ESTIMASI ASUPAN GARAM HARIAN PADA TINGKAT
INDIVIDU DI WILAYAH JAKARTA SELATAN
GT. ADI NIRWANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul ‘Estimasi Asupan Garam Harian pada Tingkat Individu di Wilayah Jakarta Selatan’ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Gt. Adi Nirwansyah
NIM F251124021
____________________________
RINGKASAN
GT. ADI NIRWANSYAH. Estimasi Asupan Garam Harian pada Tingkat Individu di Wilayah Jakarta Selatan. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan DODIK BRIAWAN.
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) RI pada tahun 2013 menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, stroke, diabetes melitus pada masyarakat Indonesia. Faktor penting terjadinya peningkatan prevalensi berbagai PTM tersebut adalah konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang berlebih. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat dari risiko PTM adalah dengan mengeluarkan Permenkes RI No. 30 Tahun 2013. Melalui peraturan tersebut, masyarakat diharapkan dapat terus memantau konsumsi GGL harian mereka sendiri. Akan tetapi, hingga saat ini belum diketahui dengan pasti seberapa besar data kontribusi konsumsi pangan olahan dan pangan siap saji terhadap asupan GGL harian penduduk.
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menurunkan asupan garam berlebih adalah dengan memantau jumlah garam yang dikonsumsi masyarakat. Pengukuran asupan garam populasi dapat dilakukan melalui kajian pola makan (dietaryassessments) dan estimasi tidak langsung (indirectestimation). Penelitian ini menggunakan metode food record untuk memperkirakan jumlah asupan garam harian populasi serta sumber dan kelompok bahan pangan yang berkontribusi secara signifikan terhadap nilai tersebut di wilayah Jakarta Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai asupan garam harian di wilayah Jakarta Selatan adalah sebesar 4.81 g/hari (setara natrium 1921 mg/hari). Nilai asupan garam harian tersebut tidak melebihi nilai asupan maksimum yang dapat ditoleransi yang ditetapkan oleh WHO (6 g/hari garam). Konsumsi garam harian subjek laki-laki secara keseluruhan lebih tinggi dibanding subjek perempuan, dimana subjek remaja mengkonsumsi garam lebih banyak dibandingkan subjek anak-anak dan dewasa.
SUMMARY
GT. ADI NIRWANSYAH. Estimation of Daily Salt Intake at Individual Level in South Jakarta Region. Supervised by NURI ANDARWULAN and DODIK BRIAWAN.
National report on basic health research of Indonesia in 2013 showed an increasing prevalence of non-communicable diseases (NCDs) such as hypertension, stroke, diabetes mellitus in Indonesian society. Excessive consumption of sugar, salt and fat is an important factor to an increase in the prevalence of various non-communicable disease. One of the efforts by the Indonesian government to protect the public from the risk of PTM is to issue Permenkes RI No. 30, 2013. Through this regulation, the public is expected to continue to monitor the consumption of their own daily intake of sugar, salt and fat. A high intake of salt is a public health concern because excessive consumption is associated with development of high blood pressure.
One strategy that can be used to reduce excessive salt intake is to monitor the amount of salt consumed by people. Measurement of population salt intake can be done through dietary assessments and indirect estimation. This study aimed to describe salt intake according to sex and age and identify the main dietary sources of salt in South Jakarta.
This study showed that the value of the daily salt intake in South Jakarta is equal to 4.81 g/day (equivalent sodium 1921 mg/day). The value of the daily salt intake does not exceed the tolerable upper intake level of 6 g/day (2300 mg sodium/day) set by the WHO. Daily salt intake of male subjects overall higher than female subjects. Subjects of adolescents consume more salt than subjects of children and adults.
Almost half of daily salt intake in this study (47%) comes from the food that consumed outside the home. Food groups that contribute significantly to the value of the daily salt intake of the subjects among which are staple foods, poultry products, vegetable-based dishes and snacks. Pearson correlation test results showed strong correlation between daily food consumption with daily salt intake level.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
ESTIMASI ASUPAN GARAM HARIAN PADA TINGKAT
INDIVIDU DI WILAYAH JAKARTA SELATAN
GT. ADI NIRWANSYAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul ‘Estimasi Asupan Garam Harian pada Tingkat Individu di Wilayah Jakarta Selatan’ merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Mayor Ilmu Pangan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP selaku penguji luar komisi atas kritik dan sarannya untuk perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh staf dan pegawai Departemen Ilmu Pangan dan SEAFAST Center IPB yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia atas dukungan dana untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2017
DAFTAR ISI
Metode Kajian Pola Makan dan Estimasi Tidak Langsung ... 6
Survei Konsumsi Pangan Tingkat Individu ... 7
Estimasi Ukuran Porsi Pangan ... 9
Estimasi Asupan Makanan dan Zat Gizi Harian ... 10
Peran Industri Pangan dalam Reduksi Asupan Garam ... 10
BAHAN DAN METODE ... 11
Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul Subjek Dewasa ... 20
Konsumsi Pangan per Kapita ... 21
Kadar Garam Produk Pangan ... 22
Asupan Garam Harian Populasi Subjek di Jakarta Selatan ... 23
Asupan Garam Harian berdasarkan Jenis Kelamin ... 25
Asupan Garam Harian berdasarkan Hari Pengambilan Data ... 26
Asupan Garam Harian berdasarkan Sumber Pangan ... 27
Asupan Garam Harian berdasarkan Kelompok Pangan ... 28
DAFTAR ISI (lanjutan)
SIMPULAN DAN SARAN ... 30
Simpulan ... 30
Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 31
LAMPIRAN ... 37
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan metode kajian pangan ... 9
2 Jenis dan cara pengumpulan data ... 14
3 Karakteristik subjek penelitian ... 17
4 Rata-rata konsumsi pangan (g/hari) per kapita subjek ... 21
5 Sumber data kadar garam dan natrium produk pangan ... 22
6 Kadar garam rata-rata (g/100 g) makanan yang dikonsumsi subjek ... 23
7 Asupan garam harian berdasarkan jenis kelamin dan usia ... 24
8 Asupan garam harian berdasarkan jenis kelamin ... 25
9 Sebaran asupan garam harian subjek ... 25
10 Korelasi antara asupan garam dengan tekanan darah subjek ... 26
11 Asupan garam harian berdasarkan hari pengambilan data ... 26
12 Asupan garam harian berdasarkan sumber pangan ... 27
13 Asupan garam harian berdasarkan kelompok pangan ... 29
14 Hubungan antara konsumsi pangan harian dengan asupan garam harian .... 29
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian ... 122 Tingkat pendidikan subjek ... 18
3 Jenis pekerjaan subjek dewasa ... 19
4 Tekanan darah subjek dewasa ... 20
5 Risiko kesehatan berdasarkan RLPP pada subjek dewasa ... 20
6 Korelasi antara konsumsi pangan dengan asupan garam ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner masak rumah tangga ... 37 38 2 Kuesioner konsumsi pangan individu ... 39PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab kematian utama di seluruh dunia, menewaskan lebih banyak orang setiap tahun dibandingkan penyebab lainnya seperti penyakit menular, kecelakaan, dan defisiensi gizi (WHO 2014). PTM bertanggung jawab terhadap sekitar 60% dari semua kematian dan 43% beban penyakit yang terjadi secara global dan nilai ini diperkirakan akan terus
meningkat (WHO 2005; Strong et al. 2005). Sebanyak 28 juta (hampir 80%)
kematian akibat PTM pada tahun 2008 terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dimana 29% kematian akibat PTM tersebut terjadi pada masyarakat berusia di bawah 60 tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan kejadian di negara berpenghasilan tinggi, dimana hanya terdapat 13% kematian prematur yang terjadi (WHO 2005).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Republik Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi berbagai PTM seperti hipertensi, stroke, diabetes melitus pada masyarakat Indonesia. Penyakit tidak menular sering dianggap tidak berbahaya jika dibandingkan dengan penyakit menular, padahal menurut hasil riset tersebut jelas bahwa PTM adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa pada rentang usia 45-54 tahun, jumlah kematian yang terjadi akibat stroke sebesar 15.9%, diabetes sebesar 14.7%, penyakit jantung sebesar 15.8%, hipertensi sebesar 7.1%, kecelakaan lalu lintas sebesar 5.2%, dan kanker 4.8%. Salah satu faktor utama peningkatan prevalensi berbagai PTM tersebut adalah konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang berlebih.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat dari risiko penyakit tidak menular adalah dengan mengeluarkan Permenkes RI No. 30/2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 2.000 miligram, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung. Peraturan tersebut juga menekankan pentingnya mengedukasi masyarakat melalui pencantuman informasi kandungan GGL serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji. Dengan adanya pencantuman informasi tersebut, diharapkan masyarakat dapat terus memantau konsumsi GGL harian mereka secara mandiri. Akan tetapi, hingga saat ini belum diketahui dengan pasti seberapa besar kontribusi konsumsi pangan olahan dan pangan siap saji terhadap asupan GGL harian penduduk. Informasi terkait sumber dan asupan GGL harian penduduk merupakan sesuatu yang esensial dalam mengembangkan kebijakan publik untuk menurunkan konsumsi GGL yang berlebih.
Selama beberapa dekade terakhir, asupan natrium di negara berkembang dan negara maju telah mengalami peningkatan yang sangat signifikan, berkisar antara
3600-4800 mg natrium/hari (Brown et al. 2009). Nilai tersebut diketahui telah
2
yang direkomendasikan oleh US Dietary Reference Intakes (Institute of Medicine
2005). WHO (2003) lebih jauh merekomendasikan reduksi asupan natrium populasi dewasa hingga mencapai <2 g natrium/hari (setara <5 g garam/hari).
USDA & HHS (2010) dalam Dietary Guidelines for Americans menambahkan
bahwa individu dengan usia di atas 51 tahun serta penderita penyakit hipertensi, diabetes, dan ginjal kronis harus mengurangi asupan natriumnya <1500 mg/hari.
Asupan garam yang tinggi harus menjadi perhatian kesehatan publik karena konsumsi garam yang berlebih berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
(WHO 2012a). Sebagai contoh, studi berbasis populasi yang dilakukan di Kanada
memperkirakan bahwa 30% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi garam
yang tinggi (Joffres etal. 2007). Beberapa negara diketahui telah mengumpulkan
data nasional yang representatif terhadap makanan-makanan sumber natrium, yang bersifat fundamental untuk mengembangkan kebijakan menurunkan asupan
garam masyarakat (Webster etal. 2011).
Hipertensi dianggap sebagai risiko utama untuk penyakit kardiovaskular, terutama serangan jantung dan stroke. Tekanan darah sistolik suboptimal (>115 mm HG) diperkirakan berkontribusi hingga 49% dari semua penyakit jantung koroner dan 62% dari semua stroke (Mackay & Mensah 2004). Dengan demikian, beban morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dan PTM saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling mendesak di seluruh dunia
(WHO 2012b). PTM yang disebabkan oleh pola makan bersifat kronis dan
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terjadi. Dengan demikian, mencegah terjadinya serangan penyakit ini dapat meningkatkan kualitas hidup dan
menghemat biaya pemeliharaan kesehatan yang cukup besar (Murray et al. 2003).
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menurunkan asupan natrium berlebih adalah dengan memantau jumlah natrium yang dikonsumsi masyarakat. Sumber utama natrium dalam diet adalah garam, dimana 90% asupan natrium diketahui berasal dari garam (He & MacGregor 2010). Oleh sebab itu, jumlah asupan garam harian populasi serta sumber pangan yang berkontribusi signifikan terhadap asupan garam tersebut penting untuk diteliti.
Secara umum terdapat dua jalan untuk memantau asupan garam masyarakat. Metode pertama melibatkan biomarker dan metode kedua melalui kajian pola
makan (dietary assessment) dan estimasi tidak langsung (indirect estimation)
(Thompson & Subar 2012). Metode biomarker memberikan perkiraan asupan natrium melalui pengumpulan sampel urin. Salah satu metode biomarker yang umum digunakan dalam survei pangan adalah metode pengumpulan urin 24 jam.
Metode biomarker dianggap sebagai acuan (gold standard) untuk mengukur
asupan natrium, akan tetapi metode ini tidak memberikan informasi mengenai sumber dan jumlah natrium yang dikonsumsi seseorang dari suatu kategori pangan spesifik. Metode ini juga membutuhkan biaya yang sangat mahal serta sangat membebani subjek dalam teknis pengumpulan sampel (Bentley 2006). Di sisi lain, metode kajian makanan dan estimasi tidak langsung yang mencakup konsumsi makanan dan zat gizi pada tingkat individu, rumah tangga dan nasional, memberikan informasi tentang jumlah natrium yang dikonsumsi secara individu, sumber, dan kategori pangan spesifik. Metode ini juga dapat memberikan
informasi mengenai penggunaan garam yang sengaja ditambahkan (discretionary)
3
Salah satu metode kajian makanan dan estimasi tidak langsung yang dapat
digunakan untuk mengukur asupan garam populasi adalah metode food record.
Metode ini dipercaya memiliki potensi untuk memberikan informasi yang lebih
akurat terkait asupan pangan jika dibandingkan metode food recall atau food
frequency questionnaire (FFQ) karena subjek menimbang dan mencatat jenis
bahan pangan yang mereka konsumsi sendiri (Wrieden et al. 2003).
Oleh sebab itu, pada penelitian ini digunakan metode food record untuk
mengetahui jumlah asupan garam populasi pada tingkat individu dan rumah tangga serta kelompok bahan pangan yang berkontribusi secara signifikan terhadap asupan garam harian populasi di wilayah Jakarta Selatan. Sumber natrium dalam diet harus diidentifikasi dan dikarakterisasi agar rekomendasi reduksi asupan garam berbasis populasi dapat diimplementasikan dengan efektif.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat dirangkum dari latar belakang yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Berapa jumlah asupan garam harian rata-rata pada tingkat individu untuk masing-masing kategori usia di wilayah Jakarta Selatan.
2..Sumber dan kategori pangan apa saja yang berkontribusi secara signifikan
terhadap asupan garam populasi.
3..Rekomendasi apa yang dapat diberikan untuk mengurangi asupan garam
populasi.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat asupan garam harian yang berasal dari pangan yang dimasak di rumah, pangan siap saji, dan pangan olahan pada berbagai kategori usia subjek (anak-anak, remaja dan dewasa) di wilayah Jakarta Selatan
menggunakan metode food record.
2. Mengidentifikasi kategori dan sumber pangan utama yang berkontribusi secara signifikan terhadap asupan garam harian pada tingkat individu di wilayah Jakarta Selatan.
Manfaat Penelitian
4
pangan siap saji. Metode yang digunakan diharapkan dapat dijadikan sebagai model untuk memantau asupan garam masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
Garam dan Natrium
Garam (natrium klorida) adalah ingredien pangan yang unik dan digunakan secara luas di rumah tangga, rumah makan dan industri pangan. Praktik penggaraman makanan yang dimulai setelah ditemukannya konsep pertanian merupakan salah satu metode tertua dalam mengawetkan makanan (Man 2007). Garam murni bersifat transparan, tidak berwarna dan berbentuk bubuk kristal
dengan berat jenis 2165 g/cm3. Kelarutannya di air pada suhu 0 oC dan 100 oC
adalah sebesar 35.7 g/100 g dan 39.8 g/100 g, secara berurutan. Garam bersifat higroskopis, menyerap uap air dari atmosfer yang lembab dengan kelembaban relatif di atas 75%. Garam menstimulasi rasa asin, salah satu rasa dasar, yang tidak dapat digantikan oleh senyawa kimia lain. Garam memiliki toksisitas yang rendah, meskipun dalam jumlah yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya keracunan garam, khususnya pada populasi anak-anak yang masih sangat muda.
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh serta zat gizi penting yang diperlukan untuk pemeliharaan volume plasma, keseimbangan asam-basa, transmisi impuls saraf dan fungsi normal sel. Pada individu yang sehat, hampir 100% natrium yang masuk ke saluran pencernaan akan diserap selama proses pencernaan. Ekskresi melalui urin adalah mekanisme utama untuk
menjaga keseimbangan natrium dalam tubuh (Holbrook et al. 1984).
Natrium dan klorida adalah komponen kimia dari garam meja biasa namun natrium dapat ditemukan dalam bentuk lain. Kontributor utama untuk konsumsi natrium makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya dan kebiasaan
diet dari populasi (Brown et al. 2009). Natrium ditemukan secara alami dalam
berbagai jenis bahan pangan, seperti susu, daging dan kerang. Natrium umumnya ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada makanan olahan seperti roti, biskuit, cracker, daging olahan dan makanan ringan (Webster et al. 2010, Ni Mhurchu et
al. 2011; CDC 2012). Konsentrasi natrium yang tinggi juga terdapat dalam
berbagai macam bumbu (contoh: kecap manis, kecap ikan). Oleh sebab itu, diet makanan olahan dalam jumlah yang tinggi dapat meningkatkan asupan natrium individu.
5
merupakan hal yang sulit untuk memisahkan fungsi garam dalam peranan yang berbeda dalam bahan pangan.
Asupan Garam
Asupan garam harian rata-rata di kebanyakan negara di dunia berkisar antara 9-12 g/hari, dengan kebanyakan negara-negara di benua Asia memiliki
tingkat asupan garam lebih dari 12 g/hari (Brown et al. 2009). Asupan garam pada
anak-anak usia 5 tahun ke atas umumnya lebih dari 6 g/hari dan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Asupan garam yang berlebih, melalui tekanan darah tinggi, merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kardiovaskular, kematian dan disabilitas di seluruh dunia. Upaya penurunan asupan garam populasi dapat menurunkan jumlah penderita tekanan darah tinggi
dan juga biaya pemeliharaan kesehatan (Gaziano et al. 2009; WHO/PAHO 2010).
Peningkatan konsumsi garam berasosiasi dengan peningkatan tekanan darah, dimana tingkat konsumsi garam yang lebih rendah terbukti menurunkan
tekanan darah pada orang dewasa (WHO 2003; Cutler et al. 1997; He &
MacGregor 2003, He et al. 2013). Beberapa tinjauan sistematik dari percobaan
terkontrol-acak terkini menyimpulkan bahwa penurunan asupan garam pada individu dewasa dengan dan tanpa hipertensi dapat menurunkan tekanan darah
(Dickinson et al. 2006; Graudal et al. 2011). Bagaimanapun juga, reduksi asupan
garam dan penurunan tekanan darah melalui perubahan lingkungan (reduksi natrium dalam produk pangan olahan) akan memfasilitasi reduksi yang lebih tinggi dalam konsumsi garam, sehingga memiliki dampak yang lebih besar terhadap penurunan tekanan darah.
Peningkatan asupan garam juga telah dihubungkan dengan berbagai macam
penyakit kardiovaskular (WHO 2007; Strazzullo et al. 2009), meskipun bukti
yang ada tidak sebanyak hubungannya dengan tekanan darah. Beberapa studi kelompok observasi telah mengkaji hubungan antara asupan natrium dengan penyakit kardiovaskular. Kebanyakan hasil studi tersebut melaporkan adanya hubungan langsung antara asupan natrium, dan penyakit kardiovaskular, stroke atau penyakit jantung koroner. Beberapa studi lainnya melaporkan tidak adanya hubungan langsung, hubungan yang berbanding terbalik atau bahkan hubungan berbentuk huruf j (terjadi peningkatan risiko PTM pada tingkat asupan natrium terendah dan tertinggi). Meta-analisis terkini dari 13 studi yang dilakukan dalam durasi 4 tahun lebih menyimpulkan bahwa terdapat hubungan langsung antara peningkatan konsumsi garam dengan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke
(He & MacGregor 2007, Strazzullo et al. 2009). Efek asupan garam terhadap
tekanan darah bervariasi tergantung karakteristik populasi yang diteliti seperti
usia, ras serta ada atau tidaknya hipertensi (Mozaffarian et al. 2014).
Meskipun belum diketahui dengan pasti, diperkirakan sebanyak 200-500 mg natrium/hari dibutuhkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan fisologis
(Holbrook et al. 1984; He & MacGregor 2009). Data dari seluruh dunia
menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi garam populasi jauh di atas kebutuhan fisiologis minimal, dan tingkat asupan di banyak negara berada di atas nilai yang direkomendasikan oleh FAO/WHO (2003) yaitu sebesar 2 g natrium/hari atau
6
Metode Kajian Pola Makan dan Estimasi Tidak Langsung
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menurunkan asupan natrium berlebih adalah dengan memantau jumlah natrium yang dikonsumsi masyarakat. Secara umum terdapat dua jalan untuk memantau asupan natrium. Metode pertama yang melibatkan biomarker, dan metode kedua melalui kajian pola
makan (dietaryassessment) dan estimasi tidak langsung (indirectestimation).
Metode biomarker memberikan perkiraan asupan natrium melalui pengumpulan sampel urin. Metode biomarker, seperti pengumpulan urin 24 jam,
dianggap sebagai standar emas (gold standard) untuk mengukur asupan natrium,
akan tetapi metode ini tidak memberikan informasi mengenai sumber dan jumlah natrium yang dikonsumsi seseorang dari suatu kategori pangan spesifik (Institute of Medicine 2010). Di sisi lain, metode kajian makanan dan estimasi tidak langsung yang mencakup konsumsi makanan dan zat gizi pada tingkat individu, rumah tangga dan nasional; memberikan informasi tentang jumlah natrium yang dikonsumsi secara individu, sumber dan kategori pangan spesifik. Metode ini juga dapat memberikan informasi mengenai penggunaan garam yang sengaja ditambahkan pada saat makanan disiapkan dan disajikan di atas meja.
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa database komposisi pangan atau sumber data komposisional lainnya sangat diperlukan untuk memantau asupan natrium. Basis data komposisi pangan menyediakan nilai gizi bahan pangan, mencakup energi, makronutrien, mineral-mineral seperti natrium, vitamin, serat, asam lemak, asam amino dan komponen-komponen diet lainnya seperti kafein dan karotenoid (Greenfield & Southgate 2003). Secara umum, data komposisi pangan dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan gizi suatu makanan, membandingkan komposisi gizi berbagai macam makanan dan menilai asupan zat gizi pada tingkat individu, rumah tangga dan populasi. Sebagai contoh, basis data komposisi pangan dibutuhkan untuk mengkonversi data asupan makanan yang dilaporkan dalam survei kajian makanan menjadi data asupan gizi.
Metode kajian pola makan dan estimasi tidak langsung dapat dilaksanakan dalam tiga tingkat dengan cakupan yang berbeda, yaitu tingkat individu, rumah tangga dan nasional. Kajian pola makan mencakup suplai dan produksi pangan di tingkat nasional, pembelian pangan pada level rumah tangga dan konsumsi pangan pada tingkat individu (Thompson & Subar 2012).
Survei Konsumsi Pangan Tingkat Individu
Metode yang umum digunakan untuk memantau asupan zat gizi pada
tingkat individu adalah metode food record, 24-hour dietary recall dan food
frequency questionnaire (FFQ). Food record merupakan suatu rekaman tertulis terhadap semua jenis serta jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi
selama satu atau beberapa hari. Metode 24-hour dietary recall mengumpulkan
informasi semua asupan makanan dan minuman individu dari hari sebelumnya (24 jam). Metode FFQ merupakan suatu laporan frekuensi konsumsi normal dari suatu daftar makanan selama periode waktu tertentu (Thompson & Subar 2012).
7
penjualan pangan merekam semua makanan dan minuman yang dibeli oleh suatu
rumah tangga.Survei pengeluaran mengumpulkan informasi tentang pengeluaran
untuk bahan pangan, pendapatan dan karakteristik lain terkait dengan kebiasaan belanja. Survei keranjang pasar, data permintaan dan neraca pangan merupakan metode yang digunakan untuk memantau asupan pangan pada tingkat nasional. Neraca pangan menyediakan gambaran komprehensif mengenai gambaran suplai
pangan dari suatu negara selama periode waktu tertentu. Data permintaan
mengacu pada jumlah pangan dan zat gizi yang ‘menghilang’ dari suplai pangan dan dapat digunakan untuk menentukan ketersediaan pangan dan zat gizi suatu populasi (Institute of Medicine 2010). Survei keranjang pasar menganalisis suatu kelompok pangan yang mencerminkan pola konsumsi pangan rata-rata populasi dan digunakan untuk mengestimasi asupan zat gizi dari bahan pangan tersebut.
Food record merupakan suatu rekaman tertulis dari semua makanan dan minuman serta jumlah yang dikonsumsi selama satu atau beberapa hari. Rekaman tersebut juga mengumpulkan informasi mengenai cara penyiapan pangan serta bahan tambahan yang diberikan, seperti garam atau bumbu-bumbu. Jumlah pangan yang dikonsumsi dapat diukur dengan menggunakan suatu skala pangan atau peralatan rumah tangga seperti cangkir dan sendok atau menggunakan model dan gambar pangan. Asupan gizi dapat diperkirakan dengan menjumlahkan jumlah total dari tiap porsi makanan yang dikonsumsi, mengkonversinya ke dalam satuan berat tertentu dan mengalikannya dengan komposisi gizi yang didapatkan dari basis data komposisi pangan. Metode ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan kertas dan alat tulis, komputer, perekam suara dan alat lainnya (Thompson & Subar 2012).
Metode food record memiliki potensi untuk memberikan informasi yang
akurat karena makanan dan minuman diukur dan dicatat pada setiap kesempatan. Akan tetapi, metode ini juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan pertama yaitu
kemampuan baca-tulis (literasi) subjek. Metode food record membutuhkan
kemampuan literasi yang memadai dan pengetahuan dasar tentang jenis-jenis makanan, takaran saji dan kadang-kadang teknik penyiapan makanan. Karena subjek diminta untuk mencatat semua makanan dan minuman yang mereka konsumsi, beberapa subjek mungkin dapat melakukan kesalahan dalam mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi tersebut. Metode ini dapat menjadi semacam beban bagi partisipan, terutama ketika mereka diminta untuk mencatat asupan makanan untuk beberapa hari. Sebagai contoh, riset menunjukkan terdapat peningkatan yang signifikan dalam pencatatan yang tidak lengkap seiring dengan
peningkatan waktu (hari) survei food record (Gersovitz et al. 1978).
Metode 24-hour dietary recall memberikan informasi mengenai semua
asupan makanan dan minuman dari satu hari atau 24 jam yang telah lalu
(Thompson & Subar 2012).Metode ini umumnya digunakan oleh pemerintah
dalam melaksanakan survei pangan nasional dan telah divalidasi oleh beberapa
studi berbasis populasi. Metode recall dilakukan oleh pewawancara terlatih, baik
secara personal maupun menggunakan alat bantu telepon. Melalui model makanan atau teknik spesifik lainnya, proses wawancara didesain untuk mengarahkan partisipan untuk mengingat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Terdapat beberapa keuntungan dari metode 24-hour recall. Literasi
8
merepotkan partisipan. Jika dibandingkan dengan metode food record, metode
dietary recall dilaksanakan setelah makanan selesai dikonsumsi, yang berarti memiliki potensi lebih rendah bagi partisipan untuk memberikan informasi asupan
harian yang tidak akurat. Kelemahan dari metode 24-hourrecall diantaranya yaitu
beberapa partisipan kemungkinan tidak melaporkan asupan makanan dan minuman mereka secara akurat. Kekurangan dalam hal pelaporan ini berkaitan dengan pengetahuan, ingatan, usia, jenis kelamin dan kondisi-kondisi lainnya
yang mempengaruhi subjek (Thompson & Subar 2012; Bothwell et al. 2009).
Sebagai tambahan, model pangan atau alat bantu lainnya sangat dibutuhkan untuk membantu individu selama proses wawancara. Tanpa alat bantu tersebut, beberapa subjek akan mengalami kesulitan mengingat ukuran porsi atau jenis
bumbu yang ditambahkan. Metode ini memiliki keterbatasan karena adanya
variasi hari-ke-hari dalam asupan makanan individu, sehingga terkadang
diperlukan lebih dari satu kali recall untuk memperkirakan asupan harian
(Thompson & Subar 2012).
Secara umum, FFQ mengandung daftar dari 20-200 kategori makanan dan minuman yang digunakan oleh partisipan untuk mencatat frekuensi normal konsumsi mereka. Hal yang dicatat antara lain jumlah konsumsi makanan per hari, per minggu atau per bulan serta ukuran. FFQ digunakan untuk menilai asupan makanan keseluruhan dalam suatu populasi dan biasanya dilakukan setiap 3, 6 atau 12 bulan. Metode ini secara luas telah digunakan dalam studi-studi epidemiologis untuk mengidentifikasi hubungan antara makanan dan penyakit. FFQ relatif tidak membutuhkan biaya yang mahal dalam pelaksanaannya dan cocok untuk survei konsumsi pangan berbasis populasi. FFQ dilaksanakan secara personal dan dapat dimodifikasi untuk mengakomodasi berbagai macam jenis populasi (Thompson & Subar 2012).
Keterbatasan metode FFQ adalah metode ini tidak menggunakan alat bantu visual serta sangat bergantung pada kemampuan subjek untuk mengingat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi secara akurat, yang seringkali berlangsung dalam periode waktu yang lama. Karena FFQ tidak menyediakan daftar komprehensif semua jenis makanan yang dikonsumsi dalam suatu populasi, maka informasi merk-merk individu dan kategorinya dapat tidak diikutsertakan. Lebih jauh lagi, perubahan dalam pola konsumsi pangan karena sakit, kehamilan atau kondisi ekonomi dapat menyebabkan subjek menjadi lebih sulit dalam mencatat asupan normal mereka dalam selang waktu yang telah ditentukan (Thompson & Subar 2012).
Metode 24-hour recall dan food record utamanya bergantung kepada
ingatan spesifik dari semua kejadian-kejadian aktual di masa lalu yang baru saja terjadi, sedangkan metode FFQ umumnya mengarahkan subjek untuk melaporkan frekuensi konsumsi biasa dari makanan selama bulan atau tahun sebelumnya yang sangat bergantung pada ingatan secara umum. Semakin jauh waktu antara suatu tingkah laku dengan laporan, maka subjek cenderung lebih bergantung kepada
ingatan secara umum dibanding ingatan secara detail (Smith et al. 1991).
9
diminta untuk melaporkan diet normal mereka dari suatu periode di masa lalu (Thompson & Subar 2012). Tabel 1 merangkum karakteristik penting dari metode kajian pangan secara individu.
Tabel 1 Perbandingan metode kajian konsumsi pangan
Karakteristik Food record 24-hour recall FFQ
Tipe Informasi yang didapat
• Jangka panjang (bulan, tahun) ü
Persyaratan Kognitif
• Pengukuran porsi makan & minuman saat dikonsumsi ü
• Ingatan konsumsi yang baru terjadi ü
• Kemampuan membuat keputusan diet jangka panjang ü
Potensi Reaktivitas
Hampir semua studi yang menggunakan informasi tentang diet tergantung dengan kemampuan subjek memberikan laporan secara mandiri. Karena laporan tersebut berdasarkan proses kognitif yang kompleks, maka penting untuk memahami bagaimana subjek mengingat informasi diet serta bagaimana informasi tersebut didapatkan kembali dan dilaporkan kepada peneliti. Pertimbangan
tersebut telah didiskusikan oleh beberapa peneliti (Friedenreich et al. 1992).
Estimasi Ukuran Porsi Pangan
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang tidak terlatih memiliki kesulitan dalam memperkirakan ukuran porsi makanan, baik ketika mengamati makanan yang ditampilkan atau saat melaporkan makanan yang dikonsumsi sebelumnya. Salah satu studi mengindikasikan bahwa literasi atau kemampuan baca tulis merupakan faktor yang sangat penting dalam kemampuan seorang individu untuk mengestimasi ukuran porsi makanan secara akurat, bahkan lebih
penting daripada kemampuan numerasi atau berhitung (Huizinga et al. 2009).
Ukuran porsi dari makanan yang umumnya dibeli dan/atau dikonsumsi dalam unit-unit tertentu (contoh: potongan roti, irisan buah) lebih mudah dilaporkan daripada makanan berbentuk amorf (contoh: steak, selada, pasta) atau
cairan yang dituangkan (Subar et al. 2010; Keyzer et al. 2011). Studi lainnya
10
Estimasi Asupan Makanan dan Zat Gizi Harian
Secara teori, asupan harian didefinisikan sebagai asupan rata-rata dari suatu makanan atau zat gizi dalam jangka panjang. Konsep asupan harian rata-rata jangka panjang merupakan hal yang penting karena rekomendasi diet dimaksudkan untuk dipenuhi dari waktu ke waktu dan hipotesis diet-kesehatan selalu berbasiskan asupan diet dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, asupan harian menjadi hal yang paling menarik bagi para pembuat kebijakan dan peneliti. Estimasi asupan rataan harian dalam populasi dapat dilakukan berdasarkan
data recall dan record selama satu hari. Data recall atau record selama beberapa
hari dibutuhkan untuk estimasi distribusi asupan. Akan tetapi, asupan rata-rata sederhana dari instrumen selama beberapa hari tersebut tidak cukup menggambarkan asupan harian individu karena adanya variabilitas hari-ke-hari
yang besar dari diet individu tersebut (Dodd et al. 2006). Distribusi yang
dihasilkan dari hasil rata-rata data asupan selama beberapa hari umumnya secara substansial lebih lebar dibandingkan dengan asupan harian sebenarnya, oleh sebab itu umumnya terjadi overestimasi proporsi populasi di atas atau di bawah titik potong tertentu. Variasi asupan hari-ke-hari biasanya didapatkan dengan
melaksanakan metode 24-hour recall atau food record selama minimal dua hari,
meskipun jangka waktu yang lebih lama akan menghasilkan data yang lebih baik.
Data dari metode FFQ, 24-hour recall dan foodrecord umumnya digunakan
untuk memperkirakan asupan harian. FFQ memiliki keterbatasan dalam kemampuannya memperkirakan asupan harian secara baik dan mengandung
sejumlah kesalahan pengukuran (Kipnis et al. 2003; Prentice et al. 2011; Arab et
al. 2011). Food recall atau food record menyediakan detail yang lebih kaya
terkait jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang pendek. Metode ini juga dapat digunakan dalam riset diet-kesehatan jika asupan harian diperkirakan melalui pemodelan statistik (Thompson & Subar 2012).
Peran Industri Pangan dalam Reduksi Asupan Garam
Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa upaya mengurangi asupan garam dari nilai saat ini yaitu 9-12 g/hari ke tingkat yang direkomendasikan yaitu 5-6 g/hari memiliki pengaruh yang besar pada tekanan darah dan risiko penyakit kardivaskular serta akan memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan tubuh. Pada kebanyakan negara maju, sekitar 80% garam yang dikonsumsi berasal dari garam yang ditambahkan oleh produsen pada tahap produksi pangan, khususnya pada produk pangan olahan, sehingga kebanyakan konsumen tidak mengetahui jumlah garam yang ditambahkan tersebut. Reduksi asupan garam populasi pada negara-negara maju tersebut umumnya difokuskan untuk membujuk industri pangan dalam mengurangi jumlah garam pada produk yang mereka hasilkan.
11
Jika makanan berkadar garam tinggi dikonsumsi secara konsisten, reseptor rasa asin akan tertekan dan terbiasa dengan makanan yang asin khususnya produk pangan olahan. Pada produk-produk daging, peningkatan konsentrasi garam yang dikombinasikan dengan senyawa kimia pengikat-air lainnya akan meningkatkan jumlah air yang dapat diikat oleh produk sehingga berat produk dapat meningkat hingga mencapai 20%.
Garam juga merupakan faktor penyebab utama rasa haus pada manusia dan reduksi dalam asupan garam akan menurunkan konsumsi cairan dengan dampak
lebih lanjut berupa penurunan penjualan air mineral dan minuman ringan (He et al. 2008). Beberapa perusahaan makanan ringan (snack) terbesar di dunia
juga merupakan perusahaan yang memproduksi minuman ringan. Oleh sebab itu bukan hal yang mengejutkan bahwa industri garam dan beberapa anggota industri pangan sangat enggan melihat adanya reduksi asupan garam dan sebagian besar bertanggung jawab untuk menjadikan garam sebagai isu kontroversial dibandingkan dengan perubahan diet lainnya (He & MacGregor 2010).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan data konsumsi pangan dilakukan di Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta pada bulan Juli hingga September 2014. Keseluruhan tahap penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 hingga Maret 2015.
Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan desain studi cross-sectional yang
menggambarkan prevalensi asupan dalam populasi pada suatu titik waktu tertentu. Data konsumsi pangan dari subjek individual dan rumah tangga dikumpulkan
dengan metode food record 2x24 jam secara konsekutif pada hari kerja (weekday)
dan hari libur (weekend).
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu penentuan subjek penelitian, penentuan lokasi survei, pengumpulan data konsumsi pangan dengan
metode food record, perhitungan kadar garam pada pangan, perhitungan asupan
12
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Penentuan Subjek
Populasi studi ditentukan secara purposif berdasarkan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan kelompok usia (anak-anak, remaja, dan dewasa). Jumlah subjek ditentukan berdasarkan proporsi estimasi variabel populasi dengan tingkat kepercayaan 95% dan galat estimasi sebesar 14% yang dihitung menggunakan rumus berikut (Snedechor & Cochran 1989):
Pengumpulan Data Konsumsi Pangan dengan Metode Food Record
Pengolahan & Analisis Data Penentuan Subjek
Penentuan Lokasi Survei
Asupan Garam Harian Individu (g/hari)
Pangan yang Dimasak Dirumah
Perhitungan Kadar Garam Bahan Pangan
Perhitungan Asupan Garam Individu Pangan
Siap Saji
Pangan Olahan
Anak-anak Remaja Dewasa
n = (!!/!)!!"
13
Penelitian ini diperkirakan akan memiliki estimasi galat sebesar 14%. Nilai Z pada selang kepercayaan 95% adalah 1.96. Proporsi populasi untuk masing-masing jenis kelamin adalah 0.5. Hasil perhitungan jumlah subjek menunjukkan bahwa jumlah subjek minimum yang bersifat representatif terhadap populasi adalah 49 subjek, yang kemudian dibulatkan menjadi 50 subjek untuk tiap kelompok usia dan jenis kelamin.
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 100 rumah tangga di wilayah Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Subjek total berjumlah sebanyak 323 individu yang terdiri atas kategori usia anak-anak
(6-12 tahun), remaja (13-18 tahun) dan dewasa (≥19 tahun). Masing-masing
kategori usia terdiri atas minimal 50 subjek untuk masing-masing jenis kelamin. Pemilihan subjek dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan beberapa karakteristik yaitu kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin, umur, status kesehatan dan kesediaan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria inklusi subjek yaitu rumah tangga dengan minimum dua orang anak (anak-anak dan remaja), sedangkan kriteria eksklusi subjek yaitu pernah atau sedang mengidap penyakit degeneratif (stroke, hipertensi, diabetes, sakit jantung).
Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi data karakteristik individu, status kesehatan, antropometri, tekanan darah dan konsumsi pangan harian. Data karakteristik individu dan status kesehatan dikumpulkan melalui teknik wawancara dan pengisian kuesioner. Data antropometri dan tekanan darah dikumpulkan melalui pengukuran dan penimbangan secara langsung, sedangkan
data konsumsi pangan melalui metode food record 2x24 jam.
Dalam penelitian ini, asupan garam subjek diperkirakan berdasarkan data
konsumsi pangan yang dicatat menggunakan metode food record. Pencatatan
dilakukan selama 2 hari berturut-turut (2x24 jam) pada hari kerja dan hari libur (Jumat-Sabtu atau Minggu-Senin). Subjek diminta untuk mencatat dengan jelas semua jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi selama dua hari tersebut dengan detail: metode pemasakan, jenis dan berat (kuantitas) bahan baku yang digunakan, waktu dan tempat dimana makanan itu dikonsumsi serta bahan tambahan (bumbu, garam) apa saja yang ditambahkan saat mengonsumsi makanan tersebut. Khusus untuk pangan olahan, subjek diminta mencatat merk,
14
jenis (varian) dan ukuran produk pangan yang dikonsumsi. Jenis dan cara pengumpulan data pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data
Jenis data Peubah Cara pengambilan
Karakteristik individu
Status kesehatan 1..Riwayat penyakit keluarga
2..Riwayat penyakit sebelumnya Wawancara dan kuesioner
Antropometri
Konsumsi pangan 1. Jenis pangan
2. Jumlah konsumsi pangan Food record 2x24 jam
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian terdiri atas 2 jenis kuesioner, yaitu kuesioner rumah tangga dan kuesioner individu. Kuesioner rumah tangga merupakan kuesioner yang digunakan untuk mencatat semua jenis makanan yang dimasak oleh rumah tangga tersebut, sedangkan kuesioner individu digunakan untuk mencatat semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh subjek. Contoh kuesioner masak rumah tangga dan kuesioner konsumsi pangan individu yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Subjek diberikan petunjuk tertulis untuk menyelesaikan survei ini serta alat bantu berupa timbangan digital untuk membantu mereka dalam memperkirakan
porsi makanan yang dikonsumsi. Pengisian kuesioner food record untuk subjek
anak-anak (6-12 tahun) dilakukan dengan meminta bantuan dari orang yang lebih
dewasa atau orang tua subjek. Kuesioner food record direview oleh enumerator
setelah dua hari pengisian untuk memastikan kelengkapan pengisian informasi di dalam kuesioner. Data yang diperoleh memungkinkan dilakukannya identifikasi terhadap jenis dan kelompok pangan yang berkontribusi terhadap asupan garam individu. Survei dilakukan oleh enumerator terlatih dan semua subjek yang
terlibat dalam studi ini diberikan informed consent tertulis. Selama proses
pengambilan data, subjek diminta untuk tidak mengubah kebiasan konsumsi makanannya sehari-hari.
Perhitungan Kadar Garam Pangan
Perhitungan kadar garam dilakukan terhadap semua jenis makanan yang dikonsumsi oleh subjek. Bahan pangan tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori utama yaitu pangan olahan, pangan siap saji (restoran) dan pangan yang dimasak di rumah.
15
makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Perhitungan kadar garam pada pangan olahan dilakukan dengan menggunakan data kadar Na dari Direktorat PKP-BPOM dan Dinas Kesehatan (pangan industri rumah tangga) serta dengan melihat informasi kandungan gizi dan komposisi yang terdapat pada label kemasan (pangan olahan yang memiliki nomor registrasi MD/ML).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menjelaskan bahwa pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Perhitungan kadar garam pada produk pangan siap saji (restoran) mengacu pada data referens dari
daftar komposisi bahan makanan (DKBM) Indonesia, USDA National Nutrient
Database for Standard Reference (Release 28) dan basis data lainnya yang tersedia. Proses bedah resep/formula dilakukan untuk mengetahui selisih antara kadar Na dari produk pangan dan kadar Na ingredien yang merupakan kadar Na dari garam. Hasil bedah resep untuk pangan siap saji akan diverifikasi dengan
analisis laboratorium menggunakan instrumen salt meter yang telah dikalibrasi.
Perhitungan kadar garam pada produk pangan yang dimasak di rumah mengacu pada hasil pencatatan garam yang ditambahkan saat memasak atau menyajikan serta bedah resep/formula. Pencatatan jumlah garam yang ditambahkan dilakukan pada kuesioner rumah tangga. Hasil bedah resep untuk pangan yang dimasak di rumah akan diverifikasi dengan analisis laboratorium
menggunakan instrumen salt meter yang telah dikalibrasi. Untuk kemudahan
perhitungan kadar garam pada produk pangan, peneliti mengasumsikan garam yang ditambahkan subjek memiliki tingkat kemurnian mendekati 100% sesuai dengan standar mutu SNI 3556:2016 tentang Garam Konsumsi Beriodium.
Perhitungan Asupan Garam
Asupan garam umumnya dilaporkan dalam jumlah massa atau milimolar natrium atau sebagai massa natrium klorida (garam). Untuk mempermudah perbandingan, semua asupan garam dikonversi dan dilaporkan sebagai massa garam per hari (g/hari) dimana 1 g natrium klorida = 17.1 mmol natrium atau 400
mg natrium (Brown et al. 2009; Elliott & Brown 2007). Nilai asupan garam
subjek dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Pengolahan dan Analisis Data
Sebelum masuk ke tahap pengolahan dan analisis data, pemeriksaan kelengkapan data dalam kuesioner, entri data dan pembersihan data merupakan bagian dari manajemen data yang harus dilakukan secara hati-hati. Seluruh data
primer dientri munggunakan software Microsoft Office Excel kemudian diberikan
kode. Pembersihan data dilakukan untuk memeriksa konsistensi data dan Asupan garam (g/hari) =
!"#$%(!)! !"#$%#&'(!!"#$%#&"# !"#"$ ( ! !""#)
16
kemungkinan adanya kesalahan pada tahap entri data. Pengolahan dan analisis dilakukan terhadap data yang telah dibersihkan dan ditabulasikan.
Data yang diolah meliputi data karakteristik subjek, status gizi, status kesehatan, konsumsi pangan dan asupan garam harian (hari kerja dan hari libur).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics
Version 22.0. Analisis yang dilakukan meliputi analisis deskriptif, uji korelasi
Pearson untuk menguji hubungan antara tingkat konsumsi pangan dengan asupan garam harian subjek, serta uji beda Kruskal Wallis dan uji beda Mann-Whitney untuk perbedaan asupan garam berdasarkan karakteristik subjek (kategori usia dan jenis kelamin).
Definisi Operasional
Asupan garam harian adalah jumlah rata-rata garam yang dikonsumsi oleh subjek penelitian dalam selang waktu satu hari, dinyatakan dalam satuan gram/hari.
Garam adalah senyawa berbentuk seperti kristal yang digunakan untuk
memberikan rasa asin dan mengawetkan makanan.
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana nilai tekanan darah sistolik >140 mm Hg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 90-99 mm Hg.
Kelompok pangan adalah kumpulan jenis makanan yang memiliki kesamaan
dalam karakteristik nutrisional dan klasifikasi biologis.
Konsumsi pangan harian adalah jumlah rata-rata makanan yang dikonsumsi oleh subjek penelitian dalam selang waktu satu hari, dinyatakan dalam satuan gram/hari.
Natrium adalah mineral dan salah satu unsur kimia yang ditemukan dalam garam. Pangan olahan adalah makanan dan/atau minuman hasil proses industri pangan dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan termasuk pangan olahan tertentu, bahan tambahan pangan, pangan produk rekayasa genetika dan pangan iradiasi. Pangan jenis ini umumnya dikemas secara higienis dan memiliki label nutrisi. Contoh: biskuit, es krim, permen. Pangan rumah tangga adalah makanan yang diolah, dimasak, disajikan dan
dikonsumsi dalam suatu rumah tangga. Contoh: nasi goreng, sayur asem.
Pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap
untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Contoh: nasi uduk, kebab, pizza, soto ayam.
Penyakit tidak menular adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh kuman atau virus dan tidak dapat ditularkan kepada orang lain, umumnya bersifat kronis dan memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya.
Prevalensi adalah parameter seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi pada sekelompok orang.
Subjek adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam suatu penelitian. Sumber pangan adalah asal atau tempat diolahnya makanan dan/atau minuman
yang dikonsumsi subjek.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 golongan berdasarkan kategori usia, dimana proporsi jumlah subjek laki-laki (48.6%) lebih sedikit dibandingkan jumlah subjek perempuan (51.4%). Sebanyak 60% subjek anak-anak memiliki berat badan yang kurang (IMT <18.5) dan sebanyak 28% subjek
dewasa memiliki kelebihan berat bedan (IMT ≥25). Subjek laki-laki usia dewasa
memiliki persentase masalah kelebihan berat badan (overweight: 21% dan
obesitas: 28%) yang lebih tinggi dibandingkan subjek perempuan usia dewasa (overweight: 17% dan obesitas: 26%). Karakteristik subjek pada penelitian ini
Keterangan: IMT = Indeks Massa Tubuh
18
asosiasi ini adalah asupan garam yang tinggi akan menstimulasi rasa haus dan meningkatkan asupan cairan, khususnya konsumsi minuman manis.
Hubungan antara asupan garam dan obesitas secara parsial juga disebabkan
oleh konsumsi pangan olahan yang tinggi kalori (Ma et al. 2015). Hasil penelitian
Zhu et al. (2015) melihat adanya interaksi yang signifikan antara asupan garam dengan obesitas. Asupan garam yang tinggi dan faktor obesitas dapat bertindak secara sinergis dalam mempercepat proses penuaan seluler terutama pada subjek usia remaja.
Tingkat Pendidikan Subjek
Tingkat pendidikan subjek pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 2. Subjek usia anak-anak seluruhnya merupakan anak usia sekolah (6 sampai 12 tahun) yang masih mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD). Subjek usia remaja sebanyak 54.5% masih mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 45.5% di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Subjek dewasa lebih dari setengahnya (58.1%) memiliki tingkat pendidikan akhir SMA/sederajat dan lebih dari seperempatnya (26.7%) telah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
Gambar 2 Tingkat pendidikan subjek
Meskipun tidak secara langsung mempengaruhi tingkat asupan garam populasi, tingkat pendidikan subjek memiliki kontribusi terhadap pilihan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang (Hardinsyah 2007). Sumarwan (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula kesadaran logis akan hal-hal tertentu, termasuk memilih jenis makanan dengan kualitas yang lebih baik. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik terkait pola makan dan
kesehatan (Gibney et al. 2009). Edukasi dan kesadaran konsumen merupakan hal
19
Jenis Pekerjaan Subjek Dewasa
Jenis pekerjaan subjek pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 3. Subjek laki-laki secara mayoritas memiliki jenis pekerjaan sebagai pegawai swasta (64%) dan pegawai negeri sipil (11%), sedangkan subjek perempuan hampir 75% merupakan ibu rumah tangga (tidak bekerja). Subjek perempuan yang bekerja umumnya memiliki profesi sebagai wiraswasta (14%).
Gambar 3 Jenis pekerjaan subjek dewasa
Kartasapoetra & Masetyo (2003) menyatakan bahwa jenis pekerjaan merupakan indikator untuk pendapatan suatu rumah tangga dan memiliki peran yang penting dalam mendukung kehidupan keluarga termasuk kualitas, kuantitas dan keputusan dalam memilih makanan. Jenis pekerjaan secara tidak langsung terkait dengan jumlah aktivitas fisik seorang individu, yang pada akhirnya memiliki korelasi positif dengan kesehatan. Jenis pekerjaan meskipun secara signifikan tidak mempengaruhi keseluruhan asupan makanan, tetap akan menjadi faktor penting dalam menentukan kebiasaan dan waktu mengkonsumsi makanan. Hal ini jika tidak diperhatikan dengan pada akhirnya dapat menyebabkan masalah
dalam pembentukan pola makan yang tidak sehat (Reeves et al. 2004).
Tekanan Darah Subjek Dewasa
Tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko klasik berbagai penyakit degeneratif terutama hipertensi, yang pada gilirannya akan meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner secara signifikan (Frayn & Stanner 2005; DeBruyne et
al. 2016). Gambar 4 menunjukkan bahwa hampir setengah dari subjek dewasa,
baik laki-laki maupun perempuan memiliki nilai tekanan darah yang masuk dalam kategori prehipertensi. Sebanyak 32% subjek laki-laki dan 38% subjek perempuan memiliki nilai tekanan darah dalam kategori normal.
Prehipertensi merupakan prekursor hipertensi klinis dan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 120-139 mm Hg atau diastolik 80-89 mm Hg. Data National Health and Nutrition Examination Survey ketiga pada tahun 1999 sampai 2000 di Amerika menunjukkan bahwa prevalensi prehipertensi adalah
20
sebesar 31% (Wang & Wang 2004). Perempuan (40%) cenderung memiliki prehipertensi lebih tinggi dibandingkan laki-laki (23%). Prehipertensi dikaitkan dengan kelebihan berat badan dan prevalensi kondisi ini akan meningkat dari waktu ke waktu jika epidemi obesitas terus tumbuh (Svetkey 2005). Hasil pengukuran tekanan darah subjek dewasa ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Tekanan darah subjek dewasa
Sejumlah besar studi epidemiologi, evolusi dan klinis juga telah mengkonfirmasi bahwa asupan garam merupakan faktor penting dalam peningkatan tekanan darah manusia. Hubungan antara asupan garam dan tekanan darah manusia bersifat kausal dan asupan garam yang tinggi diperkirakan memberikan kontribusi signifikan terhadap prevalensi hipertensi dalam basis populasi (Mohan & Campbell 2009).
Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul Subjek Dewasa
Rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul (RLPP) adalah salah satu indeks antropometri yang menunjukkan status kegemukan, terutama obesitas sentral. RLPP dapat digunakan untuk mengukur faktor risiko seseorang terhadap obesitas dan penyakit kardiovaskular. Hasil pengukuran RLPP menunjukkan bahwa 62% subjek perempuan dewasa memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil pengukuran RLPP pada subjek laki-laki dewasa, dimana 60% subjek memiliki risiko kesehatan yang rendah (Gambar 5).
Gambar 5 Risiko kesehatan berdasarkan RLPP pada subjek dewasa
32
Normal Prehipertensi Stage 1 Stage 2
21
Sebanyak 62% subjek dewasa perempuan memiliki risiko kesehatan yang tinggi berdasarkan hasil pengukuran RLPP. Hal ini terlihat memiliki hubungan yang erat dengan hasil pengukuran tekanan darah sistolik sebelumnya. Gambar 4 menunjukkan bahwa sebanyak 62% subjek dewasa perempuan memiliki nilai tekanan darah di atas kategori normal. Hasil penelaahan data lebih jauh untuk kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa mayoritas individu yang memiliki nilai tekanan darah di atas normal juga adalah individu yang memiliki nilai RLPP yang relatif tinggi.
Hasil pengukuran IMT pada subjek dewasa menunjukkan bahwa sebanyak 49% subjek dewasa laki-laki dan 43% subjek dewasa perempuan memiliki masalah berat badan lebih (Tabel 3). Hasil temuan ini mengkonfirmasi adanya hubungan antara IMT dan RLPP dengan nilai asupan garam harian terutama pada subjek perempuan dewasa. Mayoritas subjek perempuan dewasa yang memiliki nilai RLPP tinggi diketahui juga memiliki nilai IMT yang relatif tinggi. Akan tetapi, parameter RLPP pada penelitian ini terlihat memiliki hubungan yang lebih erat dengan nilai tekanan darah dibandingkan dengan parameter IMT.
Obesitas di bagian perut diakui merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung. Dibandingkan dengan IMT, pengukuran antropometri obesitas di bagian perut seperti RLPP tampak lebih memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor risiko metabolik, insiden kejadian penyakit kardiovaskular dan kematian
(Koning et al. 2007). Hal tersebut berasosiasi dengan hasil yang didapat pada
penelitian ini, dimana subjek yang memiliki nilai RLPP dan IMT (keduanya) tinggi cenderung memiliki nilai asupan garam harian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan subjek yang hanya memiliki nilai RLPP atau IMT tinggi.
Konsumsi Pangan per Kapita
Konsumsi pangan harian subjek untuk masing-masing kategori usia dan jenis kelamin ditampilkan pada Tabel 4. Bahan pangan pada penelitian ini dikategorikan menjadi 11 kelompok berdasarkan ingredien dasar. Secara umum, jumlah konsumsi pangan subjek remaja dan dewasa memiliki nilai yang hampir sama dan lebih tinggi dibandingkan konsumsi pangan subjek anak-anak. Subjek dengan jenis kelamin laki-laki memiliki konsumsi pangan yang jauh lebih tinggi dibanding subjek perempuan.
Tabel 4 Rata-rata konsumsi pangan (g/hari) per kapita subjek
Kelompok Pangan
Kategori usia Jenis kelamin
Anak-anak Remaja Dewasa . Laki-Laki Perempuan
22
Kelompok pangan yang merupakan kontributor utama asupan pangan subjek adalah produk serealia, diikuti oleh masakan berbahan dasar sayur-sayuran, makanan ringan dan produk unggas. Subjek anak-anak mengkonsumsi makanan ringan lebih banyak dibanding subjek remaja dan dewasa (9.07%), sedangkan subjek dewasa terlihat lebih banyak mengkonsumsi masakan berbasis sayur-sayuran (11.08%). Subjek remaja mengkonsumsi produk makanan berbasis serealia lebih banyak dibanding subjek lainnya.
Pola konsumsi suatu kelompok pangan tertentu merupakan poin yang penting dalam memahami peranan diet dengan risiko terjadinya suatu penyakit. Perhatian terhadap kelompok-kelompok pangan, bukan terhadap zat gizi tunggal, akan lebih mencerminkan kebiasaan makan suatu populasi. Pola makan yang ditandai dengan asupan buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, ikan, unggas, gandum utuh dan produk susu rendah lemak telah diasosiasikan dengan menurunnya risiko kanker, jantung koroner dan kematian (Barkoukis 2006).
Pola konsumsi pangan pada Tabel 4 di atas memiliki kemiripan dengan hasil
studi Hu et al. (2000) yang menyatakan bahwa pola diet di Asia dan Mediterania
memiliki nilai asupan yang lebih tinggi untuk kelompok pangan kacang-kacangan, ikan, sayuran dan buah-buahan. Pola diet ini berbeda dengan pola diet negara barat seperti Amerika yang lebih banyak mengkonsumsi pangan siap saji yang digoreng, biji-bijian yang telah diolah, daging olahan, produk panggang komersial dan permen.
Kadar Garam Produk Pangan
Berdasarkan hasil survei konsumsi pangan, jumlah makanan yang dikonsumsi oleh subjek di Jakarta Selatan ada sebanyak 457 jenis makanan yang dikategorikan ke dalam 11 kelompok pangan. Tiap kelompok pangan tersebut memiliki beberapa subkelompok pangan yang dibagi berdasarkan cara pengolahan dan bahan mentah utama yang digunakan. Perhitungan asupan garam harian individu yang dilakukan membutuhkan data kandungan garam yang detail untuk tiap-tiap produk pangan yang dikonsumsi. Data kadar garam yang digunakan pada penelitian ini merupakan kompilasi dari berbagai sumber data seperti hasil pencatatan kuesioner, informasi pada label kemasan, basis data pangan seperti USDA National Nutrient Database for Standard Reference, bedah resep serta analisis laboratorium. Tabel 5 merangkum sumber data kadar garam dan natrium yang digunakan pada penelitian ini.
Tabel 5 Sumber data kadar garam dan natrium produk pangan
Sumber data kadar garam Jumlah jenis makanan Persentase (%)
Label kemasan** 118 25.8
Kuesioner* 114 24.9
Data sekunder (USDA Release 28-SING)** 87 19.0
Resep* 40 8.8
Kadar Garam = 0 83 18.2
Data tidak ditemukan 8 1.75
Analisis laboratorium* 4 0.9
Informasi website* 3 0.7
Total 457 100
23
Data kadar garam dan kadar natrium dari berbagai sumber di atas digunakan
untuk menghitung kadar garam masing-masing kelompok pangan.
Pengelompokan berdasarkan kelompok pangan dan subkelompok pangan dimaksudkan untuk mempermudah analisis dan interpretasi data. Informasi dari pencatatan kuesioner, bedah resep dan analisis laboratorium merupakan data jumlah garam total yang ditambahkan ke dalam masakan. Informasi yang berasal dari label kemasan dan data sekunder merupakan data kadar natrium yang harus dikonversi menjadi kadar garam pangan terlebih dahulu. Kadar garam rata-rata untuk masing-masing kelompok pangan ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kadar garam rata-rata (g/100 g) makanan yang dikonsumsi subjek
Kelompok
Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok pangan berbahan dasar kacang-kacangan dan telur memiliki nilai kandungan garam yang tinggi. Sebaliknya, kandungan garam pada produk susu dan buah-buahan dapat dikatakan rendah. Kelompok pangan makanan ringan dan masakan berbasis sayur-sayuran memiliki variasi jenis pangan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kelompok pangan yang lain. Kelompok pangan telur dan kacang-kacangan memiliki kandungan garam yang relatif lebih tinggi dibanding kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan pada kelompok pangan tersebut terdapat bahan pangan yang
mengandung kadar garam tinggi seperti telur asin dan kecap asin. Nilai 95th
persentil pada tabelmenya takan bahwa sebanyak 95% dari semua data memiliki nilai dibawah angka tersebut. Kilcast & Angus (2007) mengklasifikasikan kadar garam pada suatu bahan pangan ke dalam 3 kelompok: rendah (<0.3 g garam/100 g pangan), sedang (0.3-1.5 g garam/100 g pangan) dan tinggi (>1.5 g garam/100 g pangan). Kadar garam dan jumlah jenis pangan untuk masing-masing subkelompok pangan secara detail ditampilkan pada Lampiran 3.
Asupan Garam Harian Populasi Subjek di Jakarta Selatan
Subjek pada penelitian ini dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan usia yaitu anak-anak (6-12 tahun), remaja (13-19 tahun) dan dewasa
(≥19 tahun). Dalam pengambilan sampel, ketiga subjek tersebut diusahakan
24
Asupan garam harian menggambarkan jumlah garam yang dikonsumsi subjek dalam satu hari dan umumnya dinyatakan dalam satuan gram/hari. Hasil estimasi asupan garam harian populasi sampel di Jakarta Selatan berdasarkan usia dan jenis kelamin ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Asupan garam harian berdasarkan jenis kelamin dan usia
Usia/Jenis kelamin Asupan garam harian (g/hari) Asupan natrium
(mg/hari) P Value
Tabel 7 menunjukkan bahwa secara umum asupan garam harian di wilayah Jakarta Selatan adalah sebesar 4.81 ± 2.02 gram/hari. Subjek remaja laki-laki memiliki nilai asupan garam harian yang secara signifikan lebih tinggi dibanding
subjek lainnya (P<0.05), sedangkan subjek dewasa baik laki-laki maupun
perempuan memiliki nilai asupan garam yang lebih rendah dibandingkan subjek remaja dan anak-anak. Hal yang menarik adalah nilai asupan garam harian pada subjek anak-anak lebih tinggi dibandingkan asupan garam subjek dewasa. Subjek anak laki-laki bahkan memiliki nilai asupan garam melebihi rekomendasi yang diberikan oleh WHO (2012) yaitu sebesar <5 gram garam per hari.
Nilai rata-rata asupan garam harian untuk seluruh subjek pada penelitian
ini tidak melebihi nilai tolerable upper intake level (UL) garam yaitu sebesar 5.75
g/hari (umumnya digenapkan menjadi 6 g/hari) atau setara 2300 mg natrium/hari yang direkomendasikan oleh Institute of Medicine (2005). WHO (2012) lebih jauh merekomendasikan reduksi asupan garam hingga mencapai kurang dari 5 gram/hari (setara 2000 mg natrium) untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular, stroke dan jantung koroner terutama pada orang dewasa.
Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Souza et al.
(2013) di Brazil dengan nilai asupan garam harian 7.98 g/hari.
Tabel 7 menunjukkan bahwa subjek usia remaja dan anak-anak memiliki nilai asupan garam harian yang lebih tinggi dibanding subjek dewasa. Nilai asupan garam harian kedua subjek tersebut dapat dilihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata asupan garam harian untuk seluruh subjek di Jakarta Selatan. Hal ini patut menjadi perhatian sejak dini. Hasil studi di Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa asupan garam yang tinggi pada anak-anak dan remaja secara positif berkorelasi dengan nilai tekanan darah sistolik yang tinggi
dan peningkata risiko prehipertensi/hipertensi sejak dini (Yang et al. 2012).
Marrero et al. (2014) membandingkan asupan garam pada penelitiannya dengan