• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI MATRIKS ORIGIN-DESTINATION PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY: STUDI KASUS KOTA BOGOR IMAM EKOWICAKSONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI MATRIKS ORIGIN-DESTINATION PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY: STUDI KASUS KOTA BOGOR IMAM EKOWICAKSONO"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI MATRIKS ORIGIN-DESTINATION PERKOTAAN

MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY: STUDI KASUS KOTA

BOGOR

IMAM EKOWICAKSONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Estimasi Matriks Origin-Destination Perkotaan Menggunakan Model Gravity: Studi Kasus Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Imam Ekowicaksono

(4)

RINGKASAN

IMAM EKOWICAKSONO. Estimasi Matriks Origin-Destination Perkotaan Menggunakan Model Gravity: Studi Kasus Kota Bogor. Dibimbing oleh FAHREN BUKHARI dan AMRIL AMAN.

Kebutuhan akan transportasi merupakan aspek yang penting dalam manajemen perkotaan. Di negara berkembang, kebutuhan akan transportasi meningkat setiap tahun seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. Peningkatan kebutuhan akan transportasi ini harus diimbangi dengan infrastruktur yang memadai. Kebutuhan akan transportasi ini juga tidak terlepas dari pergerakan penduduk yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan penduduk ini dapat disajikan kedalam suatu matriks origin-destination.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga pergerakan masyarakat kota Bogor yang disajikan dalam bentuk matriks origin-destination dan untuk mengukur tingkat aksesibilitas di kota Bogor yang dilambangkan dalam parameter .

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

origin-destination. Willumson (1978) dan Tamin (2000) menyebutkan beberapa metode konvensional yang dapat digunakan untuk mengestimasi matriks origin-destination. Metode tersebut terdiri dari wawancara pengemudi di tepi jalan, wawancara di rumah, menggunakan bendera, foto udara, dan mengikuti mobil. Metode konvensional ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama untuk mewawancara atau mengikuti kendaraan. Oleh karena itu, diperkenalkan suatu metode alternatif lain, yaitu metode sintesis. Metode sintesis adalah metode yang berusaha menggambarkan hubungan antara tata guna lahan dan transportasi dalam pemodelan dan memperhitungkan alasan orang melakukan perjalanan (Tamin 2000). Salah satu model dalam metode sintesis adalah model

gravity.

Model gravity ini juga akan diaplikasikan untuk mengestimasi matriks origin-destination dan mengukur tingkat aksesibilitas kota Bogor yang disajikan dalam parameter  dengan metode kalibrasi Hyman. Metode kalibrasi Hyman mengalibrasi suatu parameter  dari fungsi hambatan yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan fungsi hambatan berupa fungsi eksponensial negatif (𝑒−𝛽𝑐𝑖,𝑗).

Nilai parameter  yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 𝛽 = 1,0167 × 10−7. Nilai parameter 𝛽 dapat dipergunakan untuk mengestimasi matriks origin-destination untuk keperluan lainnya. Pemerintah kota Bogor dapat merancang sistem transportasi untuk mengestimasi matriks origin-destination kota Bogor menggunakan nilai 𝛽 tersebut.

Model ini mengestimasi jumlah penduduk yang bergerak ke kecamatan Bogor Tengah pada tahun 2018 sebanyak 337.206, dibandingkan dengan data sebelumnya dimana jumlah penduduk yang bergerak ke kecamatan Bogor Tengh sebanyak 315.021. Informasi ini dapat digunakan oleh pemerintah kota Bogor untuk menambah infrastruktur terhadap kecamatan tersebut.

Kata kunci: Matriks Origin-Destination, Model Gravity untuk transportasi, Metode Hyman

(5)

SUMMARY

IMAM EKOWICAKSONO. Estimating Origin-Destination Matrix of Urban City Using Gravity Model: Case Study in Bogor City. Supervised by FAHREN BUKHARI and AMRIL AMAN.

The demand for transportation is an important object in urban management. In developing countries, the demand for transportation is increase every year as the increase of the number of the population. The increase of demand for transportation should be offset by an increase in the capability of infrastructure. The transportation demand is also inseparable from the people movement from one place to another place. The movement intensity of this population can be presented by an origin-destination matrix.

The purpose of this study is to predict the people movement at Bogor and presented it as an origin-destination matrix. The purpose is also to measure the level of accessibility at Bogor and symbolized as 𝛽.

There are several methods can be used for estimating origin-destination matrix. Willumson (1978) and Tamin (2000) presented some conventional methods that can be used to estimate the origin-destination matrix. The method consists of interviewing the driver on the roadside, in-home interviews, methods of using the flag, aerial photography methods, and methods to follow the car. The conventional method requires enormous costs and requires time to interview or follow a vehicle. Therefore, researcher have introduced an alternative method named by the synthesis method. Synthesis method is a method that is trying to describe the relationship between land use and transport modeling and take into account the travel reasons (Tamin 2000). One of the models in the synthesis method is gravity model.

The gravity models will be applied to estimate the origin-destination matrix Bogor and to measure the level of accessibility at Bogor using Hyman calibration method. Hyman calibration method was used to calibrate a parameter that was hold in the accessibility function. This study used a negative exponential function (𝑒−𝛽𝑐𝑖,𝑗) as the accessibility function.

The 𝛽 value obtained from this study is 1,0167 × 10−7. 𝛽 values can be used to estimate the origin-destination matrix for other purposes. Local governments can design transport system at Bogor to estimate the origin-destination matrix at Bogor using the obtained 𝛽 value.

The model estimate that the number of people moving toward Central Bogor Subdistrict in 2018 is 337.206, compare to historical data that the number of people moving to that subdistrict was 315.021 people. This information could be used by the government in considering to increase the transportation infrastructure to that subdistrict.

Keywords: Gravity model for transportation, Hyman method, Origin-destination matrix

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Matematika Terapan

ESTIMASI MATRIKS ORIGIN-DESTINATION PERKOTAAN

MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY: STUDI KASUS KOTA

BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Estimasi Matriks Origin-Destination Perkotaan Menggunakan Model Gravity: Studi Kasus Kota Bogor

Nama : Imam Ekowicaksono NIM : G551130301 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Fahren Bukhari, MSc Ketua Dr Ir Amril Aman, MSc Anggota Diketahui oleh

Ketua Program Studi Matematika Terapan

Dr Jaharuddin, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Estimasi Matriks Origin-Destination

Perkotaan Menggunakan Model Gravity: Studi Kasus Kota Bogor ini berhasil diselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Fahren Bukhari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan bantuannya dalam penyusunan karya ilmiah ini dari awal sampai dengan selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak (Almarhum) Purwanto Wakidi dan Ibu Muhayanah yang telah memberikan bantuan secara moril maupun materil kepada penulis selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudari Puri Mahestyanti atas diskusi serta sarannya dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Haryo Mirsandi atas waktu dan pembelajaran programming Fortran. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa S2 Matematika Terapan IPB, serta staf departemen Matematika IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Sistem Transportasi 3 Pergerakan 3 Matriks Origin-Destination 3 Model Gravity 4

Model Gravity Tanpa Batasan 5

Model Gravity Dengan Batasan Bangkitan 5

Model Gravity Dengan Batasan Tarikan 6

Model Gravity Dengan Batasan Bangkitan dan Tarikan 6

Fungsi Hambatan 7

Kalibrasi Model Gravity 7

3 METODE PENELITIAN 8

Pengumpulan Data 8

Pengolahan Data 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Pengujian Model 14

Skenario Uji 1 14

Analisis Skenario Uji 1 18

Skenario Uji 2 18

Analisis Skenario Uji 2 21

Kondisi Kota Bogor 21

Estimasi Matriks Origin-Destination kota Bogor 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(12)

DAFTAR TABEL

1 Bentuk umum matriks origin-destination 4

2 Populasi penduduk Kota Bogor per kecamatan 9

3 Jumlah orang yang bekerja pada setiap kecamatan di kota Bogor 9 4 Banyaknya lapangan pekerjaan di kota Bogor per kecamatan (orang) 11

5 Hasil estimasi pergerakan pada skenario uji 1 15

6 Hasil estimasi pergerakan pada skenario uji 2 19

7 Penduduk kota Bogor berdasarkan kelompok umur tahun 2013 21

8 Penduduk angkatan kerja kota Bogor 2013 22

9 Data jarak antarkecamatan di kota Bogor 23

10 Matriks origin-destination hasil olahan 24

11 Matriks origin-destination hasil estimasi 25

12 Prediksi matriks origin-destination tahun 2018 25

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Wilayah Administratif Kota Bogor 12

2 Skenario Uji 1 dalam bentuk graf 14

3 Pola pergerakan hasil simulasi 2 pada skenario uji 1 16 4 Pola pergerakan hasil simulasi 6 pada skenario uji 1 17 5 Pola pergerakan hasil simulasi 2 pada skenario uji 2 19 6 Pola pergerakan hasil simulasi 3 pada skenario uji 2 20

7 Pola pergerakan masyarakat di kota Bogor 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syntax model gravity menggunakan Fortan 31

2 Matriks origin-destination hasil estimasi menggunakan Fortran 34 3 Nilai estimasi parameter 𝛽 menggunakan Fortran 36 4 Pseudocode model gravity dengan teknik kalibrasi Hyman 37 5 Pembuktian persamaan model gravity untuk transportasi 39

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, dunia berkembang sangat pesat. Setiap negara berlomba untuk dapat menyediakan pelayanan terbaik kepada setiap warga negaranya, termasuk dalam bidang transportasi. Di negara maju, transportasi umum masal sudah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi setiap warganya untuk melakukan perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan. Pemerintahnya pun memberikan perhatian yang lebih untuk memajukan transportasi umum di negaranya.

Untuk memajukan transportasi umum masal, diperlukan beberapa aspek yang harus diperhitungkan, antara lain pembuatan jaringan jalan atau rute yang efektif dan efisien, frekuensi moda transportasi untuk setiap rutenya pada jam sibuk ataupun saat tidak sibuk dengan memerhatikan tingkat kenyamanan pengguna jasa transportasi umum. Untuk menentukan rute dan frekuensi, diperlukan data kebutuhan transportasi di daerah yang dilalui jaringan jalan tersebut. Data kebutuhan akan transportasi ini merupakan data perpindahan masyarakat dari tempat asal ke tempat tujuan. Data kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan untuk perencanaan dan pembangunan sistem transportasi yang efektif dan efisien.

Kebutuhan akan transportasi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Di negara berkembang, kebutuhan akan transportasi selalu meningkat setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah dan mobilitas penduduk. Kebutuhan akan transportasi yang meningkat setiap tahun ini, harus diimbangi dengan peningkatan infrastruktur agar dapat memenuhi kebutuhan akan transportasi tersebut. Kebutuhan akan transportasi ini juga tidak terlepas dari pergerakan penduduk yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan penduduk ini dapat disajikan kedalam suatu matriks origin-destination.

Matriks origin-destination adalah matriks berdimensi dua dimana setiap selnya menggambarkan banyaknya intensitas pergerakan manusia atau barang dari suatu zona asal ke zona tujuan. Menurut Tamin (2000), jika matriks origin-destination ini dibebankan ke jaringan transportasi, akan dapat dihasilkan pola pergerakan manusia. Sedangkan Willumson (1978) menyebutkan beberapa kegunaan matriks origin-destination, diantaranya untuk memodelkan, menduga dan mendesain skema manajemen lalulintas di perkotaan dan pedesaan, juga untuk memodelkan permintaan transportasi di perkotaan. Oleh karena itu, matriks origin-destination ini sangat penting untuk diestimasi untuk memodelkan transportasi di daerah perkotaan atau pedesaan agar dapat memecahkan masalah transportasi seperti kemacetan.

Untuk mengestimasi matriks origin-destination ini tidaklah mudah, diperlukan waktu yang lama dan sumber daya manusia yang banyak untuk dapat mengestimasi matriks origin-destination di suatu daerah. Selain itu, diperlukan berbagai macam informasi seperti perkiraan besarnya pergerakan yang dihasilkan oleh daerah asal dan yang tertarik ke daerah tujuan. Selain itu juga diperlukan informasi lain berupa pemodelan pola pergerakan antarzona yang sudah pasti sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas sistem jaringan jalan antarzona di masing masing daerah. Oleh sebab itu berbagai macam metode dikembangkan untuk dapat mengestimasi matriks origin-destination.

(14)

Ada beberapa metode untuk mengestimasi matriks origin-destination. Willumson (1978) dan Tamin (2000) menyebutkan beberapa metode konvensional yang dapat digunakan untuk mengestimasi matriks origin-destination. Metode tersebut terdiri dari metode wawancara pengemudi di tepi jalan, wawancara di rumah, metode menggunakan bendera, metode foto udara, dan metode mengikuti mobil. Metode konvensional ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang sangat lama karena harus melakukan wawancara ataupun mengikuti kendaraan yang membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, diperkenalkan suatu metode alternatif lain, yaitu metode sintesis. Metode sintesis adalah metode yang berusaha menggambarkan hubungan antara tata guna lahan dan transportasi dalam pemodelan, juga berusaha memerhitungkan alasan orang melakukan perjalanan (Tamin 2000). Salah satu model dalam metode sintesis adalah model

gravity.

Model gravity didasarkan pada konsep hukum gravitasi Newton. Model

gravity pada dasarnya memikirkan bahwa interaksi antar dua tata guna lahan dapat diartikan sebagai gaya tarik atau tolak pada model gravitasi Newton. Model gravity

sudah diterapkan di beberapa tempat di Indonesia. Model gravity ini digunakan oleh Roziqin (2012) untuk mengestimasi Matriks origin-destination di kota Bandar Lampung dan Fathoni (2005) yang membandingkan model EMEM dengan model

gravity untuk mengestimasi matriks origin-destination di penyebrangan Merak-Bakauheni. Model gravity ini juga akan diaplikasikan untuk mengestimasi matriks

origin-destination kota Bogor dan mengukur tingkat aksesibilitas di kota Bogor yang disajikan dalam parameter  dengan metode kalibrasi Hyman.

Nilai parameter  ini menjadi penting untuk diketahui karena tingkat aksesibilitas di setiap kota, termasuk kota Bogor dapat memengaruhi hasil estimasi matriks origin-destination. Oleh karena itu, setelah diperoleh nilai parameter , nilai parameter  dapat digunakan untuk pengembangan matriks origin-destination untuk berbagai keperluan, seperti memutakhirkan matriks origin-destination kota Bogor di masa mendatang dapat dengan mudah dilakukan tanpa harus mengalibrasi nilai parameter  yang baru.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga pergerakan masyarakat kota Bogor di pagi hari yang disajikan dalam bentuk matriks origin-destination dan untuk mengukur tingkat aksesibilitas di kota Bogor yang dilambangkan dalam parameter .

2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian. Pertama akan dijelaskan tentang sistem transportasi. Selanjutnya akan dijelaskan tentang pergerakan yang merupakan dasar dari kebutuhan akan transportasi untuk perencanaan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Matriks

(15)

dimana parameter  dalam fungsi hambatannya akan dikalibrasi menggunakan metode Hyman.

Sistem Transportasi

Sistem transportasi adalah salah satu komponen dasar dari sebuah lingkungan sosial, ekonomi, dan struktur fisik masyarakat perkotaan. Sebagai bagian utama dari sistem transportasi perkotaan, transportasi publik telah dikenal luas sebagai cara yang berpotensi untuk mengurangi polusi udara, mengurangi konsumsi energi, meningkatkan mobilitas, mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan produktivitas, menyediakan lapangan kerja, mempromosikan penjualan retail, dan merealisasikan pola pertumbuhan perkotaan (Fan & Machemehl 2004).

Sistem transportasi meliputi seluruh aspek yang berperan dalam kegiatan transportasi. Salah satu aspek yang ada dalam sistem transportasi adalah interaksi antara moda transportasi dengan masyarakat, seperti yang termuat dalam salah satu arah kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 menyebutkan bahwa salah satu pokok kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan harus diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional secara terpadu, tertib, lancar, aman dan nyaman, serta efisien dalam menunjang sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang, dan jasa, serta mendukung pembangunan wilayah. Oleh sebab itu, sebaiknya salah satu arah kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan diarahkan untuk mengatasi kemacetan dan gangguan lalu lintas serta mempertahankan kualitas lingkungan serta meningkatkan mobilitas dan kemudahan aksesibilitas di wilayah perkotaan, serta meningkatkan sistem jaringan jalan antarkota agar angkutan dalam kota dapat berfungsi dengan baik dalam melayani aktivitas lokal dan daerah sekitarnya (Tamin 2000).

Pergerakan

Pergerakan atau mobilitas, adalah aktivitas yang kita lakukan sehari hari. Kita bergerak setiap hari untuk berbagai macam alasan dan tujuan seperti belajar, olahraga, belanja, hiburan, berkunjung ke tempat saudara dan rekreasi. Mudah dipahami bahwa jika terdapat kebutuhan akan pergerakan yang besar, tentu dibutuhkan pula sistem jaringan transportasi yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan akan pergerakan tersebut. Kebutuhan akan pergerakan selalu menimbulkan permasalahan, khususnya pada saat orang ingin bergerak untuk tujuan yang sama di dalam daerah tertentu dan pada saat yang bersamaan. Salah satu usaha untuk dapat mengatasinya adalah dengan memahami pola pergerakan yang akan terjadi, untuk dapat dibuat kebijakan agar dapat menyelesaikan masalah tersebut (Tamin 2000).

Matriks Origin-Destination

Matriks origin-destination adalah suatu matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antarlokasi (zona) di dalam daerah

(16)

tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriksnya menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. Dalam hal ini, notasi 𝑇𝑖𝑗 menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang, atau

barang) yang bergerak dari zona asal 𝑖 ke zona tujuan 𝑗 selama selang waktu tertentu.

Tabel 1 Bentuk umum matriks origin-destination

Zona 1 2 3 N 𝑶𝒊 1 𝑇11 𝑇12 𝑇13 … 𝑇1𝑁 𝑂1 2 𝑇21 𝑇22 𝑇23 … 𝑇2𝑁 𝑂2 3 𝑇31 𝑇32 𝑇33 … 𝑇3𝑁 𝑂3 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ N 𝑇𝑁1 𝑇𝑁2 𝑇𝑁3 ⋯ 𝑇𝑁𝑁 𝑂𝑁 𝑫𝒋 𝐷1 𝐷2 𝐷3 ⋯ 𝐷𝑁 T

𝑇𝑖𝑗 adalah pergerakan dari zona asal 𝑖 ke zona tujuan 𝑗, 𝑂𝑖 adalah banyaknya

pergerakan dari zona asal 𝑖, 𝐷𝑗 adalah banyaknya pergerakan menuju zona tujuan 𝑗, sedangkan T adalah total pergerakan.

Kondisi yang harus dipenuhi dalam matriks origin-destination adalah:

𝑂𝑖 = ∑ 𝑇𝑖𝑗 𝑗 , ∀𝑖 (2.1) dan 𝐷𝑗 = ∑ 𝑇𝑖𝑗 𝑖 , ∀𝑗. (2.2)

Persamaan 2.1 dan 2.2 menyatakan untuk setiap zona asal 𝑖, jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan 𝑗 harus sama dengan banyaknya pergerakan dari setiap zona asal 𝑖, begitu juga sebaliknya.

Matriks origin-destination bertujuan untuk menghitung besarnya perjalanan, baik orang, kendaraan, barang dan lain-lain diantara zona asal dan zona tujuan yang masih berada dalam wilayah studi. Matriks origin-destination memberikan gambaran rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan, sehingga matriks origin-destination memegang peranan penting dalam berbagai kajian perencanaan dan manajemen transportasi (Tamin 2000).

Model Gravity

Model untuk perencanaan transportasi biasanya diturunkan dari prinsip dasar fisika, seperti hukum gravitasi. Model gravity ini menggunakan konsep gravitasi yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 sebagai berikut:

𝐹𝑖𝑗 = 𝐺𝑚𝑖𝑚𝑗

𝑑𝑖𝑗2 (2.3)

dimana 𝐹𝑖𝑗 adalah gaya tarik menarik antara benda i dan j, mi dan mj menyatakan

massa benda i dan j, 𝑑𝑖𝑗 menyatakan jarak antara benda i dan j, dan 𝐺 adalah konstanta gravitasi. Sedangkan untuk keperluan transportasi, model gravity dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝑇𝑖𝑗 = 𝑘𝑂𝑖𝐷𝑗

(17)

dimana 𝑇𝑖𝑗 adalah banyaknya pergerakan dari i dan j, k adalah konstanta, 𝑂𝑖 adalah pergerakan dari zona ke-𝑖, 𝐷𝑗 adalah pergerakan yang berakhir di zona ke-𝑗, dan 𝑑𝑖𝑗

adalah jarak antar zona. Model ini juga dapat dinyatakan dalam bentuk:

𝑇𝑖𝑗 ≈ 𝑂𝑖𝐷𝑗𝑓(𝑐𝑖𝑗). (2.5)

Selanjutnya diperlukan batasan untuk setiap pergerakan dari zona asal dan batasan untuk setiap pergerakan menuju zona tujuan, yaitu:

𝑂𝑖 = ∑ 𝑇𝑖𝑗 𝑗 , ∀𝑖 (2.6) dan 𝐷𝑗 = ∑ 𝑇𝑖𝑗 𝑖 , ∀𝑗. (2.7)

Kedua persamaan pembatas ini dipenuhi jika digunakan faktor penyeimbang

𝐴𝑖 = 1

∑ (𝐵𝑗 𝑗𝐷𝑗𝑓(𝑐𝑖𝑗)) (2.8)

dan 𝐵𝑗 = 1

∑ (𝐴𝑖 𝑖𝑂𝑖𝑓(𝑐𝑖𝑗)) (2.9)

yang secara berurutan terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan. Pengembangan model gravity tersebut menghasilkan model gravity untuk mengestimasi matriks origin-destination sebagai berikut:

𝑇𝑖𝑗 = 𝑂𝑖𝐷𝑗𝐴𝑖𝐵𝑗𝑓(𝑐𝑖𝑗), (2.10)

Dengan 𝑇𝑖𝑗 adalah total pergerakan dari zona i ke zona 𝑗, 𝑂𝑖 adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i, 𝐷𝑗 adalah jumlah pergerakan yang berakhir di

zona 𝑗, 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑗 adalah faktor penyeimbang, dan 𝑓(𝑐𝑖𝑗) adalah fungsi hambatan (Tamin 2000).

Terdapat empat jenis model gravity yaitu model gravity tanpa batasan, model

gravity dengan satu batasan, yang terbagi lagi ke dalam dua jenis model, yaitu model gravity dengan batasan tarikan, dan model gravity dengan batasan bangkitan, dan terakhir adalah model gravity dengan dua batasan. Penelitian ini menggunakan model gravity dengan dua batasan.

Model Gravity Tanpa Batasan

Model gravity tanpa batasan ini memunyai sedikitnya satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa batasan, dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model

gravity tanpa batasan hanya menggunakan Persamaan (2.10), dimana nilai 𝐴𝑖 = 1

untuk setiap i dan 𝐵𝑗 = 1 untuk setiap j (Tamin 2000). Model Gravity Dengan Batasan Bangkitan

Dalam model gravity dengan batasan bangkitan ini, total pergerakan hasil bangkitan pergerakan harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan estimasi pemodelan. Bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Untuk jenis model ini, model

(18)

yang digunakan adalah Persamaan (2.10), dengan menggunakan Persamaan (2.8) sebagai syarat batasnya serta nilai 𝐵𝑗 = 1 untuk setiap j.

Dalam model gravity tanpa batasan, nilai 𝐴𝑖 = 1 untuk setiap i, dan nilai 𝐵𝑗 = 1 untuk setiap j. Akan tetapi, pada model gravity dengan batasan bangkitan, konstanta 𝐴𝑖 dihitung sesuai dengan persamaan (2.8) untuk setiap zona asal i

(Tamin 2000).

Model Gravity Dengan Batasan Tarikan

Model gravity dengan batasan tarikan ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan yang didapat dengan estimasi pemodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk jenis ini, model yang digunakan ialah Persamaan (2.10), tetapi dengan syarat batas yang digunakan ialah Persamaan (2.9) dan nilai 𝐴𝑖 = 1 untuk setiap i (Tamin 2000). Model Gravity Dengan Batasan Bangkitan dan Tarikan

Dalam model gravity dengan batasan bangkitan dan tarikan ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan dalam tahap bangkitan pergerakan. Model yang digunakan yaitu Persamaan (2.11), dengan dua syarat batas yang digunakan ialah Persamaan (2.8) dan Persamaan (2.9).

Kedua faktor penyeimbang (𝐴𝑖dan 𝐵𝑗) pada Persamaan (2.8) dan Persamaan (2.9) menjamin bahwa total nilai 𝑂𝑖 dan total nilai 𝐷𝑗 dari matriks hasil estimasi

pemodelan harus sama dengan total nilai 𝑂𝑖 dan total nilai 𝐷𝑗 dari matriks hasil

bangkitan pergerakan. Proses pengulangan (iterasi) nilai 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑗 dilakukan secara bergantian. Hasil ini akan selalu sama, dari manapun pengulangan dimulai (𝐴𝑖 ataupun 𝐵𝑗). Pada iterasi awal digunakan nilai awal salah satu 𝐴𝑖 ataupun 𝐵𝑗

berupa bilangan positif. Hal ini hanya akan berpengaruh pada jumlah pengulangan untuk mencapai konvergensi. Semakin besar perbedaan nilai awal dengan nilai akhir, maka akan semakin banyak iterasi yang dibutuhkan untuk mencapai konvergen. Sebaliknya, semakin dekat nilai awal dari salah satu faktor penyeimbang tersebut, maka akan semakin sedikit iterasi yang dibutuhkan (Tamin 2000).

Secara umum, sebaiknya model gravity dengan batasan bangkitan dan tarikan digunakan pada kasus yang ramalan bangkitan dan tarikan pergerakannya cukup baik di masa mendatang. Sebagai contoh, untuk tujuan perjalanan seperti dari rumah ke tempat kerja dan dari rumah ke sekolah, dapat dipastikan bahwa ramalan bangkitan dan tarikan pergerakan akan lebih tepat dibandingkan dengan tujuan perjalanan lain, misalnya perjalanan dari rumah ke tempat belanja. Contoh alasan sederhananya adalah jika terdapat 1.000 lapangan pekerjaan dalam suatu zona, maka dapat dikatakan bahwa akan terdapat 1.000 pergerakan yang tertarik ke zona tersebut, dari manapun mereka berasal, sedangkan untuk pergerakan yang menuju tempat perjalanan lain seperti pusat perbelanjaan dalam suatu zona, tidaklah mudah untuk memastikan berapa perjalanan yang akan menuju ke zona tersebut (Tamin 2000).

(19)

Fungsi Hambatan

Fungsi hambatan ini adalah salah satu hal yang terpenting yang harus diketahui untuk mengestimasi model gravity. Fungsi hambatan 𝑓(𝑐𝑖𝑗) diartikan sebagai ukuran aksesibilitas antara zona 𝑖 dengan zona 𝑗 . Hyman (1969) menyebutkan ada beberapa jenis fungsi yang populer digunakan untuk model

gravity:

 𝑓(𝑐𝑖𝑗) = 𝑐𝑖𝑗−𝛽 (fungsi pangkat) (2.11)

 𝑓(𝑐𝑖𝑗) = 𝑒−𝛽𝑐𝑖𝑗 (fungsi eksponensial negatif) (2.12)

 𝑓(𝑐𝑖𝑗) = 𝑐𝑖𝑗𝛼 𝑒−𝛽𝑐𝑖𝑗 (fungsi Tanner). (2.13)

Jika nilai 𝑐𝑖𝑗, 𝑂𝑖, dan 𝐷𝑗 diketahui, maka parameter dalam model gravity yang tidak diketahui hanyalah parameter 𝛼 dan 𝛽 yang terdapat di dalam fungsi hambatan jika digunakan fungsi pangkat, fungsi ekponensial negatif, atau fungsi Tanner. Untuk menaksir nilai parameter 𝛼 dan 𝛽, kita dapat menggunakan proses kalibrasi model gravity (Tamin 2000).

Penelitian ini menggunakan fungsi eksponensial negatif sebagai fungsi hambatan dalam model gravity. Fungsi ini menjadi populer karena selain lebih mudah diaplikasikan (karena hanya mencari satu nilai parameter ), juga sudah banyak penelitian yang melakukan penelitiannya menggunakan fungsi eksponensial negatif sebagai fungsi hambatan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2005) dan Evans (1971) yang menggunakan model gravity dengan fungsi hambatan berupa fungsi eksponensial negatif.

Kalibrasi Model Gravity

Salah satu cara menduga nilai parameter 𝛽 adalah dengan ‘menebak’ atau ‘meminjam’ nilai paramater 𝛽 dari penelitian lain, selanjutnya jalankan model

gravity dan diperoleh matriks origin-destination dengan nilai paramater 𝛽 tersebut. Akan tetapi matriks origin-destination tersebut haruslah dibandingkan dengan matriks origin-destination hasil observasi. Metode tersebut sangatlah tidak efisien. Banyak penelitian yang dilakukan untuk memelajari teori yang terkait dengan proses kalibrasi model gravity. Williams (1976) menyebutkan bahwa teknik kalibrasi yang diperkenalkan Hyman (1969) sangat efisien. Dalam penelitiannya Williams membandingkan beberapa metode untuk mengalibrasi parameter 𝛽 dalam fungsi hambatan. Beberapa metode yang dibandingkan oleh Williams adalah metode Hyman, metode Evans, dan metode Hathaway. Williams menyebutkan bahwa akurasi metode Evans dan Hathaway berubah-ubah bergantung kepada situasi dibandingkan dengan metode Hyman yang dapat menjaga tingkat akurasinya. Berikut akan dijelaskan metode Hyman secara detail seperti yang telah dijelaskan kembali oleh Ortuzar & Willumsen (2011).

Fungsi hambatan yang digunakan adalah fungsi eksponensial negatif

𝑓(𝑐𝑖𝑗) = 𝑒−𝛽𝑐𝑖𝑗. Selanjutnya akan dikalibrasi nilai parameter 𝛽 sehingga biaya

perjalanan hasil estimasi model sama dengan biaya perjalanan yang diperoleh dari hasil observasi di lapangan seperti pada persamaan berikut:

∑ 𝑇𝑖𝑗𝑐𝑖𝑗 𝑖,𝑗

= ∑ 𝑁𝑖𝑗𝑐𝑖𝑗 𝑖𝑗

(20)

dimana 𝑁𝑖𝑗 adalah matriks origin-destination hasil observasi dan 𝑐𝑖𝑗 adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan j. Selanjutnya biaya rata-rata perjalanan hasil estimasi model didefinisikan sebagai

𝑐(𝛽) = ∑𝑇𝑖𝑗𝑐𝑖𝑗 𝑇 𝑖𝑗

(2.15)

dimana 𝑇 = ∑ 𝑇𝑖𝑗 𝑖𝑗(𝛽). Begitu juga dengan rata-rata biaya perjalanan hasil observasi didefinisikan sebagai

𝑐∗ = ∑ 𝑁𝑖𝑗 𝑖𝑗𝑐𝑖𝑗 ∑ 𝑁𝑖𝑗 𝑖𝑗

. (2.16)

Selanjutnya metode Hyman dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Mulai iterasi dengan membuat 𝑚 = 0 dan nilai 𝛽0 = 1/𝑐∗.

2. Gunakan nilai 𝛽0 untuk menghitung matriks origin-destination

menggunakan model gravity. Tentukan nilai 𝑐0 dan duga nilai parameter 𝛽

yang lebih baik menggunakan

𝛽𝑚 =𝛽0𝑐0

𝑐∗ . (2.17)

3. Selanjutnya ubah nilai 𝑚 = 𝑚 + 1. Gunakan nilai 𝛽 yang terakhir, misalkan 𝛽𝑚−1 untuk menghitung matriks origin-destination dan dapatkan nilai baru untuk biaya rata-rata perjalanan 𝑐𝑚−1, lalu bandingkan dengan nilai 𝑐∗. Jika nilainya sangat dekat, hentikan iterasi dan nilai 𝛽

𝑚−1 adalah

estimasi terbaik untuk paramater 𝛽; jika tidak ke langkah-4. 4. Dapakan nilai estimasi 𝛽 yang lebih baik menggunakan

𝛽𝑚+1=

(𝑐∗− 𝑐

𝑚−1)𝛽𝑚− (𝑐∗− 𝑐𝑚)𝛽𝑚−1 𝑐𝑚− 𝑐𝑚−1

. (2.18)

5. Ulangi langkah 3 dan 4 seperlunya sampai nilai 𝑐𝑚−1 sangat dekat dengan nilai 𝑐∗.

3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pengumpulan data dan pengolahan data. Pada tahap pengumpulan data, data dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder seperti data populasi pendududuk kota Bogor, data pekerja di kota Bogor dan data lapangan perkerjaan di kota Bogor. Pada tahap pengolahan data, data yang telah dihimpun dari tahap pengumpulan data, selanjutnya diolah menggunakan microsoft excel dan disimulasikan menggunakan

Fortran 90 untuk mengestimasi matriks origin-destination kota Bogor. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini berupa data informasi terkait dengan tata guna lahan seperti:

1. Populasi penduduk, jumlah tenaga kerja di kota Bogor tahun 2013 yang dipublikasikan masing-masing oleh Badan Pusat Statistik Kota Bogor dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor.

(21)

Tabel 2 Populasi penduduk Kota Bogor per kecamatan No. Kecamatan Jumlah Penduduk

(jiwa) Luas Daerah (km2) 1 Bogor Tengah 103.719 8,13 2 Bogor Utara 185.084 17,72 3 Bogor Selatan 191.468 30,81 4 Bogor Barat 224.963 32,85 5 Bogor Timur 100.477 10,15 6 Tanah Sareal 209.737 18,84 Total 1.015.448 118,5

Pada Tabel 2, populasi kota Bogor per kecamatan terbesar terdapat di kecamatan Bogor barat dan luas daerah terbesar terdapat di kecamatan Bogor Barat. Sedangkan populasi terkecil terdapat di kecamatan Bogor Timur dan luas daerah terkecil terdapat di kecamatan Bogor Tengah. Luas daerah terbesar ada di kecamatan Bogor Barat, sedangkan luas daerah terkecil ada di kecamatan Bogor Tengah.

Tabel 3 Jumlah orang yang bekerja pada setiap kecamatan di kota Bogor Kecamatan Jumlah Pekerja

Bogor Tengah 43.647 Bogor Barat 90.108 Bogor Selatan 74.465 Bogor Timur 40.011 Bogor Utara 73.703 Tn. Sareal 81.694 Total 403.628

Tabel 3 menjelaskan bahwa jumlah pekerja terbanyak berasal dari kecamatan Bogor Barat sebanyak 90.108 pekerja sedangkan jumlah pekerja paling sedikit berasal dari kecamatan Bogor Timur sebanyak 40.011 pekerja. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah populasi pada kedua kecamatan tersebut.

2. Data banyaknya lapangan kerja di Kota Bogor tahun 2013 tidak secara rinci tersedia di publikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik kota Bogor. Oleh sebab itu, diperlukan asumsi-asumsi untuk memperoleh data lapangan pekerjaan di setiap kecamatan di kota Bogor. Asumsi-asumsi tersebut adalah jenis lapangan pekerjaan di kota Bogor terbagi ke dalam 4 jenis lapangan pekerjaan seperti yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik kota Bogor, yaitu pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan, industri pengolahan, perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel, dan jasa kemasyarakatan.

Setiap jenis lapangan pekerjaan dikerjakan oleh jenis pekerja yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan data banyaknya pekerja yang

(22)

bekerja dalam bidang tertentu yang dipublikasikan oleh BPS kota Bogor. Untuk jenis lapangan pekerjaan di bidang pertanian, perburuan, kehutanan, dan perikanan diasumsikan dikerjakan oleh wanita tani, tani dewasa, dan taruna tani. Lapangan pekerjaan industri pengolahan dikerjakan oleh pekerja industri yang terbagi ke dalam beberapa jenis industri, antara lain industri kulit, kayu, perabot, anyaman, keramik, kain, makanan, dan lainnya. Diasumsikan terdapat 25 pekerja di hotel berbintang, 10 pekerja di hotel dengan banyak kamar kurang dari 10 kamar, 15 pekerja di hotel dengan banyak kamar antara 10 sampai dengan 24 buah kamar, 20 pekerja di hotel dengan banyak kamar antara 25 sampai dengan 40 kamar, dan 20 pekerja di hotel dengan banyak kamar lebih dari 40 buah kamar untuk jenis lapangan pekerjaan hotel. Untuk banyaknya pedagang kaki lima diasumsikan terdapat 100 orang yang bekerja dalam satu kawasan pedagang kaki lima, 500 orang yang bekerja di pasar modern, 200 orang yang bekerja di pasar tradisional, 1 orang yang bekerja di warung, dan 5 orang yang bekerja di restoran. Selanjutnya untuk jasa kemasyarakatan, diasumsikan dikerjakan oleh pekerja profesional seperti dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, pegawai apotik yang diasumsikan terdapat 1 pegawai per apotik, pegawai kecamatan atau kelurahan, serta linmas. Semua asumsi tersebut digunakan dalam penelitian.

Pekerja yang bekerja di luar kota Bogor, diasumsikan sebagai pekerja yang bekerja selain dari pekerja yang memunyai lapangan pekerjaan di kota Bogor. Para pekerja ini diasumsikan melakukan pergerakan dari masing-masing zona asal ke luar kota Bogor menggunakan sejumlah moda transportasi yang tersedia seperti kereta rel listrik (krl) commuterline, bus antarkota, ataupun kendaraan pribadi. Diasumsikan pula zona tujuan perkerja ini merupakan stasiun kereta api dan sebanyak 60% dari total pekerja yang bekerja di luar kota Bogor menggunakan moda transportasi ini, terminal bus Baranang Siang sebanyak 20%, terminal Bubulak sebanyak 10%, pintu masuk tol Jagorawi sebanyak 4% pintu masuk tol Bogor Outer Ring Road sebanyak 4%, serta jalan raya Bogor sebanyak 2%.

Secara umum, data lapangan pekerjaan di kota bogor disajikan pada Tabel 4. Industri pengolahan yang bernilai 0 berarti tidak tersedia datanya di dalam publikasi BPS kota Bogor, sedangkan nilai 0 untuk pekerja yang bekerja di luar kota Bogor, mengindikasikan bahwa tidak adanya fasilitas yang dapat mengantarkan pekerja tersebut keluar kota Bogor seperti stasiun kereta, terminal ataupun pintu masuk tol pada kecamatan tersebut. Dalam Tabel 4 juga dilakukan asumsi bahwa orang yang bekerja di luar kota Bogor merupakan pekerja yang tidak bekerja pada lapangan pekerjaan di dalam kota Bogor. Total lapangan pekerjaan di kota Bogor sebanyak 41.982 lapangan pekerjaan yang berasal dari penjumlahan total lapangan pekerjaan di bidang pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan, industry pengolahan, perdangan besar, eceran, rumah makan, hotel, serta jasa kemasyarakatan, sedangkan pekerja yang bekerja di luar kota Bogor sebanyak 361.647 pekerja.

(23)

Tabel 4 Banyaknya lapangan pekerjaan di kota Bogor per kecamatan (orang) Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan Industri Pengolahan Perdagang-an Besar, Eceran, Rumah makan, dan Hotel Jasa Kema-syarakatan Bekerja di luar kota Bogor Bogor Tengah 354 0 9.925 959 303.783 Bogor Barat 970 0 4.588 1.611 36.165 Bogor Selatan 1.267 1.180 6.313 1.114 0 Bogor Timur 390 360 3.743 667 0 Bogor Utara 399 760 2.450 1.113 21.699 Tn. Sareal 530 0 2.355 934 0 Total 3.910 2.300 29.374 6.398 361.647

3. Peta wilayah studi dengan batasan administrasi, jaringan jalan dan kereta api yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pebangunan Daerah Kota Bogor disajikan dalam Gambar 1. Gambar 1 menggambarkan wilayah administratif di kota Bogor yang terbagi ke dalam enam kecamatan, yaitu kecamatan Bogor Tengah, kecamatan Bogor Barat, kecamatan Bogor Timur, kecamatan Bogor Utara, kecamatan Bogor Selatan, dan kecamatan Tanah Sareal.

Gambar 1 juga menggambarkan batas wilayah studi, yaitu wilayah administratif kota Bogor. Wilayah administratif kota Bogor dibatasi oleh kabupaten Bogor di sekelilingnya. Dalam wilayah administratif yang menjadi wilayah studi ini juga terdapat dua terminal bus, yaitu di Terminal Bubulak yang terdapat di kecamatan Bogor Barat, dan Terminal Baranang Siang yang terdapat di kecamatan Bogor Tengah, dan terdapat satu stasiun kereta api yaitu Stasiun Bogor yang terdapat di kecamatan Bogor Tengah. Ketiga tempat ini menjadi penting untuk diketahui karena akan diasumsikan dalam penelitian ini menjadi zona tujuan pekerja yang akan bekerja di luar kota Bogor.

(24)

Gambar 1 Peta Wilayah Administratif Kota Bogor

4. Melakukan studi literatur tentang model gravity. Studi literatur ini dilakukan untuk mencari acuan model gravity terbaik berdasarkan dari penelitian-penelitian lain yang sudah dilakukan. Dalam estimasi matriks origin-destination yang mengacu kepada pergerakan pekerja yang bekerja di wilayah studi, Tamin (2000) menjelaskan bahwa model gravity dengan batasan bangkitan dan tarikan merupakan model yang sering digunakan untuk memodelkan pergerakan berbasis rumah, baik untuk tujuan bekerja maupun pendidikan karena bangkitan pergerakan berbasis rumah lebih dapat diyakini kebenaran pergerakan tujuannya.

Model gravity yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

gravity dengan batasan bangkitan dan tarikan. Model ini memunyai persamaan:

𝑇𝑖𝑗 = 𝑂𝑖𝐷𝑗𝐴𝑖𝐵𝑗𝑓(𝑐𝑖𝑗), (3.1)

dimana 𝑇𝑖𝑗 adalah pergerakan dari zona i ke zona 𝑗, 𝑂𝑖 adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i, 𝐷𝑗 adalah jumlah pergerakan yang

berakhir di zona 𝑗, 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑗 adalah faktor penyeimbang, dan 𝑓(𝑐𝑖𝑗) adalah fungsi hambatan.

Faktor penyeimbang dapat dikatakan sebagai syarat batas bangkitan ataupun tarikan. Faktor penyeimbang ini memunyai persamaan sebagai berikut:

𝐴𝑖 = 1

∑ (𝐵𝑗 𝑗𝐷𝑗𝑓(𝑐𝑖𝑗)) ∀𝑖 (3.2)

𝐵𝑗 = 1

(25)

Kedua faktor penyeimbang ini menjamin bahwa total setiap baris dan kolom dalam matriks origin-destination hasil estimasi pemodelan akan sama dengan total baris dan kolom pada matriks hasil observasi (Tamin 2000). Selain faktor penyeimbang, fungsi hambatan juga penting untuk ditentukan, dalam penelitian ini dipilih fungsi hambatan berupa fungsi eksponensial negatif (𝑓(𝑐𝑖𝑗) = 𝑒−𝛽𝑐𝑖𝑗). Beberapa literatur menggunakan

fungsi eksponensal negatif sebagai fungsi hambatan, seperti Evans (1971), Fathoni (2005), Hyman (1969) dan Williams (1976).

Pengolahan Data

1. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan alat bantu perangkat lunak yaitu Microsoft Excel 2010 dan Fortran 90. Dalam pengolahan data yang dimodelkan dalam model gravity, dengan teknik kalibrasi Hyman, dilakukan prosedur sebagai berikut:

a. Mengolah data angkatan kerja yang bekerja dalam seminggu terakhir yang didapat dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor, serta menentukan data banyaknya lapangan pekerjaan di kota Bogor yang didasarkan pada beberapa asumsi. Asumsi tersebut adalah banyaknya orang yang bekerja di luar kota Bogor memunyai zona tujuan di terminal, stasiun kereta api, jalan raya ataupun jalan tol yang menghubungkan daerah di kota Bogor dengan daerah di sekitarnya, sehingga pekerja di kota Bogor dapat melakukan pergerakan untuk bekerja di kota lain dengan proporsi pergerakan yang yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan karena tidak tersedianya data yang menyebutkan secara rinci banyaknya lapangan pekerjaan di setiap wilayah di kota Bogor dan di luar kota Bogor. Pembuatan data ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2010.

b. Membangun model gravity dengan batasan bangkitan dan tarikan dalam bentuk pseudocode. Pseudocode yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Pseudocode yang dihasilkan sekaligus mengakomodasi teknik kalibrasi Hyman untuk menentukan nilai tingkat aksesibilitas yang dilambangkan dengan.

c. Membangun syntax program dengan menggunakan Fortran 90 untuk menyimulasikan model gravity yang telah dibangun dalam pseudocode

sebelumnya. Syntax Fortran 90 yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Analisis model pergerakan kota Bogor menggunakan model gravity dan kalibrasi parameter menggunakan metode Hyman. Dalam tahap analisis ini, matriks origin-destination hasil simulasi yang diperoleh dengan bantuan perangkat lunak tersebut selanjutnya dianalisis bersama dengan matriks origin-destination hasil olahan. Matriks origin-destination hasil olahan adalah matriks yang dibangun berdasarkan asumsi yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu bahwa sebaran pekerja yang bekerja di lapangan pekerjaan di setiap kecamatan di kota Bogor menyebar sesuai dengan proporsi lapangan pekerjaan di setiap kecamatan. Setelah dianalisis akan ditentukan nilai parameter 𝛽 yang dihasilkan dari simulasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

(26)

3. Tahapan terakhir dalam pengolahan data adalah melakukan estimasi matriks

origin-destination untuk tahun 2018 dengan menggunakan nilai parameter 𝛽

yang sudah diketahui dari hasil simulasi sebelumya.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan pengujian model untuk mengetahui akurasi dari model gravity dan juga untuk mengetahui pola perilaku yang dihasilkan dari model

gravity tersebut. Selanjutnya model gravity tersebut akan diaplikasikan untuk menduga matriks origin-destination di kota Bogor dan menduga nilai parameter 𝛽. Setelah itu akan diduga matriks origin-destination untuk tahun 2018 dengan menggunakan nilai parameter 𝛽 yang telah dihasilkan sebelumnya.

Pengujian Model

Model gravity ini akan diuji dengan beberapa skenario uji untuk mengetahui hasil estimasi dari setiap input data pergerakan yang berbeda-beda. Sedangkan data jarak antar kecamatan tidak berfluktuasi dalam penelitian ini, sehingga data jarak antar kecamatan tetap.

Skenario Uji 1

Skenario uji 1 menguji model gravity dengan menggunakan pola data pergerakan awal yang berfluktuasi. Pada skenario uji 1, terdapat satu pergerakan yang mendominasi pergerakan lainnya. Pola pergerakan pada skenario uji 1 ini menggunakan tiga kecamatan (Bogor Tengah, Bogor Selatan, dan Bogor Barat) sebagai obyek observasi. Pada ketiga kecamatan tersebut akan diberikan inisialisasi data awal pergerakan antar kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah, dan juga diberikan inisialisasi data awal pergerakan antar kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Selatan. Secara visual, pola pergerakan pada skenario uji 1 ini digambarkan pada Gambar 2 dibawah ini.

(27)

Gambar 2 menyajikan skenario uji 1 dalam bentuk graf, dimana setiap lingkaran menyatakan kecamatan-kecamatan di Kota Bogor dan tanda panah menyatakan arah pergerakan dari setiap kecamatan yang terhubung. Tanda panah pada uji skenario 1 ini menghubungkan kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah dan kecamatan Bogor Tengah dengan kecamatan Bogor Selatan.

Selanjutnya, setiap pergerakan dari setiap kecamatan yang terhubung tersebut akan diberikan data awal pergerakan yang fluktuatif. Data awal pergerakan yang fluktuatif tersebut selanjutnya akan diestimasi menggunakan model gravity. Hasil estimasi tersebut ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 menjelaskan hasil estimasi untuk skenario uji 1.

Tabel 5 Hasil estimasi pergerakan skenario uji 1 Simulasi

Banyaknya Pergerakan Hasil Estimasi Pergerakan

β Barat-Tengah Tengah - Selatan Barat-Tengah Tengah-Selatan Tengah-Tengah Barat-Selatan Deviasi 1 10 9.308.514 10 9.308.514 0 0 0.0000001102 -2.284x10-2 2 10 9.308.515 3 9.308.509 14 6 0.0000036255 -1.378x10-2 3 100 93.085.150 27 93.085.086 137 64 0.0000036255 -1.378x10-2 4 1.000 930.851.500 267 930.850.864 1.369 636 0.0000036255 -1.378x10-2 5 10 100.000.000 1 99.999.992 18 8 0.0000004334 -1.424x10-2 6 10 200.000.000 0 199.999.989 21 8 0.0000002549 -1.260x10-2

Pada skenario uji 1 ini, setiap data awal yang akan diujikan ke dalam skenario uji ini dibedakan ke dalam beberapa simulasi. Pada simulasi 1, data awal yang digunakan yaitu banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Barat ke kecamatan Bogor Tengah sebanyak 10 pergerakan, begitu pula sebaliknya dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Barat sebanyak 10 pergerakan. Selanjutya banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Selatan sebanyak 9.308.514 pergerakan, dan begitu pula sebaliknya. Pada Tabel 5, banyaknya pergerakan yang disajikan hanya untuk satu arah saja, sedangkan. Data awal tersebut akan diestimasi menggunakan model gravity untuk didapatkan matriks origin-destinationnya. Data awal tersebut disimulasikan menggunakan bahasa pemrograman Fortran 90. Hasil estimasi pergerakan pada simulasi 1, yaitu banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Barat ke kecamatan Bogor Tengah sebanyak 10 pergerakan, begitu pula sebaliknya, dan banyaknya pergerakan dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Selatan sebanyak 9.308.514 pergerakan, begitu pula sebaliknya. Hasil estimasi pegerakan ini merupakan pembulatan, dikarenakan banyaknya pergerakan diasumsikan sebagai banyaknya orang yang berpindah kecamatan yang berupa bilangan bulat positif.

Pada simulasi 1 ini, tidak ada perbedaan antara data awal dengan hasil simulasi. Akan tetapi, saat data awal pergerakan antara kecamatan Bogor Tengah dan kecamatan Bogor Selatan ditambahkan 1 pergerakan terjadi deviasi pergerakan, seperti pada simulasi 2. Deviasi pergerakan ini tidak hanya mengakibatkan perbedaan estimasi dari data awal dengan data hasil simulasi, tetapi juga deviasi ini mengakibatkan terjadi pergerakan diluar pola pergerakan dari data awal. Deviasi ini mengakibatkan terjadi loop (pergerakan dengan titik awal dan akhir yang sama tanpa melewati titik lainnya) di kecamatan Bogor Tengah dan juga terjadi

(28)

pergerakan baru antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Selatan. Deviasi ini mengakibatkan terjadi pergerakan yang berupa cycle antara 3 kecamatan (Tengah-Barat-Selatan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pola pergerakan tersebut pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Pola pergerakan hasil simulasi 2 pada skenario uji 1

Gambar 3 menjelaskan tentang pola pergerakan yang terbentuk dari simulasi 2 pada skenario uji 1. Pada Gambar 3, garis panah yang berwarna biru menandakan bahwa terdapat pergerakan baru yang terbentuk dari hasil simulasi 2. Pergerakan baru yang terbentuk yaitu loop pada kecamatan Bogor Tengah, dan pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Bogor Selatan. Pola pergerakan baru ini juga dihasilkan oleh simulasi 3, simulasi 4 dan simulasi 5.

Simulasi 4 dan simulasi 5 merupakan simulasi yang diujikan untuk melihat pengembangan pola pergerakan yang terbentuk jika pada simulasi 2 dilakukan penambahan data awal pergerakan sebanyak sepuluh dan seratus kali dari data awal pada simulasi 2. Simulasi 4 dan 5 tersebut memiliki proporsi antara pergerakan yang mendominasi dan pergerakan yang didominasi yang sama dengan proporsi pada simulasi 2. Hasil dari simulasi 4 dan 5 ternyata juga menyerupai dengan hasil pada simulasi 2.

Data awal pada simulasi 3 merupakan penambahan 10 kali dari data awal pada simulasi 2. Akan tetapi hasil yang terjadi pada simulasi 3 tidak sama dengan 10 kali dari hasil pada simulasi 2. Hal ini diakibatkan karena adanya pembulatan pada setiap hasil simulasi yang terjadi. Sebagai contoh pada hasil simulasi 2, hasil simulasi pada pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah sebanyak 14 pergerakan, sedangkan pada simulasi 3 terdapat 137 pergerakan. Ternyata hasil simulasi 3 pada pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah tersebut tidak bertambah 10 kali dari hasil pada simulasi 2 menjadi 140 pergerakan. Hal ini diakibatkan karena terdapat pembulatan hasil simulasi 2. Hasil pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah pada simulasi 2 sebanyak 13,694 pergerakan. Akan tetapi karena banyaknya pergerakan penduduk merupakan bilangan bulat positif, maka angka 13,694 dibulatkan menjadi 14 pergerakan. Selanjutnya pada simulasi 3, hasil pada loop di kecamatan Bogor Tengah sebesar 136,94 yang dibulatkan menjadi 137 pergerakan. Hasil pergerakan tersebut ternyata sama dengan hasil pergerakan pada simulasi 2 dimana hasil pergerakan tersebut bertambah 10 kali dari hasil pada simulasi 2 sesuai dengan data awal pergerakan pada simulasi 3 dimana data awal pergerakan pada

(29)

simulasi 3 merupakan 10 kali dari data awal pergerakan pada simulasi 2. Hal ini juga berlaku untuk pergerakan lainnya pada simulasi 3 dan simulasi 4.

Simulasi 5 merupakan simulasi yang diujikan untuk melihat perubahan pola pergerakan yang terjadi dengan hanya menambahkan banyaknya pergerakan terhadap pergerakan yang mendominasi (antara kecamatan Bogor Tengah dengan kecamatan Bogor Selatan) menjadi lebih besar (1×108) dari data awal pergerakan yang mendominasi, sementara banyaknya pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Bogor Tengah tetap. Simulasi 5 tersebut menghasilkan pola pergerakan yang sama dengan simulasi 3 dan simulasi 4. Akan tetapi jumlah pergerakan hasil estimasinya berbeda dengan pola jumlah pergerakan pada simulasi 3 dan simulasi 4, karena hanya pergerakan yang mendominasi saja yang ditambahkan jumlah pergerakannya. Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa hasil estimasi pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Bogor Tengah mengalami penurunan jika jumlah pergerakan yang mendominasi ditambahkan nilainya. Hal tersebut dapat dilihat dari pergerakan hasil simulasi 1, 2, 5, dan 6 antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah yang mengalami penurunan jumlah pergerakan.

Jika simulasi 5 menambahkan jumlah pergerakan yang mendominasi menjadi 1×108, maka pada simulasi 6 data awal pergerakan ditambah menjadi 2×108 pergerakan. Hasil simulasi 6 ternyata memberikan perbedaan pola pergerakan dari simulasi-simulasi sebelumnya. Perbedaan pola pergerakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 Pola pergerakan hasil simulasi 6 pada skenario uji 1

Jika dibandingkan dengan pola pergerakan yang dihasilkan dari simulasi 3, 4 dan 5, pada pola pergerakan pada simulasi 6 ini terdapat perbedaan jumlah pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah. Pada hasil simulasi 6, tidak terdapat pergerakan antara 2 kecamatan ini. Hal ini dikarenakan terjadi pembulatan pada hasil simulasi yang kurang dari 0,5 pergerakan sehingga hasilnya akan dibulatkan menjadi 0.

(30)

Analisis Skenario Uji 1

Terdapat tiga hasil yang menarik untuk dikaji lebih jauh pada skenario uji 1. Pertama, jika inisialisasi data awal pergerakan yang mendominasi ditetapkan dengan nilai 9.308.514 pergerakan dan data awal pergerakan lainnya sebanyak 10 pergerakan, maka pola pergerakan yang dihasilkan sama dengan pola pergerakan dari inisialisasi data awal yang ditetapkan. Pola pergerakan ini dapat dilihat pada simulasi 2 di skenario uji 1 dan divisualisasikan pada Gambar 2. Jika inisialisasi data awal pergerakan yang mendominasi ditambahkan 1 pergerakan menjadi 9.308.515 pergerakan, sedangkan inisialisasi data awal pergerakan lainnya tetap, maka pola pergerakannya tersebut menjadi tidak sama dengan pola dari inisialisasi data awal pergerakan. Hasil tersebut disajikan di simulasi 2 pada skenario uji 1.

Hal menarik selanjutnya adalah jika inisialisasi data awal sama dengan data awal pada simulasi 2 dan selanjutnya dikalikan 10 kali lipat dengan perbandingan rasio antara banyaknya pergerakan yang mendominasi dengan pergerakan lainnya sama, maka pola yang dihasilkan juga sama dengan pola yang dihasilkan pada simulasi 2. Hal tersebut juga berlaku jika inisialisasi data awal pergerakan pada simulasi 2 dijadikan 100 kali lipat, maka pola pergerakan yang dihasilkan akan sama dengan pola yang dihasilkan pada simulasi 2. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih jauh karena dengan rasio yang tetap, jika inisialisasi data awal diubah menjadi beberapa kali lipat maka pola yang dihasilkan akan serupa.

Hal menarik terakhir yang didapatkan pada skenario uji 1 ini adalah jika inisialisasi data awal pergerakan yang mendominasi ditambahkan sedangkan data awal pergerakan yang lainnya dibuat tetap, maka hasil estimasi pada pergerakan yang didominasi tersebut akan mengecil. Pada simulasi 5 dan 6, dapat dilihat bahwa pada pergerakan yang didominasi, nilai estimasi pergerakan tersebut semakin kecil menuju nol. Hal ini menarik untuk dikaji terkait hal yang menyebabkan perubahan pola pergerakan tersebut.

Pada skenario uji 1 ini data awal pergerakan diinisialisasikan agar selalu ada pergerakan yang mendominasi pergerakan lainnya. Jika data awal dibuat sama (proporsinya sama, tidak ada pergerakan yang mendominasi pergerakan lainnya), tidak diujikan dalam skenario uji 1, tetapi akan diujikan dalam skenario uji 2. Pada skenario uji 2 ini juga menggunakan pola pergerakan yang sama dengan pola pergerakan yang digunakan pada skenario uji 1, akan tetapi hanya inisialisasi data awal pergerakannya saja yang berbeda.

Skenario Uji 2

Skenario uji 2 menggunakan data awal pergerakan dengan proporsi yang sama. Pada skenario uji 2 ini juga menggunakan pola pergerakan dari data awal yang sama dengan skenario uji 1, yaitu pergerakan antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Tengah dan antara kecamatan Bogor Tengah dengan kecamatan Bogor Selatan. Karena pola pergerakan awal yang sama dengan skenario uji 1, maka secara visual pola pergerakan skenario uji 2 juga sama dengan skenario uji 1 dan dapat dilihat pada Gambar 2.

Hasil estimasi matriks origin-destination untuk skenario uji 2 disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 menjelaskan tentang data awal pergerakan dan hasil estimasi pergerakan. Tabel 6 dibagi ke dalam enam simulasi, dimana setiap simulasi

(31)

menggunakan data awal pergerakan yang berbeda-beda tetapi memunyai proporsi antar pergerakan yang sama.

Tabel 6 Hasil estimasi pergerakan pada skenario uji 2 Simulasi

Banyaknya

Pergerakan Hasil Estimasi Pergerakan

β Barat-Tengah Tengah - Selatan Barat-Tengah Tengah-Selatan Tengah-Tengah Barat-Selatan Deviasi 1 5x106 5x106 5000000 5000000 0 0 0,0000001245 -3.615x102 2 6x106 6x106 6000000 6000000 1 0 0,0000001245 -3.615x102 3 15x106 15x106 14999999 14999999 1 1 0,0000001245 -3.615x102 4 5x107 5x107 49999997 49999998 5 2 0,0000001245 -3.615x102 5 1x108 1x108 99999995 99999995 10 5 0,0000001245 -3.615x102 6 1x109 1x109 999999950 999999950 100 50 0,0000001245 -3.615x102

Simulasi 1 pada Tabel 6 menggunakan data awal pergerakan sebanyak 5×106 pergerakan dari kecamatan Bogor Barat ke kecamatan Bogor Tengah begitu pula sebaliknya. Jumlah data awal yang sama juga digunakan untuk pergerakan dari kecamatan Bogor Tengah ke kecamatan Bogor Selatan begitu pula sebaliknya. Simulasi 1 menghasilkan estimasi pergerakan yang sama dengan data awal pergerakannya. Simulasi 1 juga menghasilkan pola pergerakan yang sama dengan data awal pergerakannya.

Jika data awal pada simulasi 1 ditambahkan sebesar 106, hasil estimasi pola pergerakannya tidak sama dengan pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 1. Hal ini dapat dilihat pada simulasi 2 dimana hasil estimasinya terdapat loop di kecamatan Bogor Tengah. Akan tetapi deviasi yang terjadi hanya sebesar 0,0000001245. Deviasi ini juga terjadi pada simulasi 1, akan tetapi loop hanya terjadi pada simulasi 2. Hal ini dikarenakan adanya pembulatan untuk jumlah pergerakan hasil estimasi karena banyaknya pergerakan tersebut berupa bilangan bulat positif. Pada simulasi 1, loop yang terjadi dari hasil estimasi 1 sebesar 0,49, sedangkan pada simulasi 2 loop yang terjadi sebesar 0.59. Karena loop pada simulasi 1 tersebut kurang dari 0,5, maka pembulatan yang dihasilkan bernilai 0 dan pada simulasi 2 dibulatkan menjadi 1. Pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

(32)

Pada simulasi ke 3 dari skenario uji 2, dilakukan simulasi dengan menaikkan nilai data awal pergerakan menjadi 1,5×107, atau sebesar 3 kali lipat dari data awal pada simulasi 1. Simulasi 3 menghasilkan pola pergerakan yang berbeda dengan pola pergerakan yang dihasilkan pada skenario 2. Hasil simulasi 3 ini juga menunjukkan nilai deviasi yang sama dengan simulasi 1 dan 2 akan tetapi pola pergerakannya berbeda dengan simulasi 1 dan 2. Perbedaan pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 3 ini terjadi antara kecamatan Bogor Barat dengan kecamatan Bogor Selatan. Perbedaan pola pergerakan ini disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Pola pergerakan hasil simulasi 3 pada skenario uji 2

Pada Gambar 6, tanda panah menyatakan adanya pergerakan yang terjadi antar kecamatan yang dihubungkan dengan tanda panah tersebut. Tanda panah yang berwarna hitam menyatakan pergerakan dari data awal yang juga dihasilkan pada hasil simulasi 3. Sedangkan tanda panah berwarna biru menyatakan pergerakan yang terjadi dari hasil simulasi 3, dimana pergerakan tersebut adalah pergerakan baru yang terbentuk.

Simulasi 4, 5 dan 6 hanya menunjukkan pengaruh naiknya jumlah pergerakan dengan hasil simulasinya. Pada simulasi 4, dilakukan penambahan data awal pergerakan menjadi 5×107 pergerakan, atau naik 10 kali lipat dibandingkan data awal pergerakan pada simulasi 1. Hasil estimasi simulasi 4 menyerupai hasil simulasi 1 dengan kenaikan sebesar 10 kali lipat. Deviasi yang terjadi antara simulasi 1 dan simulasi 4 memunyai nilai yang sama. Pola pergerakan yang dihasilkan pada simulasi 4 terdapat perbedaan dari simulasi 1, hal ini dikarenakan adanya pembulatan pada simulasi 1 sehingga nilai pergerakan yang kurang dari 0,5 dibulatkan menjadi 0. Sebagai contoh, pergerakan loop di kecamatan Bogor Tengah pada simulasi 1 senilai 0,498 dan simulasi 4 senilai 4,98. Ternyata hasil simulasi 4 merupakan 10 kali lipat dibandingkan dengan hasil simulasi 1. Akan tetapi pada simulasi 1 dilakukan pembuatan bilangan, maka nilai yang dihasilkan bernilai 0. Begitu pula dengan simulasi 5 dan 6 dimana data awal pergerakannya merupakan kelipatan dari data awal pergerakan simulasi 1.

(33)

Analisis Skenario Uji 2

Pada skenario uji 2 ini terdapat hal yang menarik untuk dikaji secara mendalam lebih jauh. Hal tersebut sama dengan yang terjadi pada skenario uji 1 dimana jika dilakukan penambahan inisialisasi data awal dengan rasio data awal pergerakan yang sama, maka hasil estimasi yang dihasilkan juga bertambah sesuai dengan penambahan inisialisasi data awalnya.

Skenario uji 2 menghasilkan nilai deviasi yang sama pada hasil estimasi pergerakan baru yang terbentuk untuk setiap simulasi yang diujikan. Selain itu, karena proporsi antara 2 pergerakan (antara Bogor Barat dengan Bogor Tengah dan antara Bogor Tengah dengan Bogor Selatan) sama, maka pergerakan hasil estimasinya saling menyerupai satu simulasi dengan simulasi lainnya. Perbedaan pola pergerakan hanya diakibatkan dari pembulatan yang dilakukan.

Dua skenario uji ini menggambarkan secara umum perilaku model gravity

untuk mengestimasi matriks origin-destination. Deviasi yang terjadi pada skenario uji 1 dan 2 sangat kecil, yaitu antara 10-8 sampai dengan 10-6 sehingga dapat diabaikan. Hasil deviasi yang sangat kecil ini menandakan estimasi matriks origin-destination ini sudah cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi pola pergerakan masyarakat di kota Bogor.

Kondisi Kota Bogor

Badan Pusat Statistik (BPS) kota Bogor menyebutkan jumlah orang yang bekerja di kota Bogor mencapai 90,2% dari penduduk usia kerja pada tahun 2013. Penduduk usia kerja adalah penduduk dengan usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Tabel 7 berikut secara detail menggambarkan jumlah penduduk di kota Bogor berdasarkan usia.

Tabel 7 Penduduk kota Bogor berdasarkan kelompok umur tahun 2013 Kelompok umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

00-04 44.822 42.159 86.981 05-09 46.255 43.808 90.063 10-14 46.232 43.719 89.951 15-19 43.225 42.547 85.772 20-24 45.484 46.128 91.612 25-29 45.515 43.934 89.449 30-34 48.102 45.900 94.002 35-39 42.130 40.692 82.822 40-44 39.807 37.758 77.565 45-49 31.336 30.004 61.340 50-54 26.265 25.261 51.526 55-59 20.173 20.264 40.437 60-64 14.142 14.018 28.160 65-69 8.193 8.637 16.830 70-74 6.463 7.105 13.568 75+ 6.653 8.717 15.370 Total 514.797 500.651 1.015.448

Gambar

Tabel 2 Populasi penduduk Kota Bogor per kecamatan  No.  Kecamatan  Jumlah Penduduk
Tabel 4 Banyaknya lapangan pekerjaan di kota Bogor per kecamatan (orang)  Pertanian,  Kehutanan,  Perburuan,  dan  Perikanan  Industri  Pengolahan  Perdagang-an  Besar, Eceran, Rumah makan,  dan Hotel  Jasa   Kema-syarakatan  Bekerja  di luar kota Bogor  B
Gambar 1 Peta Wilayah Administratif Kota Bogor
Gambar 2 Skenario uji 1 dalam bentuk graf
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, ANOVA yang ditunjukkan oleh Jadual 3 menunjukkan bahawa suhu air yang digunakan untuk merendam jasad anum bagi tujuan penyahikatan larutan mempunyai tahap signifikan

Jika tabel dan diagram diatas dianalisis , maka nampak bahwa keterampilan guru mengadakan variasi mengajar dalam pembelajaran belum dapat meningkatkan hasil

Mari kita memperhatikan bagaimana iman dan perbuatan jemaat mula-mula di dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 dan Kisah Para Rasul 4:32-35 yang mempunyai kemiripan dan

Pada tampilan tersebut, untuk membuat Site baru, klik tombol [Create] yang ada pada.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh Rasio Leverage Keuangan terhadap Profitabilitas

berpengaruh signifikan terhadap kunjungan ulang dimasa mendatang, dan temuan lain yang sangat penting terkait dengan bisnis pariwisata ini adalah dampak jangka

Kerja sama positif dalam mengerjakan tugas dan saling menghargai pendapat dan gagasan o Guru memberi kesempatan kepada kelompok siswa untuk melakukan kegiatan menentukan ruang.

Accepted papers were extended to 4-8 pages for publication in the ISPRS Annals or Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Science.. The program