• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berada di Provinsi Sumatera Selatan dan dilintasi oleh Sungai Musi. Wilayah geografis Kabupaten Musi Banyuasin terletak pada 103o 00’ - 104o 45’ Bujur Timur dan 1o 18’ - 4o 00’ Lintang Selatan dan memiliki luasan 14.265,96 km2. Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan bulanan antara 87,83-391,6 mm sepanjang tahun 2016. Hari hujan pada tahun 2016 bervariasi antara 9-18 hari/bulan, dengan hari hujan paling banyak pada bulan Januari 2016. Wilayah administrasi Kabupaten Musi Banyuasin terdiri atas 14 kecamatan dan 236 kelurahan. Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dibatasi oleh Kabupaten Musi Rawas di sebelah Barat, Kabupaten Banyuasin di sebelah Timur, Kabupaten Muara Enim di sebelah Selatan, serta Provinsi Jambi di sebelah Utara (BAPPEDA 2010).

Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin pada bagian Timur adalah Kecamatan Sungai Lilin, sebelah Barat Kecamatan Bayung Lencir kemudian di daerah pinggiran aliran Sungai Musi sampai ke Kecamatan Babat Toman, tanahnya terdiri dari rawa-rawa dan payau. Daerah lainnya merupakan dataran tinggi dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 20-140 mdpl. Kabupaten Musi Banyuasin merupakan daerah rawa dan sungai besar serta kecil seperti Sungai Musi, Sungai Lilin, Sungai Banyuasin, dan Sungai Batanghari Leko. Berdasarkan foto satelit, lokasi penelitian berada di daerah dataran yang dekat dengan perkampungan dan dikelilingi oleh hutan serta memiliki karakter lahan berupa rawa dengan topsoil didominasi oleh gambut. Foto satelit lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7 (Google Earth).

Analisis Hidrogeologi

Lokasi penelitian berdasarkan peta hidrogeologi lembar Palembang merupakan daerah nir akuifer atau daerah dengan karakteristik air tanah langka. Litologi batuan umumnya terdiri dari batu lempung dan lanau dengan sisipan batubara (termasuk formasi Muara Enim) dengan kelulusan yang rendah. Selain itu daerah tersebut juga memiliki litologi aluvium endapan sungai dan rawa. Karakteristik litologinya pada umumnya tersusun oleh bahan-bahan lepas berbutir halus sampai kasar (pasir, kerikil, lanau, lempung dan lumpur) dengan kelulusan sedang sampai tinggi.

Dipandang dari sudut pandang hidrogeologi, sebenarnya daerah tersebut kurang potensial untuk dapat dimanfaatkan air tanahnya sebagai air irigasi. Oleh karena itu, diperlukan teknik lanjutan untuk memanfaatkan air tanah untuk keperluan pertanian. Teknik yang dimaksud adalah dengan memanfaatkan segala celah pada litologi yang terdapat airnya dan digabungkan secara masif, sehingga pada sumur air tanah yang dibuat dapat terkumpul air tanah dengan kuantitas yang mencukupi untuk dialirkan di area pertanian. Teknik instalasi sumur air tanah yang dibuat juga harus memperhatikan kondisi keberadaan batu bara yang dapat menutup area aliran air tanah. Oleh karena itu, kehati-hatian dan perencanaan yang detail menjadi kunci keberhasilan eksplorasi air tanah di lokasi penelitian. Titik penelitian berdasarkan peta hidrogeologi dan hasil kajian hidrologi di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8.

Lokasi penelitian secara hidrogeologi dikelilingi oleh daerah yang terdapat akuifer dengan jarak 2,5 km ke arah Utara, 5 km ke arah Timur, 2,75 km ke arah Selatan, dan 3 km ke arah Barat. Akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil dan setempat terdapat di sebelah Utara dengan jarak 2,5 km dari lokasi studi. Di bagian Selatan dan Barat terdapat daerah akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang memiliki karakteristik setempat dan produktivitas sedang. Di bagian Timur, terdapat daerah akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang memiliki sifat produktif sedang dengan penyebaran luas. Akan tetapi lokasi daerah tersebut cukup jauh dari lokasi penelitian, yakni berjarak sekitar 5 km.

Pergerakan Airtanah

Arah pergerakan airtanah di lokasi penelitian mengikuti kontur eksisting tanah setempat. Arah aliran air berdasarkan jejaring aliran airtanah bergerak dari arah Utara menuju arah Selatan. Ilustrasi jejaring aliran pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Jejaring aliran (flownet) di lokasi penelitian

Pergerakan airtanah bisa terjadi karena adanya karakteristik dari tanah itu sendiri yaitu kemiringan (gradien hidrolik). Permukaan airtanah bebas memiliki gradien sehingga memungkinkan air untuk bergerak menuju arah yang memiliki gradien lebih rendah. Pergerakan airtanah dapat diketahui berdasarkan pola garis aliran airtanah yang sering juga disebut dengan jejaring aliran (flownet). Garis aliran adalah suatu garis memanjang dimana butir-butir air akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir melalui media tanah yang tembus air (permeable).

Dengan mengetahui arah pergerakan airtanah, maka dapat diketahui area penampang akuifer dari pergerakan airtanah. Luasan area penampang akuifer ini merupakan salah satu parameter yang dibutuhkan dalam melakukan perhitungan prediksi cadangan airtanah menggunakan persamaan Darcy.

Pergerakan airtanah juga dipengaruhi oleh kondisi batuan yang ada di dalam tanah. Kemampuan setiap jenis batuan untuk meloloskan air berbeda-beda tergantung sifat khas yang dimilikinya. Salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan debit air dengan persamaan Darcy adalah konduktivitas hidrolik. Konduktivitas hidrolik (K) sering disebut juga sebagai permeabilitas atau koefisien permeabilitas. Konduktivitas hidrolik merupakan tingkat dimana airtanah mengalir melalui satuan luas akuifer atau akuitar di bawah gradien unit hidrolik (Dawson and Istok 1991). Porositas yang besar tidak selalu disertai oleh permeabilitas yang baik dalam meloloskan airtanah. Sebagai contoh lapisan lempung yang banyak ditemukan di lokasi penelitian. Porositas lapisan lempung sangat besar, akan tetapi permeabilitasnya sangat kecil karena rongga atau ruangnya yang juga sangat kecil.

Identifikasi Akuifer dan Interpretasi Batuan

Dari hasil interpretasi pendugaan geolistrik pada 7 (tujuh) titik duga dan setelah dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, di daerah penyelidikan pendugaan geolistrik ini memiliki nilai tahanan jenis antara 0,01 – 1.150 Ωm. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut maka secara umum dapat dikelompokan berdasarkan perbedaan harga jenis pada Tabel 3. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan lapisan batuan bawah tanah secara vertikal maka dapat dibuat gambar penampang tegak tahanan jenis masing-masing dari titik duga geolistrik atau sering juga disebut dengan borelog atau diagram pagar. Hasil interpretasi geolistrik pada penampang 1 (satu) tahanan jenis.

Tabel 3 Dugaan tahanan jenis daerah studi

Tahanan Jenis Litologi Sifat Hidrogeologi

15 - 60 Ωm Tanah penutup Permeabitas rendah - sedang 0.01 – 0.97 Ωm Lumpur Permeabitas kecil

29 – 50 Ωm Lempung Pasiran Akuifer permeabilitas kecil hingga sedang

1 - 28 Ωm Lempung Nir akuifer

> 50 Ωm Batuapung/breksi Batuan kering

Penentuan titik-titik pengukuran sebanyak tujuh titik didasarkan pada faktor kebutuhan dan kemudahan dalam proses instalasi sumur bor pasca tahapan penyelidikan. Berdasarkan hasil interpretasi geolistrik secara kuantitatif yang dikorelasikan dengan data geologi dan data hidrogeologi setempat, maka diperoleh beberapa nilai tahanan jenis yang berbeda, yang ditafsirkan sebagai perubahan lapisan batuan.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 1

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 1 ditafsir menjadi 4 (empat) kontras tahanan jenis secara vertikal. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai empat lapisan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 15,48 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.3 m

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis sebesar 1,17 – 4,56 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2 m dengan kedalaman mencapai 19 m. • Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 1,17 – 0,46 Ωm. Lapisan

ini ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan permeabilitas yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2 m dengan kedalaman mencapai 16 m. • Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis 146,82 Ωm yang ditafsir

sebagai batubara dengan ketebalan mencapai 12 m. Kedalaman lapisan diperkirakan lebih dari 20 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 2

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 2 terdiri dari 5 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 15 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 3,26 Ωm. Lapisan tanah ini ditafsir sebagaii lempung dengan permeabilitas rendah setebal 4 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis 0,03 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan ketebalan mencapai 14 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis sebesar 3,77 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang sangat rendah (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 11 m.

• Kontras tahanan jenis kelima bertahanan jenis 0,03 Ωm yang ditafsir sebagai lumpur dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 17 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 3

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 3 terdiri dari 3 kontras tahanan jenis secara vertikal. Ketiga kontras tahanan tersebut sebagai tiga lapisan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 17,08 Ωm. Akan tetapi terdapat urugan tanah yang berupa batu bara, sehingga dalam geolistrik terbaca tahanan jenisnya sebesar 1181 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0,9 m

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 7,16 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung dengan ketebalan mencapai 16 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 0,07 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lumpur. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 10 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 4

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 4 terdiri dari 4 kontras tahanan jenis secara vertikal. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai empat lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 9,07 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2,2 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 0,17 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan ketebalan mencapai 1 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 97,52 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan yang mengandung batuan breksit. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2,5 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis 29,84 Ωm yang ditafsir sebagai lempung pasiran (diduga akuifer bebas) dengan ketebalan lebih dari 3 m. Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 5

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 5 terdiri dari 3 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 3 (tiga) jenis lapisan. Ketiga kontras tahanan tersebut sebagai tiga lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 5,74 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1,5 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 336,54 Ωm, ditafsir sebagai lapisan batuan breksit dengan ketebalan mencapai 8 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 4,85 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung yang diduga lapisan nir akuifer. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 6 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 6

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 6 terdiri dari 6 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai enam lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 15,92 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0,85 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 0,60 Ωm. Lapisan tanah ini ditafsir sebagai lumpur dengan permeabilitas rendah setebal 1 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis 6,97 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung dengan ketebalan mencapai 2,5 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis sebesar 0,01 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan etebalan mencapai 0,2 m.

• Kontras tahanan jenis kelima bertahanan jenis sebesar 1150 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan batu bara dengan permeabilitas yang sangat rendah (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 6 m.

• Kontras tahanan jenis keenam bertahanan jenis sebesar 2,99 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 4 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 7

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 7 terdiri dari 5 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 14,12 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1,7 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 0,94 Ωm. Lapisan tanah ini ditafsir sebagai lumpur dengan permeabilitas rendah setebal 27 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis 29,43 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran dengan ketebalan mencapai 14 m (diduga sebagai akuifer semi tertekan).

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis sebesar 19,36 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang sangat rendah (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 19 m.

• Kontras tahanan jenis kelima bertahanan jenis 222,62 Ωm yang ditafsir sebagai batubara dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 26 m .

Karakteristik dan Sebaran Akuifer

Interpretasi data hasil pengukuran dilakukan untuk mengetahui penampang lapisan tanah secara vertikal. Penampang vertikal lapisan tanah yang diperoleh sering disebut sebagai diagram pagar atau borelog. Borelog dimanfaatkan untuk menghitung berapa besar ketebalan akuifer dan kedalaman lapisan akuifer di lokasi penelitian. Hasil interpretasi batuan didapatkan dari rentang nilai tahanan jenis batuan yang dikorelasikan dengan peta hidrogeologi lokasi penelitian. Tahanan jenis batuan dapat dikelompokkan ke dalam tahanan jenis dengan rentang nilai yang sama menjadi lapisan batuan yang sama. Sebaran batuan penyusun akuifer di wilayah studi terdiri dari beberapa jenis antara lain lempung pasiran, pasir lempungan, pasir dan breksi pasir. Lempung pasiran dan pasir lempungan adalah

batuan penyusun akuifer yang lebih dominan. Sebaran akuifer disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Borelog batuan berdasarkan tahanan GL1 – GL7

Kedalaman akuifer bebas diperkirakan pada kedalaman 5–10 m di bawah muka tanah (bmt) setempat. Hal tersebut terdapat pada GL 4. Lapisan akuifer semi tertekan diperkirakan berada pada 31-48 m bmt setempat dengan batuan penyusun akuifer adalah lempung pasiran dan umumnya memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang rendah. Besar konduktivitas hidrolik diperkirakan 2.5-12 m/hari. Adapun akuifer semi tertekan berada pada GL 7.

Selain pada GL-4 dan GL-7, tidak terdapat litologi yang mengandung pasir dan pada titik tersebut diduga tidak terdapat akuifer. Akan tetapi meskipun di GL-4 dan GL-7 terdapat peluang akuifer, ternyata permeabilitasnya sangat rendah sehingga tetap memerlukan teknik tambahan yang tepat untuk dapat memanfaatkan air tanah yang ada untuk air irigasi. Debit pengambilan harus didasarkan pada debit rekomendasi yang diperoleh dari debit akuifer di lokasi pengukuran.

Variasi litologi di lokasi pengukuran sangat beragam jenisnya serta didominasi oleh lempung dan lumpur dengan nilai permeabilitas yang sangat rendah. Nilai konduktivitas hidrolik lempung sebesar 0,08 m/hari dan lumpur sebesar 0,0002 m/hari. Hal ini menandakan bahwa diperlukan ketelitian yang tinggi dalam mendesain konstruksi sumur airtanah yang akan digunakan sebagai pemasok utama air irigasi bagi area pertanian di sekitar lokasi penelitian tersebut. Dengan adanya tingkat ketelitian yang tinggi dalam perencanaan tersebut diharapkan akan memperkecil kemungkinan kerugian yang akan dialami oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin maupun pihak-pihak terkait.

Potensi Airtanah

Pendugaan lapisan akuifer dilakukan pada batuan yang mengandung pasir atau batuan yang paling dominan dan mampu meloloskan airtanah. Gambar 11 menunjukkan penampang tiga dimensi kontur tanah beserta masing-masing parameter perhitungan Darcy untuk perhitungan prediksi debit pada akuifer semi tertekan.

Gambar 11 Penampang akuifer dalam

Pada Gambar 11 terlihat ketebalan akuifer semi tertekan sebesar 10 m dan panjang penampang akuifer 352,15 m. Panjang lintasan airtanah sebesar 376,08 m dan membentang dari arah Utara ke Selatan. Perhitungan cadangan airtanah dihitung berdasarkan nilai-nilai parameter yang digunakan dalam persaman Darcy. Dari parameter perhitungan yang diperoleh dari hasil pengukuran lapang dan dari data penunjang maka didapatkan data yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai parameter persamaan Darcy

Variabel Nilai Satuan

Konduktivitas hidrolik 2,98 m/hari

Ketebalan akuifer bebas 3 m

Ketebalan lapisan 10 m

Panjang penampang akuifer 352,15 m

Beda kedalaman muka airtanah 14 m

Dari pola laju aliran airtanah tanah dapat diketahui panjang lintasan airtanah dan panjang penampang akuifer dengan menggunakan peta. Ketebalan lapisan akuifer didapatkan dari hasil rata-rata kandungan lapisan akuifer di lokasi penelitian, sehingga diasumsikan mampu mewakili ketebalan akuifer yang ada. Nilai konduktivitas hidrolik diperoleh dari hasil rata-rata lapisan batuan yang dapat meloloskan air di daerah penyelidikan. Luas penampang akuifer dalam didapatkan sebesar 112.438 m2. Luas penampang akuifer didapatkan dari hasil kali dari ketebalan lapisan akuifer dan panjang penampang akuifer. Hasil perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah

Jenis Akuifer Prediksi Potensi Cadangan Airtanah (m3/hari)

Tidak tertekan / bebas 41,94 m3/hari

Semi tertekan 391,48 m3/hari

Dari perhitungan, diperoleh cadangan air pada akuifer bebas/ dangkal sebesar 41,94 m3/hari dan pada akuifer semi tertekan sebesar 391,48 m3/hari. Akuifer semi tertekan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dengan beberapa perlakuan tambahan seperti proses eksplorasi dan pembangunan infrastruktur berupa sumur resapan maupun embung. Dengan demikian besarnya cadangan airtanah di lokasi penelitian dapat dinyatakan memiliki debit yang sangat kecil yaitu kurang dari 5 liter/detik (Waspodo 2002) dan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan air irigasi di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena batuan penyusunnya memiliki konduktivitas hidrolik cukup kecil dan porositas yang sangat kecil. Hal itu dibuktikan dengan adanya pemanfaatan sumber-sumber air selain airtanah setempat.

Pemanfaatan Airtanah

Airtanah mempunyai manfaat yang sangat vital bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Selain dimanfaatkan sebagai sumber air minum, mandi, dan keperluan rumah tangga lainnya dengan membuat sumur, airtanah juga menjadi sumber atau mata air bagi aliran air sungai yang juga sangat penting bagi keberlangsungan hidup makhluk-makhluk lainnya, salah satu sumber tenaga listrik, pemanfaatan di bidang pertanian, perikanan, dan sebagainya. Salah satu dampak dari pengambilan atau eksploitasi airtanah yang berlebihan dan tidak terkendali adalah penurunan muka airtanah, yang akan menimbulkan dampak lanjutan berupa semakin terbatasnya jumlah airtanah, dan dapat memicu amblesan tanah. Permasalahan ini akan menjadi tanggung jawab bersama, khususnya para pengelola daerah karena akibatnya bisa berdampak luas, bahkan tidak mengenal batas-batas administratif.

Pemanfaatan airtanah di lokasi penelitian bisa dikatakan belum maksimal karena keterbatasannya. Hal ini bisa dilihat karena lokasi penelitian termasuk ke

dalam daerah langka air dengan produktivitas akuifer yang sangat kecil berdasarkan peta hidrogeologi. Pemenuhan kebutuhan pertanian dan perkebunan di lokasi penelitian cenderung mengandalkan air hujan yang ditadah langsung dan air hujan yang ditampung di kolam-kolam buatan. Namun solusi ini belum mampu mencukupi kebutuhan total para petani, sehingga perlu dilakukan ekplorasi lanjutan untuk mendapatkan sumber air baru yang mampu dijadikan solusi lain ketika persediaan air tampungan dari air hujan habis. Hasil eksplorasi dapat dijadikan rujukan untuk menentukan tindakan lanjutan dalam permasalahan yang dihadapi masyarakat di sekitar lokasi penelitian, khususnya dalam konteks ketersediaan air, dan juga mengingat lokasi penelitian yang diapit dua sungai besar di sebelah Utara dan Selatan dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

Ketentuan besarnya batasan pengambilan airtanah yang terbaru dan digunakan sebagai acuan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin tercantum dalam Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah yang menunjukkan batasan eksploitasi airtanah yang tergolong kategori aman yaitu sebesar kurang dari sama dengan 40 % dari total ketersediaan airtanah yang tersedia. Dari ketentuan tersebut dapat dihitung besar eksploitasi airtanah yang dapat dilakukan untuk dapat masuk kategori aman. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Perhitungan Zona Eksploitasi Kategori Aman Jenis Akuifer Prediksi Potensi Cadangan

Airtanah (m3/hari)

Jumlah Eksploitasi Kategori Zona Aman (m3/hari) Tidak tertekan

/bebas 41,94 16,78

Semi tertekan 391,48 156,59

Dokumen terkait