• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 golongan berdasarkan kategori usia, dimana proporsi jumlah subjek laki-laki (48.6%) lebih sedikit dibandingkan jumlah subjek perempuan (51.4%). Sebanyak 60% subjek anak-anak memiliki berat badan yang kurang (IMT <18.5) dan sebanyak 28% subjek

dewasa memiliki kelebihan berat bedan (IMT ≥25). Subjek laki-laki usia dewasa

memiliki persentase masalah kelebihan berat badan (overweight: 21% dan

obesitas: 28%) yang lebih tinggi dibandingkan subjek perempuan usia dewasa (overweight: 17% dan obesitas: 26%). Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik subjek penelitian

Variabel

Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

Rata-rata SD Kisaran Rata-rata SD Kisaran

Anak-anak (n=111) Usia (tahun) 9.3 1.9 6-12 9.4 2.1 6-12 Tinggi badan (cm) 131.9 13.8 111.0-166.0 132.3 14.8 101.0-161.0 Berat badan (kg) 31.4 10.6 17.3-65.6 31.1 12.5 14.9-67.7 IMT (kg/m2) 17.7 3.8 12.8-32.2 17.1 3.6 12.9-28.3 Klasifikasi IMT

Berat badan kurang (%) 59 - - 62 - -

Berat badan normal (%) 38 - - 32 - -

Berat badan lebih (%) 0 - - 4 - -

Obesitas (%) 3 - - 2 - - Remaja (n=107) Usia (tahun) 15.1 1.7 13-18 15.4 1.5 13-18 Tinggi badan (cm) 160.8 8.9 139.0-180.0 153.8 5.7 132.0-164.0 Berat badan (kg) 50.1 12.0 32.7-80.3 47.4 9.9 25.2-74.4 IMT (kg/m2) 19.2 3.3 14.9-27.3 20.0 3.6 13.2-30.8 Klasifikasi IMT

Berat badan kurang (%) 33 - - 16 - -

Berat badan normal (%) 61 - - 75 - -

Berat badan lebih (%) 4 - - 2 - -

Obesitas (%) 2 - - 7 - - Dewasa (n=105) Usia (tahun) 42.8 6.9 34-61 40.9 7.7 19-66 Tinggi badan (cm) 163.3 5.8 146.2-174.0 153.0 6.4 142.1-171.0 Berat badan (kg) 64.6 12.9 41.7-103.2 58.5 9.4 38.2-82.1 IMT (kg/m2) 24.2 4.3 15.3-34.5 25.0 4.0 14.9-33.8 Klasifikasi IMT

Berat badan kurang (%) 4 - - 2 - -

Berat badan normal (%) 47 - - 55 - -

Berat badan lebih (%) 21 - - 17 - -

Obesitas (%) 28 - - 26 - -

Keterangan: IMT = Indeks Massa Tubuh

Asupan garam yang tinggi adalah penyebab utama terjadinya peningkatan tekanan darah yang pada akhirnya memicu penyakit-penyakit kardiovaskular. Dewasa ini, beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa asupan garam yang tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas. Salah satu alasan untuk

18

asosiasi ini adalah asupan garam yang tinggi akan menstimulasi rasa haus dan meningkatkan asupan cairan, khususnya konsumsi minuman manis.

Hubungan antara asupan garam dan obesitas secara parsial juga disebabkan

oleh konsumsi pangan olahan yang tinggi kalori (Ma et al. 2015). Hasil penelitian

Zhu et al. (2015) melihat adanya interaksi yang signifikan antara asupan garam dengan obesitas. Asupan garam yang tinggi dan faktor obesitas dapat bertindak secara sinergis dalam mempercepat proses penuaan seluler terutama pada subjek usia remaja.

Tingkat Pendidikan Subjek

Tingkat pendidikan subjek pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 2. Subjek usia anak-anak seluruhnya merupakan anak usia sekolah (6 sampai 12 tahun) yang masih mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD). Subjek usia remaja sebanyak 54.5% masih mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 45.5% di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Subjek dewasa lebih dari setengahnya (58.1%) memiliki tingkat pendidikan akhir SMA/sederajat dan lebih dari seperempatnya (26.7%) telah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Gambar 2 Tingkat pendidikan subjek

Meskipun tidak secara langsung mempengaruhi tingkat asupan garam populasi, tingkat pendidikan subjek memiliki kontribusi terhadap pilihan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang (Hardinsyah 2007). Sumarwan (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula kesadaran logis akan hal-hal tertentu, termasuk memilih jenis makanan dengan kualitas yang lebih baik. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik terkait pola makan dan

kesehatan (Gibney et al. 2009). Edukasi dan kesadaran konsumen merupakan hal

yang sangat penting khususnya di negara-negara berkembang, dimana mayoritas garam yang dikonsumsi berasal dari meja atau ditambahkan pada saat memasak (Sarmugam & Worsley 2014).

100.0 5.7 54.5 9.5 45.5 58.1 26.7 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Anak Remaja Dewasa

P ers ent as e (%) Perguruan Tinggi SMA Sederajat SMP Sederajat SD Sederajat

19 Jenis Pekerjaan Subjek Dewasa

Jenis pekerjaan subjek pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 3. Subjek laki-laki secara mayoritas memiliki jenis pekerjaan sebagai pegawai swasta (64%) dan pegawai negeri sipil (11%), sedangkan subjek perempuan hampir 75% merupakan ibu rumah tangga (tidak bekerja). Subjek perempuan yang bekerja umumnya memiliki profesi sebagai wiraswasta (14%).

Gambar 3 Jenis pekerjaan subjek dewasa

Kartasapoetra & Masetyo (2003) menyatakan bahwa jenis pekerjaan merupakan indikator untuk pendapatan suatu rumah tangga dan memiliki peran yang penting dalam mendukung kehidupan keluarga termasuk kualitas, kuantitas dan keputusan dalam memilih makanan. Jenis pekerjaan secara tidak langsung terkait dengan jumlah aktivitas fisik seorang individu, yang pada akhirnya memiliki korelasi positif dengan kesehatan. Jenis pekerjaan meskipun secara signifikan tidak mempengaruhi keseluruhan asupan makanan, tetap akan menjadi faktor penting dalam menentukan kebiasaan dan waktu mengkonsumsi makanan. Hal ini jika tidak diperhatikan dengan pada akhirnya dapat menyebabkan masalah

dalam pembentukan pola makan yang tidak sehat (Reeves et al. 2004).

Tekanan Darah Subjek Dewasa

Tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko klasik berbagai penyakit degeneratif terutama hipertensi, yang pada gilirannya akan meningkatkan risiko

penyakit jantung koroner secara signifikan (Frayn & Stanner 2005; DeBruyne et

al. 2016). Gambar 4 menunjukkan bahwa hampir setengah dari subjek dewasa,

baik laki-laki maupun perempuan memiliki nilai tekanan darah yang masuk dalam kategori prehipertensi. Sebanyak 32% subjek laki-laki dan 38% subjek perempuan memiliki nilai tekanan darah dalam kategori normal.

Prehipertensi merupakan prekursor hipertensi klinis dan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 120-139 mm Hg atau diastolik 80-89 mm Hg. Data National Health and Nutrition Examination Survey ketiga pada tahun 1999 sampai 2000 di Amerika menunjukkan bahwa prevalensi prehipertensi adalah

2 11 64 6 4 13 74 2 3 14 3 3 0 20 40 60 80 P ers ent as e (%) Laki-laki Perempuan

20

sebesar 31% (Wang & Wang 2004). Perempuan (40%) cenderung memiliki prehipertensi lebih tinggi dibandingkan laki-laki (23%). Prehipertensi dikaitkan dengan kelebihan berat badan dan prevalensi kondisi ini akan meningkat dari waktu ke waktu jika epidemi obesitas terus tumbuh (Svetkey 2005). Hasil pengukuran tekanan darah subjek dewasa ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Tekanan darah subjek dewasa

Sejumlah besar studi epidemiologi, evolusi dan klinis juga telah mengkonfirmasi bahwa asupan garam merupakan faktor penting dalam peningkatan tekanan darah manusia. Hubungan antara asupan garam dan tekanan darah manusia bersifat kausal dan asupan garam yang tinggi diperkirakan memberikan kontribusi signifikan terhadap prevalensi hipertensi dalam basis populasi (Mohan & Campbell 2009).

Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul Subjek Dewasa

Rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul (RLPP) adalah salah satu indeks antropometri yang menunjukkan status kegemukan, terutama obesitas sentral. RLPP dapat digunakan untuk mengukur faktor risiko seseorang terhadap obesitas dan penyakit kardiovaskular. Hasil pengukuran RLPP menunjukkan bahwa 62% subjek perempuan dewasa memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil pengukuran RLPP pada subjek laki-laki dewasa, dimana 60% subjek memiliki risiko kesehatan yang rendah (Gambar 5).

Gambar 5 Risiko kesehatan berdasarkan RLPP pada subjek dewasa

32 51 13 4 38 47 12 3 0 10 20 30 40 50 60

Normal Prehipertensi Stage 1 Stage 2

P ers ent as e (%) Laki-laki Perempuan 60 25 15 24 14 62 0 20 40 60 80

Rendah Sedang Tinggi

P ers ent as e (%) Laki-laki Perempuan

21 Sebanyak 62% subjek dewasa perempuan memiliki risiko kesehatan yang tinggi berdasarkan hasil pengukuran RLPP. Hal ini terlihat memiliki hubungan yang erat dengan hasil pengukuran tekanan darah sistolik sebelumnya. Gambar 4 menunjukkan bahwa sebanyak 62% subjek dewasa perempuan memiliki nilai tekanan darah di atas kategori normal. Hasil penelaahan data lebih jauh untuk kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa mayoritas individu yang memiliki nilai tekanan darah di atas normal juga adalah individu yang memiliki nilai RLPP yang relatif tinggi.

Hasil pengukuran IMT pada subjek dewasa menunjukkan bahwa sebanyak 49% subjek dewasa laki-laki dan 43% subjek dewasa perempuan memiliki masalah berat badan lebih (Tabel 3). Hasil temuan ini mengkonfirmasi adanya hubungan antara IMT dan RLPP dengan nilai asupan garam harian terutama pada subjek perempuan dewasa. Mayoritas subjek perempuan dewasa yang memiliki nilai RLPP tinggi diketahui juga memiliki nilai IMT yang relatif tinggi. Akan tetapi, parameter RLPP pada penelitian ini terlihat memiliki hubungan yang lebih erat dengan nilai tekanan darah dibandingkan dengan parameter IMT.

Obesitas di bagian perut diakui merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung. Dibandingkan dengan IMT, pengukuran antropometri obesitas di bagian perut seperti RLPP tampak lebih memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor risiko metabolik, insiden kejadian penyakit kardiovaskular dan kematian

(Koning et al. 2007). Hal tersebut berasosiasi dengan hasil yang didapat pada

penelitian ini, dimana subjek yang memiliki nilai RLPP dan IMT (keduanya) tinggi cenderung memiliki nilai asupan garam harian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan subjek yang hanya memiliki nilai RLPP atau IMT tinggi.

Konsumsi Pangan per Kapita

Konsumsi pangan harian subjek untuk masing-masing kategori usia dan jenis kelamin ditampilkan pada Tabel 4. Bahan pangan pada penelitian ini dikategorikan menjadi 11 kelompok berdasarkan ingredien dasar. Secara umum, jumlah konsumsi pangan subjek remaja dan dewasa memiliki nilai yang hampir sama dan lebih tinggi dibandingkan konsumsi pangan subjek anak-anak. Subjek dengan jenis kelamin laki-laki memiliki konsumsi pangan yang jauh lebih tinggi dibanding subjek perempuan.

Tabel 4 Rata-rata konsumsi pangan (g/hari) per kapita subjek

Kelompok Pangan

Kategori usia Jenis kelamin

Anak-anak Remaja Dewasa . Laki-Laki Perempuan

x % x % x % x % x % Produk bakeri 19.94 2.17 22.37 2.29 16.47 1.68 18.84 1.85 20.35 2.26 Serealia 491.52 53.40 590.71 60.41 529.71 54.18 582.14 57.15 493.91 54.83 Telur 35.24 3.83 24.69 2.52 22.90 2.34 29.75 2.92 25.82 2.87 Ikan 17.19 1.87 23.51 2.40 29.36 3.01 25.84 2.54 20.79 2.31 Buah-buahan 22.69 2.47 36.04 3.69 64.31 6.58 40.12 3.94 41.14 4.57 Kacang-kacangan 27.92 3.03 24.51 2.51 46.62 4.77 34.91 3.43 30.94 3.43 Daging 13.46 1.46 22.95 2.35 23.21 2.37 19.74 1.94 19.81 2.20 Susu 81.30 8.83 34.57 3.54 6.57 0.67 47.14 4.63 36.22 4.02 Unggas 66.05 7.18 61.63 6.30 57.25 5.86 63.78 6.26 59.78 6.64 Makanan ringan 83.51 9.07 66.10 6.76 72.97 7.46 73.98 7.26 74.63 8.28 Sayur-sayuran 61.62 6.69 70.76 7.24 108.34 11.08 82.37 8.09 77.44 8.60 Total 920.44a 100 977.84b 100 977.71b 100 1018.61a 100 900.83b 100 Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

22

Kelompok pangan yang merupakan kontributor utama asupan pangan subjek adalah produk serealia, diikuti oleh masakan berbahan dasar sayur-sayuran, makanan ringan dan produk unggas. Subjek anak-anak mengkonsumsi makanan ringan lebih banyak dibanding subjek remaja dan dewasa (9.07%), sedangkan subjek dewasa terlihat lebih banyak mengkonsumsi masakan berbasis sayur-sayuran (11.08%). Subjek remaja mengkonsumsi produk makanan berbasis serealia lebih banyak dibanding subjek lainnya.

Pola konsumsi suatu kelompok pangan tertentu merupakan poin yang penting dalam memahami peranan diet dengan risiko terjadinya suatu penyakit. Perhatian terhadap kelompok-kelompok pangan, bukan terhadap zat gizi tunggal, akan lebih mencerminkan kebiasaan makan suatu populasi. Pola makan yang ditandai dengan asupan buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, ikan, unggas, gandum utuh dan produk susu rendah lemak telah diasosiasikan dengan menurunnya risiko kanker, jantung koroner dan kematian (Barkoukis 2006).

Pola konsumsi pangan pada Tabel 4 di atas memiliki kemiripan dengan hasil

studi Hu et al. (2000) yang menyatakan bahwa pola diet di Asia dan Mediterania

memiliki nilai asupan yang lebih tinggi untuk kelompok pangan kacang-kacangan, ikan, sayuran dan buah-buahan. Pola diet ini berbeda dengan pola diet negara barat seperti Amerika yang lebih banyak mengkonsumsi pangan siap saji yang digoreng, biji-bijian yang telah diolah, daging olahan, produk panggang komersial dan permen.

Kadar Garam Produk Pangan

Berdasarkan hasil survei konsumsi pangan, jumlah makanan yang dikonsumsi oleh subjek di Jakarta Selatan ada sebanyak 457 jenis makanan yang dikategorikan ke dalam 11 kelompok pangan. Tiap kelompok pangan tersebut memiliki beberapa subkelompok pangan yang dibagi berdasarkan cara pengolahan dan bahan mentah utama yang digunakan. Perhitungan asupan garam harian individu yang dilakukan membutuhkan data kandungan garam yang detail untuk tiap-tiap produk pangan yang dikonsumsi. Data kadar garam yang digunakan pada penelitian ini merupakan kompilasi dari berbagai sumber data seperti hasil pencatatan kuesioner, informasi pada label kemasan, basis data pangan seperti USDA National Nutrient Database for Standard Reference, bedah resep serta analisis laboratorium. Tabel 5 merangkum sumber data kadar garam dan natrium yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 5 Sumber data kadar garam dan natrium produk pangan

Sumber data kadar garam Jumlah jenis makanan Persentase (%)

Label kemasan** 118 25.8

Kuesioner* 114 24.9

Data sekunder (USDA Release 28-SING)** 87 19.0

Resep* 40 8.8

Kadar Garam = 0 83 18.2

Data tidak ditemukan 8 1.75

Analisis laboratorium* 4 0.9

Informasi website* 3 0.7

Total 457 100

23 Data kadar garam dan kadar natrium dari berbagai sumber di atas digunakan

untuk menghitung kadar garam masing-masing kelompok pangan.

Pengelompokan berdasarkan kelompok pangan dan subkelompok pangan dimaksudkan untuk mempermudah analisis dan interpretasi data. Informasi dari pencatatan kuesioner, bedah resep dan analisis laboratorium merupakan data jumlah garam total yang ditambahkan ke dalam masakan. Informasi yang berasal dari label kemasan dan data sekunder merupakan data kadar natrium yang harus dikonversi menjadi kadar garam pangan terlebih dahulu. Kadar garam rata-rata untuk masing-masing kelompok pangan ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kadar garam rata-rata (g/100 g) makanan yang dikonsumsi subjek

Kelompok pangan

Jenis pangan

Kadar garam

rata-rata SD Min Maks Persentil95

Produk bakeri 27 1.03 0.34 0.50 1.56 1.46 Serealia 37 1.06 0.98 0.00 4.13 2.47 Telur 7 1.89 3.61 0.00 9.16 7.25 Ikan 41 0.68 0.65 0.00 2.94 1.45 Buah-buahan 22 0.16 0.25 0.00 0.45 0.41 Kacang-kacangan 34 2.16 4.56 0.00 14.29 8.96 Daging 36 0.84 0.56 0.00 1.80 1.72 Susu 9 0.28 0.24 0.00 0.66 0.65 Unggas 28 0.58 0.42 0.00 1.38 1.22 Makanan ringan 125 0.77 0.31 0.46 1.24 1.16 Sayur-sayuran 91 0.54 0.66 0.00 3.30 1.51

Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok pangan berbahan dasar kacang-kacangan dan telur memiliki nilai kandungan garam yang tinggi. Sebaliknya, kandungan garam pada produk susu dan buah-buahan dapat dikatakan rendah. Kelompok pangan makanan ringan dan masakan berbasis sayur-sayuran memiliki variasi jenis pangan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kelompok pangan yang lain. Kelompok pangan telur dan kacang-kacangan memiliki kandungan garam yang relatif lebih tinggi dibanding kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan pada kelompok pangan tersebut terdapat bahan pangan yang

mengandung kadar garam tinggi seperti telur asin dan kecap asin. Nilai 95th

persentil pada tabelmenya takan bahwa sebanyak 95% dari semua data memiliki nilai dibawah angka tersebut. Kilcast & Angus (2007) mengklasifikasikan kadar garam pada suatu bahan pangan ke dalam 3 kelompok: rendah (<0.3 g garam/100 g pangan), sedang (0.3-1.5 g garam/100 g pangan) dan tinggi (>1.5 g garam/100 g pangan). Kadar garam dan jumlah jenis pangan untuk masing-masing subkelompok pangan secara detail ditampilkan pada Lampiran 3.

Asupan Garam Harian Populasi Subjek di Jakarta Selatan

Subjek pada penelitian ini dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan usia yaitu anak-anak (6-12 tahun), remaja (13-19 tahun) dan dewasa

(≥19 tahun). Dalam pengambilan sampel, ketiga subjek tersebut diusahakan

berasal dari satu keluarga yang sama agar didapatkan gambaran umum konsumsi garam yang berasal dari suatu rumah tangga.

24

Asupan garam harian menggambarkan jumlah garam yang dikonsumsi subjek dalam satu hari dan umumnya dinyatakan dalam satuan gram/hari. Hasil estimasi asupan garam harian populasi sampel di Jakarta Selatan berdasarkan usia dan jenis kelamin ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Asupan garam harian berdasarkan jenis kelamin dan usia

Usia/Jenis kelamin Asupan garam harian (g/hari) Asupan natrium

(mg/hari) P Value

Rata-rata ± SD Min Maks Persentil95

Anak-anak 4.86 ± 1.91ab 0.74 11.40 8.61 1944 ± 764 0.45 Laki-laki 5.25 ± 2.21ab 1.92 11.40 10.1 2100 ± 884 0.40 Perempuan 4.42 ± 1.40 a 0.74 7.58 6.43 1768 ± 560 Remaja 5.25 ± 2.11b 1.04 13.76 9.23 2100 ± 844 <0.05 Laki-laki 5.88 ± 2.22 b 2.00 13.76 9.31 2352 ± 888 <0.05 Perempuan 4.67 ± 1.83 a 1.04 9.82 7.85 1868 ± 732 Dewasa 4.29 ± 1.95a 0.74 10.98 7.42 1716 ± 780 <0.05 Laki-laki 4.38 ± 1.74 a 0.74 7.96 7.10 1752 ± 696 0.18 Perempuan 4.21 ± 2.11 a 0.76 10.98 7.76 1684 ± 844 Total 4.81 ± 2.02a 0.74 13.76 8.46 1924 ± 808 -

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf nyata 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa secara umum asupan garam harian di wilayah Jakarta Selatan adalah sebesar 4.81 ± 2.02 gram/hari. Subjek remaja laki-laki memiliki nilai asupan garam harian yang secara signifikan lebih tinggi dibanding

subjek lainnya (P<0.05), sedangkan subjek dewasa baik laki-laki maupun

perempuan memiliki nilai asupan garam yang lebih rendah dibandingkan subjek remaja dan anak-anak. Hal yang menarik adalah nilai asupan garam harian pada subjek anak-anak lebih tinggi dibandingkan asupan garam subjek dewasa. Subjek anak laki-laki bahkan memiliki nilai asupan garam melebihi rekomendasi yang diberikan oleh WHO (2012) yaitu sebesar <5 gram garam per hari.

Nilai rata-rata asupan garam harian untuk seluruh subjek pada penelitian

ini tidak melebihi nilai tolerable upper intake level (UL) garam yaitu sebesar 5.75

g/hari (umumnya digenapkan menjadi 6 g/hari) atau setara 2300 mg natrium/hari yang direkomendasikan oleh Institute of Medicine (2005). WHO (2012) lebih jauh merekomendasikan reduksi asupan garam hingga mencapai kurang dari 5 gram/hari (setara 2000 mg natrium) untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular, stroke dan jantung koroner terutama pada orang dewasa.

Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Souza et al.

(2013) di Brazil dengan nilai asupan garam harian 7.98 g/hari.

Tabel 7 menunjukkan bahwa subjek usia remaja dan anak-anak memiliki nilai asupan garam harian yang lebih tinggi dibanding subjek dewasa. Nilai asupan garam harian kedua subjek tersebut dapat dilihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata asupan garam harian untuk seluruh subjek di Jakarta Selatan. Hal ini patut menjadi perhatian sejak dini. Hasil studi di Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa asupan garam yang tinggi pada anak-anak dan remaja secara positif berkorelasi dengan nilai tekanan darah sistolik yang tinggi

dan peningkata risiko prehipertensi/hipertensi sejak dini (Yang et al. 2012).

Marrero et al. (2014) membandingkan asupan garam pada penelitiannya dengan

rekomendasi asupan garam standar yang disarankan untuk anak-anak dan remaja. Hasil studinya menunjukkan bahwa asupan garam pada subjek anak-anak dan

25 remaja telah melebihi kriteria tersebut, dimana produk pangan olahan merupakan kontributor utama asupan garam berlebih pada anak-anak.

Asupan Garam Harian berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, asupan garam harian subjek laki-laki lebih tinggi

secara signifikan dibandingkan subjek perempuan (P<0.05). Hasil studi mengenai

asupan garam dengan data asupan pada laki-laki dan perempuan di negara Asia Tenggara secara konsisten menunjukkan bahwa subjek laki-laki memiliki asupan

yang lebih tinggi dibanding subjek pererempuan (Batcagan-Abueg et al. 2013).

Jackson et al. (2016) menambahkan bahwa individu yang mengkonsumsi kalori

lebih banyak umumnya memiliki nilai asupan garam harian yang lebih tinggi pula. Asupan garam harian individu di Jakarta Selatan berdasarkan jenis kelamin subjek dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Asupan garam harian berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n Asupan garam harian (g/hari) Natrium

(mg/hari)

Rata-rata Min Maks Persentil95

Laki-laki 157 5.20 ± 2.15a 0.74 13.76 9.20 2080 ± 860

Perempuan 166 4.44 ± 1.82b 0.74 10.98 7.42 1776 ± 728

Total 323 4.81± 2.02 0.74 13.76 8.46 1924 ± 808

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan

,..perbedaan yang signifikan pada taraf nyata 5%.

WHO (2012a) dan Dietary Guidelines for Americans 2015-2020 (USDA

2015) merekomendasikan nilai asupan garam harian individu tidak boleh melebihi 6 gram/hari, akan tetapi dalam penelitian ini masih ada subjek yang memiliki nilai asupan garam harian melebihi nilai tersebut. Subjek dengan usia remaja sebanyak 30.8% memiliki asupan garam harian lebih dari 6 gram/hari, sedangkan subjek anak-anak dan dewasa hanya sekitar ±20% yang memiliki asupan garam melebihi nilai tersebut. Subjek dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 30% memiliki nilai asupan garam di atas 6 gram/hari (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran asupan garam harian subjek Kategori asupan

garam

Kategori usia Jenis kelamin

Anak-anak Remaja Dewasa Laki-laki Perempuan

n % n % n % n % n %

≤6 g/hari 88 79.3 74 69.2 83 79.1 110 70.0 135 81.3

>6 g/hari 23 20.7 33 30.8 22 20.9 47 30.0 31 18.7

Total 111 100 107 100 105 100 157 100 166 100

Hasil studi observasional menunjukkan bahwa asupan garam memainkan peran yang penting dalam perkembangan hipertensi dalam suatu populasi. Hubungan antara asupan garam pangan dengan hipertensi telah banyak didiskusikan secara intensif dalam selang waktu yang lama (Whelton 2014).

Takase et al. (2015) mengemukakan bahwa individu yang secara relatif memiliki

asupan garam harian yang tinggi lebih rentan mengalami hipertensi dibandingkan individu yang mengkonsumsi garam lebih sedikit. Reduksi asupan garam sejak

26

dini dapat bermanfaat dalam pencegahan terjadinya hipertensi dan peningkatan tekanan darah.

Hasil pengukuran nilai tekanan darah dan nilai asupan garam harian pada subjek dewasa memungkinkan peneliti untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut. Hasil uji korelasi Pearson antara nilai asupan garam harian dengan nilai tekanan darah sistolik dilakukan pada subjek yang

memiliki nilai asupan garam harian di atas tollerable upper intake level sebesar 6

gram/hari (Tabel 10).

Tabel 10 Korelasi antara asupan garam dengan tekanan darah subjek

Subjek Asupan Garam (g/hari)

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Koefisien

Korelasi P Value Keterangan

Anak-anak 7.69 ± 1.64 105.7 ± 9.3 -0.27 0.21 Korelasi cukup

Remaja 7.69 ± 1.67 113.6 ± 9.7 0.08 0.65 Korelasi sangat lemah Dewasa 7.00 ± 1.12 116.8 ± 10.6 -0.13 0.55 Korelasi sangat lemah Total 7.50 ± 1.54 112.2 ± 10.7 -0.12 0.30 Korelasi sangat lemah

Ravi et al. (2016) menekankan adanya hubungan independen yang kuat

antara asupan garam dan tekanan darah sistolik. Akan tetapi, pada penelitian ini hal tersebut tidak terlihat. Hasil pengujian menunjukkan tidak adanya asosiasi yang kuat antara kedua variabel tersebut pada semua kategori usia, bahkan pada subjek anak-anak dan dewasa korelasi antara kedua parameter tersebut memiliki

nilai negatif. Desain penelitian ini adalah cross-sectional yang menggambarkan

kondisi asupan dan kesehatan pada suatu waktu tertentu dengan kriteria subjek merupakan populasi yang sehat (faktor ekslusi). Oleh sebab itu, peneliti memiliki keterbatasan dalam upaya menarik kesimpulan kausal yang bersifat definitif terkait efek asupan garam pada tekanan darah subjek.

Asupan Garam Harian berdasarkan Hari Pengambilan Data

Pengambilan data konsumsi pangan pada penelitian ini dilaksanakan selama dua hari berturut-turut (konsekutif) pada hari kerja dan hari libur. Selain dimaksudkan sebagai ulangan, peneliti ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai asupan garam harian jika pengambilan data asupan garam dilakukan pada kedua hari tersebut. Secara umum, tingkat aktivitas dan konsumsi makanan subjek memiliki perbedaan yang signifikan di kedua hari tersebut. Nilai asupan garam harian subjek berdasarkan hari pengambilan data ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Asupan garam harian berdasarkan hari pengambilan data

Hari pengambilan data Asupan Garam Harian (g/hari) Natrium

(mg/hari) P. value

Rata-rata Min Maks Persentil95

Hari Kerja 4.71 ± 2.55 0.00 13.84 9.66 1884 ± 1020

0.314

Hari Libur 4.90 ± 2.74 0.64 18.58 9.37 1960 ± 1096

Total 4.81± 2.02 0.74 13.76 8.46 1924 ± 808 -

Tabel 11 menunjukkan bahwa asupan garam seluruh subjek penelitian yang diambil pada hari kerja dan hari libur tidak memiliki perbedaan yang signifikan

secara statistik (P>0.05). Thompson et al. (1986) meneliti data survei konsumsi

pangan nasional di Amerika Serikat dalam kurun waktu tahun 1977 sampai 1978

27 konsumsi pangan di hari kerja dan hari libur. Perbedaan terlihat pada jumlah makanan utama dan makanan ringan yang dikonsumsi, distribusi energi sepanjang hari, sumber pangan, kondisi pangan dan asupan zat gizi. Jumlah makanan utama dan makanan ringan yang dikonsumsi pada hari kerja lebih banyak dibanding hari

Dokumen terkait