• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Daerah Irigasi Ular Kawasan Sumber Rejo

Daerah Intake Sumber Rejo terletak di kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Deli Serdang terletak pada posisi 2°57" Lintang Utara, 3°16" Lintang Selatan, 98° 27" Bujur Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan Selat Sumatera, sebelah selatan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan kabupaten Serdang Bedagai, serta sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Serdang Bedagai dan kabupaten Langkat.

Daerah intake Sumber Rejo adalah salah satu intake yang berada di Daerah Irigasi Ular dan terletak di Blok I yang mengairi enam desa yaitu : Sumber Rejo, Suka Mandi Hulu, Suka Mandi Hilir, Pagar Jati, Sidodadi dan Sekip. Terdapat 2 Saluran primer (MC-I) dan (MC-II). MC-I terdiri dari empat tipe yaitu 18- D5, 17-D5, 15-D4, dan 13-D3. MC-II terdiri dari tujuh tipe yaitu 48- D8, D3, 35-D3, 32-D1, 29-C6, 28-C6, dan 27-C1. Saluran sekunder terdiri atas 4 I),II). (SC-III) dan (SC-VV). Saluran sekunder (SC-I) terdiri dari dua tipe yaitu 9A-B1, dan 9B-B1, Saluran sekunder (SC-II) terdiri dari dua tipe yaitu 24-B3 dan 23-B2. Saluran sekunder (SC-III) terdiri dari satu tipe yaitu 26-A3. Saluran sekunder (SC-V) terdiri dari dua tipe yaitu 22-B1 dan 22’-A5.

Debit Harian Saluran

Pada saluran terbuka debit saluran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Q = A x V. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3, 4, 5, 6, 7 dan 8

yakni untuk saluran primer (MC-I) dan (MC-II) saluran sekunder 1 (SC-I), saluran sekunder 2 (SC-II), sekunder 3 (SC-IIII) ,saluran sekunder 5 (SC-V).

Tabel 3. Debit Saluran Primer (MC-I)

Unit no Tipe Luas Saluran

(m2 Kecepatan Aliran ) (m/det) Debit Saluran (m3/det) 18 D5 10,332 0,737 7,615 17 D5 12,296 0,641 7,882 15 D4 13,426 0,727 9,760 13 D3 11,07 0,738 8,169

Tabel 4. Debit Saluran Primer 2 (MC-II)

Unit no Tipe Luas Saluran

(m2 Kecepatan Aliran ) (m/det) Debit Saluran (m3/det) 48 D8 12,442 0,671 8,348 32 D3 10,974 0,846 9,284 35 D3 11,992 0,787 9,437 32 D1 11,186 0,868 9,709 29 C6 12,865 0,756 9,725 28 C6 11,618 0,774 8,899 27 C1 12,245 0,761 9,318

Tabel 5. Debit Saluran Sekunder 1 (SC-1)

Unit no Tipe Luas Saluran

(m2 Kecepatan Aliran ) (m/det) Debit Saluran (m3/det) 9B B1 4,438 0,611 2,712 9A B1 5,134 0,579 2,973

Tabel 6. Debit Saluran Sekunder 2 (SC-II)

Unit no Tipe Luas Saluran

(m2 Kecepatan Aliran ) (m/det) Debit Saluran (m3/det) 24 B3 4,365 0,618 2,698 24 B2 3,277 0,665 2,179

Unit no Tipe Luas Saluran (m2 Kecepatan Aliran ) (m/det) Debit Saluran (m3/det) 26 A3 5,138 0,515 2,646

Tabel 8. Debit Saluran Sekunder 5 (SC-V)

Unit no Tipe Luas Saluran

(m2 Kecepatan Aliran ) (m/det) Debit Saluran (m3/det) 22 B1 2,415 0,550 1,328 22’ A5 2,393 839 1,426

Debit Maksimum Saluran

Pada saluran terbuka debit maksimum saluran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Q = A x V. Luas saluran diukur dengan metode 1/3 Simpson, dimana kecepatan aliran diasumsikan sama dengan kecepatan harian saluran pada saat penelitian dan ketinggian yang digunakan merupakan batas ketinggian maksimum yang diizinkan yaitu ketinggian tanggul dikurang 0,5 m, hal ini sesuai dengan Anonimous, 2009 yakni jumlah kelebihan air yang harus dialirkan dalam waktu tertentu dikenal sebagai koefisien drainase, dinyatakan dalam satuan tinggi air selama 24 jam dan kapasitas saluran drainase dirancang dan diperhitungkan berdasarkan koefisien drainase yang ada, pada umumnya berkisar antara 0,5 – 1 meter. Debit maksimum yang diperoleh adalah sebesar 8,352 m3/det (Lamp.8). Bila dibandingkan dengan debit rancangan saluran sebesar 25,873m3/det (Lamp.7) yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum, 1986 telah terjadi penurunan kapasitas saluran drainase sebesar 67,72%. Hal ini disebabkan penurunan luas penampang saluran oleh adanya sedimen.

Curah Hujan Harian Maksimum

Dalam menghitung besarnya curah hujan maksimum di DAS Ular, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir, dalam hal ini makin panjang data curah hujan harian yang diperoleh maka semakin efektif pula pola pendugaan debit puncak di dalam suatu DAS. Penulis menggunakan data curah hujan selama 20 tahun terakhir yang diperoleh dari Pusat Balai Penelitian Kelapa Sawit Medan tahun 1985 – 2004 dari stasiun Adolina, Gunung Monako, dan Tanjung Maria.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan maksimum harian rata-rata dengan menggunakan beberapa stasiun hujan. Penentuan data curah hujan maksimum menggunakan metode anual maksimum series yakni dengan hujan maksimum harian dari setiap tahun data. Kemudian dihitung hujan harian rata-rata maksimum tiap tahun dengan menggunakan metode Poligon Thiesen. Dimana cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun curah hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak dan cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 – 5.000 k . Hasil metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan rata-rata aljabar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) menyatakan bahwa metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan rata-rata aljabar sebab dalam hal ini stasiun tidak tersebar secara merata.

Setelah dilakukan analisa, diperoleh data curah hujan harian maksimum rata-rata selama 20 tahun terakhir.

Tabel 9. Data Curah Hujan Maksimum Harian Rata-rata

No Tahun Rmax Ular (mm)

1 1994 34 2 1999 37 3 1993 38 4 1998 39 5 2004 44 6 2002 48 7 2000 51 8 1995 53 9 1991 55 10 1990 63 11 1996 65 12 1992 65 13 1989 68 14 1985 70 15 2003 75 16 1987 79 17 1997 83 18 1986 98 19 1988 105 20 2001 115

Berdasarkan Tabel 9 diatas diperoleh curah hujan rata-rata maksimum terendah adalah 34 mm dan tertinggi 115 mm.

Curah Hujan Rencana

Setelah dilakukan analisis frekuensi pada penelitian sebelumnya dengan data curah hujan yang sama maka diperoleh bahwa jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di DAS Ular adalah distribusi Log Pearson Type III. Setelah itu data distribusi yang telah didapat diubah ke dalam bentuk logaritmik sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 10. Parameter Statistik Analisa Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III

Parameter Nilai DAS

Ular Rata-rata Logaritmik Log 1,782 Deviasi Standar Logaritmik s 0,154 Koefisien Kemencengan G 0,208

Setelah dilakukan perhitungan curah hujan rancangan dalam periode ulang tertentu dengan persamaan Log + K.s. Sehingga diperoleh persamaan untuk DAS Ular adalah Log X = 1,782 + 0,154 K, dimana nilai K diperoleh dengan menginterpolasi nilai K pada lampiran. Dari persamaan tersebut maka diperoleh hujan rancangan sebagai berikut:

Tabel 11. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang

No Kala Ulang (Tahun) Hujan Rancangan (mm) 1 1 28,054 2 2 59,841 3 5 81,096 4 10 96,161 5 15 102,094 6 20 108,643 7 25 115,345

Tabel 11 menunjukkan bahwa semakin lama periode ulang hujan maka semakin besar hujan rancangannya, namun pertambahannya semakin kecil pada periode ulang yang lebih lama.

Intensitas Hujan

Untuk mendapatkan hujan jam-jaman dari data curah hujan digunakan rumus Mononobe. Hal ini disebabkan jangka curah hujan jangka pendek tidak tersedia, yang

ada adalah data curah hujan harian. Ini sesuai dengan pernyataan Loebis dkk (1992) bahwa intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian empiris dengan menggunakan metode Mononobe. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Intensitas Hujan Jam-jaman (mm/jam) untuk berbagai kala ulang pada DAS Ular.

T (menit)

Kala Ulang (tahun)

1 2 5 10 15 20 25 5 50,978 108,738 147,361 174,736 185,517 197,417 209,596 10 32,114 68,501 92,832 110,077 116,868 124,365 132,037 15 24,507 52,276 70,844 84,004 89,187 94,908 100,763 20 20,230 43,153 58,480 69,344 73,623 78,345 83,178 25 17,434 37,188 50,397 59,759 63,446 67,516 71,681 30 15,439 32,932 44,629 52,919 56,184 59,789 63,477 60 9,726 20,746 28,114 33,337 35,394 37,064 39,988 120 6,127 13,069 17,711 21,001 22,297 23,727 25,191 180 4,676 9,974 13,516 16,027 17,016 18,107 19,224 240 3,860 8,233 11,157 13,230 14,046 14,947 15,869 360 2,945 6,283 8,515 10,096 10,719 11,407 12,110 480 2,431 5,186 7,029 8,334 8,849 9,416 9,997 720 1,856 3,958 5,364 6,360 6,753 7,186 7,629 856,2 1,653 3,526 4,779 5,666 6,016 6,402 6,797

Hasil intensitas hujan pada periode ulang tertentu kemudian dihubungkan dengan kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Dalam hal ini kurva IDF menghubungkan dua parameter yang penting yang digunakan dalam metode rasional untuk menghitung debit puncak.hal ini sesuai dengan pernyataan Sosrodarsono dkk (2003), yang menyatakan bahwa lengkung IDF ini digunakan untuk menghitung intensitas hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang digunakan untuk menghitung

debit puncak dengan metode rasional. Dari Tabel 8 dapat dibuat kurva IDF seperti pada Gambar 1 berikut ini:

0 50 100 150 200 250 5 10 15 20 25 30 60 120 180 240 360 480 720 856,2 960 In te n si ta s H u ja n ( m m /j a m )

Lama Hujan (menit)

Kurva Intensity Duration Frequency DAS Ular

1 2 5 10 15 20 25

Gambar 1. Kurva IDF (Intensity Duration Frequency).

Dari kurva di atas dapat kita lihat bahwa curah hujan yang tinggi berlangsung dengan durasi waktu yang pendek demikian juga sebaliknya bahwa curah hujan yang rendah berlangsung dengan waktu yang lama.

Waktu Konsentrasi

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa konsentrasi untuk saluran drainase adalah sebesar 14,27 jam.Waktu konsentrasi dihitung dari inlet ke outlet dengan asumsi air dari titik terjauh kawasan Sumber Rejo telah masuk ke saluran drainase. Data lebih rinci mengenai perhitungan waktu konsentrasi tertera pada Lampiran 9.

Koefisien Limpasan

Koefisien limpasan sangat besar pengaruhnya dalam perhitungan debit puncak, dimana semakin tinggi koefisien limpasan maka debit puncak akan semakin besar dan semakin kecil koefisien limpasan maka debit puncak akan semakin kecil. Koefisien limpasan diperoleh dengan menghitung dari penutup lahan yang ada pada sebuah kawasan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Perhitungan Koefisien Limpasan Kawasan Sumber Rejo

Penutup lahan Luas (Km2) C C * A

Sawah 849375 0,15 127406,25

Pemukiman 8525 0,60 5115

Perkebunan 314699,8 0,40 125879,92

Total 1172599,8 258401,17

Nilai C 0,220

Pada penelitian ini nilai koefisien limpasan pada kawasan Sumber Rejo adalah 0,220.

Perubahan penutup lahan secara langsung sangat berpengaruh dalam penentuan koefisien limpasan, dimana jika penutup lahan semakin sedikit maka koefisien limpasan akan semakin tinggi sehingga jika terjadi hujan maka air akan mengalir sebagai aliran permukaan dan akan memperbesar debit puncak.

Debit Puncak

Dengan adanya berbagai data yang diperoleh maka dapat dihitung debit puncak daerah irigasi Ular kawasan Sumber Rejo dengan metode rasional untuk berbagai kala ulang tertentu. Sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 14. Debit Puncak Daerah Irigasi Ular Kawasan Sumber Rejo

Kala Ulang Intensitas (mm/jam) Debit Puncak (m3/det)

1 1,653 1184,615 2 3,526 2526,894 5 4,779 3424,851 10 5,666 4060,516 15 6,016 4311,342 20 6,402 4587,968 25 6,797 4928,043

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa debit banjir rancangan atau debit puncak lebih besar dari debit maksimum saluran, itu berarti bahwa saluran drainase pada kawasan Sumber Rejo tidak dapat menampung debit puncak. Hal ini disebabkan karena pada awal pembuatan kurang diperhatikan seberapa besar debit puncak yang akan terjadi. Selain itu banyaknya sedimen dan kurangnya perawatan juga dapat mengurangi kapasitas saluran drainase yang ada.

Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa debit maksimum saluran drainase di kawasan Sumber Rejo adalah 8,352 m3

/det dan bila dibandingkan dengan debit puncak

saluran drainase pada Tabel 14, menunjukkan bahwa saluran drainase tidak mampu menampung besarnya debit puncak. Dengan ini ada kemungkinan bahwa saluran drainase pada kawasan Sumber Rejo dibuat hanya untuk mengalirkan kelebihan air dari petakan sawah/daerah irigasi saja.

Bila dibandingkan antara debit maksimum saluran sebesar 8,352 m3

/det. dengan debit rancangan pada awal pembangunan saluran sebesar 25,873 m3/det (Lamp 7) maka dapat disimpulkan saluran mengalami penurunan kapasitassebesar 67,72%. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya luas penampang saluran karena sedimentasi

akibat erosi. Selain itu sedimentasi juga mengakibatkan kemiringan saluran yang lebih landai, sehingga kecepatan aliran air akan menurun. Untuk mengurangi sedimentasi pada saluran dapat dilakukan pengerukan sedimaen pada saluran agar kondisi saluran normal kembali sedangkan untuk mengurangi erosi dapat dilakukan dengan cara penghijauan. Penghijauan dapat memperkecil nilai koefisien limpasan. Semakin kecil nilai koefisien limpasan maka debit puncak juga akan semakin kecil.

Hal ini diperparah lagi dengan perawatan saluran yang tidak maksimal dimana banyak sampah dan tanaman pengganggu di sekitar saluran. Untuk itu perlu dilakukan pembersihan saluran dari sampah dan tanaman penggangu tersebut.

Dokumen terkait