• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI AIRTANAH PADA DAERAH LANGKA AIRTANAH DI KECAMATAN SUNGAI LILIN KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN WILDAN ABDILLAH MUHAMMAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI AIRTANAH PADA DAERAH LANGKA AIRTANAH DI KECAMATAN SUNGAI LILIN KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN WILDAN ABDILLAH MUHAMMAD"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI AIRTANAH PADA DAERAH LANGKA

AIRTANAH DI KECAMATAN SUNGAI LILIN

KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

WILDAN ABDILLAH MUHAMMAD

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi Airtanah Pada Daerah Langka Airtanah Di Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2017

Wildan Abdillah Muhammad

(4)

ABSTRAK

WILDAN ABDILLAH MUHAMMAD. Eksplorasi Airtanah Pada Daerah Langka Airtanah Di Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

Kegiatan di sektor energi, pertanian, dan perkebunan berkontribusi besar dalam perekonomian Kabupaten Musi Banyuasin sehingga membutuhkan jaminan akan ketersediaan air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan potensi cadangan airtanah di Kecamatan Sungai Lilin. Data primer diperoleh dari pengukuran geolistrik di lapangan menggunakan metode Schlumberger. Data sekunder yang digunakan adalah peta geologi dan hidrogeologi. Dari pengukuran geolistrik dapat ditentukan jenis dan kedalaman dari batuan serta jenis akuifernya. Hasil penelitian menunjukkan nilai konduktivitas hidrolik sebesar 2,98 m/hari, debit akuifer bebas sebesar 41,94 m3/hari dan debit akuifer semi tertekan sebesar 391,48 m3/hari. Dengan demikian produktivitas airtanah sangat kecil. Hasil tersebut semakin mempertegas bahwa lokasi penelitian merupakan daerah langka airtanah, sehingga perlu dilakukan perlakuan lanjutan untuk memanfaatkan airtanah yang ada di lokasi penelitian.

Kata kunci: akuifer dangkal, akuifer dalam, cadangan airtanah, geolistrik, konduktivitas hidrolik.

ABSTRACT

WILDAN ABDILLAH MUHAMMAD. Groundwater Exploration on Water Scarce Area in Sungai Lilin District, Musi Banyuasin Regency, South Sumatera. Supervised by ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

Activities in energy, agriculture, and plantation sectors contributed significantly to the economic condition of Musi Banyuasin Regency and needed guarantee of sufficient raw water. The objective of this research was to predict groundwater potential in Sungai Lilin District. Primary data was obtained from geoelectric measurements using Schlumberger method. Geological and hydrogeological maps were used as secondary data. The results of geoelectric measurements were used to analyze the type and depth of rock layer and also aquifer type. The results showed that the hydraulic conductivity value was 2,98 m/day, unconfined aquifer discharge was 41,94 m3/day and semi-confined aquifer discharge was 391,48 m3/day. It meaned that groundwater productivity was low. This results ensured that this research location is nir aquifer areas and needs advanced treatment to utilized groundwater on this sites.

Keywords: confined aquifer, geoelectric, groundwater storage, hydraulic conductivity, unconfined aquifer.

(5)

EKSPLORASI AIRTANAH PADA DAERAH LANGKA

AIRTANAH DI KECAMATAN SUNGAI LILIN

KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

WILDAN ABDILLAH MUHAMMAD

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas karunia, hidayah, dan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Eksplorasi Airtanah Pada Daerah Langka Airtanah Di Kecamatan sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kelancaran penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan petunjuk serta kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, dan dukungan dalam bidang akademik, moral, dan spiritual.

2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Ibu Titik Ujianti K., S.T, M.T selaku dosen penguji skripsi atas segala masukannya untuk kelengkapan karya ilmiah ini. 3. Ayah Choirur Rofi’ dan Ibu Chandra Widyarini selaku orang tua, Lazuardi

Imaniar dan Qurrota A’yuni Latifa selaku adik, serta segenap keluarga besar tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungannya.

4. Bapak Septian Fauzi Dwi Saputra, S.TP, M.Si, Bapak Dimas Ardi Prasetya, S.T, M.Si, dan Halimanto Sapta Triyoga, S.T. selaku guru sekaligus sahabat yang selalu bersedia membagi ilmunya.

5. Semua anggota “Pakuan Squad” yaitu Tito, Wicak, Maman, Fauzi, Iqbal, Ihsan, Jimbo, Yandi, serta Fikri yang selalu menenangkan.

6. Segenap Keluarga Besar Mahasiswa Jayabaya yang selalu bersedia menjadi tempat yang menghangatkan ketika rindu melanda.

7. Teman-teman sebimbingan dan keluarga besar mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 50.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu terlaksananya penelitian hingga tersusunnya laporan ini.

Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi akademisi khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bogor, Juli 2017

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3 Airtanah 3 Akuifer 3 Geolistrik 5 Konduktivitas Hidrolik 8 METODE 9

Waktu dan Tempat 9

Alat dan Bahan 10

Prosedur Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 13

Analisis Hidrogeologi 14

Pergerakan Airtanah 15

Identifikasi Akuifer dan Interpretasi Batuan 16

Karakteristik dan Sebaran Akuifer 19

Potensi Airtanah 21

Pemanfaatan Airtanah 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai tahanan jenis batuan dan mineral 8

2 Nilai konduktivitas hidrolik 9

3 Dugaan tahanan jenis daerah studi 16

4 Nilai parameter persamaan Darcy 21

5 Hasil perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah 22 6 Hasil Perhitungan Zona Eksploitasi Kategori Aman 23

DAFTAR GAMBAR

1 Skema lapisan airtanah 4

2 Aliran arus listrik di bawah permukaan tanah 5

3 Konfigurasi elektroda yang umum digunakan 6

4 Susunan elektroda konfigurasi Wenner-Schlumberger 7

5 Lokasi dan titik pengukuran 10

6 Diagram alir penelitian 12

7 Foto satelit lokasi penelitian 13

8 Lokasi penelitian berdasarkan peta hidrogeologi lembar Palembang 14

9 Jejaring aliran (flownet) di lokasi penelitian 15

10 Borelog batuan berdasarkan tahanan GL1 – GL7 20

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kurva VES di Titik Pengukuran 1 28

2 Kurva VES di Titik Pengukuran 2 29

3 Kurva VES di Titik Pengukuran 3 30

4 Kurva VES di Titik Pengukuran 4 31

5 Kurva VES di Titik Pengukuran 5 32

6 Kurva VES di Titik Pengukuran 6 33

7 Kurva VES di Titik Pengukuran 7 34

8 Lokasi dan elevasi titik-titik pengukuran 35

9 Data pengukuran geolistrik titik 1 di lapangan (GL 1) 36 10 Data pengukuran geolistrik titik 2 di lapangan (GL 2) 37 11 Data pengukuran geolistrik titik 3 di lapangan (GL 3) 38 12 Data pengukuran geolistrik titik 4 di lapangan (GL 4) 39 13 Data pengukuran geolistrik titik 5 di lapangan (GL 5) 40 14 Data pengukuran geolistrik titik 6 di lapangan (GL 6) 41 15 Data pengukuran geolistrik titik 7 di lapangan (GL 7) 42

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air di muka bumi merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah dan menutupi sekitar 71% dari permukaan bumi. Secara keseluruhan sekitar 98% air di muka bumi terdapat di samudera dan laut dan hanya 2% merupakan air tawar yang terdapat di sungai, danau, dan bawah permukaan tanah. Proporsi airtanah tersebut terbagi lagi menjadi 87% berbentuk es, 12% terdapat di dalam tanah, dan sisanya sebesar 1% terdapat di danau dan sungai (Effendi 2003).

Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi hajat hidup manusia. Jenis air yang paling aman untuk dikonsumsi manusia adalah airtanah (Kirsch 2009). Jika dibandingkan dengan sumber air bersih lainnya, maka airtanah mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi karena biaya produksi yang rendah dan kualitas lebih baik. Meskipun demikian airtanah mempunyai kuantitas yang terbatas karena tergantung pada geometri dan sebaran akuifernya (Naryanto 2008). Akuifer adalah suatu lapisan pembawa airtanah dengan permeabilitas yang cukup untuk mengantarkan dan ditempati oleh airtanah dalam jumlah ekonomis (Azwar 2009). Penyediaan air bersih di suatu daerah mutlak dilakukan baik saat ini maupun saat mendatang (Waspodo 2002). Keterbatasan air baku baik air permukaan, air hujan maupun airtanah diakibatkan antara lain oleh pembangunan dan perubahan tata guna lahan yang sering kurang mepertimbangkan kelestarian ekosistem di sekitarnya.

Airtanah sebagai sumberdaya alam tidak dapat terlihat secara langsung karena terdapat di dalam tanah dan batuan, tetapi hampir semua penduduk memanfaatkannya baik untuk keperluan domestik maupun industri (Pratitnyo 2008). Kebutuhan airtanah akan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan suatu daerah baik secara fisik maupun sosial, oleh karena itu penelitian yang berkaitan dengan sumber daya airtanah perlu dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Perlu adanya pengaturan dan pemanfaatan airtanah bagi kebutuhan tersebut sesuai dengan cadangan airtanah yang tersedia (Sudarto 2012).

Kegiatan di sektor energi, pertanian, dan perkebunan berkontribusi besar dalam perekonomian di Kabupaten Musi Banyuasin sehingga membutuhkan jaminan akan ketersediaan air. Berkaitan dengan adanya pengembangan wilayah terhadap kondisi geologi Kabupaten Musi Banyuasin, lebih khusus mengenai hidrogeologi, perlu dilakukan kajian bentuk lahan (landform) dan proses yang terjadi di permukaan bumi. Kajian hidrogeologi di Desa Pinang Banjar, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin perlu untuk mengetahui potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian. Untuk menentukan potensi cadangan airtanah banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya ialah metode geolistrik atau tahanan jenis. Metode geolistrik merupakan metode penyelidikan permukaan tanah yang banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik. Metode ini memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan dari sifat kelistrikan batuan, sehingga diketahui lapisan batuan pembawa air (aquifer) yang memiliki sifat-sifat batuan yang khas.

(14)

Perumusan Masalah

Kerangka pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini adalah kebutuhan air untuk irigasi pertanian di sekitar lokasi penelitian semakin meningkat dan adanya tuntutan untuk menemukan sumber air baru dengan permasalahan tersebut. Masalah tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa hal, yaitu debit pada akuifer bebas dan akuifer tertekan yang terdapat di lokasi penelitian, nilai konduktivitas hidrolik dan tahanan jenis batuan di lokasi penelitian, serta bagaimana litologi lapisan tanah di lokasi penelitian.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan nilai tahanan jenis batuan secara vertikal dengan metode tahanan jenis di lokasi penelitian.

2. Menentukan nilai ketebalan dan sebaran akuifer di lokasi penelitian. 3. Memprediksi potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin dan pihak terkait adalah:

1. Memberikan informasi mengenai litologi lapisan tanah dan posisi ketebalan akuifer, nilai konduktivitas hidrolik tanah, serta potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian.

2. Sebagai masukan dalam menyusun program / kegiatan pembangunan fisik yang terkait dengan potensi cadangan airtanah.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini:

1. Penelitian ini hanya dilakukan di Desa Pinang Banjar, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

2. Penelitian ini terbatas pada nilai resistivitas berdasarkan data geolistrik dengan metode schlumberger, data pada peta geologi, dan peta hidrogeologi.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Airtanah

Airtanah merupakan semua air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan yang berada dibawah permukaan tanah (Kodoatie 2012). Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) yang kemudian meresap ke dalam tanah di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir ke daerah lepasan (discharge area) (Sosiawan 2010). Menurut Todd (1995), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap kedalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer.

Ditinjau dari kedudukannya terhadap permukaan, airtanah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu airtanah dangkal dan airtanah dalam. Airtanah dangkal, umumnya berasosiasi dengan tak tertekan, yakni yang tersimpan dalam akuifer bebas dekat permukaan hingga kedalaman sampai 40 m. Airtanah dangkal umumnya dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat membuat sumur gali. Airtanah dalam, umumnya berasosiasi dengan tertekan, yakni tersimpan dalam pada kedalaman lebih dari 40 m dan dibatasi oleh lapisan kedap.

Airtanah adalah air tawar yang terletak di ruang pori-pori antara tanah dan bebatuan dalam formasi – formasi yang berisi atau menyimpan airtanah disebut sebagai akuifer (Indarto 2012). Airtanah juga berarti air yang mengalir pada lapisan akuifer di bawah water table yang terkadang berguna untuk membedakan antara perairan di bawah permukaan yang berhubungan erat dengan perairan permukaan dan perairan bawah tanah dalam di akuifer.

Akuifer

Akuifer adalah suatu lapisan pembawa airtanah dengan permeabilitas yang cukup untuk mengantarkan dan ditempati oleh air tanah dalam jumlah ekonomis (Azwar 2009). Contoh yang umum adalah material yang belum terkonsolidasi yaitu pasir dan kerikil yang umumnya terdapat sebagai endapan aluvial, bekas sungai purba, dataran pantai, dan lain-lain. Meskipun sudah terkonsolidasi, batu pasir dapat bertindak sebagai akuifer yang baik. Akuifer yang lain adalah batu gamping, rekahan, dan lapisan berongga. Terdapat tiga jenis akuifer yaitu akuifer tertekan (confined aquifer), akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer) dan akuifer semi-tertekan (semi-confinedaquifer).

Akuifer tertekan merupakan akuifer yang terletak di antara dua lapisan kedap air (impermeable) atau disebut dengan lapisan aquiclude. Lapisan batuan pembatasnya cenderung memiliki sifat sangat sulit untuk meloloskan air. Air pada akuifer ini cenderung memiliki tekanan yang besar. Akuifer semi-tertekan merupakan akuifer yang terletak di atas lapisan kedap air namun pada bagian atasnya berupa lapisan lolos air (permeable), sedangkan akuifer tak tertekan

(16)

merupakan akuifer yang terdapat di antara dua lapisan permeabel, sehingga batuan-batuan penyusunnya cenderung memiliki sifat mampu meloloskan air dalam jumlah yang besar. Volume air yang meresap ke dalam tanah sangat tergantung pada jenis lapisan batuannya. Berdasarkan kenyataan tersebut terdapat dua jenis lapisan batuan utama, yaitu lapisan kedap (impermeable) dan lapisan tak kedap air

(permeable). Kadar pori lapisan impermeable sangat kecil sehingga kemampuan untuk melewatkan air juga kecil. Kadar pori adalah jumlah ruang pada celah butir-butir tanah yang dinyatakan dengan bilangan persen. Yang termasuk lapisan kedap air antara lain geluh, napal, dan lempung. Kadar pori lapisan tak kedap air cukup besar maka kemampuan untuk melewatkan air juga besar. Air hujan yang jatuh akan terus meresap ke bawah dan berhenti di suatu tempat yang telah tertahan oleh lapisan kedap seperti pasir, padas, kerikil, dan kapur.

Sifat air tanah mempunyai tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan udara luar. Apabila dilakukan pengeboran, air tanah akan naik lebih tinggi daripada kedudukan lapisan pembawa air (Widodo 2013). Fenomena ini dijumpai pada sumur artesis dan sumur freatis. Sumur artesis merupakan sumur yang kedalamannya mencapai lapisan air tanah dalam. Sumur artesis merupakan sumur yang lebih dalam daripada sumur biasa, dan pembuatan sumur tipe ini membutuhkan peralatan pengeboran yang canggih. Sumur freatis merupakan sumur yang kedalamannya hanya mencapai lapisan air tanah dangkal. Sumur yang dibuat oleh sebagian besar masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk ke dalam sumur freatis. Ilustrasi lapisan air tanah dapat dilihat pada Gambar 1 (Widodo 2013).

(17)

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa lapisan akuifer cenderung mengikuti topografi. Model aliran air tanah akan dimulai pada daerah resapan/daerah imbuhan (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah, baik air hujan maupun air permukaan, mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang atau ruang antar butiran tanah/batuan (pori) atau celah / rekahan pada tanah / batuan. Imbuhan air tanah adalah proses masuknya air ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu garis khayal yang disebut sebagai garis muka air tanah (water table) dan berasosiasi dengan mengalirnya air dalam kondisi jenuh tersebut ke arah daerah luahan (Freeze dan Cherry 1979). Sumber utama pengimbuhan adalah air hujan, tubuh air permukaan (sungai, danau, rawa) dan irigasi. Dari proses ini diketahui bahwa keterdapatan air tanah sangat berkaitan dengan komponen-komponen lingkungan lainnya dalam siklus tersebut seperti iklim (curah hujan, temperatur), vegetasi serta jenis lapisan tanah dan batuan (Triyoga 2016).

Geolistrik

Metode geolistrik adalah metode geofisika yang dapat menginterpretasi jenis batuan atau mineral di bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan dari batuan penyusunnya (Yulianto dan Widodo 2008). Metode geolistrik bekerja karena pengukuran beda potensial pada titik-titik di permukaan bumi yang diproduksi dengan langsung mengalirkan arus ke bawah permukaan yang dianggap homogen. Hal ini bermanfaat untuk menentukan distribusi resistivitas di bawah permukaan dan kemudian digunakan untuk interpretasi material-material yang ada di dalam bumi. Aliran arus listrik dapat diberikan melaluli satu elektroda maupun melalui sepasang elektroda. Gambar 2 (Moller et al. 2001) menunjukkan skema sederhana pengukuran geolistrik pada medium yang homogen.

(18)

Resistivitas adalah ukuran bagaimana suatu material mengalirkan aliran arus listrik. Batuan berpori dengan kandungan fluida yang bersifat elektrolit biasanya memiliki nilai resistivitas yang rendah, artinya batuan tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam mengalirkan aliran arus listrik atau batuan tersebut bersifat konduktif. Distribusi resistivitas di bawah permukaan bumi diperoleh dari hasil perekaman beda potensial di permukaan akibat dari adanya arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi melalui suatu elektroda. Besar resistivitas dipengaruhi oleh konfigurasi elektroda yang digunakan, hal ini disebabkan karena setiap konfigurasi elektroda memiliki faktor yang berbeda berdasarkan susunan dari elektrodanya (Huda 2011).

Pengukuran geolistrik berkaitan erat dengan geometri susunan elektroda arus dan potensial yang digunakan. Perkiraan distribusi resistivitas secara horizontal atau lateral dari data sekunder memungkinkan untuk melakukan pengukuran geolistrik dengan teknik sounding atau profiling. Geolistrik sounding atau Vertical Electrical Sounding merupakan salah satu teknik metode geolistrik satu dimensi yang melihat perubahan nilai resistivitas yang bervariasi terhadap kedalaman di satu titik. Keluaran dari survei geolistrik berupa data satu dimensi (1D) sebaran

resistivity pada suatu titik dari kedalaman 0 m sampai ratusan meter di bawah permukaan, atau menyerupai data bor (Kuswanto 2005). Namun demikian, menurut Tripp et al. (1984), pada penerapan praktis model 1D kurang baik apabila diterapkan pada eksplorasi. Variasi perubahan nilai resistivitas secara lateral dapat dilihat secara tepat dengan teknik geolistrik profiling atau geolistrik dua dimensi pada Gambar 3 (Milsom 2003).

Gambar 3 Konfigurasi elektroda yang umum digunakan

Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Beberapa konfigurasi elektroda yang umum digunakan adalah Schlumberger, Wenner, Dipole-dipole, dan Gradient Array (Hendrajaya dan Idam 1990). Penelitian kali ini menggunakan metode tahanan jenis Schlumberger yang memiliki kelebihan yaitu biaya eksplorasinya cenderung lebih murah dengan akurasi yang tinggi yaitu di atas 90% (Mutowal 2008).

(19)

Metode geolistrik mengalirkan arus DC dari sepasang elektroda sumber arus dan sepasang elektroda penerima beda potensial. Arus listrik DC (direct current) dialirkan ke bawah permukaan tanah dengan dua buah elektroda. Injeksi arus listrik menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan meyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui dua buah “elektroda tegangan” M dan N yang jaraknya lebih pendek dari jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar (Broto dan Afifah 2008). Susunan elektroda konfigurasi Wenner-Schlumberger disampaikan pada Gambar 4 (Mutowal 2008).

Gambar 4 Susunan elektroda konfigurasi Wenner-Schlumberger

Pengukuran resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan arus kedalam tanah melalui 2 elektroda arus (A dan B), dan mengukur tegangan yang ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (M dan N). Dari data nilai arus (I) dan tegangan (V), secara teoritis dapat dihitung nilai resistivitas menggunakan rumus konfigurasi Wenner-Schlumberger pada persamaan (1).

ρa=K∆VI ... (1) Keterangan:

ρa = apparent resistivity (Ωm)

K = faktor geometri yang tergantung susunan elektroda/konfigurasi dimana k (m) adalah faktor geometri yang tergantung pada jenis konfigurasi jarak AB/2 dan MN/2.

V = beda potensial yang terukur (volt) I = tegangan arus (A)

(20)

Konduktivitas Hidrolik

Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas hidrolik (hydraulic conductivity) atau sebagai permeabilitas tanah (Klute dan Dirksen 1986). Menurut Hanudin dkk. (2015), konduktivitas hidrolik adalah sifat fisika tanah atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Konduktivitas hidrolik diperlukan untuk mengetahui kecepatan air dalam memasuki suatu permukaan tanah. Susunan tanah yang berbeda-beda pada tiap lokasi mempengaruhi kecepatan air dalam mengisi ruang menjadi airtanah.

Lapisan tanah dan batuan yang terisi air sangat mudah mengalirkan arus listrik atau bersifat konduktif dan biasanya memiliki harga resistivitas tertentu atau nilai resistivitasnya rendah (Sultan 2009). Resistivitas dari air tanah bervariasi mulai dari 10 hingga 100 Ωm tergantung dari kadar garam yang terlarut. Data resistivitas belum dapat memberikan gambaran spesifik mengenai karakteristik litologi lapisan bawah permukaan. Adapun variasi nilai resistivitas batuan dan mineral disajikan dalam Tabel 1 (Todd dan Mays 2005).

Tabel 1 Nilai tahanan jenis batuan dan mineral

No. Material Resistivitas (Ωm)

1 Udara Tak terhingga

2 Abu 4

3 Tanah kering berpasir 80 – 1050

4 Lahan jenuh 15 – 30

5 Lahan tak jenuh 30 – 100

6 Tanah permukaan 250 – 1700 7 Tanah (20 % liat) 33 8 Tanah (40 % liat) 8 9 Gabbro 100 – 100000 10 Basalt 10 – 100000 11 Batu gamping 50 – 10000 12 Batu pasir 1 – 10000

13 Batu tulis (slates) 20 – 20000

14 Dolomit 100 – 100000

15 Pasir 1 – 1000

16 Tanah liat 1 – 100

17 Air tanah 0,5 – 300

18 Air laut 0,2

Konduktivitas hidrolik tanah (K) didefinisikan oleh Hukum Darcy untuk satu dimensi yaitu aliran secara vertikal. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh sifat fisik yaitu porositas, ukuran butir, susunan butir, bentuk butir dan distribusinya. Menurut Dariah et al. (2006) ukuran pori dan adanya hubungan antar pori-pori tersebut sangat menentukan apakah tanah mempunyai permeabilitas rendah atau tinggi. Air dapat mengalir dengan mudah di dalam tanah yang mempunyai pori-pori besar dan mempunyai hubungan antar pori yang baik.

(21)

Nilai konduktivitas hidrolik (K) dari beberapa macam batuan dapat dilihat dalam Tabel 2 (Todd dan Mays 2005). Pada Tabel 2 terdapat beberapa parameter klasifikasi antara lain jenis material, konduktivitas hidrolik dengan satuan m/hari, dan jenis perhitungan. Khusus pada bagian jenis perhitungan terdapat beberapa simbol antara lain R, H, dan V. Simbol R merupakan sampel kemasan (repacked sample), simbol H merupakan konduktivitas hidrolik horizontal, dan simbol V merupakan konduktivitas hidrolik vertikal. Konduktivitas hidrolik memiliki dimensi kecepatan (LT-1) dan dapat dinyatakan dengan ft/hari, gal/(hari.ft2), m/detik, cm/detik, atau m/hari. Jika nilai konduktivitas hidrolik dan gradien hidrolik telah diketahui, besar kecepatan airtanah (v) dapat dihitung menggunakan Hukum

Darcy (Dawson dan Istok 1991). Kemampuan ini berlaku pada dua kondisi, yaitu saat semua pori-pori terisi air dan sebagian pori-pori terisi air.

Tabel 2 Nilai konduktivitas hidrolik

Material K (m/hari) Jenis Perhitungan

Kerikil kasar 150 R Kerikil sedang 270 R Kerikil halus 450 R Pasir kasar 45 R Pasir sedang 12 R Pasir halus 2,5 R Lumpur (endapan) 0,08 H Lempung 0,0002 H

Batu pasir pori-pori halus 0,2 V

Batu pasir pori-pori sedang 3,1 V

Batu gamping 0,94 V

Batu tulis 0,2 V

Dolomit 0,001 V

Urugan tanah dominan pasir 0,49 R

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Maret 2017 di tujuh titik yang terletak di Desa Pinang Banjar, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Wilayah geografis Kabupaten Musi Banyuasin terletak pada koordinat 103o-104o45’ Bujur Timur dan koordinat 1o

(22)

Kabupaten Musi Banyuasin terdiri atas 14 kecamatan dan 236 kelurahan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Penelitian dilakukan di tujuh titik yang tersebar di kecamatan Sungai Lilin. Letak titik penelitian disajikan pada Gambar 5 (Google Earth).

Gambar 5 Lokasi dan titik pengukuran

Alat dan Bahan

Beberapa peralatan lapang penunjang pada survei geolistrik yang digunakan antara lain :

1. Alat pengukur nilai tahanan jenis batuan pada akuifer yaitu Earth Meter tipe AZ 3000 G100 dengan input power dari accu 12V, 45 A dan output yang dihasilkan mulai dari 5-500 A.

2. Elektroda sebanyak empat buah yaitu dua buah elektroda arus yang terbuat dari baja tahan karat atau aluminium dan dua buah elektroda potensial yang terbuat dari tembaga.

3. Kabel Penghubung elektroda dengan alat ukur yang memiliki hambatan rendah dan terisolasi dengan baik. Dibutuhkan kabel sepanjang 500 m sebanyak dua unit untuk elektroda arus dan 300 m sebanyak dua unit untuk elektroda potensial.

4. Ohm meter untuk mengecek sambungan antara kabel dengan elektroda. 5. AVO meter digital yang difungsikan sebagai alat ukur kuat arus, hambatan,

(23)

6. GPS untuk mengetahui posisi titik pengukuran.

7. Palu sebanyak empat unit untuk menancapkan elektroda ke dalam tanah sedalam 40 cm atau sesuai kondisi tanah.

8. Seperangkat Komputer beserta software pendukung(Progress Version 3.0, IP2Win, Surfer Version 11, dan Microsoft Excel).

Penggunaan beberapa peta sebagai bahan penunjang kelengkapan pengolahan hasil pengukuran juga sangat diperlukan. Peta yang digunakan antara lain peta geologi dan peta hidrogeologi lembar Palembang dengan skala 1 : 250.000.

Prosedur Analisis Data

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah studi pustaka mengenai prediksi potensi cadangan airtanah pada lokasi penelitian yang terletak di Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin, aplikasi metode geolistrik dan interpretasi material-material yang ada di dalam bumi, serta karateristik litologi lapisan bawah permukaan dari nilai konduktivitas hidrolik dan karakteristik akuifer. Langkah selanjutnya adalah pengambilan data geolistrik primer di lapangan menggunakan metode tahanan jenis Schlumberger dan dilanjutkan dengan pengumpulan data sekunder berupa peta geologi dan peta hidrogeologi. Metode Schlumberger dipilih karena dianggap paling memungkinkan dan sesuai dengan keadaan eksisting lokasi penelitian. Data yang didapat kemudian diolah dengan beberapa tahapan perhitungan dan juga menggunakan software untuk mendapatkan peta borelog dan sebaran akuifer di lokasi penelitian. Tahap akhir dari penelitian ini adalah analisis data dengan persamaan darcy untuk mendapatkan prediksi potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel, Surfer version 11, dan Progress version 3.0. Data yang diolah dengan Microsoft Excel berupa data wilayah beserta data koordinat titik pengukuran. Software Surfer

menampilkan penampang dari kedudukan akuifer, sedangkan software Progress

berguna untuk menampilkan borelog dari hasil olahan data geolistrik di lapangan. Persamaan Darcy digunakan dalam proses analisis data dalam pendugaan cadangan airtanah baik akuifer dangkal maupun akuifer dalam. Persamaan Darcy ini didekati menggunakan persamaan (2) (Todd dan Mays 2005).

Q = K x ἰ x A... (2) dengan

ἰ = δhδL ... (3) A= W x baquifer ... (4)

(24)

Q = Debit (m3/hari) K = Konduktivitas hidrolik (m/hari) A = Luas penampang akuifer (m2) i = Gradien hidrolik

W = Panjang penampang akuifer (m) δh = Beda kedalaman muka airtanah (m) b = Ketebalan akuifer (m) δL = Panjang lintasan airtanah (m)

Pengumpulan data geolistrik di lapangan dilakukan selama tujuh hari dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan berupa tahanan jenis (rho) semu batuan. Tahanan jenis semu batuan selanjutnya diolah menggunakan program

Progress Version 3.0. Proses pengolahan data dimulai dengan pemasukkan data, melakukan estimasi model parameter, dan melakukan iterasi pada proses pengolahan. Skema penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir penelitian Mulai

Studi pustaka Pengumpulan data primer

dan data sekunder Data Geolistrik:

- Nilai resistivitas

- Borelog CAT Kab. Musi Banyuasin

- Peta titik pengukuran

Karakteristik Akuifer Jejaring aliran (flownet) Penampang akuifer

Persamaan darcy

Prediksi cadangan airtanah Selesai

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berada di Provinsi Sumatera Selatan dan dilintasi oleh Sungai Musi. Wilayah geografis Kabupaten Musi Banyuasin terletak pada 103o 00’ - 104o 45’ Bujur Timur

dan 1o 18’ - 4o 00’ Lintang Selatan dan memiliki luasan 14.265,96 km2. Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan bulanan antara 87,83-391,6 mm sepanjang tahun 2016. Hari hujan pada tahun 2016 bervariasi antara 9-18 hari/bulan, dengan hari hujan paling banyak pada bulan Januari 2016. Wilayah administrasi Kabupaten Musi Banyuasin terdiri atas 14 kecamatan dan 236 kelurahan. Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dibatasi oleh Kabupaten Musi Rawas di sebelah Barat, Kabupaten Banyuasin di sebelah Timur, Kabupaten Muara Enim di sebelah Selatan, serta Provinsi Jambi di sebelah Utara (BAPPEDA 2010).

Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin pada bagian Timur adalah Kecamatan Sungai Lilin, sebelah Barat Kecamatan Bayung Lencir kemudian di daerah pinggiran aliran Sungai Musi sampai ke Kecamatan Babat Toman, tanahnya terdiri dari rawa-rawa dan payau. Daerah lainnya merupakan dataran tinggi dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 20-140 mdpl. Kabupaten Musi Banyuasin merupakan daerah rawa dan sungai besar serta kecil seperti Sungai Musi, Sungai Lilin, Sungai Banyuasin, dan Sungai Batanghari Leko. Berdasarkan foto satelit, lokasi penelitian berada di daerah dataran yang dekat dengan perkampungan dan dikelilingi oleh hutan serta memiliki karakter lahan berupa rawa dengan topsoil

didominasi oleh gambut. Foto satelit lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7 (Google Earth).

(26)

Analisis Hidrogeologi

Lokasi penelitian berdasarkan peta hidrogeologi lembar Palembang merupakan daerah nir akuifer atau daerah dengan karakteristik air tanah langka. Litologi batuan umumnya terdiri dari batu lempung dan lanau dengan sisipan batubara (termasuk formasi Muara Enim) dengan kelulusan yang rendah. Selain itu daerah tersebut juga memiliki litologi aluvium endapan sungai dan rawa. Karakteristik litologinya pada umumnya tersusun oleh bahan-bahan lepas berbutir halus sampai kasar (pasir, kerikil, lanau, lempung dan lumpur) dengan kelulusan sedang sampai tinggi.

Dipandang dari sudut pandang hidrogeologi, sebenarnya daerah tersebut kurang potensial untuk dapat dimanfaatkan air tanahnya sebagai air irigasi. Oleh karena itu, diperlukan teknik lanjutan untuk memanfaatkan air tanah untuk keperluan pertanian. Teknik yang dimaksud adalah dengan memanfaatkan segala celah pada litologi yang terdapat airnya dan digabungkan secara masif, sehingga pada sumur air tanah yang dibuat dapat terkumpul air tanah dengan kuantitas yang mencukupi untuk dialirkan di area pertanian. Teknik instalasi sumur air tanah yang dibuat juga harus memperhatikan kondisi keberadaan batu bara yang dapat menutup area aliran air tanah. Oleh karena itu, kehati-hatian dan perencanaan yang detail menjadi kunci keberhasilan eksplorasi air tanah di lokasi penelitian. Titik penelitian berdasarkan peta hidrogeologi dan hasil kajian hidrologi di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8.

(27)

Lokasi penelitian secara hidrogeologi dikelilingi oleh daerah yang terdapat akuifer dengan jarak 2,5 km ke arah Utara, 5 km ke arah Timur, 2,75 km ke arah Selatan, dan 3 km ke arah Barat. Akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil dan setempat terdapat di sebelah Utara dengan jarak 2,5 km dari lokasi studi. Di bagian Selatan dan Barat terdapat daerah akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang memiliki karakteristik setempat dan produktivitas sedang. Di bagian Timur, terdapat daerah akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang memiliki sifat produktif sedang dengan penyebaran luas. Akan tetapi lokasi daerah tersebut cukup jauh dari lokasi penelitian, yakni berjarak sekitar 5 km.

Pergerakan Airtanah

Arah pergerakan airtanah di lokasi penelitian mengikuti kontur eksisting tanah setempat. Arah aliran air berdasarkan jejaring aliran airtanah bergerak dari arah Utara menuju arah Selatan. Ilustrasi jejaring aliran pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Jejaring aliran (flownet) di lokasi penelitian

Pergerakan airtanah bisa terjadi karena adanya karakteristik dari tanah itu sendiri yaitu kemiringan (gradien hidrolik). Permukaan airtanah bebas memiliki gradien sehingga memungkinkan air untuk bergerak menuju arah yang memiliki gradien lebih rendah. Pergerakan airtanah dapat diketahui berdasarkan pola garis aliran airtanah yang sering juga disebut dengan jejaring aliran (flownet). Garis aliran adalah suatu garis memanjang dimana butir-butir air akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir melalui media tanah yang tembus air (permeable).

(28)

Dengan mengetahui arah pergerakan airtanah, maka dapat diketahui area penampang akuifer dari pergerakan airtanah. Luasan area penampang akuifer ini merupakan salah satu parameter yang dibutuhkan dalam melakukan perhitungan prediksi cadangan airtanah menggunakan persamaan Darcy.

Pergerakan airtanah juga dipengaruhi oleh kondisi batuan yang ada di dalam tanah. Kemampuan setiap jenis batuan untuk meloloskan air berbeda-beda tergantung sifat khas yang dimilikinya. Salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan debit air dengan persamaan Darcy adalah konduktivitas hidrolik. Konduktivitas hidrolik (K) sering disebut juga sebagai permeabilitas atau koefisien permeabilitas. Konduktivitas hidrolik merupakan tingkat dimana airtanah mengalir melalui satuan luas akuifer atau akuitar di bawah gradien unit hidrolik (Dawson and Istok 1991). Porositas yang besar tidak selalu disertai oleh permeabilitas yang baik dalam meloloskan airtanah. Sebagai contoh lapisan lempung yang banyak ditemukan di lokasi penelitian. Porositas lapisan lempung sangat besar, akan tetapi permeabilitasnya sangat kecil karena rongga atau ruangnya yang juga sangat kecil.

Identifikasi Akuifer dan Interpretasi Batuan

Dari hasil interpretasi pendugaan geolistrik pada 7 (tujuh) titik duga dan setelah dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, di daerah penyelidikan pendugaan geolistrik ini memiliki nilai tahanan jenis antara 0,01 – 1.150 Ωm. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut maka secara umum dapat dikelompokan berdasarkan perbedaan harga jenis pada Tabel 3. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan lapisan batuan bawah tanah secara vertikal maka dapat dibuat gambar penampang tegak tahanan jenis masing-masing dari titik duga geolistrik atau sering juga disebut dengan borelog

atau diagram pagar. Hasil interpretasi geolistrik pada penampang 1 (satu) tahanan jenis.

Tabel 3 Dugaan tahanan jenis daerah studi

Tahanan Jenis Litologi Sifat Hidrogeologi

15 - 60 Ωm Tanah penutup Permeabitas rendah - sedang 0.01 – 0.97 Ωm Lumpur Permeabitas kecil

29 – 50 Ωm Lempung Pasiran Akuifer permeabilitas kecil hingga sedang

1 - 28 Ωm Lempung Nir akuifer

> 50 Ωm Batuapung/breksi Batuan kering

Penentuan titik-titik pengukuran sebanyak tujuh titik didasarkan pada faktor kebutuhan dan kemudahan dalam proses instalasi sumur bor pasca tahapan penyelidikan. Berdasarkan hasil interpretasi geolistrik secara kuantitatif yang dikorelasikan dengan data geologi dan data hidrogeologi setempat, maka diperoleh beberapa nilai tahanan jenis yang berbeda, yang ditafsirkan sebagai perubahan lapisan batuan.

(29)

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 1

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 1 ditafsir menjadi 4 (empat) kontras tahanan jenis secara vertikal. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai empat lapisan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 15,48 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.3 m

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis sebesar 1,17 – 4,56 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2 m dengan kedalaman mencapai 19 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 1,17 – 0,46 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan permeabilitas yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2 m dengan kedalaman mencapai 16 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis 146,82 Ωm yang ditafsir sebagai batubara dengan ketebalan mencapai 12 m. Kedalaman lapisan diperkirakan lebih dari 20 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 2

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 2 terdiri dari 5 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 15 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 3,26 Ωm. Lapisan tanah ini ditafsir sebagaii lempung dengan permeabilitas rendah setebal 4 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis 0,03 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan ketebalan mencapai 14 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis sebesar 3,77 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang sangat rendah (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 11 m.

• Kontras tahanan jenis kelima bertahanan jenis 0,03 Ωm yang ditafsir sebagai lumpur dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 17 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 3

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 3 terdiri dari 3 kontras tahanan jenis secara vertikal. Ketiga kontras tahanan tersebut sebagai tiga lapisan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 17,08 Ωm. Akan tetapi terdapat urugan tanah yang berupa batu bara, sehingga dalam geolistrik terbaca tahanan jenisnya sebesar 1181 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0,9 m

(30)

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 7,16 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung dengan ketebalan mencapai 16 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 0,07 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lumpur. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 10 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 4

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 4 terdiri dari 4 kontras tahanan jenis secara vertikal. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai empat lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 9,07 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2,2 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 0,17 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan ketebalan mencapai 1 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 97,52 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan yang mengandung batuan breksit. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2,5 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis 29,84 Ωm yang ditafsir sebagai lempung pasiran (diduga akuifer bebas) dengan ketebalan lebih dari 3 m. Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 5

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 5 terdiri dari 3 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 3 (tiga) jenis lapisan. Ketiga kontras tahanan tersebut sebagai tiga lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 5,74 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1,5 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 336,54 Ωm, ditafsir sebagai lapisan batuan breksit dengan ketebalan mencapai 8 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis sebesar 4,85 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung yang diduga lapisan nir akuifer. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 6 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 6

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 6 terdiri dari 6 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai enam lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 15,92 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0,85 m.

(31)

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 0,60 Ωm. Lapisan tanah ini ditafsir sebagai lumpur dengan permeabilitas rendah setebal 1 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis 6,97 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung dengan ketebalan mencapai 2,5 m.

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis sebesar 0,01 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lumpur dengan etebalan mencapai 0,2 m.

• Kontras tahanan jenis kelima bertahanan jenis sebesar 1150 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan batu bara dengan permeabilitas yang sangat rendah (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 6 m.

• Kontras tahanan jenis keenam bertahanan jenis sebesar 2,99 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 4 m.

Penampang Tegak Tahanan Jenis GL 7

Penampang tegak tahanan jenis pada GL 7 terdiri dari 5 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sebagai berikut:

• Kontras tahanan jenis pertama merupakan tahanan jenis tanah penutup berupa batubara dengan tahanan jenis sebesar 14,12 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1,7 m.

• Kontras tahanan jenis kedua bertahanan jenis 0,94 Ωm. Lapisan tanah ini ditafsir sebagai lumpur dengan permeabilitas rendah setebal 27 m.

• Kontras tahanan jenis ketiga bertahanan jenis 29,43 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran dengan ketebalan mencapai 14 m (diduga sebagai akuifer semi tertekan).

• Kontras tahanan jenis keempat bertahanan jenis sebesar 19,36 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung dengan permeabilitas yang sangat rendah (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 19 m.

• Kontras tahanan jenis kelima bertahanan jenis 222,62 Ωm yang ditafsir sebagai batubara dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 26 m .

Karakteristik dan Sebaran Akuifer

Interpretasi data hasil pengukuran dilakukan untuk mengetahui penampang lapisan tanah secara vertikal. Penampang vertikal lapisan tanah yang diperoleh sering disebut sebagai diagram pagar atau borelog. Borelog dimanfaatkan untuk menghitung berapa besar ketebalan akuifer dan kedalaman lapisan akuifer di lokasi penelitian. Hasil interpretasi batuan didapatkan dari rentang nilai tahanan jenis batuan yang dikorelasikan dengan peta hidrogeologi lokasi penelitian. Tahanan jenis batuan dapat dikelompokkan ke dalam tahanan jenis dengan rentang nilai yang sama menjadi lapisan batuan yang sama. Sebaran batuan penyusun akuifer di wilayah studi terdiri dari beberapa jenis antara lain lempung pasiran, pasir lempungan, pasir dan breksi pasir. Lempung pasiran dan pasir lempungan adalah

(32)

batuan penyusun akuifer yang lebih dominan. Sebaran akuifer disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Borelog batuan berdasarkan tahanan GL1 – GL7

Kedalaman akuifer bebas diperkirakan pada kedalaman 5–10 m di bawah muka tanah (bmt) setempat. Hal tersebut terdapat pada GL 4. Lapisan akuifer semi tertekan diperkirakan berada pada 31-48 m bmt setempat dengan batuan penyusun akuifer adalah lempung pasiran dan umumnya memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang rendah. Besar konduktivitas hidrolik diperkirakan 2.5-12 m/hari. Adapun akuifer semi tertekan berada pada GL 7.

Selain pada GL-4 dan GL-7, tidak terdapat litologi yang mengandung pasir dan pada titik tersebut diduga tidak terdapat akuifer. Akan tetapi meskipun di GL-4 dan GL-7 terdapat peluang akuifer, ternyata permeabilitasnya sangat rendah sehingga tetap memerlukan teknik tambahan yang tepat untuk dapat memanfaatkan air tanah yang ada untuk air irigasi. Debit pengambilan harus didasarkan pada debit rekomendasi yang diperoleh dari debit akuifer di lokasi pengukuran.

Variasi litologi di lokasi pengukuran sangat beragam jenisnya serta didominasi oleh lempung dan lumpur dengan nilai permeabilitas yang sangat rendah. Nilai konduktivitas hidrolik lempung sebesar 0,08 m/hari dan lumpur sebesar 0,0002 m/hari. Hal ini menandakan bahwa diperlukan ketelitian yang tinggi dalam mendesain konstruksi sumur airtanah yang akan digunakan sebagai pemasok utama air irigasi bagi area pertanian di sekitar lokasi penelitian tersebut. Dengan adanya tingkat ketelitian yang tinggi dalam perencanaan tersebut diharapkan akan memperkecil kemungkinan kerugian yang akan dialami oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin maupun pihak-pihak terkait.

(33)

Potensi Airtanah

Pendugaan lapisan akuifer dilakukan pada batuan yang mengandung pasir atau batuan yang paling dominan dan mampu meloloskan airtanah. Gambar 11 menunjukkan penampang tiga dimensi kontur tanah beserta masing-masing parameter perhitungan Darcy untuk perhitungan prediksi debit pada akuifer semi tertekan.

Gambar 11 Penampang akuifer dalam

Pada Gambar 11 terlihat ketebalan akuifer semi tertekan sebesar 10 m dan panjang penampang akuifer 352,15 m. Panjang lintasan airtanah sebesar 376,08 m dan membentang dari arah Utara ke Selatan. Perhitungan cadangan airtanah dihitung berdasarkan nilai-nilai parameter yang digunakan dalam persaman Darcy. Dari parameter perhitungan yang diperoleh dari hasil pengukuran lapang dan dari data penunjang maka didapatkan data yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai parameter persamaan Darcy

Variabel Nilai Satuan

Konduktivitas hidrolik 2,98 m/hari

Ketebalan akuifer bebas 3 m

Ketebalan lapisan 10 m

Panjang penampang akuifer 352,15 m

Beda kedalaman muka airtanah 14 m

(34)

Dari pola laju aliran airtanah tanah dapat diketahui panjang lintasan airtanah dan panjang penampang akuifer dengan menggunakan peta. Ketebalan lapisan akuifer didapatkan dari hasil rata-rata kandungan lapisan akuifer di lokasi penelitian, sehingga diasumsikan mampu mewakili ketebalan akuifer yang ada. Nilai konduktivitas hidrolik diperoleh dari hasil rata-rata lapisan batuan yang dapat meloloskan air di daerah penyelidikan. Luas penampang akuifer dalam didapatkan sebesar 112.438 m2. Luas penampang akuifer didapatkan dari hasil kali dari

ketebalan lapisan akuifer dan panjang penampang akuifer. Hasil perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah

Jenis Akuifer Prediksi Potensi Cadangan Airtanah (m3/hari)

Tidak tertekan / bebas 41,94 m3/hari

Semi tertekan 391,48 m3/hari

Dari perhitungan, diperoleh cadangan air pada akuifer bebas/ dangkal sebesar 41,94 m3/hari dan pada akuifer semi tertekan sebesar 391,48 m3/hari. Akuifer semi tertekan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dengan beberapa perlakuan tambahan seperti proses eksplorasi dan pembangunan infrastruktur berupa sumur resapan maupun embung. Dengan demikian besarnya cadangan airtanah di lokasi penelitian dapat dinyatakan memiliki debit yang sangat kecil yaitu kurang dari 5 liter/detik (Waspodo 2002) dan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan air irigasi di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena batuan penyusunnya memiliki konduktivitas hidrolik cukup kecil dan porositas yang sangat kecil. Hal itu dibuktikan dengan adanya pemanfaatan sumber-sumber air selain airtanah setempat.

Pemanfaatan Airtanah

Airtanah mempunyai manfaat yang sangat vital bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Selain dimanfaatkan sebagai sumber air minum, mandi, dan keperluan rumah tangga lainnya dengan membuat sumur, airtanah juga menjadi sumber atau mata air bagi aliran air sungai yang juga sangat penting bagi keberlangsungan hidup makhluk-makhluk lainnya, salah satu sumber tenaga listrik, pemanfaatan di bidang pertanian, perikanan, dan sebagainya. Salah satu dampak dari pengambilan atau eksploitasi airtanah yang berlebihan dan tidak terkendali adalah penurunan muka airtanah, yang akan menimbulkan dampak lanjutan berupa semakin terbatasnya jumlah airtanah, dan dapat memicu amblesan tanah. Permasalahan ini akan menjadi tanggung jawab bersama, khususnya para pengelola daerah karena akibatnya bisa berdampak luas, bahkan tidak mengenal batas-batas administratif.

Pemanfaatan airtanah di lokasi penelitian bisa dikatakan belum maksimal karena keterbatasannya. Hal ini bisa dilihat karena lokasi penelitian termasuk ke

(35)

dalam daerah langka air dengan produktivitas akuifer yang sangat kecil berdasarkan peta hidrogeologi. Pemenuhan kebutuhan pertanian dan perkebunan di lokasi penelitian cenderung mengandalkan air hujan yang ditadah langsung dan air hujan yang ditampung di kolam-kolam buatan. Namun solusi ini belum mampu mencukupi kebutuhan total para petani, sehingga perlu dilakukan ekplorasi lanjutan untuk mendapatkan sumber air baru yang mampu dijadikan solusi lain ketika persediaan air tampungan dari air hujan habis. Hasil eksplorasi dapat dijadikan rujukan untuk menentukan tindakan lanjutan dalam permasalahan yang dihadapi masyarakat di sekitar lokasi penelitian, khususnya dalam konteks ketersediaan air, dan juga mengingat lokasi penelitian yang diapit dua sungai besar di sebelah Utara dan Selatan dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

Ketentuan besarnya batasan pengambilan airtanah yang terbaru dan digunakan sebagai acuan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin tercantum dalam Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah yang menunjukkan batasan eksploitasi airtanah yang tergolong kategori aman yaitu sebesar kurang dari sama dengan 40 % dari total ketersediaan airtanah yang tersedia. Dari ketentuan tersebut dapat dihitung besar eksploitasi airtanah yang dapat dilakukan untuk dapat masuk kategori aman. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Perhitungan Zona Eksploitasi Kategori Aman Jenis Akuifer Prediksi Potensi Cadangan

Airtanah (m3/hari)

Jumlah Eksploitasi Kategori Zona Aman (m3/hari)

Tidak tertekan

/bebas 41,94 16,78

Semi tertekan 391,48 156,59

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian tersusun atas beberapa lapisan berupa tanah penutup, batubara, lempung, lempung pasiran, dan lumpur dengan nilai tahanan jenis batuan secara vertical bervariasi dan berkisar antara 0,01-1.150 Ωm. Akuifer di lokasi penelitian termasuk akuifer bebas dengan ketebalan rata-rata 3 m pada kedalaman 5-10 m bmt dan akuifer semi tertekan dengan ketebalan rata-rata 10 m yang berada pada kisaran kedalaman 31-48 m bmt. Nilai konduktivitas hidrolik sebesar 2,98 m/ hari untuk akuifer semi tertekan dan akuifer bebas. Prediksi cadangan airtanah semi tertekan di lokasi penelitian sebesar 391,48 m3/hari untuk airtanah bebas/dangkal dan sebesar 41,94 m3/hari. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat airtanah dalam di lokasi

(36)

penelitian karena adanya lapisan batubara sebagai aquiclude dan memiliki karakteristik nir akuifer, serta semakin mempertegas bahwa lokasi penelitian merupakan daerah dengan karakteristik langka air dan sesuai dengan pendugaan awal berdasarkan peta geologi dan hidrogeologi.

Saran

Perlu dilakukan ekplorasi airtanah lanjutan untuk mendapatkan sumber air baru yang mampu dijadikan solusi lain ketika persediaan air tampungan dari air hujan habis. Hasil eksplorasi dapat dijadikan rujukan untuk menentukan tindakan lanjutan dalam permasalahan yang dihadapi masyarakat di sekitar lokasi penelitian, khususnya dalam konteks ketersediaan air, misalkan pembangunan sumur resapan dan embung di beberapa titik mengingat bahwa lokasi penelitian diapit dua sungai besar yaitu Sungai Musi di sebelah Utara dengan jarak 2,5 km dan Sungai Lilin di sebelah Selatan dengan jarak 2,75 km.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar H. 2009. Pemodelan lapisan air tanah dalam (akuifer) di Desa Telogorejo Kab. Demak berdasarkan data tahanan jenis [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin. Kabupaten Musi Banyuasin Broto S, Afifah SR. 2008. Pengolahan data geolistrik dengan metode

Schlumberger. JurnalTeknik. 29(2): 120-128.

Clapp RB, Hornberger GM. 1978. Empirical equations for some soil hydraulic properties, Water Resources. Res. 14(1): 601-604.

Dariah A., Yusrizal, Mazwar. 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Dawson KJ, Istok JD. 1991. Aquifer Testing: Design and Analysis of Pumping and Slug Tests. Michigan (US): Lewis Publishers.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Jogjakarta (ID): Kanisius

Freeze R.A, Cherry JA. 1979. Groundwater. New York (US): Prentice–Hall, Englewood-Cliffs, Inc.

Hanudin E, Maharani PH, Sunarminto BH. 2015. Penggunaan fungsi pedotransfer untuk memperbaiki permeabilitas tanah di Sumatra Selatan dan Riau. Jurnal Ilmu Pertanian. 18(1): 37-43.

Hendrajaya L, Idam A. 1990. Geolistrik Tahanan Jenis. Bandung (ID). Institut Teknologi Bandung.

Huda AMM. 2011. Pemetaan air tanah menggunakan metode resistivitas Wenner sounding. Jurnal Neutrino. 3(2): 175-188.

(37)

Indarto. 2012. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.

[KemenESDM] Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2000. Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Kepmen ESDM no.1451.K/10/MEM/2000.

Kirsch R. 2009. Groundwater Geophysics: A Tool for Hydrogeology. 2nd ed. Berlin;Heidelberg (DE): Springer.

Klute A, Dirksen C. 1986. Hydraulic conductivity and diffusivity: Laboratory method. Methods of Soil Analysis Part 1. Physical and Mineralogical Methods. 2nd ed. Madison Wisconsin (US): ASSA Inc.

Kodoatie RJ. 2012. Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta (ID): Andi Offset.

Kuswanto A. 2005. Aplikasi metoda Res-2D untuk eksplorasi air bawah tanah di daerah kars. Jurnal Air Indonesia. 1(2): 226-234.

Milsom J. 2003. Field Geophysis The Goeological Field Guide Series. London (UK): University College London.

Moller I, Jacobsen BH, Christensen NB. 2001. Rapid inversion of 2-D geoelectrical data by multichannel deconvolution. Geophysics. 66(3): 800–808.

Mutowal W. 2008. Penentuan Sebaran Akuifer dan Pola Aliran Airtanah dengan Metode Tahanan Jenis (Resisitivity Method) di Desa Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Naryanto HS. 2008. Potensi tanah di Daerah Cikarang dan sekitarnya, Kabupaten Bekasi berdasarkan analisis pengukuran geolistrik. Jurnal Air Indonesia. 4(1): 38-49.

Pratitnyo P. 2008. Sistem akuifer dan cadangan air tanah di Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Magister Teknik Geologi. 1(1): 1-10.

Sosiawan H. 2010. Identifikasi Air Tanah dan Pemanfaatannya untuk Pertanian. Bogor (ID): Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.

Sudarto L. 2012. Prediksi Penurunan Muka Airtanah Akibat Pemompaan Di Daerah Jogonalan Klaten Jawa Tengah [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Pembangunan Negri Yogyakarta.

Todd DK. 1995. Groudwater Hydrology Second Edition. Singapore (SG): John Wiley & Sons, inc.

Todd DK, Mays LW. 2005. Groundwater Hydrology. 3th ed. Denver (US): John Wiley & Sons, inc.

Tripp AC, Hohmant GW, Swift CM. 1984. Two dimensional resistivity inversion.

Geophysics. 49(10): 1708-1717.

Triyoga HS. 2016. Perbandingan Geoscanner dan Geolistrik untuk Investigasi Airtanah Menggunakan Metode Tahanan Jenis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Waspodo RSB. 2002. Permodelan aliran airtanah pada akuifer tertekan dengan menggunakan metoda beda hingga (finite difference method) di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka. Jurnal Keteknikan Pertanian. 16(2): 61-68.

(38)

Widodo T. 2013. Kajian ketersediaan airtanah terkait pemanfaatan lahan di Kabupaten Blitar. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota. 9(2):122-133. Yulianto T, Widodo S. 2008. Indentifikasi penyebaran dan ketebalan batu bara

menggunakan metode geolistrik resistivitas. Jurnal Fisika Indonesia. 11(2): 59-66.

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)

Lampiran 8 Lokasi dan elevasi titik-titik pengukuran

Titik Lintang Selatan Bujur Timur Elevasi (m)

GL 1 2°37'46.63" 104° 6'13.73" 23 GL 2 2°37'45.73" 104° 6'16.31" 25 GL 3 2°37'47.13" 104° 6'19.50" 26 GL 4 2°37'48.34" 104° 6'17.62" 24 GL 5 2°37'43.46" 104° 6'12.26" 20 GL 6 2°37'40.80" 104° 6'15.37" 22 GL 7 2°37'36.76" 104° 6'14.06" 19

(48)

Lampiran 9 Data pengukuran geolistrik titik 1 di lapangan (GL 1)

No MN/2 AB/2 K1 K2 K3 K4 V (mV) I (mA) ρ (rho) Ωm

I II I II 1 0.5 2 11.775 2.007 227 0.104107599 2 0.5 3 27.475 0.987 215 0.126129419 3 0.5 4 49.455 3.983 3.983 217 218 0.905651793 4 0.5 6 112.255 148.3 204 81.60498284 5 0.5 8 200.175 58.4 60.6 0.214 0.204 56987.61962 6 0.5 10 313.215 22.7 20.4 0.139 0.147 47201.28147 7 0.5 12 451.375 15.7 16.2 0.223 0.225 32140.31808 8 0.5 15 705.715 8.3 9.2 0.329 0.314 19206.86236 9 5 15 62.8 163.7 162.9 0.307 0.315 32975.04823 10 5 20 117.75 29.6 30.2 0.258 0.259 13619.82592 11 5 25 188.4 15.4 15.3 0.376 0.367 7784.495289 12 5 30 274.75 8.7 8.8 0.305 0.301 7934.19967 13 10 30 125.6 20.6 20 0.324 0.318 7942.928349 14 10 40 235.5 8.2 8.1 0.323 0.319 5979.205607 15 10 50 376.8 3.9 3.2 0.169 0.172 7845.395894 16 10 60 549.5 1.4 1.6 0.207 0.202 4030.562347 17 10 75 867.425 1.1 1.7 0.223 0.222 5457.955056 18 25 75 314 3.9 4.4 0.223 0.223 5843.497758 19 25 100 588.75 5 4.8 0.395 0.395 7303.481013 20 25 125 942 3.3 3.4 0.371 0.377 8437.700535

(49)

Lampiran 10 Data pengukuran geolistrik titik 2 di lapangan (GL 2)

No MN/2 AB/2 K1 K2 K3 K4 V (mV) I (mA) ρ (rho) Ωm

I II I II 1 0.5 2 11.775 1.091 0.365 35.1959589 2 0.5 3 27.475 0.568 0.566 0.336 0.339 46.158 3 0.5 4 49.455 15.65 0.317 2441.548107 4 0.5 6 112.255 29.1 0.311 10503.60289 5 0.5 8 200.175 6.4 0.211 6071.658768 6 0.5 10 313.215 1.1 0.267 1290.398876 7 0.5 12 451.375 1 0.238 1896.533613 8 0.5 15 705.715 0.1 0.227 310.8876652 9 5 15 62.8 5.6 0.292 1204.383562 10 5 20 117.75 1.4 2 0.312 0.307 646.7689822 11 5 25 188.4 0.7 0.9 0.338 0.341 443.9469809 12 5 30 274.75 0.5 0.282 487.1453901 13 10 30 125.6 1.6 0.268 749.8507463 14 10 40 235.5 1.7 0.212 1888.443396 15 10 50 376.8 0.6 0.6 0.281 0.266 826.6179159 16 10 60 549.5 0.5 0.203 1353.448276 17 10 75 867.425 0.3 0.245 1062.153061 18 25 75 314 0.9 0.179 1578.77095 19 25 100 588.75 0.7 0.6 0.198 0.179 2030.172414 20 25 125 942 0.3 1.9 0.19 0.177 5692.397661 21 25 150 1373.75 0.5 0.2 0.125 0.169 3270.833333

(50)

Lampiran 11 Data pengukuran geolistrik titik 3 di lapangan (GL 3)

No MN/2 AB/2 K1 K2 K3 K4 V (mV) I (mA) ρ (rho) Ωm

1 0.5 2 11.775 152.01 0.165 10847.98636 2 0.5 3 27.475 100.8 0.183 15133.77049 3 0.5 4 49.455 223.8 0.149 74282.07383 4 0.5 6 112.255 102.8 0.203 56846.37438 5 0.5 8 200.175 30 0.107 56123.83178 6 0.5 10 313.215 13 0.96 4241.453125 7 0.5 12 451.375 8.8 0.131 30321.37405 8 0.5 15 705.715 4.6 0.191 16996.27749 9 5 15 62.8 74.2 0.123 37884.22764 10 5 20 117.75 9.3 0.127 8622.637795 11 5 25 188.4 6.7 0.132 9562.727273 12 5 30 274.75 2.6 0.1 7143.5 13 10 30 125.6 6.2 0.124 6280 14 10 40 235.5 3.9 0.101 9093.564356 15 10 50 376.8 2.1 0.095 8329.263158 16 10 60 549.5 1.1 0.8 755.5625 17 10 75 867.425 0.6 0.76 684.8092105 18 25 75 314 11 0.106 32584.90566 19 25 100 588.75 26 0.086 177994.186 20 25 125 942 1 0.079 11924.05063

(51)

Lampiran 12 Data pengukuran geolistrik titik 4 di lapangan (GL 4)

No MN/2 AB/2 K1 K2 K3 K4 V (mV) I (mA) ρ (rho) Ωm

1 0.5 2 11.775 32.7 0.076 5066.348684 2 0.5 3 27.475 278.3 0.059 129598.178 3 0.5 4 49.455 107.2 0.053 100029.7358 4 0.5 6 112.255 1.6 0.052 3454 5 0.5 8 200.175 0.6 0.045 2669 6 0.5 10 313.215 0.4 0.043 2913.627907 7 0.5 12 451.375 0.2 0.04 2256.875 8 0.5 15 705.715 0.3 0.039 5428.576923 9 5 15 62.8 1.1 0.033 2093.333333 10 5 20 117.75 0.8 0.035 2691.428571 11 5 25 188.4 0.4 0.031 2430.967742 12 5 30 274.75 0.3 0.032 2575.78125 13 10 30 125.6 10.6 0.49 2717.061224 14 10 40 235.5 5.9 382 3.637303665 15 10 50 376.8 5.3 394 5.068629442 16 10 60 549.5 1.9 376 2.776728723 17 10 75 867.425 5.7 722 6.848092105 18 25 75 314 9.6 730 4.129315068 19 25 100 588.75 8.8 762 6.799212598

(52)

Lampiran 13 Data pengukuran geolistrik titik 5 di lapangan (GL 5)

No MN/2 AB/2 K1 K2 K3 K4 V (mV) I (mA) ρ (rho) Ωm

1 0.5 2 11.775 89.6 0.473 2230.528541 2 0.5 3 27.475 1.514 0.251 165.7256972 3 0.5 4 49.455 348 0.226 76151.9469 4 0.5 6 112.255 107.3 0.246 48963.25813 5 0.5 8 200.175 35 208 33.68329327 6 0.5 10 313.215 23.1 278 26.02613849 7 0.5 12 451.375 8.1 0.191 19142.08115 8 0.5 15 705.715 5.3 0.283 13216.57067 9 5 15 62.8 63.6 0.298 13402.95302 10 5 20 117.75 14.2 0.191 8754.188482 11 5 25 188.4 6.6 0.179 6946.592179 12 5 30 274.75 5.2 0.317 4506.940063 13 10 30 125.6 15.6 0.317 6180.946372 14 10 40 235.5 8.5 0.309 6478.15534 15 10 50 376.8 3 0.175 6459.428571 16 10 60 549.5 2.8 0.245 6280 17 10 75 867.425 1.6 0.24 5782.833333 18 25 75 314 3.4 0.249 4287.550201 19 25 100 588.75 5.2 0.219 13979.45205 20 25 125 942 3.4 0.474 6756.962025

Gambar

Gambar 1  Skema lapisan airtanah
Gambar 2 Aliran arus listrik di bawah permukaan tanah
Gambar 3 Konfigurasi elektroda yang umum digunakan
Gambar 4 Susunan elektroda konfigurasi Wenner-Schlumberger
+7

Referensi

Dokumen terkait

E-Voucher Taksi menyediakan informasi geografis agar karyawan dapat mengetahui informasi jalan dengan jarak terpendek ke lokasi yang ingin dituju sehingga

Persepsi mengenai Kualitas Yang Dirasakan Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Wulansari (2013)), para konsumen seringkali menilai kualitas produk atau jasa tertentu atas

Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” yang diselenggarakan pada tanggal 5 Maret 2014 merupakan seminar ke-14 yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknik

Taut Silang dengan sukrosa teroksidasi Sampel yang digunakan adalah gelatin sisik ikan bandeng dan gelatin komersil ( Modernist Pantry ).. Prosedur pembuatan menggunakan

Pengamatan terhadap bobot kering pupus menunjukan tidak adanya interaksi antara perlakuam konsentrasi cairan hormon GA3 dan waktu perendaman namun memberikan pengaruh

konsentrasi : jika konsentrasinya diperbesar pada salah satu zat maka reaksi bergeser dari arah zat tersebut, sedangkan bila konsentrasinya diperkecil maka reaksi akan bergeser

Dalam konteks media baru yaitu portal berita online rri.co.id, memiliki rencana jangka pendek menjadi rujukan informasi dan sumber berita yang dapat dipercaya baik dari skala

Dalam melakukan profesinya memberikan bantuan hokum Advokat memiliki hak untuk melakukan beberapa hal guna pembelaan kepada penerima bantuan hukum, Hak Advokat