• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya sindrom depresi pada pengasuh pasien skizofrenik” merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya sindrom depresi pada pengasuh pasien skizofrenik yang datang berobat ke Instalasi rawat jalan BLUD RSJ Prop. Sumatera Utara. Tujuan Khusus untuk mengetahui hubungan faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama sakit, status kekerabatan, terhadap timbulnya sindrom depresi pada pengasuhpasien skizofrenik.

Berdasarkan karakteristik demografik dari subjek penelitian ditemukan bahwa responden terbanyak berumur 51-60 tahun sebanyak 30 orang (31,6%). 49 responden (51,6%) adalah pengasuh laki-laki. Kebanyakan tingkat pendidikan responden adalah SD sebanyak 21 orang (22,1%). Sebanyak 49 responden (51,6%) tidak bekerja. Sebanyak 36 responden (37,9%) memiliki anggota keluarga yang menderita skizorenia selama 21-30 tahun. Sebanyak 22 orang responden (23,2%) merupakan saudara kandung perempuan pasien

Penelitian ini memperlihatkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 49 responden laki-laki sebanyak 15 orang (30,6%) dengan tingkat depresi sedang berat. Sedangkan dari 46 responden perempuan sebanyak 17 orang (37%) dengan tingkat depresi sedang berat. Dari hasil analisis

menggunakan uji chi square diperoleh tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan sindrom depresi (p=0,531).Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Danesh dan Landeen terhadap 12.376 subjek pada Canadian Community Health Survey yang mengklasifikasikan depresi seumur hidup dan depresi selama 12 bulan dengan menggunakan Composite Internasional Diagnostic Interview (CIDI) untuk mengukur depresi ditemukan sebanyak 5660 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 6716 subjek berjenis kelamin perempuan, pada analisis statistik didapatkan hubungan yang bermakna depresi berdasarkan jenis kelamin (p=0.0001) dan odds ratio (OR) sebesar 1,00 (IK 95% 0,50-0,70), yang berarti bahwa perempuan berkemungkinan 1 kali akan mengalami depresi dibandingkan laki-laki.25 Penelitian yang dilakukan oleh Awad dan Voruganty telah melaporkan bahwa pasien skizofrenia biasanya dirawat oleh anggota keluarga perempuan. Pengasuh perempuan melaporkan tingkat beban pengasuhan yang lebih tinggi mereka alami dibandingkan pengasuh laki-laki, mungkin karena fakta bahwa mereka kebanyakan ibu rumah tangga dan memiliki sumber daya yang terbatas untuk berfungsi dalam konteks sosial yang berbeda atau asumsi peran sosial yang berbeda . Satu studi melaporkan pengasuh merasa seolah-olah mereka tidak termasuk ke dunia sosial eksternal atau ke dunia pasien yang menunjukkan keterbatasan sumber daya pengasuhan yang meningkatkan beban perawatan. 11Hal ini juga dapat disebabkan oleh pengalaman yang buruk pada masa anak-anak, gangguan depresi dan ansietas pada masa anak-anak dan remaja, peran

sosial budaya, dan psikologis yang berhubungan dengan kerentanan terhadap peristiwa kehidupan dan kemampuan mengatasi masalah.26Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa pengasuh perempuan lebih banyak mengalami distres dibandingkan laki-laki.10 Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perempuan mengalami perasaan yang lebih besar terhadap beban dan frustrasi daripada pria saat mengasuh pasien sakit mental. Juga diterangkan bahwa di India perempuan sering ditekan oleh dominasi keluarga pria, yang kemungkinan akan menderita depresi ringan atau sub-ambang depresi dan somatisasi. Beban pengasuhan mungkin menambah kesengsaraan mereka dan menyebabkan depresi.

Tabel 4.4. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 51 responden yang berumur> 40 tahun terdapat 15 responden (46,9%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 44 responden yang berumur ≤ 40 tahun sebanyak 17 responden (38,6%) dengan tingkat depresi sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dan sindrom depresi (p=0,343). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singhdimana dijumpai pengasuh umur muda mempunyai skor depresi yang lebih tinggi dibandingkan umur tua yang diukur dengan menggunakan MADRS.

1

1 Magana menemukan hubungan yang bermakna antara umur dengandepresi dimana semakin muda umur pengasuh makin besar kemungkinan terjadi depresi.8 Danesh dan Landeen juga menemukan prevalensi depresi meningkat pada kelompok umur muda dimana dijumpai

pada kelompok umur20-24 tahun (14,3%). 25Pengasuh muda pasien skizofrenik mungkin memiliki beban yang lebih besar karena kurangnya kemampuan dan pengalaman hidupnya. Suatu penjelasan yang mungkin untuk hubungan antara umur yang lebih muda dan tingginya depresi adalah bahwa pengasuh muda, terutama di umur masa dewasa dan menengah awal, lebih mungkin untuk memiliki tanggung jawab tambahan dan peran sosial, seperti pekerjaan dan peran pengasuhan lainnya yang mencakup pengasuhan anak-anak dan orang tua. Sebaliknya, pengasuh yang lebih tua mungkin memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan sumber daya dan strategi penanggulangan yang mengurangi tingkat kesulitan psikologis dan mereka memiliki lebih banyak pengalaman hidup dalam penanganan situasi stress.

Tabel 4.5. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 62 responden dengan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah sampai SMA) terdapat 28 orang responden (45,2%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 33 responden berpendidikan tinggi (Perguruan tinggi) terdapat 4 responden (12,1%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang bermakna antara pendidikan dan sindrom depresi (p=0,001). Selanjutnya, didapatkan nilai OR pendidikan rendah yaitu sebesar 3,762 dengan IK (Interval Kepercayaan) 95% antara 1,428-9,718 yang berarti bahwa pendidikan rendah berkemungkinan 3,762 kali akan memiliki tingkat depresi sedang-berat dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan

tinggi.Dalam penelitian yang dilakukan Covinsky dan kawan-kawan menemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan yang rendah dengan timbulnya depresi pada pengasuh yaitu sebanyak 42 % dengan nilai p= 0,001. 14Banyak pengasuh melaporkan tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengambil tanggung jawab pengasuhan pasien skizofrenik.Dengan demikian mereka tidak mampu mengatasi dengan cukup banyak peran pengasuhan dan tanggung jawab. Keluarga sering menghadapi stres sehari-hari dari perilaku yang tak terduga danrelatif aneh pada pasien skizofrenik, stres eksternal dari stigma yang ada dan isolasi pada keluarga, frustrasi seperti rasa bersalah dan kesepian, dankonflik keluarga yang dihadapi dalam proses pengasuhan.27Orang dengan pendidikan rendah memiliki sumber daya ekonomi dan sosial yang lebih sedikit untuk menghindari suatu peristiwa stres dan keberhasilan untuk mengatasinya, dan ada sedikit alasan untuk berharap bahwa kelemahan ini dan konsekuensi kesehatan mental mereka akan tetap statis selama hidup. Secara singkat, individu dengan pendidikan tinggi memiliki sumber daya kesehatan yang lebih seperti kemampuan yang lebih baik untuk menghindari stressor kronis dan gaya hidup sehat yang memiliki manfaat, efek kumulatif pada kesehatan dengan bertambahnya umur.

Tabel 4.6. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 46 responden yang bekerja terdapat 15 orang responden (32,6%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 49 yang tidak bekerja terdapat 17 responden (34,7%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil

analisis menggunakan uji chi square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dan sindrom depresi (p=0,830).Penelitian yang dilakukan oleh Osman dan kawan-kawan juga tidak menemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan timbulnya depresi pada pengasuh (p=1,0). 6 Meskipun berbagai literatur yang ada membahas mengenai biaya perawatan keluarga pada kondisi medis lainnya, literatur mengungkapkan sejumlah laporan khusus untuk skizofrenia. Sebagian besar literatur yang tersedia mengkategorikan antara biaya beban perawatan dan biaya tidak langsung pada skizofrenia, yang sering tidak sangat informatif.Kesulitan konsep beban perawatan dan banyaknya komponen yang kadang-kadang menentang penghitungan yang akurat mungkin membuat peneliti kehilangan semangat menyelidiki hubungan pekerjaan dengan beban yang ditanggung pengasuh. Sementara itu untuk biaya komponen nyata dari pengeluaran keluarga seperti waktu yang hilang, transportasi, makanan, pakaian, perumahan, rekreasi, perawatan medis, asuransi, utang, dll sulit untuk menempatkan nilainya pada masalah psikologis dan emosional seperti penderitaan, kesusahan, perasaan kehilangan, stigma, harga diri rendah, dan tidak adanya peran yang produktif dan mandiri.

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 68 responden yang telah merawat pasien selama > 10 tahun terdapat 27 orang responden (39,7%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 27 responden yang telah merawat pasien selama ≤ 10 tahun terdapat 5 responden (18,5%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil analisis

menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang bermakna antara lama sakit dan sindrom depresi (p=0,049). Selanjutnya, didapatkan nilai OR yang telah merawat > 10 tahun yaitu sebesar 2,144 dengan IK (Interval Kepercayaan) 95% antara 0,922-4,985 yang berarti bahwa responden yang telah merawat pasien > 10 tahun berkemungkinan 2,144 kali akan memiliki tingkat depresi sedang-berat dibandingkan responden yang merawat pasien

≤ 10 tahun.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh

dimana ditemukan hubungan yang bermakna antara lama sakit dengan timbulnya depresi pada pengasuh pasien skizofrenik dengan nilai p=0.01, 1 Pratima dan kawan-kawan juga menemukan ada hubungan korelasi lama sakit dengan timbulnya beban pengasuhan pada pasien skizofrenik. 10 Pengetahuan dan pengalaman pengasuh dalam penanganan gangguan skizofrenia dapat meningkatkan lebih dari satu periode waktu dan mereka dapat mengadopsi dengan lebih baik strategi coping. Dukungan sosial dan pengetahuan yang tepat diperoleh selama periode waktu dapat mengurangi tingkat beban antara pengasuh pasien schizophrenia.Ini menunjukkan bahwa diperlukan intervensi psiko – edukasi yang sesuai dan psikoterapi untuk keluarga pasien yang baru didiagnosis skizofrenia dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas coping style.

Berdasarkan hasil tabulasi silang hubungan kerabat dengan sindrom depresi diperoleh dari 15 orang yang merawat pasien skizofrenik yang merupakan isteri atau sumai pasien terdapat 12 orang (80%) mempunyai sendrom depresi sedang berat dari 28 orang yang merawat pasien yang

merupakan anak/orangtua pasien terdapat 13 orang (44,8%) dengan depresi sedang berat, sedangkan dari 51 orang yang merawat pasien adalah saudaranya (saudara kandung laki-laki/perempuan dan saudara orangtua) terdapat 7 orang (13,7%) mempunyai sindrom depresi sedang berat.

Untuk mendapatkan nilai OR dari hubungan saudara yang terbagi menjadi tiga kategori maka ditentukan kelompok hubungan kerabat saudara sebagai kelompok acuan. Dari hasil yang tertera dalam tabel 4.8 diperoleh bahwa nilai OR untuk suami/isteri adalah 5,829 (IK 95%: 2,8 – 12,13) yang artinya bahwa bila hubungan kerabat dengan pasien adalah suami/isteri maka risiko terkena sindrom depresi sedang/berat 5,829 kali dibandingkan bila yang merawat pasien adalah saudara pasien. Nilai OR untuk anak/orangtua adalah 3,266 (IK 95%: 1,471 – 7,253) yang artinya adalah bila yang merawat pasien dengan hubungan kerabatnya adalah anak/orangtua maka risiko terkena sindrom depresi sedang/berat 3,266 kali dibandingkan bila yang merawat pasien adalah saudara pasien.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Covinsky dan kawan-kawan dimana dijumpai hubungan kekerabatan dengan analisis regresi multivariat tertinggi pada istri yaitu OR, 2.73;( IK 95%, 1,31-5,72) yang berarti bahwa hubungan kekerabatan berkemungkinan 2,73 kali mempunyai peluang untuk mengalami depresi pada pengasuh. 14Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa pengasuh suami-istri berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi, yaitu 34.5 % dengan p< 0,001.14Tentang situasi pasangan yang hidup bersama dengan pasien gangguan mental, hal yang pertama

tampaknya menjadi jelas bahwa sekelompok orang akan mengalami sejumlah besar beban. Beban pasangan sebagai bagian dari tekanan psikologis dapat meningkatkan risiko berkembangnya gangguan jiwa. Terutama dalam hal gangguan depresi, tekanan psikologis digambarkan sebagai faktor yang mungkin bertanggung jawab untuk berkembangnya penyakit, kualitas emosional yang berbeda yang tampaknya menjadi penting untuk pengembangan gangguan kejiwaan tertentu, sebuah pertanyaan tambahan adalah apakah tingkat keparahan penyakit pasien prediktor penting berkaitan dengan perkembangan episode depresi di antara pasangan. Di satu sisi, tingkat keparahan dapat dinyatakan oleh perbedaan kualitas gangguan spesifik, misalnya penyakit psikotik seperti skizofrenia yang bertentangan dengan gangguan kecemasan, di sisi lain, aspek kuantitatif tingkat keparahan dapat dinyatakan dengan memperpanjang penurunan fungsi dari hari ke hari yang disebabkan oleh sindrom kejiwaan seperti memperpanjang ketidakberdayaanpasien berkaitan dengan pekerjaan atau interaksi sosial.Tingkat yang lebih tinggi dari penurunan fungsi sehari- hari juga bisa meningkatkan risiko pasangan menjadi depresi.Selain itu, peningkatan prevalensi depresi pada pasangan pasien gangguan mental mungkin diprediksi oleh durasi penyakit pasien dan / atau lamanya waktu dimana pasangan mengalami gangguan mental.

Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya sindrom depresi maka dilakukan uji multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel dependen dalam studi ini adalah

variabel kategorik. Variabel independen yang masuk dalam analisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat. Dari hasil analisis bivariat ditemukan tiga variabel independen yang memiliki nilai p< 0,25 yaitu pendidikan (p=0,001), lama sakit (p=0,049) dan hubungan kekerabatan (p=0,0001). Selanjutnya, dengan metode enter variabel pendidikan, lama sakit dan hubungan kekerabatan diikutkan dalam model multivariat. Hasil akhir menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat pendidikan dan hubungan kekerabatan yang berhubungan dengan sindrom depresi pada responden yang merupakan anggota keluarga yang merawat pasien-pasien skizofrenia di rumah.

Dari tabel 4.9 diketahui nilai OR untuk pendidikan = 5,971 (IK 95% 1,874-19,024), sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah kemungkinan akan berisiko menyebabkan sindrom depresi tingkat sedang berat sebesar 5,971 kali dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi.

Untuk variabel hubungan kekerabatan yang terdiri dari 3 kategori yaitu suami/isteri, anak/orangtua, dan saudara maka ditetapkan yang menjadi acuan adalah kategori saudara sehingga didapatkan dua nilai OR. Nilai OR untuk kategori suami/isteri adalah 39,594 (IK 95% 6,813-230,11) yang menunjukkan bahwa bila responden adalah suami/isteri dari pasien skizofrenik maka kemungkinan untuk mendapatkan sindrom depresi sedang berat adalah 39,594 kali lebih besar dibandingkan bila responden adalah saudara dari pasien skizofrenik. Sedangkan, Nilai OR untuk kategori

anak/orangtua adalah 12,618 (IK 95% 3,285-48,46) yang menunjukkan bahwa bila responden adalah anak/orangtua dari pasien skizofrenik maka kemungkinan untuk mendapatkan sindrom depresi sedang berat adalah 12,618 kali lebih besar dibandingkan bila responden adalah saudara dari pasien skizofrenik.

Berdasarkan nilai OR yang paling besar (39,594) maka diketahui bahwa variabel yang paling dominan menyebabkan sindrom depresi tingkat sedang berat adalah hubungan kerabat antara pasien dan responden adalah suami/isteri.

Dokumen terkait