• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR (Halaman 52-56)

Acara I EFISIENSI KEBUTUHAN AIR PADA BUDIDAYA PADI SRI

E. Pembahasan

1. SRI (System of Rice Intensification)

Akhir-akhir ini muncul trend baru dikalangan petani yaitu bertanam padi dengan sistem SRI (System Of Rice Intensification) yang saat ini digalakkan oleh pemerintah melalui Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Sistim SRI ini sebenarnya menekankan kepada bagaimana mengolah potensi lokal yang ramah lingkungan yang menitik beratkan pada prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomassa kedalam tanah, serta konservasi air. Selain itu juga dicirikan dengan input yang kecil tetapi berdampak menimbulkan output yang besar, hal ini sangat berbeda dengan sistem pertanian konvensional yang sering digunakan petani-petani di Indonesia.

SRI (System Of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman, dan air melalui pemberdayaan petani yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Sistim ini mempunyai ciri yang khas yaitu input yang kecil tetapi mempunyai output yang besar dibandingkan dengan sistem konvensional.

Menurut Uphoff (2006), sekitar 30 tahun revolusi hijau di Asia, keberlanjutan sistem produksi intensif beras dapat dilihat dari perspektif yang berbeda yang mencerminkan kepentingan yang tampaknya bertentangan. Pengalaman bersama SRI mengajarkan kita bahwa petani yang melakukan pengairan terus–menerus pada padinya telah menghabiskan air dalam jumlah banyak. Padahal, nasi dapat dihasilkan lebih banyak dengan air yang sedikit, selama tanah dan nutrisi diatur dengan baik.

2. Kebutuhan air tanaman padi (Oryza sativa)

Dalam pemberian air khususnya untuk budidaya tanaman padi sesuai dengan dominasi peruntukan di jaringan irigasi. Suatu jaringan yang besar dan panjang juga mempunyai perhatian yang cermat. Terlebih jika jaringan irigasi dibuat memanjang sehingga daerah yang paling ujung atau hilir dimungkinkan mendapat air yang lebih sedikit. Disamping itu juga secara kualitas sangat dimungkinkan telah tercemar dengan pestisida atau bahan kimia lain yang berasal dari lahan di atasnya (Notohadiprawiro et al. 1983).

Dalam tahap pemberian air tersebut mempertimbangkan faktor musim dan pola tanam. Pemberian air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah berfungsi untuk mempermudah pengolahan tanah hingga mempunyai ujud lumpur. Ujud lumpur ini digunakan sebagai media tanam dan pertumbuhan yang sesuai dengan tanaman padi. Kebutuhan air juga disesuaikan dengan karakteristik tanah, karena setiap tanah mempunyai sifat dan kemampuan dalam menahan air berbeda (Notohadiprawiro et al. 1983).

Kebutuhan air tanaman (crop water requirement) sering diistilahkan sebagai konsumsi air oleh tanaman (water use) didefinisikan sebagai banyaknya air yang hilang dari areal bervegetasi per satuan waktu yang digunakan untuk proses evapotranspirasi. Kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah. Faktor iklim seperti radiasi surya, suhu, kecepatan angin, dan kelembaban udara mempengaruhi proses evaporasi, sedangkan faktor tanah seperti tekstur, kedalaman air tanah, dan struktur topografi menentukan besarnya infiltrasi, perkolasi, dan limpasan air. Selain itu karakteristik tanaman seperti jenis, pertumbuhan dan fase

perkembangan tanaman juga berpengaruh terhadap jumlah air yang dibutuhkan tanaman (Djufry 2006).

Air yang masuk ke dalam tanah sebagian dimanfaatkan tanaman untuk membentuk bahan organik dalam proses fotosintesis, sebagian diuapkan melalui proses transpirasi. Air yang masuk dalam tanah dapat tertahan dalam tanah sebelum diserap oleh tanaman, atau bergerak ke atas melalui pipa kapiler kemudian menguap. Karena transpirasi adalah proses evaporasi air dari permukaan tumbuhan, maka faktor-faktor iklim yang mempengaruhi evaporasi secara umum juga berpengaruh terhadap transpirasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kedua proses evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari tumbuhan sulit dipisahkan, sehingga keduanya disebut evaporatranspirasi.

Evapotranspirasi akan berlangsung hanya bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata tanaman dan permukaan tanah, lebih dekat pada fase dengan radiasi matahari karena hanya sedikit panas disimpan oleh tanaman dan juga karena stomata menutup pada malam hari. Evaportranspirasi ini biasanya dipengaruhi oleh faktor meteorologi, geografi dan lainnya seperti kandungan lengas tanah, karakteristik kapiler tanah, jeluk muka air tanah dan sebagainya.

Besarnya laju evapotranspirasi berpengaruh terhadap kadar lengas tanah yang digunakan sebagai media tanam. Semakin besar laju evapotranspirasi yang terjadi, maka akan mengakibatkan semakin banyak kandungan lengas

tanah yang hilang karena penguapan, namun semakin kecil laju

evapotranspirasinya, kandungan lengas tanah yang hilang akan

terminimalisir.

Dari hasil pengamatan pada berbagai perlakuan yang dilakukan diperoleh data tinggi tanaman yang cenderung selalu meningkat. Namun, peningkatan ini tidak selamanya konstan pada interval tertentu dan berbeda tiap perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan tiga kali ulangan tiap perlakuan. Pada pengamatan pertama perlakuan A0P1 diperoleh data tanaman padi (Oryza sativa) 69 HST (masa vegetatif akhir) dengan

kebutuhan air rata-rata 223,11 cc dihasilkan tanaman padi dengan tinggi mencapai 63-70 cm dengan jumlah anakan yang dihasilkan 4-7. Pada perlakuan A0P2 rata-rata kebutuhan air untuk satu tanaman padi adalah 249,92 cm dengan pertumbuhan tinggi tanaman padi 60-74 cm dengan jumlah anakan 1-5. Pada pengamatan perlakuan A0P3 kebutuhan air rata-rata tanaman padi sebanyak 272,36 cm dengan perolehan tinggi tanaman 65-87 cm setelah 69 HST dengan jumlah anakan 5-8 cm. Dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan A0P1, A0P2, dan A0P3, perlakuan paling baik terhadap respon tinggi tanaman dan jumlah anakan ditujukan oleh perlakuan A0P3 karena pada perlakuan A0P3 jumlah pupuk kandang yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lain meskipun cara penggenangan airnya sama.

Data pengamatan selanjutnya pada perlakuan A1 dengan penggenangan 5 cm diukur dari permukaan atas tanah. Pada perlakaun pertama A1P1 kebutuhan air rata-rata untuk memenuhi kebutuhan air sedalam 5 cm per harinya mencapai 292,89 cc dan dihasilkan tinggi tanaman 68-70 cm dengan jumlah anakan sebanyak 4-6 anakan padi. Untuk perlakuan A1P2 kebutuhan air rata-rata per-harinya tidak jauh berbeda berkisar sebesar 296,02 cc dan didapatkan tinggi tanaman padi mencapai 64-83 cm dengan jumlah anakan yang bisa mencapai 5-13 anakan padi per tanaman. Selanjutnya perlakuan A1P3 kebutuhan airnya lebih banyak sebesar 348,87 dengan tinggi tanaman dapat mencapai 68-77,5 cm dan dari tiga kali ulangan jumlah anakan paling banyak 3 anakan padi. Pengurangan dan pemenuhan kebutuhan air pada perlakuan ini dilakukan setiap hari untuk menjaga agar genangan padi tanaman padi dapat mencapai 5 cm. Pengurangan volume air yang besarnya tidak selalu sama setiap harinya dikarenakan dipengaruhi oleh transpirasi dari tanaman maupun proses evapotranspirasi, yang dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban lingkungan sekitar.

Selanjutnya pengamatan pada perlakuan A2 (macak-macak), pada perlakuan A2P1 kebutuhan air per-harinya tidak terlalu banyak karena menjaga tanah hanya dalam kondisi macak-macak sebanyak 175,24 cc dan

tinggi tanaman berkisar 61-69,5 cm (69 HST) dan mapu menghasilkan jumlah anakan sebanyak 5. Perlakuan A2P2 kebutuhan air per-harinya 179,07 cc dan menghasilkan tinggi tanaman 63-68 cm dengan hanya 1 jumlah anakan padinya. Pada perlakuan A2P3 pengamatan kebutuhan air tanaman padi tiap harinya rata-rata 216,3 cc serta didapatkan tinggi tanaman 63-73 cm dengan jumlah anakan 1.

Hasil pengamatan pada perlakuan A3 (penggenangan 5 cm di dalam tanah). Pada perlakuan A3P1 kebutuhan airnya rata-rata sebesar 140,18 cc, tinggi tanaman yang dicapai 50-67 cm (69 HST) dengan rata-rata jumlah anakan 1. Pada perlakuan A3P2 rata-rata kebutuhan airnya 152,3 cc dengan tinggi tanaman setelah 69 HST berkisar 64-78 cm dengan 1 jumlah anakan. Pada perlakuan A3P3 kebutuhan air tiap tanaman per-harinya 190,16 cc dengan tinggi tanaman mencapai 53-75 cm dengan jumlah anakan padi 1. Hal ini berarti meskipun cara pengelolaan airnya sama, namun faktor lain seperti pemberian pupuk kandang dapat menghasilkan perolehan tinggi tanaman yang berbeda. Perlakuan dengan aplikasi pupuk kandang yang lebih banyak dapat menghasilkan tanaman yang lebih subur dilihatkan pada pertumbuhan tinggi tanaman.

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR (Halaman 52-56)

Dokumen terkait