu enzim terdegradasi yang dihubungkan
dengan kerusakan jaringan. Peranan lain hyaluronidase ialah menyuplai nutrisi untuk
bakteri, karena produk degradasi dari substrat target merupakan disakarida yang
diangkut dan dimetabolisme pada intraselular bakteri. Hyaluronidase dianggap
memudahkan penyebaran bakteri serta toksinnya melalui jaringan host. Cytolysin
menyebabkan kerusakan jaringan, sementara AS-48 menghambat pertumbuhan
2.2 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2
Tindakan medikasi intrakanal merupakan tahap perawatan endodontik yang
penting sebab jika diabaikan dapat menyebabkan kegagalan perawatan
(Athanassiadis.,2007). Kecenderungan yang sering terjadi adalah terkontaminasinya
dinding saluran akar terhadap mikroorganisme yang ada. Baker dkk menemukan
±70% jaringan pulpa dan sisa–sisa dentin atau debris yang tertinggal pada saluran
akar (Ercan dkk.,2006). Dinding saluran yang tidak bersih dapat menjadi tempat
pertumbuhan bakteri, mengurangi perlekatan bahan pengisi saluran akar dan
meningkatkan celah apikal. Adanya bakteri tidak hanya menyebabkan lesi periapikal,
tetapi juga dapat mengganggu mekanisme pertahanan lesi tersebut (Estrela.,2008). ) Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar
Keberhasilan perawatan endodontik secara langsung dipengaruhi oleh
kemampuan untuk mengeliminasi miroorganisme yang terdapat pada saluran akar
yang terinfeksi (Cwikla dkk.,2000). Preparasi biomekanikal dan irigasi saluran akar
sangat penting untuk mengurangi jumlah bakteri selama perawatan endodontik. Hal
ini juga perlu ditunjang dengan pemberian bahan medikamen karena akan sangat
membantu untuk mengeliminasi bakteri yang masih tertinggal setelah dilakukan
preparasi atau setidaknya menghambat infeksi berulang pada saluran akar diantara
kunjungan (Cogulu, Utac.,2007).
Medikamen saluran akar digunakan dengan tujuan 1. mengeliminasi bakteri
yang tidak dapat dihancurkan dengan proses chemo-mechanical seperti instrumentasi
eksudat apikal, 4. mencegah atau menghentikan resorpsi akar, 5. mencegah infeksi
ulang ketika restorasi sementara rusak. Medikamen saluran akar yang digunakan
antar kunjungan menunjukkan efek yang menguntungkan dalam merawat infeksi
endodontik serta lebih dibutuhkan pada kasus-kasus dengan resistensi bakteri
(Sidharta.,2000).
Bahan medikamen saluran akar yang paling umum digunakan saat ini ialah
kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Bahan ini digunakan sebagai medikamen saluran akar
selama kunjungan terapi endodontik dan memiliki sifat antibakterial yang baik. Sifat
antibakteri kalsium hidroksida ini disebabkan oleh penguraian ion-ion Ca2+ dan OH
-Secara klinis, kalsium hidroksida merupakan bahan medikamen memiliki
kemampuan menginaktifasi endotoksin bakteri serta dapat diterima baik sebagai
bahan medikamen saluran akar. Akan tetapi, penelitian menyatakan bahwa kalsium
hidroksida dapat bekerja aktif terbatas pada beberapa hari. Hal ini mungkin
dikarenakan saluran akar yang merupakan jaringan kompleks bahan organik dan (Ferreira dkk.,2003). Mekanisme antimikroba kalsium hidroksida terjadi dengan
pemisahan ion calcium dan hydroxyl ke dalam reaksi enzimatik pada bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta bertindak sebagai barrier dalam mencegah
masuknya bakteri dalam sistem saluran akar. Ion hydroxide akan mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri anaerob pada periodontitis, seperti Enterococcus faecalis. Difusi ion hydroxl (OH) menyebabkan lingkungan alkaline sehingga tidak kondutif
bagi pertahanan bakteri dalam saluran akar, serta mengadakan difusi ke dalam
organik. Kalsium hidroksida juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
kekuatan kompresif yang rendah sehingga dapat berpengaruh pada kestabilan kalsium
hidroksida terhadap cairan di dalam saluran akar yang akhirnya dapat melarutkan
bahan medikamen saluran akar (Cogulu, Atac.,2007).
Penelitian terdahulu melaporkan bahwa dentin dapat meng-inaktifkan aktifitas
antibakteri kalsium hidroksida dan menunjukkan jumlah saluran akar yang positif
mengandung bakteri meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium
hidroksida (Athanassiadis.,2007). Oleh karena itu, sangat diharapkan berkembangnya
aplikasi bahan medikamen saluran akar yang berasal dari alam dan lebih kompatibel
terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan antibakteri yang sama dengan
bahan non-biologi.
2.2.1 Mekanisme Kerja Kalsium Hidroksida
Mekanisme kerja kalsium hidroksida sebagai antimikroba terjadi karena
pelepasan ion OH
-Mekanisme lain yang menjelaskan efektivitas antimikroba adalah kemampuan
kalsium hidroksida untuk mengabsorpsi karbon dioksida di dalam saluran akar yang akan menginaktifasi enzim membran sitoplasma mikroba dan
merubah secara kimia komponen organik dan transfor nutrisi yang berakibat toksik
pada mikroba. Terjadinya inaktifasi enzim mikroba sitoplasma akan mempengaruhi
proses pertumbuhan, pembelahan sel serta aktivitas metabolik. Perubahan secara
kimia terhadap membran sitoplasma bakteri dapat dihubungkan dengan rusaknya
asam lemak tak jenuh dan fosfolipid yang mengganggu proses peroksidasi lemak dan
penting bagi mikroba saluran akar seperti Capnocytophaga, Eikenella, dan Actinomyces. Bila kalsium hidroksida mengabsorbsi karbon dioksida maka mikroba
yang tergantung pada karbon dioksida tidak akan bertahan (Suchitra dkk.,2002 dan
Sidharta.,2000).
Kalsium hidroksida juga berperan dalam merangsang pembentukan jaringan
keras. Ion Ca2+ dalam kosentrasi tinggi akan meningkatkan peran enzim
pyrophospatase, mengaktifkan adenosin trifosfatase sehingga mendorong terjadinya
pertahanan melalui mineralisasi dentin (Rosa dkk.,2002).
Lipopolisakarida yang dilepaskan dari dinding sel setelah mikroba
dihancurkan dianggap sebagai etiologi dari resorpsi periapikal. Sedangkan penelitian
Safavi dan Nicholas menyatakan bahwa kalsium hidroksida menyebabkan kerusakan
lipopolisakarida.
Kalsium hidroksida juga
dapat menghalangi reaksi asam yang dihasilkan oleh proses inflamasi. pHnya yang
bersifat akali akan menetralisir asam laktat yang disekresi oleh osteoklas, dan
keadaan ini akan membantu mencegah kerusakan jaringan keras (Sidharta.,2000).
Kalsium hidroksida juga dapat dipakai untuk mengontrol eksudat
pada gigi dengan kelainan periapeks yang persisten. Menurut Heithersay kosentrasi
ion Ca yang tinggi menyebabkan terjadinya kontraksi perkapiler, sehingga aliran
darah ke kapiler berkurang. Akibatnya akan berpengaruh terhadap pengurangan
jumlah cairan plasma yang keluar ke jaringan sebagai akibat reaksi inflamasi. Dengan
berkurangnya cairan plasma yang keluar ke jaringan sehingga kondisi ini
2.2.2 Resistensi Enterococcus faecalis terhadap Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida dianggap sebagai obat saluran akar pilihan. Namun,
mikroba tertentu seperti Enterococcus faecalis nampaknya resisten terhadap kalsium hidroksida. Keadaan ini penting secara klinis, karena pada setiap kegagalan
perawatan saluran akar selalu ada kaitannya dengan Enterococcus faecalis.Struktur
biofilm dapat memberikan pertahanan yang efektif bagi mikroba, baik pertahanan
terhadap host maupun obat saluran akar. Biofilm dapat beradaptasi terhadap
lingkungan yang buruk dan dapat melakukan metabolisme secara aktif walaupun
dalam kondisi kekurangan nutrisi. Menurut Athanassiadis dkk. terapi antimikroba
dapat mengeliminasi mikroba bebas, tetapi tidak menghilangkan sel-sel yang terikat
pada biofilm sehingga dapat terjadi infeksi ulangan (Athanassiadis.,2007).
Pada penelitian Evan dkk. menemukan bahwa Enterococcus faecalis resisten
terhadap kalsium hidroksida pada pH <11,1. Dalam lingkungan alkali sel mikroba
akan menjaga homeostatis melalui pH internal yang berfungsi untuk menjaga agar
enzim dan protein berfuns normal. Prinsip homeostatis terdiri dari dua komponen,
yaitu fungsi pasif dan aktif. Fungsi pasif terdiri dari permeabilitas membran yang
rendah dan kemampuan buffer sitoplasma. Sedangkan mekanisme aktif melalui
kontrol transport kation (kalium, natrium, dan proton) melalui membran sel. Pada
lingkungan asam sistem antiport kation akan meningkatkan pH internal dengan keluarnya proton melalui membran sel. Pada keadaan basa kation/ proton akan
dipompa ke dalam sel agar pH internal lebih rendah. Evan menemukan bahwa fungsi
cyanide mchlorophenilhydrazon (CCPP) Enterococcus faecalis menunjukkan 20-70 kali berkurang ketahanannya. Keadaan ini menunjukkan bahwa fungsi pompa proton
sangat penting untuk bertahannya Enterococcus faecalis dari lingkungan alkalin yang tinggi.Pompa proton pada Enterococcus faecalis berfungsi sampai pada pH 11,5 atau lebih (Ercan.,2006 dan Estrela.,2008).
2.3 Sea Cucumber (Stichopus variegatus)
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) merupakan salah satu anggota hewan
berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis Sea Cucumber
(Stichopus variegatus) yang tidak berduri (Martoyo dkk.,2006). Selain Sea Cucumber (Stichopus variegatus), bintang laut yang termasuk dalam filum Echinodermata yaitu
bintang laut (Asteriodea) dan bulu babi (Echinoidea). Diantara empat famili Sea Cucumber (Stichopus variegatus), hanya famili Holothuriidae yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis (Martoyo dkk.,2006). Tubuh Sea Cucumber (Stichopus
variegatus) lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun. Oleh karena itu, hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakan Sea Cucumber (Stichopus variegatus) sangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya
berada di dasar laut.
Warna tubuh Sea Cucumber (Stichopus variegatus) bermacam-macam, mulai
dari hitam, abu-abu, kecokelat-cokelatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan,
penting. Jenis Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang dapat dimakan dan mempunyai nilai ekonomis penting terbatas pada famili Holothuriidae pada genus
Holothuria, Muelleria, dan Stichopus (Martoyo dkk.,2006).
Gambar 2.3. Sea Cucumber famili Holothuriidae (Stichopus variegatus) (Martoyo dkk.,2006)
Secara garis besar klasifikasi dari beberapa jenis Stichopus variegatus bernilai ekonomi tersebut adalah sebagai berikut:
Filum : Echinodermata
Sub-filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub-kelas : Aspidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Marga : 1. Holothuria
Dari beberapa jenis Sea Cucumber (Stichopus variegatus), hanya tiga genus yang ditemukan di perairan pantai Indonesia. Ketiga genus tersebut adalah
Holothuria, Mulleria, Stichopus. Dari ketiga genus tersebut ditemukan sebanyak 23
spesies. Di pasaran internasional, semua jenis Stichopus variegatus tersebut dikenal dengan nama teat fish. Nama-nama Sea Cucumber (Stichopus variegatus) di tiap-tiap
Negara juga berbeda-beda, di Indonesia nama lokalnya Stichopus variegatus (timun laut), Malaysia namanya trepang, gamat, Hongkong namanya haysom, timun laut,
Thailand namanya paling khao, India namanya attai, dan Jerman namanya seegueke (trepang) (Martoyo dkk.,2006).
2.3.1 Kandungan Tubuh Sea Cucumber (Stichopus variegatus)
Ekstrak murni Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mempunyai
kecenderungan menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimicyn
dengan kadar 6,25 – 25 mikrogram/milliliter. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) mempunyai nilai ekonomi penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang
tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%,
kadar abu 8,6%, dan kadar karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk.,2006). Studi di China
mengungkapkan bahwa gamat (Sea Cucumber (Stichopus variegatus), juga mengandung saponin glikosida. Komponen ini mempunyai suatu struktur yang serupa
dengan komponen ginseng yang aktif, ganoderma, dan tumbuh-tumbuhan bumbu
tonik yang terkenal. Studi China ini menunjukkan adanya anti kanker pada saponin
bahwa gamat dapat digunakan sebagai suatu tonik dan suplemen gizi
(Anonim.,2008). Penelitian yang modern ini telah membuktikan bahwa Sea Cucumber (Stichopus variegatus) bermanfaat untuk penyakit musculoskeletal
inflamatory, khususnya arthritis rematik, osteoarthritis dan penyakit rematik yang
mempengaruhi tulang belakang. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) juga
mempunyai kemampuan dalam regenerasi sel yang merupakan alasan utama dipakai
menyembuhkan berbagai penyakit (Trubus.,2006).
2.3.2 Habitat dan Penyebaran
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dapat ditemukan hampir di seluruh
perairan pantai, mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang
lebih dalam. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) lebih menyukai perairan yang
jernih dan airnya relative tenang. Umumnya, masing-masing jenis memiliki habitat
yang spesifik. Misalnya, Stichopus variegatus putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir yang bercampur Lumpur pada ke dalaman 1–40 meter.
Di habitatnya, terdapat jenis Stichopus variegatus yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri). Sumber utama makanan Sea Cucumber
(Stichopus variegatus) di alam yaitu kandungan zat organik dalam Lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik), dan plankton. Jenis makana lain adalah
organisme-organisme kecil, protozoa, algafilamen, rumput laut, dan potongan-potongan kecil
Beberapa daerah penyebaran antara lain meliputi perairan pantai Madura,
Jawa Timur, Bali, Sumba, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya,
Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Timor dan Kepulauan Seribu (Martoyo
dkk.,2006).
2.3.3 Uraian Kimia Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu
skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987).
a. Triterpen
Menurut jumlah cincin yang terdapat dalam struktur molekulnya digolongkan atas:
1. Triterpen asiklik
2. Triterpen trisiklik
3. Triterpen tetrasiklik
4. Triterpen pentasiklik
b. Steroid
Steroid adalah triterpen yang terbuka dasarnya cincin siklopentana
perhidrofenantren (Harbone.,1987). Inti steroid dasar sama dengan inti lanosterol dan
triterpenoid tetrasiklik lain, tetapi hanya pada dua gugus metal yang terikat pada
alkohol. Sterol biasanya mempunyai gugus hidroksil pada atom C-3 dan suatu ikatan
rangkap pada posisi 5 dan 6 (Manitto.,1981).
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem siklopentana
perhidrofenantren. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai
hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain) (Harborne.,1987). Kerangka dasar dan
sistem penomoran steroida (Robinson.,1995) dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.4. Kerangka dasar steroida dan sistem penomorannya
Dari pandangan kimiawan organik, semua molekul steroida adalah turunan
penuh dari fenantren (hidrokarbon aromatik trisiklik). Gambar 2.5 berikut ini
menunjukkan keempat lambang (A, B, C, D) inti steroida (Wilbraham.,1992).
c. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas
menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun). Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan dapat
menyebabakan hemolisis sel darah merah (Robinson.,1991). Saponin steroid tersusun
dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang
biasanya heksosa dan pentosa. Struktur kimia dari aglikon saponin dibagi atas dua
golongan yaitu sapogenin steroid dan sapogenin triterpenoid pentasiklik
(Farnsworth.,1966).
2.4 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma/kisi
difraksi dan detektor vacuum phototube atau tabung foton hampa.
Spektrofotometri juga merupakan teknik pengukuran jumlah zat berdasar pada
spektroskopi. Spektrofotometri lebih spesifik untuk panjang gelombang UV
(Ultra-violet) dekat, visible dan infra merah. Spektrofotometri dimasukan kedalam
electromagnetic Spektroscopy. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan
suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi.
dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk
komponen yang berbeda.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang di transmisikan atau yang di absorpsi. Spektrofotometri ini merupakan
gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber
cahaya berbeda, sumber cahaya UV (190-380 nm) dan sumber cahaya visible
(380-780 nm).
Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak.: Panjang
gelombang warna yang diserap warna komplementer 400-435 nm ungu (lembayung)
hijau kekuningan, 450-480 nm biru kuning, 480-490 nm biru kehijauan orange,
490-500 nm hijau kebiruan merah,490-500-560 nm hijau merah anggur, 560-580 nm hijau
kekuningan ungu (lembayung), 580-595 nm kuning biru, 595-610 nm orange biru
kekuningan,610-750 nm merah hijau kebiruan. Cara kerja spektrofotometer secara
singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko
dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian
pilih fotosel yang cocok 200-650 nm ( 650-1100 nm ) agar daerah λ yang diperlukan
dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buk fotosel dan
lewatkan berkas cahaya pada blanko dan ”nol ” galvanometer didapat dengan
memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian
atur besarnya pada 100 %. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan
2.5 Kerangka Teori
Permeabilitas dinding sel hancur
Kerangka di atas menunjukkan mekanisme Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang akan dikembangkan sebagai bahan medikamen saluran akar.
Enterococcus faecalis adalah salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar, bersifat fermentatif, bentuk tidak berspora, fakultatif anareob. Bentuk
selnya ovoid dengan diameter 0.5–1 µm. Ketika berada di dalam tubulus dentin,
maka bakteri ini sangat sulit untuk dieliminasi dengan medikamen saluran akar.
Bakteri ini adalah tergolong bakteri yang resisten di dalam saluran akar serta dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya tambahan nutrien, serta
kemampuannya untuk tetap berada pada kolagen menjadi penyebab penting dalam
infeksi endodontik.
Bakteri Enterococccus faecalis memiliki daya perlekatan yang tinggi terhadap
permukaan protein. Hal ini diketahui melalui kasus-kasus bakterimia dan isolasi
endokarditis. Bakteri ini mampu mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan
protein serta membentuk biofilm pada dinding-dinding dentin. Hal inilah yang
menyebabkan bakteri dapat tetap bertahan pada saluran akar. Selain itu, bakteri
Enterococcus faecalis juga memproduksi ekstraseluler superoxida sebagai oksigen
radikal yang reaktif dalam menyebabkan inflamasi, resorpsi tulang dan lesi periapikal
juga memproduksi gelatinase, sebagai penyebab kerusakan jaringan serta
mendegradasi matriks organik dentin.
Kalsium hidroksida merupakan antimikroba yang bekerja dengan cara
menginaktivasi enzim membran sitoplasma sehingga akan mengubah secara kimia
Sifat antimikroba kalsium hidroksida karena mampu melepaskan ion hidroksil
yang berperan menciptakan lingkungan alkalin yang tidak sesuai dengan
perkembangan mikroorganisme.
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) memiliki keefektifan dalam menyembuhkan banyak penyakit hal ini disebabkan karena pada Sea Cucumber
terdapat saponin dan protein. Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid
(sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa.
Struktur kimia dari aglikon saponin dibagi atas dua golongan yaitu sapogenin steroid
dan sapogenin triterpenoid pentasiklik (Farnsworth.,1966).
Adanya peningkatan pH ini dapat menyebabkan
kerusakan membran sitoplasma, denaturasi protein, penghambatan replikasi DNA dan
aktivitas seluler dari mikroorganisme.
Bahwa sampai saat ini belum diketahui berapa konsentrasi yang tepat dari Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dalam mekanisme menghambat dan membunuh
2.6 Kerangka konsep
Medikamen Saluran Akar
Perawatan saluran akar
Sea Cucumber
Infeksi saluran akar
Sel Enterococcus faecalis mati Bakteri Enterococcus faecalis
0,1% 0,2% 0,25% 0,3% 0,4% 0,5%
Perawatan endodontik tujuannya adalah mengeliminasi bakteri Enterococcus faecalis saluran akar. Salah satu untuk mengeliminasi bakteri tersebut adalah dengan
pemberian bahan medikamen. Pada penelitian ini dipakai Sea Cucumber (Stichopus variegatus) sebagai bahan medikamen dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4% dan 0,5% dan dalam waktu 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam.
2.7 Hipotesis Penelitian
Dari uraian diatas dapat dibuat hipotesis bahwa :
1. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan konsentrasi 0,1%., 0,2%.,
0,25%., 0,3%., 0,4%., dan 0,5% dapat membunuh bakteri Enterococcus faecalis.
2. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan konsentrasi 0,1%., 0,2%., 0,25%., 0,3%., 0,4%., dan 0,5% pada waktu 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 24
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dirancang untuk melihat efek ekstrak sea cucumber terhadap
Enterococcus faecialis. Pada penelitian ini ditetapkan 1 (satu) kelompok kontrol dan 1(satu) kelompok perlakuan dengan masing-masing konsentrasi dari Sea Cucumber
(Stichopus variegatus). Bakteri yang digunakan, berasal dari sediaan yang didapat dari laboratorium Biologi Oral FKG Universitas Indonesia (UI).
3.1 Desain Penelitian :
Eksperimental Laboratorium Komparatif: Post Test Group Only Desain
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian : 1.Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU 2.Laboratorium Biologi Oral FKG Universitas
Indonesia (UI)
3.2.2 Waktu Penelitian : 6 bulan
3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian
3.3.1 Sampel penelitian : Suspensi Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang telah diisolasi dan dibiakkan dengan media
3.3.2 Besar Sampel :
Penelitian eksperimen dengan rancangan acak kelompok, berdasarkan jumlah
minimal yang ditetapkan rumus Federer (1995) (cit Yuniarti, 2008), secara sederhana dirumuskan:
(t-1) (n-1) ≥ 15. .(4-1) (n-1)≥ 15n ≥ 6,3….
Keterangan : t = banyaknya kelompok perlakuan
n = jumlah replikasi.
Besar sampel yang dipakai pada setiap kelompok perlakuan pada penelitian
ini digenapkan menjadi 7 spesimen per kelompok.
Penelitian ini membagi kelompok perlakuan menjadi dua kelompok:
⇒ Kelompok I : Sea Cucumber (Stichopus variegatus)
dengan berbagai konsentrasi dengan Enterococcus faecialis sebagai kelompok Uji.
⇒ Kelompok II : Enterococcus faecialis dengan pemberian
bahan coba calsium hidroksida sebagai kelompok kontrol positif.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel bebas
3.4.2 Variabel Tergantung
Pertumbuhan bakteri Enterococcus faeacalis pada media MHA → MTT Assay.
3.4.3 Variabel terkendali
Media pertumbuhan (Mueller Hinton Agar) Suhu inkubasi (370
Waktu pembiakan Enterococcus faecalis (24 jam) C)
Sterilisasi alat, bahan coba dan media
Teknik pengisolasian dan pengkulturan
Jumlah bahan coba yang diteteskan ke media
Waktu pengamatan (4 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam)
Keterampilan operator
3.4.4 Variabel tidak terkendali
Cara penyimpanan bahan coba sebelum perlakuan penelitian
Waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba
Kandungan bahan lain yang terdapat dalam Sea Cucumber (Stichopus
3.5Definisi Operasional
Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur, dan alat ukur dari masing-masing
variabel penelitian dapat dijelaskan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. DEFINISI OPERASIONAL, CARA, HASIL, DAN ALAT UKUR DARI VARIABEL BEBAS DAN TERGANTUNG DARI PENELITIAN
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Material
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dengan berbagai konsentrasi
Suspensi Enterococcus faecalis
Media Mueller Hinton Agar (Difco, USA)
3.6.1 Alat
- Candle jar (Sanyo, Japan)
- Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan) - Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan) - Vorteks (Iwaki TM-100, Japan)
- Autoclave (Tomy, Japan)
- Mikropipet dan tips (Gilson, France) - Tabung gas CO2 (Japan)
- Tabung reaksi dan rak - Petri dish
3.6.2 Bahan
Enterococcus faecalis dari sediaan
Ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) Aquadest
3.7 Prosedur Penelitian
3.7.1 Pembuatan ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus)
Sea Cucumber (Stichopus variegatus) sebanyak 2kg dibersihkan dan
dikeringkan selama ± 3 hari. Tujuannya adalah agar kadar air pada Stichopus variegatus dapat hilang dan membantu mendapatkan ekstrak Sea Cucumber
(Stichopus variegatus) yang terbaik. Setelah 3 hari Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang kering direndam di dalam metanol selama ± 3 hari pada suhu 370C.
Setelah 3 hari didapat endapan larutan tersebut. Endapan larutan tersebut kemudian di
Gambar 3.1. Sea Cucumber Gambar 3.2. Ekstrak Sea Cucumber (Stichopus variegatus) (Stichopus variegatus)
Gambar 3.3. Ekstrak Sea Cucumber Gambar 3.4. Alat stal/ rotari (Stichopus variegatus) pasta
3.7.2 Pembuatan media bakteri
Sebelum spesimen dibiakkan, dibuat media Mueller Hinton Agar, sebanyak 12 gram
dilarutkan ke dalam 240 ml aquadest untuk 40 petri (20 ml/Petri), lalu dipanaskan di atas tungku pemanas magnetik sampai mendidih. Kemudian media yang telah masak,
disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit dengan tekanan udara 2 ATM suhu
121°C. Setelah disterilkan, media disimpan dalam lemari pendingin. Jika akan
digunakan kembali, media dipanaskan kembali hingga mendidih lalu dituangkan ke
3.7.3 Pembiakan spesimen
Kegiatan pembiakan spesimen dilakukan dalam suasana anaerob pada
inkubator CO2. Enterococcus faecalis yang digunakan adalah spesimen stem-cell Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang telah dibiakkan secara murni pada media MHA yang telah disiapkan pada prosedur sebelumnya dalam suasana anaerob.
Sebanyak 1-2 ose dari biakkan murni bakteri uji yang telah dikultur dan tumbuh
dengan subur disuspensikan dengan menggunakan larutan NaCl 0,9 % sampai
diperoleh kekeruhan sesuai standard 0,6 Mc Farland atau sebanding dengan jumlah bakteri 1 x 106 CFU/ml. BHI (Brain Heart Infusion) Broth steril diambil di dalam kulkas dan dikeluarkan dan dibiarkan di dalam ruangan. Hidupkan bunsen lalu
panaskan ose agar ose dapat steril, panaskan ose sampai membara agar ose steril.
Setelah itu Enterococcus faecalis diambil dari BHI (Brain Heart Infusion) Broth dan
pada saat dibuka harus didekat dengan bunsen agar bakteri Enterococcus faecalis tidak terkontaminasi. Setelah itu diinkubator dalam suhu 37oC selama 24 jam . Lalu
diukur pada microplate reader dengan panjang gelombang 450 nm didapat hasil
Enterococcus faecalis yang dikultur: 0,532 dan 0,548.
Pada gambar 3.5 didapat nilai normal Enterococcus faecalis dengan panjang gelombang yaitu dalam menentukan standard kekeruhan dari bakteri Enterococcus faecalis yang ingin didapat. Pada nilai normal Enterococccus faecalis pada 1 x 106
Gambar 3.6. BHI (Brain Gambar 3.7. BHI (Brain Heart Infusion) Agar, CFU/ ml adalah 0,550.
Heart Infusion) Broth bunsen, tabung reaksi, kultur Enterococcus faecalis ATCC 29212
Gambar 3.8 Enterococcus faecalis 3.9. Enterococcus faecalis yang yang dikultur: 0,532 dikultur: 0,548
3.7.4 Mensterilkan Bahan Coba Sea Cucumber (Stichopus variegatus)
Sediakan bahan coba yang akan disterilkan. Ditimbang sebanyak 1,04 gram Sea Cucumber (Stichopus variegatus) yang akan diautoclave 1210C selama 2,5 jam. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah bahan coba Sea Cucumber (Stichopus variegatus) tersebut tidak terkontaminasi dengan yang lain.
Gambar 3.10. Pengambilan bahan coba Gambar 3.11. 1,04 gr Bahan coba
3.7.5 Pembuatan BHI (Brain Heart Infusion) Agar dan BHI (Brain Heart Infusion) Broth
3.7.5.1 BHI (Brain Heart Infusion) Agar
Sebanyak 13 gram bubuk BHI (Brain Heart Infusion) Agar ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian dimasukkan kedalam botol elemeyer
dan diambil sebanyak 250ml aquadest. Diaduk sampai merata lalu ditutup dengan
kapas dan aluminium foil. Autoclave pada suhu 121oC selama 2,5 jam.
Gambar 3.13. 13 gram BHI (Brain Heart Gambar 3.14. BHI (Brain Heart Infusion) Agar Infusion) Agar
3.7.5.2 BHI (Brain Heart Infusion) Broth
Sebanyak 3,7 gram bubuk BHI (Brain Heart Infusion) Broth di timbang
dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung
elemeyer dan dicampur dengan 100ml aquadest. Diaduk sampai merata dan ditutup
dengan kapas dan aluminium foil, kemudian disterilkan didalam autoclave pada suhu
121oC selama 2,5 jam.
Gambar 3.16. 3,7 gram BHI (Brain Gambar 3.17. BHI (Brain Heart Infusion) Broth Heart Infusion) Broth
3.7.6 Pembuatan konsentrasi bahan coba Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dan Ca(OH)2
Pembuatan konsentrasi Sea Cucumber (Stichopus variegatus) 0,1%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,4%, 0,5% dan Ca(OH)2 0,5%. Dengan rumus V1.C1 = V2.C2. dimana
V1 adalah jumlah pelarut (ml), C1 adalah konsentrasi dari pelarut (%), V2 adalah
jumlah bahan coba (ml), C2 adalah konsentrasi yang dicari dari bahan coba (%).
Gambar 3.20. Sea Cucumber Gambar 3.21. Sea Cucumber (Stichopus variegatus) (Stichopus variegatus)+ Ca(OH)2
Bahan coba Sea Cucumber (Stichopus variegatus) dilakukan
pengenceran dengan menambahkan BHI (Brain Heart Infusion) Broth dan dicampur dengan menggunakan alat pemanas dan diaduk dengan menggunakan pengaduk.