Pada bab ini akan dilakukan pengujian model untuk mengetahui akurasi dari model gravity dan juga untuk mengetahui pola perilaku yang dihasilkan dari model
gravity tersebut. Selanjutnya model gravity tersebut akan diaplikasikan untuk
menduga matriks origin-destination di kota Bogor dan menduga nilai parameter 𝛽. Setelah itu akan diduga matriks origin-destination untuk tahun 2018 dengan menggunakan nilai parameter 𝛽 yang telah dihasilkan sebelumnya.
Pengujian Model
Model gravity ini akan diuji dengan beberapa skenario uji untuk mengetahui
hasil estimasi dari setiap input data pergerakan yang berbeda-beda. Sedangkan data jarak antar kecamatan tidak berfluktuasi dalam penelitian ini, sehingga data jarak antar kecamatan tetap.
Skenario Uji 1
Skenario uji 1 menguji model gravity dengan menggunakan pola data pergerakan awal yang berfluktuasi. Pada skenario uji 1, terdapat satu pergerakan yang mendominasi pergerakan lainnya. Pola pergerakan pada skenario uji 1 ini menggunakan tiga kecamatan (Bogor Tengah, Bogor Selatan, dan Bogor Barat) sebagai obyek observasi. Pada ketiga kecamatan tersebut akan diberikan inisialisasi data awal pergerakan antar kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah, dan juga diberikan inisialisasi data awal pergerakan antar kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Selatan. Secara visual, pola pergerakan pada skenario uji 1 ini digambarkan pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2 menyajikan skenario uji 1 dalam bentuk graf, dimana setiap lingkaran menyatakan kecamatan-kecamatan di Kota Bogor dan tanda panah menyatakan arah pergerakan dari setiap kecamatan yang terhubung. Tanda panah pada uji skenario 1 ini menghubungkan kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah dan kecamatan Bogor Tengah dengan kecamatan Bogor Selatan.
Selanjutnya, setiap pergerakan dari setiap kecamatan yang terhubung tersebut akan diberikan data awal pergerakan yang fluktuatif. Data awal pergerakan yang fluktuatif tersebut selanjutnya akan diestimasi menggunakan model gravity. Hasil estimasi tersebut ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 menjelaskan hasil estimasi untuk skenario uji 1.
Tabel 5 Hasil estimasi pergerakan skenario uji 1
Simulasi
Banyaknya Pergerakan Hasil Estimasi Pergerakan
β Barat-Tengah Tengah - Selatan Barat-Tengah Tengah-Selatan Tengah-Tengah Barat-Selatan Deviasi 1 10 9.308.514 10 9.308.514 0 0 0.0000001102 -2.284x10-2 2 10 9.308.515 3 9.308.509 14 6 0.0000036255 -1.378x10-2 3 100 93.085.150 27 93.085.086 137 64 0.0000036255 -1.378x10-2 4 1.000 930.851.500 267 930.850.864 1.369 636 0.0000036255 -1.378x10-2 5 10 100.000.000 1 99.999.992 18 8 0.0000004334 -1.424x10-2 6 10 200.000.000 0 199.999.989 21 8 0.0000002549 -1.260x10-2
Pada skenario uji 1 ini, setiap data awal yang akan diujikan ke dalam skenario uji ini dibedakan ke dalam beberapa simulasi. Pada simulasi 1, data awal yang digunakan yaitu banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Barat ke kecamatan Bogor Tengah sebanyak 10 pergerakan, begitu pula sebaliknya dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Barat sebanyak 10 pergerakan. Selanjutya banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Selatan sebanyak 9.308.514 pergerakan, dan begitu pula sebaliknya. Pada Tabel 5, banyaknya pergerakan yang disajikan hanya untuk satu arah saja, sedangkan. Data awal tersebut akan diestimasi menggunakan model gravity untuk didapatkan matriks origin-destinationnya. Data awal tersebut disimulasikan menggunakan bahasa pemrograman Fortran 90. Hasil estimasi pergerakan pada simulasi 1, yaitu banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Barat ke kecamatan Bogor Tengah sebanyak 10 pergerakan, begitu pula sebaliknya, dan banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Selatan sebanyak 9.308.514 pergerakan, begitu pula sebaliknya. Hasil estimasi pegerakan ini merupakan pembulatan, dikarenakan banyaknya pergerakan diasumsikan sebagai banyaknya orang yang berpindah kecamatan yang berupa bilangan bulat positif.
Pada simulasi 1 ini, tidak ada perbedaan antara data awal dengan hasil simulasi. Akan tetapi, saat data awal pergerakan antara kecamatan Bogor Tengah dan kecamatan Bogor Selatan ditambahkan 1 pergerakan terjadi deviasi pergerakan, seperti pada simulasi 2. Deviasi pergerakan ini tidak hanya mengakibatkan perbedaan estimasi dari data awal dengan data hasil simulasi, tetapi juga deviasi ini mengakibatkan terjadi pergerakan diluar pola pergerakan dari data awal. Deviasi ini mengakibatkan terjadi loop (pergerakan dengan titik awal dan akhir yang sama tanpa melewati titik lainnya) di kecamatan Bogor Tengah dan juga terjadi
pergerakan baru antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Selatan. Deviasi ini mengakibatkan terjadi pergerakan yang berupa cycle antara 3 kecamatan (Tengah-Barat-Selatan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pola pergerakan tersebut pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3 Pola pergerakan hasil simulasi 2 pada skenario uji 1
Gambar 3 menjelaskan tentang pola pergerakan yang terbentuk dari simulasi 2 pada skenario uji 1. Pada Gambar 3, garis panah yang berwarna biru menandakan bahwa terdapat pergerakan baru yang terbentuk dari hasil simulasi 2. Pergerakan baru yang terbentuk yaitu loop pada kecamatan Bogor Tengah, dan pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Bogor Selatan. Pola pergerakan baru ini juga dihasilkan oleh simulasi 3, simulasi 4 dan simulasi 5.
Simulasi 4 dan simulasi 5 merupakan simulasi yang diujikan untuk melihat pengembangan pola pergerakan yang terbentuk jika pada simulasi 2 dilakukan penambahan data awal pergerakan sebanyak sepuluh dan seratus kali dari data awal pada simulasi 2. Simulasi 4 dan 5 tersebut memiliki proporsi antara pergerakan yang mendominasi dan pergerakan yang didominasi yang sama dengan proporsi pada simulasi 2. Hasil dari simulasi 4 dan 5 ternyata juga menyerupai dengan hasil pada simulasi 2.
Data awal pada simulasi 3 merupakan penambahan 10 kali dari data awal pada simulasi 2. Akan tetapi hasil yang terjadi pada simulasi 3 tidak sama dengan 10 kali dari hasil pada simulasi 2. Hal ini diakibatkan karena adanya pembulatan pada setiap hasil simulasi yang terjadi. Sebagai contoh pada hasil simulasi 2, hasil simulasi pada pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah sebanyak 14 pergerakan, sedangkan pada simulasi 3 terdapat 137 pergerakan. Ternyata hasil simulasi 3 pada pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah tersebut tidak bertambah 10 kali dari hasil pada simulasi 2 menjadi 140 pergerakan. Hal ini diakibatkan karena terdapat pembulatan hasil simulasi 2. Hasil pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah pada simulasi 2 sebanyak 13,694 pergerakan. Akan tetapi karena banyaknya pergerakan penduduk merupakan bilangan bulat positif, maka angka 13,694 dibulatkan menjadi 14 pergerakan. Selanjutnya pada simulasi 3, hasil pada loop di kecamatan Bogor Tengah sebesar 136,94 yang dibulatkan menjadi 137 pergerakan. Hasil pergerakan tersebut ternyata sama dengan hasil pergerakan pada simulasi 2 dimana hasil pergerakan tersebut bertambah 10 kali dari hasil pada simulasi 2 sesuai dengan data awal pergerakan pada simulasi 3 dimana data awal pergerakan pada
simulasi 3 merupakan 10 kali dari data awal pergerakan pada simulasi 2. Hal ini juga berlaku untuk pergerakan lainnya pada simulasi 3 dan simulasi 4.
Simulasi 5 merupakan simulasi yang diujikan untuk melihat perubahan pola pergerakan yang terjadi dengan hanya menambahkan banyaknya pergerakan terhadap pergerakan yang mendominasi (antara kecamatan Bogor Tengah dengan kecamatan Bogor Selatan) menjadi lebih besar (1×108) dari data awal pergerakan yang mendominasi, sementara banyaknya pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Bogor Tengah tetap. Simulasi 5 tersebut menghasilkan pola pergerakan yang sama dengan simulasi 3 dan simulasi 4. Akan tetapi jumlah pergerakan hasil estimasinya berbeda dengan pola jumlah pergerakan pada simulasi 3 dan simulasi 4, karena hanya pergerakan yang mendominasi saja yang ditambahkan jumlah pergerakannya. Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa hasil estimasi pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Bogor Tengah mengalami penurunan jika jumlah pergerakan yang mendominasi ditambahkan nilainya. Hal tersebut dapat dilihat dari pergerakan hasil simulasi 1, 2, 5, dan 6 antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah yang mengalami penurunan jumlah pergerakan.
Jika simulasi 5 menambahkan jumlah pergerakan yang mendominasi menjadi 1×108, maka pada simulasi 6 data awal pergerakan ditambah menjadi 2×108 pergerakan. Hasil simulasi 6 ternyata memberikan perbedaan pola pergerakan dari simulasi-simulasi sebelumnya. Perbedaan pola pergerakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4 Pola pergerakan hasil simulasi 6 pada skenario uji 1
Jika dibandingkan dengan pola pergerakan yang dihasilkan dari simulasi 3, 4 dan 5, pada pola pergerakan pada simulasi 6 ini terdapat perbedaan jumlah pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah. Pada hasil simulasi 6, tidak terdapat pergerakan antara 2 kecamatan ini. Hal ini dikarenakan terjadi pembulatan pada hasil simulasi yang kurang dari 0,5 pergerakan sehingga hasilnya akan dibulatkan menjadi 0.
Analisis Skenario Uji 1
Terdapat tiga hasil yang menarik untuk dikaji lebih jauh pada skenario uji 1. Pertama, jika inisialisasi data awal pergerakan yang mendominasi ditetapkan dengan nilai 9.308.514 pergerakan dan data awal pergerakan lainnya sebanyak 10 pergerakan, maka pola pergerakan yang dihasilkan sama dengan pola pergerakan dari inisialisasi data awal yang ditetapkan. Pola pergerakan ini dapat dilihat pada simulasi 2 di skenario uji 1 dan divisualisasikan pada Gambar 2. Jika inisialisasi data awal pergerakan yang mendominasi ditambahkan 1 pergerakan menjadi 9.308.515 pergerakan, sedangkan inisialisasi data awal pergerakan lainnya tetap, maka pola pergerakannya tersebut menjadi tidak sama dengan pola dari inisialisasi data awal pergerakan. Hasil tersebut disajikan di simulasi 2 pada skenario uji 1.
Hal menarik selanjutnya adalah jika inisialisasi data awal sama dengan data awal pada simulasi 2 dan selanjutnya dikalikan 10 kali lipat dengan perbandingan rasio antara banyaknya pergerakan yang mendominasi dengan pergerakan lainnya sama, maka pola yang dihasilkan juga sama dengan pola yang dihasilkan pada simulasi 2. Hal tersebut juga berlaku jika inisialisasi data awal pergerakan pada simulasi 2 dijadikan 100 kali lipat, maka pola pergerakan yang dihasilkan akan sama dengan pola yang dihasilkan pada simulasi 2. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih jauh karena dengan rasio yang tetap, jika inisialisasi data awal diubah menjadi beberapa kali lipat maka pola yang dihasilkan akan serupa.
Hal menarik terakhir yang didapatkan pada skenario uji 1 ini adalah jika inisialisasi data awal pergerakan yang mendominasi ditambahkan sedangkan data awal pergerakan yang lainnya dibuat tetap, maka hasil estimasi pada pergerakan yang didominasi tersebut akan mengecil. Pada simulasi 5 dan 6, dapat dilihat bahwa pada pergerakan yang didominasi, nilai estimasi pergerakan tersebut semakin kecil menuju nol. Hal ini menarik untuk dikaji terkait hal yang menyebabkan perubahan pola pergerakan tersebut.
Pada skenario uji 1 ini data awal pergerakan diinisialisasikan agar selalu ada pergerakan yang mendominasi pergerakan lainnya. Jika data awal dibuat sama (proporsinya sama, tidak ada pergerakan yang mendominasi pergerakan lainnya), tidak diujikan dalam skenario uji 1, tetapi akan diujikan dalam skenario uji 2. Pada skenario uji 2 ini juga menggunakan pola pergerakan yang sama dengan pola pergerakan yang digunakan pada skenario uji 1, akan tetapi hanya inisialisasi data awal pergerakannya saja yang berbeda.
Skenario Uji 2
Skenario uji 2 menggunakan data awal pergerakan dengan proporsi yang sama. Pada skenario uji 2 ini juga menggunakan pola pergerakan dari data awal yang sama dengan skenario uji 1, yaitu pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah dan antara kecamatan Bogor Tengah dengan kecamatan Bogor Selatan. Karena pola pergerakan awal yang sama dengan skenario uji 1, maka secara visual pola pergerakan skenario uji 2 juga sama dengan skenario uji 1 dan dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil estimasi matriks origin-destination untuk skenario uji 2 disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 menjelaskan tentang data awal pergerakan dan hasil estimasi pergerakan. Tabel 6 dibagi ke dalam enam simulasi, dimana setiap simulasi
menggunakan data awal pergerakan yang berbeda-beda tetapi memunyai proporsi antar pergerakan yang sama.
Tabel 6 Hasil estimasi pergerakan pada skenario uji 2
Simulasi
Banyaknya
Pergerakan Hasil Estimasi Pergerakan
β Barat-Tengah Tengah - Selatan Barat-Tengah Tengah-Selatan Tengah-Tengah Barat-Selatan Deviasi 1 5x106 5x106 5000000 5000000 0 0 0,0000001245 -3.615x102 2 6x106 6x106 6000000 6000000 1 0 0,0000001245 -3.615x102 3 15x106 15x106 14999999 14999999 1 1 0,0000001245 -3.615x102 4 5x107 5x107 49999997 49999998 5 2 0,0000001245 -3.615x102 5 1x108 1x108 99999995 99999995 10 5 0,0000001245 -3.615x102 6 1x109 1x109 999999950 999999950 100 50 0,0000001245 -3.615x102
Simulasi 1 pada Tabel 6 menggunakan data awal pergerakan sebanyak 5×106 pergerakan dari kecamatan Bogor Barat ke kecamatan Bogor Tengah begitu pula sebaliknya. Jumlah data awal yang sama juga digunakan untuk pergerakan dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Selatan begitu pula sebaliknya. Simulasi 1 menghasilkan estimasi pergerakan yang sama dengan data awal pergerakannya. Simulasi 1 juga menghasilkan pola pergerakan yang sama dengan data awal pergerakannya.
Jika data awal pada simulasi 1 ditambahkan sebesar 106, hasil estimasi pola pergerakannya tidak sama dengan pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 1. Hal ini dapat dilihat pada simulasi 2 dimana hasil estimasinya terdapat loop di kecamatan Bogor Tengah. Akan tetapi deviasi yang terjadi hanya sebesar 0,0000001245. Deviasi ini juga terjadi pada simulasi 1, akan tetapi loop hanya terjadi pada simulasi 2. Hal ini dikarenakan adanya pembulatan untuk jumlah pergerakan hasil estimasi karena banyaknya pergerakan tersebut berupa bilangan bulat positif. Pada simulasi 1, loop yang terjadi dari hasil estimasi 1 sebesar 0,49, sedangkan pada simulasi 2 loop yang terjadi sebesar 0.59. Karena loop pada simulasi 1 tersebut kurang dari 0,5, maka pembulatan yang dihasilkan bernilai 0 dan pada simulasi 2 dibulatkan menjadi 1. Pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 2 dapat dilihat pada Gambar 5.
Pada simulasi ke 3 dari skenario uji 2, dilakukan simulasi dengan menaikkan nilai data awal pergerakan menjadi 1,5×107, atau sebesar 3 kali lipat dari data awal pada simulasi 1. Simulasi 3 menghasilkan pola pergerakan yang berbeda dengan pola pergerakan yang dihasilkan pada skenario 2. Hasil simulasi 3 ini juga menunjukkan nilai deviasi yang sama dengan simulasi 1 dan 2 akan tetapi pola pergerakannya berbeda dengan simulasi 1 dan 2. Perbedaan pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 3 ini terjadi antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Selatan. Perbedaan pola pergerakan ini disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Pola pergerakan hasil simulasi 3 pada skenario uji 2
Pada Gambar 6, tanda panah menyatakan adanya pergerakan yang terjadi antar kecamatan yang dihubungkan dengan tanda panah tersebut. Tanda panah yang berwarna hitam menyatakan pergerakan dari data awal yang juga dihasilkan pada hasil simulasi 3. Sedangkan tanda panah berwarna biru menyatakan pergerakan yang terjadi dari hasil simulasi 3, dimana pergerakan tersebut adalah pergerakan baru yang terbentuk.
Simulasi 4, 5 dan 6 hanya menunjukkan pengaruh naiknya jumlah pergerakan dengan hasil simulasinya. Pada simulasi 4, dilakukan penambahan data awal pergerakan menjadi 5×107 pergerakan, atau naik 10 kali lipat dibandingkan data awal pergerakan pada simulasi 1. Hasil estimasi simulasi 4 menyerupai hasil simulasi 1 dengan kenaikan sebesar 10 kali lipat. Deviasi yang terjadi antara simulasi 1 dan simulasi 4 memunyai nilai yang sama. Pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 4 terdapat perbedaan dari simulasi 1, hal ini dikarenakan adanya pembulatan pada simulasi 1 sehingga nilai pergerakan yang kurang dari 0,5 dibulatkan menjadi 0. Sebagai contoh, pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah pada simulasi 1 senilai 0,498 dan simulasi 4 senilai 4,98. Ternyata hasil simulasi 4 merupakan 10 kali lipat dibandingkan dengan hasil simulasi 1. Akan tetapi pada simulasi 1 dilakukan pembuatan bilangan, maka nilai yang dihasilkan bernilai 0. Begitu pula dengan simulasi 5 dan 6 dimana data awal pergerakannya merupakan kelipatan dari data awal pergerakan simulasi 1.
Analisis Skenario Uji 2
Pada skenario uji 2 ini terdapat hal yang menarik untuk dikaji secara mendalam lebih jauh. Hal tersebut sama dengan yang terjadi pada skenario uji 1 dimana jika dilakukan penambahan inisialisasi data awal dengan rasio data awal pergerakan yang sama, maka hasil estimasi yang dihasilkan juga bertambah sesuai dengan penambahan inisialisasi data awalnya.
Skenario uji 2 menghasilkan nilai deviasi yang sama pada hasil estimasi pergerakan baru yang terbentuk untuk setiap simulasi yang diujikan. Selain itu, karena proporsi antara 2 pergerakan (antara Bogor Barat dengan Bogor Tengah dan antara Bogor Tengah dengan Bogor Selatan) sama, maka pergerakan hasil estimasinya saling menyerupai satu simulasi dengan simulasi lainnya. Perbedaan pola pergerakan hanya diakibatkan dari pembulatan yang dilakukan.
Dua skenario uji ini menggambarkan secara umum perilaku model gravity untuk mengestimasi matriks origin-destination. Deviasi yang terjadi pada skenario uji 1 dan 2 sangat kecil, yaitu antara 10-8 sampai dengan 10-6 sehingga dapat diabaikan. Hasil deviasi yang sangat kecil ini menandakan estimasi matriks
origin-destination ini sudah cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi
pola pergerakan masyarakat di kota Bogor.
Kondisi Kota Bogor
Badan Pusat Statistik (BPS) kota Bogor menyebutkan jumlah orang yang bekerja di kota Bogor mencapai 90,2% dari penduduk usia kerja pada tahun 2013. Penduduk usia kerja adalah penduduk dengan usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Tabel 7 berikut secara detail menggambarkan jumlah penduduk di kota Bogor berdasarkan usia.
Tabel 7 Penduduk kota Bogor berdasarkan kelompok umur tahun 2013
Kelompok umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
00-04 44.822 42.159 86.981 05-09 46.255 43.808 90.063 10-14 46.232 43.719 89.951 15-19 43.225 42.547 85.772 20-24 45.484 46.128 91.612 25-29 45.515 43.934 89.449 30-34 48.102 45.900 94.002 35-39 42.130 40.692 82.822 40-44 39.807 37.758 77.565 45-49 31.336 30.004 61.340 50-54 26.265 25.261 51.526 55-59 20.173 20.264 40.437 60-64 14.142 14.018 28.160 65-69 8.193 8.637 16.830 70-74 6.463 7.105 13.568 75+ 6.653 8.717 15.370 Total 514.797 500.651 1.015.448
Dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Kota Bogor, jumlah penduduk usia kerja sebanyak 748.453 orang. Sebanyak 377.488 adalah laki-laki, sedangkan 370.965 adalah perempuan. Dari 748.453 penduduk usia kerja tersebut sebanyak 10,81% tinggal di kecamatan Bogor Tengah, 22,32% kecamatan Bogor Barat, 18,45% kecamatan Bogor Selatan, 9,91% kecamatan Bogor Timur, 18,26% kecamatan Bogor Utara, dan 20,24% di kecamatan Tanah Sareal.
Penduduk kota Bogor yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Tabel 8 menjelaskan penduduk kota Bogor yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut jenis kelamin dan usia tahun 2013. Jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja di kota Bogor sebanyak 403.628 orang dengan 276.413 orang adalah laki-laki dan 127.215 orang adalah perempuan.
Tabel 8 Penduduk angkatan kerja kota Bogor 2013
Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah
15-19 7.848 9.086 16.934 20-24 29.430 22.715 52.145 25-29 28.152 15.980 44.132 30-34 48.852 14.382 63.234 35-39 34.282 19.845 54.127 40-44 41.588 12.348 53.936 45-49 35.145 11.376 46.521 50-54 18.810 12.640 31.450 55-59 13.104 3.688 16.792 60-64 11.700 1.844 13.544 65+ 7.502 3.311 10.813 Total 276.413 127.215 403.628
Penduduk kota Bogor bekerja pada beberapa lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan utama penduduk di kota Bogor adalah berdagang. Sebanyak 33,22% penduduk usia kerja di kota Bogor bekerja menjadi pedagang besar, eceran, rumah makan, dan hotel. Sebanyak 24,91% bekerja pada jasa kemasyarakatan. Sebanyak 15,4% bekerja pada bidang industri, baik industri skala kecil, menengah, ataupun skala besar. Sebanyak 2,06% bekerja pada bidang pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Sisanya sebanyak 24,41% bekerja pada bidang lainnya seperti pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air, angkutan, pergudangan dan komunikasi, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan.
Estimasi Matriks Origin-Destination kota Bogor
Matriks origin-destination adalah matriks yang menggambarkan pergerakan penduduk di suatu daerah. Matriks origin-destination berguna untuk merencanakan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Menurut Tamin (2000) jika matriks
origin-destination ini dibebankan ke suatu sistem jaringan transportasi, maka akan
maka seseorang dapat mengidentifikasi permasalahan yang timbul sehingga beberapa solusi dapat segera dihasilkan.
Salah satu metode untuk menduga matriks origin-destination adalah dengan metode sintesis dengan menggunakan model gravity. Model gravity untuk transportasi dijelaskan dalam persamaan
𝑇𝑖,𝑗 = 𝑂𝑖𝐷𝑗𝐴𝑖𝐵𝑗𝑓(𝑐𝑖,𝑗),
dimana 𝑇𝑖,𝑗 adalah banyaknya pergerakan dari 𝑖 ke 𝑗 . 𝑂𝑖 dan 𝐷𝑗 berturut-turut menyatakan banyaknya pergerakan yang berasal (origin) dari 𝑖 dan banyaknya pergerakan menuju (destination) ke 𝑗. 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑗 merupakan faktor penyeimbang, sedangkan 𝑓(𝑐𝑖,𝑗) adalah fungsi hambatan. Dalam karya ilmiah ini digunakan fungsi hambatan berupa fungsi eksponensial negatif (𝑓(𝑐𝑖,𝑗) = 𝑒−𝛽𝑐𝑖,𝑗). Dalam fungsi eksponensial negatif tersebut, nilai parameter 𝛽 dikalibrasi menggunakan metode Hyman. Parameter 𝛽 menggambarkan biaya rata-rata perjalanan di daerah kajian, semakin besar nilai 𝛽, maka semakin kecil nilai biaya rata-rata perjalanan. Biaya perjalanan (𝑐𝑖,𝑗) diasumsikan berbanding lurus dengan jarak. Penelitian ini menggunakan data jarak antarkecamatan sebagai komponen biaya untuk menentukan nilai fungsi hambatan.
Tabel 9 Data jarak antarkecamatan di kota Bogor
Tengah Barat Selatan Timur Utara Tn. Sareal
Tengah 0 1.047 2.852 3.442 1.833 2.486 Barat 1.047 0 2.988 4.005 2.914 3.138 Selatan 2.852 2.988 0 1.645 3.818 5.194 Timur 3.442 4.005 1.645 0 3.54 5.274 Utara 1.833 2.914 3.818 3.54 0 1.913 Tn. Sareal 2.486 3.138 5.194 5.274 1.913 0
Tabel 9 menjelaskan jarak antarkecamatan di kota Bogor. Diasumsikan bahwa jarak antarkecamatan yang sama bernilai 0. Data jarak antarkecamatan ini yang digunakan untuk menentukan nilai fungsi hambatan yang berupa fungsi eksponensial negatif. Data jarak antarkecamatan juga digunakan untuk mengalibrasi nilai parameter 𝛽 yang terdapat dalam fungsi hambatan.
Metode Hyman digunakan dalam mengalibrasi nilai parameter 𝛽. Metode ini memerlukan nilai biaya rata-rata dari hasil pengamatan dan juga memerlukan jumlah pergerakan antarkecamatan hasil pengamatan untuk mengalibrasi nilai parameter 𝛽. Dalam praktiknya, menghitung pergerakan hasil pengamatan dengan metode konvensional tidaklah mudah, butuh biaya yang mahal dan waktu yang lama (Tamin 2000). Oleh sebab itu, diperlukan beberapa asumsi untuk menghitung pergerakan hasil pengamatan tersebut. Pada penelitian ini, diasumsikan kota Bogor adalah sebuah system tertutup dimana pergerakan yang diamati adalah pergerakan orang yang bekerja dari kota Bogor dan juga banyaknya lapangan pekerjaan di kota Bogor sehingga dapat ditentukan jumlah pergerakan di kota Bogor.
Dari data sosial ekonomi di kota Bogor diperoleh data orang yang bekerja di kota Bogor dengan usia lebih dari 15 tahun yang bekerja seminggu terakhir sebanyak 403.628 orang. Lapangan pekerjaan di kota Bogor paling banyak adalah pedagang, baik itu pedagang besar, eceran, rumah makan, maupun hotel sebanyak 33,22%. Sebanyak 24,91% lapangan pekerjaan adalah jasa kemasyarakatan.
Sebanyak 15,4% lapangan pekerjaan di industri pengolahan. Sebanyak 2,06% lapangan pekerjaan di kota Bogor di bidang pertanian, kehutanan, perburuan ataupun perikanan, sisanya di bidang lainnya.
Jika diasumsikan sebaran pekerja untuk setiap lapangan pekerjaan di setiap kecamatan mengikuti persentase lapangan kerja di setiap kecamatan, maka dapat diperoleh total data orang yang bekerja untuk setiap kecamatan. Tabel 3 menggambarkan total orang yang bekerja di setiap kecamatan berdasarkan asumsi tersebut. Kecamatan Bogor Barat masih mendominasi pekerja terbanyak, sedangkan kecamatan Bogor Timur memiliki jumlah pekerja yang paling sedikit.
Data jenis pekerjaan pada setiap kecamatan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik kota Bogor dan data sosial ekonomi kota Bogor tahun 2013 digunakan untuk mengestimasi jumlah lapangan pekerjaan di kota Bogor. Dari data tersebut