FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TIMBULNYA SINDROM DEPRESIF PADA
PENGASUH PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
DiajukanuntukMelengkapiPersyaratanuntukMencapaiKeahliandalamBi
dangIlmuKedokteranJiwapadaFakultasKedokteran
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
LENNI CRISNAWATI SIHITE
NomorRegistrasiCHS : 19301
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Tesis : Faktor – faktor yang berhubungan dengan timbulnya depresifpadapengasuh pasien skizofrenik
Nama Mahasiswa : Lenni Crisnawati Sihite Nomor Registrasi : 19301
Program : Spesialisasi
Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Jiwa
Menyetujui: Komisi Pembimbing I
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K)
Pembimbing II
dr. M. Surya Husada, M.Ked.KJ
Mengetahui /Mengesahkan
An.Ketua Departemen Psikiatri Ketua Program Studi
Sekretaris Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Ilmu Kedokteran Jiwa
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA SINDROM
DEPRESIF PADA PENGASUH PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelarkesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu dalam
naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, Desember 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala pujidan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya maka penulisan tesis ini dapat
diselesaikan.
Tesis ini diajukan untuk Melengkapi Persyaratan untuk Mencapai Keahlian
dalam Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
Sebagai manusia, saya menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Namun demikian besar harapan saya
kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan
khususnya tentang:
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TIMBULNYA SINDROM DEPRESIF PADA
PENGASUH PASIEN SKIZOFRENIK
Padakesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Pada umumnya dan khususnya dalam penyusunan tesis ini, yaitu
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked.KJ, Sp.KJ(K), selaku Ketua Program Studi
bimbingan, pengarahan, dan memberi masukan-masukan yang berharga
kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K), sebagai guru penulis yang penuh dengan
kesabaran dan perhatian telah banyak memberikan bimbingan, dorongan,
dukungan, pengarahan dan masukan - masukan yang sangat berharga
selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
4. dr. H. Harun T. Parinduri, Sp.KJ(K), sebagai guru dan pembimbing penulis
yang dengan penuh kesabaran dan perhatian memberi masukan-masukan
yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
5. (Alm) Prof. dr. Syamsir BS, Sp.KJ(K), sebagai guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, arahan dan pengetahuan yang sangat
berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi
6. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K), sebagai guru penulis, yang
dengan penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing, memberikan
pengarahan, masukan-masukan yang sangat berharga selama penulis
mengikuti pendidikan spesialisasi.
7. dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked.KJ, M.Sc, Sp.KJ, , sebagai guru penulis
yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing, memberikan
pengarahan, dan masukan - masukan yang sangat berharga selama penulis
mengikuti pendidikan spesialisasi.
8. dr. Vita Camellia M.Ked.KJ, Sp.KJ, selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Kedokteran Jiwa, sebagai pembimbing akademik dan guru yang dengan
penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing, memberikan
pengetahuan, dorongan,dukungan dan masukan-masukan yang sangat
berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
9. dr. Muhammad Surya Husada M.Ked.KJ, Sp.KJ, selaku Sekretaris Program
studi dan guru, yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah
membimbing, memberikan pengarahan, masukan-masukan yang sangat
10. dr. Dapot Parulian Gultom, Sp.KJ, sebagai Wakil Direktur Badan Layanan
Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara dan guru penulis, yang telah memberikan izin, kesempatan, fasilitas dan pengarahan kepada
penulis untuk belajar selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi
11. dr. Juskitar Sp.KJ, sebagai guru yang dengan penuh kesabaran dan perhatian
telah membimbing, memberikan pengetahuan, dorongan, masukan-masukan
yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
12. (Almh)dr. Herlina Ginting, Sp.KJ, sebagai guru yang dengan penuh kesabaran
dan perhatian telah membimbing, memberikan masukan-masukan yang
sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
13. dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp.KJ, sebagai guru yang dengan penuh kesabaran
dan perhatian telah membimbing, memberikan, masukan-masukan yang
sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
14. dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengetahuan, dorongan, literatur-literatur serta
masukan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan
spesialisasi
15. dr. Vera RB. Marpaung, Sp.KJ, sebagai guru yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing, memberikan, masukan-masukan yang
sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
16. dr. Machnizar Sentani,Sp.KJ sebagai guru, yang dengan penuh kesabaran
dan perhatian telah membimbing, memberikan masukan-masukan yang
sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
17. Dr. Yono,Sp.KJ sebagai guru, yang dengan penuh kesabaran dan perhatian
telah membimbing, memberikan masukan-masukan yang sangat berharga
selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
18. dr. Donald F. Sitompul Sp.KJ; dr. Hj. Sulastri Effendi, Sp.KJ; dr. Evawaty
Siahaan, Sp.KJ; dr. Artina Roga Ginting, Sp.KJ; dr. Rosminta Girsang, SpKJ;
dr. Imat S. Depari, Sp.KJ; dr. Mariati, Sp.KJ; dr. Paskawani Siregar, Sp.KJ; dr.
Simanjuntak, Sp.KJ; dr. Adhayani Lubis, Sp.KJ; dr.Juwita Saragih, Sp.KJ; dr
Rudyhard Hutagalung, Sp.KJ; dr Laila Sari, Sp.KJ; dr Friedrich Lupini,Sp.KJ;
dr. Evalina Perangin-Angin, Sp.KJ; dr. Victor Eliezer Perangin-Angin, Sp.KJ.
dr. Siti Nurul Hidayati, Sp.KJ; dr. Lailan Sapinah, Sp.KJ; dr. Silvy Agustina
Hasibuan, Sp.KJ dr. Ira Dania, Sp.KJ, Ricky Tarigan, Sp.KJ, dr. Mila Harahap,
Sp.KJ, dr. Baginda Harahap, Sp.KJ, dr. Dian Budianti Amalina, M.Ked.KJ,
Sp.KJ, dr. Andreas Xaverio Bangun, M.Ked.KJ, Sp.KJ, dr. Duma Melva
Tampubolon, M.Ked.KJ, Sp.KJsebagai senior, yang banyak memberikan
bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis selama mengikuti
Program Pendidikan Spesialisasi.
19. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan, Direktur RS Brimob Poldasu, Kepala
RS Putri Hijau Kesdam I / Bukit Barisan Medan, Kepala Puskesmas Bawang
Raya Medan, atas izin, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk belajar dan bekerja selama penulis mengikuti pendidikan
spesialisasi.
20. dr Rusli Dhanu, Sp.S (K), sebagai Ketua Departemen Neurologi FK USU; dr.
Puji Sinurat, Sp.S, dr. Kiki Iqbal, Sp.S, sebagai pembimbing selama penulis
menjalani stase di Departemen Neurologi FK USU.
21. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, sebagai kepala Divisi Geriatri Ilmu
Penyakit Dalam FK USU, dan dr Pirma Siburian, Sp.PD-KGer, yang telah
menerima dan membimbing penulis selama belajar di stase Divisi Geriatri Ilmu
Penyakit Dalam FK USU.
21. Rekan - rekan sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU: dr. Herny T.
Tambunan, M.Ked.KJ, dr. M. Yusuf Siregar, M.Ked.KJ, dr. Ferdinan Leo
Sianturi, M.Ked.KJ, dr. Superida Ginting, M.Ked.KJ, dr. Hanip Fahri,
M.Ked.KJ, dr. Saulina Dumaria Simanjuntak, M.Ked.KJ,dr.Tiodoris Siregar,
M.Ked.KJ, dr. Endang Sutry Rahayu M.Ked.KJ, dr Nauli Aulia Lubis,
M.Ked.KJ, dr. Nanda Sari Nuralita, M.Ked.KJ, dr. Wijaya Taufik Tiji, M.Ked.KJ,
Girsang, M.Ked.KJ, dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.KJ, dr. Dessi
WahyuniM.Ked.KJ, dr. Ritha Mariati SembiringM.Ked.KJ, dr. Reny Fransiska
BarusM.Ked.KJ, dr. SusiatiM.Ked.KJ,dr. Annisa FransiskaM.Ked.KJ,dr Dessy
Mawar Zalia, M.Ked.KJ,dr. Nazli Mahdinasari NasutionM.Ked.KJ, dr. Nining
Gilang Sari, M.Ked.KJ,dr. Rosa YunildaM.Ked.KJ, dr. Andi Syahputra Siregar,
dr. Arsusy Widyastuti, dr. Poltak Jeremia SiraitM.Ked.KJ, dr. Manahap
Cerarius Fransiskus Pardosi, dr. M. Affandy, dr. Rona Hanani
SimamoraM.Ked.KJ,dr. Deasy HendriatiM.Ked.KJ,dr. Novi
PrasantyM.Ked.KJ,dr. Endah Tri LestariM.Ked.KJ,dr. Trisna Marni, dr. Novita
Linda akbar, dr. Catherine M.Ked.KJ,dr. Cyndi, dr. Friska Gurning yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi
kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu
memberikan dorongan yang membangkitkan semangat penulis dalam
menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
22. Para perawat dan pegawai di RSUP Haji Adam Malik, RSUP dr. Pirngadi
Medan, RS Putri Hijau Kesdam I / Bukit Barisan Medan, BLUD RSJD Propinsi
Sumatera Utara, RS Brimob Poldasu, Puskesmas Bawang Raya medan,
yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
24.Buat kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan cintai : (Alm) Posman
Sihite dan Rospita Hutagalung yang telah dengan susah payah
membesarkan, mendidik, memberi rasa aman, cinta dan doa restu kepada
penulis selama ini. Demikian juga kepada kakak, dan adik-adik: Juliana Hotma
Dame, SE, Lusiana Hottula Marito, ST, Victor Mangasih Parulian Sihite, dr.
Ronald Mangara Tua Sihite, Ricky Sofyan Sahata Sihite, SE. atas dorongan
dan semangat dan doa-doanya.
25. Buat suamiku tercinta: Patria Wijaya Parulian Sitompul, S.Sos. terima kasih
atas segala doa, cinta, kesabaran, dukungan, dan pengertian yang mendalam
serta pengorbanan atas waktu yang diberikan kepada penulis selama penulis
menjalani Program Pendidikan Spesialisasi Ilmu Kedokteran Jiwa dan
akan mampu menyelesaikan Program Pendidikan Spesialisasi Ilmu
Kedokteran Jiwa dan tesis ini dengan baik
26.Semua pihak diberbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama
menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam
menjalani pendidikan spesialisasi.
Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan memohon semoga Tuhan
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan rahmat-Nya kepada
mereka yang telah membantu penulis selama pendidikan spesialisasi dan dalam
menyelesaikan tesis ini.
Medan, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
PERNYATAAN ……… ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ………. xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
ABSTRAK ………. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Hipotesis ……….. 4
1.4. Tujuan Penelitian ……… 4
1.5. Manfaat Penelitian ………. 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasuh Skizofrenia ……… 6
2.2.Depresi ………. 12
2.3.Beck Depression Inventory II ……… 15
BAB 3.METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ………. 19
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 19
3.3. Populasi Penelitian ………. 19
3.4. Cara Pengambilan Sampel ………... 19
3.5. Perhitungan Besar sampel ……… 20
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ……….. 24
3.7. Etika Penelitian ……… 25
3.8. Cara Kerja ……… 25
3.10. Identifikasi Variabel ……….. 26
3.11. Definisi Operasional ………. 26
3.12. Rencana Managemen dan Analiisis Data ……… 28
BAB 4. Hasil Penelitian ……….. 29
BAB 5. Pembahasan ………. 38
BAB 6. Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan ……….. 49
6.2. Saran ………. 50
DAFTAR RUJUKAN ……… 51
LAMPIRAN 1 ……… 52
LAMPIRAN 2 ……… 53
LAMPIRAN 3 ……… 54
LAMPIRAN 4 ……… 55
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 ………... 29
Tabel 4.2 ……… 30
Tabel 4.3 ……… 31
Tabel 4.4 ……… 31
Tabel 4.5……… 32
Tabel 4.6 ……… 33
Tabel 4.7 ……….. 33
Tabel 4.8 ……….. 34
DAFTAR SINGKATAN
BDI-II : Beck Depression Inventory
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
CIDI : Composite Internasional Diagnostic Interview
DSM-IV-TR : Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision
IK : Interval Kepercayaan
OR : Odds Ratio
PPDGJ-III : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
PROVSU : Provinsi Sumatera Utara
PANSS : Positive and Negative Symptom Scale
RSJ : Rumah Sakit Jiwa
SD : Sekolah Dasar
ABSTRAK
Latar Belakang :Skizofrenia adalah gangguan yang dapat mengakibatkan penurunan kronis dan disabilitas pada pasien dan pengasuh. Pengasuhan dalam skizofrenia bisa menjadi tugas yang memberatkan dan pengasuh mungkin mengalami psikopatologi dalam bentuk depresi atau kecemasan selama proses ini. Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik kronis yang menimbulkan tantangan yang sangat mempengaruhi, tidak hanya dalam hal manajemen klinis tetapi juga konsekuensi psikososial.
Metode :Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross-sectional. Waktu penelitian : Juni 2014 – Agustus 2014. Subjek penelitian : pengasuhpasien skizofrenik yang datang membawa berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan non probability samplingjenis consecutive sampling.Rencana manajemen dan analisis data, deskriptif : seluruh data dalam penelitian ini merupakan variabel nominal maupun ordinal disajikan dalam frekuensi dan proporsi.Bivariat : untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji chi square.Multivariat : analisis multivariat akan diuji apabila memenuhi syarat uji. Analisis multivariat dalam penenlitian ini menggunakan regresi logistik berganda dengan metode enter karena variabel dependen merupakan variabel ordinal 2 kategori yang dibagi menjadi sindrom depresi minimal ringan dan sindrom depresi sedang berat.
Hasil :Dari sembilan puluh lima subjek yang ikut serta dalam penelitian ini Ditemukan responden terbanyak berumur 51-60 tahun sebanyak 30 orang (31,6%). 49 responden (51,6%) adalah pengasuh laki-laki. Kebanyakan tingkat pendidikan responden adalah SD sebanyak 21 orang (22,1%). Sebanyak 49 responden (51,6%) tidak bekerja. Sebanyak 36 responden (37,9%) memiliki anggota keluarga yang menderita skizorenik selama 21-30 tahun. Sebanyak 22 orang responden (23,2%) merupakan saudara kandung perempuan pasien.Berdasarkan kriteria BDI II ditemukan umumnya responden memiliki sindrom depresi pada tingkat yang minimal sebanyak 56 orang (58,9%) diikuti pada tingkat sedang sebanyak 27 orang (28,4%).
Kesimpulan :Dari penelitian inidi perolehbahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan, lama sakit, hubungan kekerabatan, dengan timbulnya sindrom depresif pada pengasuh pasien skizofrenik.
ABSTRAK
Latar Belakang :Skizofrenia adalah gangguan yang dapat mengakibatkan penurunan kronis dan disabilitas pada pasien dan pengasuh. Pengasuhan dalam skizofrenia bisa menjadi tugas yang memberatkan dan pengasuh mungkin mengalami psikopatologi dalam bentuk depresi atau kecemasan selama proses ini. Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik kronis yang menimbulkan tantangan yang sangat mempengaruhi, tidak hanya dalam hal manajemen klinis tetapi juga konsekuensi psikososial.
Metode :Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross-sectional. Waktu penelitian : Juni 2014 – Agustus 2014. Subjek penelitian : pengasuhpasien skizofrenik yang datang membawa berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan non probability samplingjenis consecutive sampling.Rencana manajemen dan analisis data, deskriptif : seluruh data dalam penelitian ini merupakan variabel nominal maupun ordinal disajikan dalam frekuensi dan proporsi.Bivariat : untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji chi square.Multivariat : analisis multivariat akan diuji apabila memenuhi syarat uji. Analisis multivariat dalam penenlitian ini menggunakan regresi logistik berganda dengan metode enter karena variabel dependen merupakan variabel ordinal 2 kategori yang dibagi menjadi sindrom depresi minimal ringan dan sindrom depresi sedang berat.
Hasil :Dari sembilan puluh lima subjek yang ikut serta dalam penelitian ini Ditemukan responden terbanyak berumur 51-60 tahun sebanyak 30 orang (31,6%). 49 responden (51,6%) adalah pengasuh laki-laki. Kebanyakan tingkat pendidikan responden adalah SD sebanyak 21 orang (22,1%). Sebanyak 49 responden (51,6%) tidak bekerja. Sebanyak 36 responden (37,9%) memiliki anggota keluarga yang menderita skizorenik selama 21-30 tahun. Sebanyak 22 orang responden (23,2%) merupakan saudara kandung perempuan pasien.Berdasarkan kriteria BDI II ditemukan umumnya responden memiliki sindrom depresi pada tingkat yang minimal sebanyak 56 orang (58,9%) diikuti pada tingkat sedang sebanyak 27 orang (28,4%).
Kesimpulan :Dari penelitian inidi perolehbahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan, lama sakit, hubungan kekerabatan, dengan timbulnya sindrom depresif pada pengasuh pasien skizofrenik.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skizofrenia adalah gangguan yang dapat mengakibatkan penurunan kronis dan disabilitas pada pasien dan pengasuh.Pengasuhan dalam skizofrenia bisa menjadi tugas yang memberatkan dan pengasuh mungkin mengalami psikopatologi dalam bentuk depresi atau kecemasan selama proses ini.1 Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik kronis yang menimbulkan tantangan yang sangat mempengaruhi, tidak hanya dalam hal manajemen klinis tetapi juga konsekuensi psikososial. Hal ini memberikan pengaruh yang besar pada pasien dalam hal penderitaan personal, pada pengasuh mengakibatkan beban yang besar dari pengasuhan dan dalam hal biaya secara langsung maupun tidak langsung seperti biaya sering rawat inap, membutuhkan dukungan psikososial dan ekonomi yang tak terbatas dan produktivitas yang hilang. 2 Depresi sering dilaporkan oleh pengasuh pasien dengan gangguan mental.3 Tantawy dalam studi yang dilakukannya menemukan gangguan depresif meningkat pada pengasuh (18.33 %) dibandingkan kelompok kontrol (3,33 %) dengan (p < 0,05). 4 Secara umum dilaporkan pengasuh perempuan lebih besar kemungkinan mengalami depresif dibandingkan pengasuh laki-laki.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Singh pada 40 orang pengasuh skizofrenik dijumpai rerata umur dari subjek adalah 48,9 ± 13,50 tahun , dengan jumlah representasi pengasuh laki-laki dan perempuan sama. Durasi
sakit merupakan prediktor yang sangat mempengaruhi terjadinya depresi pada pengasuh skizofrenik dengan nilai p < 0,01. Untuk faktor umur menunjukkan bahwa rata-rata tingkat depresi pengasuh umur muda lebih besar dari pengasuh yang lebih tua. Jenis kelamin dan pekerjaan tidak terlihat mempengaruhi depresi pada pengasuh, sedangkan faktor hubungan kekerabatan dijumpai bahwa anak dari pasien skizofrenik baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai pengaruh yang besar terhadap skor depresi dibandingkan orangtua pasien skizofrenik.
Studi yang dilakukan Osman dijumpai prevalensi distres psikologis dalam penelitian ini, seperti ditentukan oleh General Health Questionnaire -30 dengan cut-off poin dari 7/8, adalah 14% (n = 33). Dalam contoh ini, prevalensi gangguan depresi didasarkan pada Mini International
Neuropsychiatric Interview adalah 6% (n = 14); 5% (n = 11) memiliki
gangguan depresi mayor, dan 1% memiliki distimia (n = 3). Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengasuh dengan dan tanpa gangguan depresi dengan karakteristik sosial-demografi dan gambaran klinis dari perawatan mereka.
1
Studi yang dilakukan Rodrigo pada delapan puluh pengasuh pasien skizofrenik dengan wawancara menemukan subjek laki-laki sebanyak 36, 45%.Dimana umur mereka berkisar 21-84 tahun ( rerata umur 57 tahun dan simpangan baku 13,3) Dari seluruh subjek ditemukan 30 orang (37,5 %) pengasuh mengalami depresi.
6
Magana dan kawan-kawan dalam studinya pada pengasuh Latino dengan menggunakan alat ukur CES-D untuk menilai depresi pada pengasuh mendapatkan simtom depresi pengasuh skizofrenik berkorelasi dengan umur pengasuh yang lebih muda, tingkat pendidikan yang rendah pada pengasuh.
Di RSJ PROVSU umumnya pasien skizofrenik yang datang berobat ke poliklinik psikiatri dibawa oleh keluarganya. Dari pengamatan yang dilakukan penulis keluarga yang membawa pasien berobat tidak selalu orangtua pasien tetapi juga saudara laki-laki pasien, saudara perempuan pasien, anak pasien, istri, suami, paman,dan tidak sedikit pula pengasuh mengeluhkan merasa terbebani oleh keadaan pasien akibat perawatan yang mereka berikan kepada pasien. Hal ini membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mencari faktor mana dari umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama sakit, hubungan kekerabatan yang mempunyai hubungan dengan timbulnya sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik.
8
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama sakit, hubungan kekerabatanmempunyai hubungan dengan timbulnya sindrom depresi pada pengasuh pasien skizofrenik? 2. Faktor manakah yang lebih dominan mempunyai hubungan dengan
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
lama sakit, hubungan kekerabatan terhadap timbulnya sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum Penelitian
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan timbulnya
sindrom depresi pada pengasuh pasien skizofrenik 1.4.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan faktor umur dengan timbulnya
sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik
Untuk mengetahui hubungan faktor jenis kelamin dengan timbulnya
sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik
Untuk mengetahui hubungan faktor pendidikan dengan timbulnya
sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik
Untuk mengetahui hubungan faktor pekerjaan dengan timbulnya
sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik
Untuk mengetahui hubungan faktor lama sakit dengan timbulnya
sindromdepresi pada pengasuh pasien skizofrenik
Untuk mengetahui hubungan faktor kekerabatan dengan timbulnya
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dengan mengetahui faktor yang berhubungan dengan timbulnya depresi pada pengasuh pasien skizofrenik maka dibutuhkan kerjasama antara anggota keluarga untuk meringankan beban pengasuhan baik financial maupun psikologis
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengasuh Skizofrenia
Selama 50 tahun terakhir, munculnya perawatan berbasis komunitas, penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa dukungan yang memadai dalam komunitas telah menyebabkan pergeseran progresif perawatan untuk pasien skizofrenik dari sistem kesehatan formal kepada penyedia layanan informal seperti keluarga dan organisasi sukarela.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan kronis, gangguan yang menyebabkan disabilitas yang mempengaruhi sekitar 1% dari populasi dengan prevalensi mulai dari 0,6 sampai 8,3 kasus per 1000 penduduk. Skizofrenia umumnya kronis dengan kekambuhan psikotik akut yang memerlukan rawat inapyangsering. Gambaran klinis tergantung pada fase penyakit mencakup berbagai gejala, gejala positif seperti delusi, halusinasi dan disorganisasi konseptual: gejala negatif menyajikan penarikan emosional dan sosial, afek tumpul dan kurangnya spontanitas: berbagai defisit kognitif: dan gejala afektif seperti depresi dan agitasi. Di luar berbagai gejala disabilitas tersebut, juga dijumpai disabilitas yang menonjol pada gangguan skizofrenia yaitu fungsional dan sosial.Akibatnya, secara signifikan skizofrenia menimbulkan beban baik langsung dan tidak langsung bagi pasien, keluarga mereka dan masyarakat pada umumnya.
2
Beban langsung meliputi biaya untuk rawat inap, perawatan psikiatri dalam waktu lama, obat-obatan dan dukungan ekonomi dan sosial.Yang
menonjol di antara beban tidak langsung adalah hilangnya produktivitas.Meskipun beban keluarga dan pengasuh penyedia perawatan dianggap signifikan, tidak ada estimasi beban yang dapat diandalkan yang berkaitan dengan perawatan tersebut. Meskipun obat merupakan dasar dari manajemen selama 50 tahun terakhir, intervensi lain seperti rehabilitasi dan dukungan psikososial sama-sama penting. Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam pengelolaan skizofrenia adalah sering perilaku ketidakpatuhan, tidak hanya dengan obat-obatan tetapi juga dengan janji dan intervensi terapi lainnya, yang menyebabkan sering kambuh sehingga memerlukan rawat inap.Selain itu, lebih dari 30% dari pasien skizofrenik mungkin tidak merespons secara memadai terhadap obat standar.Demikian pula, spektrum yang luas dari efek samping yang berkaitan dengan obat antipsikotik sering membatasi kegunaan mereka. Program rehabilitasi dan dukungan psikososial yang memadai penting namun sering kekurangan dana atau tidak tersedia.
Memberikan perawatan dapat berupa manajemen pendukung emosional pasien, fisik atau finansial, koordinasi / kesehatannya dan beberapa layanan sosial, kesehatan rutin ( memperoleh obat-obatan, pengobatan, follow-up, dll ), perawatan pribadi ( mandi, makan, perlengkapan mandi, pakaian dll ), transportasi, belanja, melakukan homecare kecil, manajemen keuangan dan berbagi rumah yang sama. Pengobatan pasien psikiatrik kronis umumnya dilakukan di rumah daripada di institusi seperti rumah sakit dan pusat perawatan sehingga keluarga pasien harus
berhadapan dengan tuntutan perawatan seumur hidup pada pasien kronis yang mana hal ini merupakan kebutuhan multidimensi dan masalah bagi mereka .Faktor yang mempengaruhi beban pengasuh adalah umur, etnis dan jenis kelamin dari pengasuh, hubungan dengan pasien, status relawan untuk memberikan perawatan, tingkat pendidikan, status ekonomi, adanya penyakit kronis, coping skills, kepercayaan, dukungan sosial dan karakteristik budaya masyarakat.
Beberapa tahun terakhir telah terlihat peningkatan kesadaran peran pengasuh dalam perawatan jangka panjang pasien psikiatrik, dan literatur tentang beban pengasuh, hasil pengasuh yang buruk, kurangnya dukungan pengasuh, dan kurangnya keberhasilan, dengan intervensi yang bertujuan mengurangi beban memberi perawatan.
9
Aydın dan kawan-kawan pada tahun 2009 dalam studinya mempelajari
hubungan antara beban pengasuh dan sosiodemografi dan karakteristik skizofrenia. Mereka melaporkan bahwa beban perawatan meningkat seperti memperburuk skizofrenia, jumlah rawat inap meningkat, dan tingkat kecemasan dan depresi pada pengasuh meningkat.
10
Kebanyakan studi meneliti keluarga pengasuh pasien skizofrenik termasuk orang tua, dan di antara orang tua para ibu adalah kelompok yang umum dijumpai.Katschnig dan kawan-kawan melaporkan bahwa 77% subjek mereka terdiri dari orang tua (ibu 71%, ayah 6%). Hanya jumlah yang sangat kecil studi difokuskan pada kerabat lainnya, seperti saudara atau anak-anak
pasien, tetapi harus dipertimbangkan bahwa saudara atau anak-anak sangat jarang peduli untuk pasien.skizofrenik.
Pengasuh adalah seseorang, baik anggota keluarga atau penyedia, yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis bayi , anak , atau orang dewasa. Sementara orang mungkin menganggap fungsi pengasuh, pengasuh utama adalah individu yang membantu pasien dengan setidaknya satu kegiatan instrumental hidup sehari-hari, seperti mandi, makan, berpakaian, atau untuk mendapatkan janji, atau orang yang mengawasi pasien yang mengalami disabilitas. Dua jenis pengasuh utama yaitu: pengasuh formal, orang yang dibayar untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dan pengasuh informal yaitu individu yang menyediakan kebutuhan tersebut secara sukarela. Studi menemukan hasil yang beragam untuk yang kondisinya paling umum.Sebagian besar percaya bahwa depresi adalah konsekuensi yang paling umum dijumpai pada kesehatan mental dari pengasuh. Richard Schulz dan kawan-kawan dalam studinya, menemukan bahwa sepertiga dari pengasuh mengalami gangguan depresi selama tahun pengasuhan mereka, dibandingkan dengan kontrol hanya 5 persen dari selama periode waktu yang sama.
12
Meskipun prevalensi lebih rendah dari gangguan depresi atau ansietas, hal ini adalah salah satu yang paling memberatkan dan penyakit termahal di dunia. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai tingkat beban, tingkat stres dan kemampuan coping antara pengasuh pasien
skizofrenik, namun beberapa upaya telah dibuat untuk menemukan dan menjelaskan prevalensi, tingkat keparahan dan faktor yang mempengaruhi depresi antara pengasuh. Pengasuhan pada pasien skizofrenik adalah tugas besar dan sebagian pengasuh tampaknya siap menjadi bagian dan durasi penyakit seperti skizofrenia.Diagnosis skizofrenia pada anggota keluarga dapat menyebabkan campuran emosi seperti shock, marah, depresi, kebingungan dan penolakan antara pengasuh.Penyakit seperti skizofrenia dengan program beberapa rumah sakit, kambuh dan eksaserbasi akut dapat menyebabkan depresi dan stres kronis antara pengasuh. Pengasuhan itu sendiri merupakan konsep multi-tematik meliputi, fisik, psikologis, emosional, perubahan sosial dan keuangan bahwa pengasuh diperhadapkan dalam proses memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Pengasuhan pada skizofrenia memikul tanggung jawab yang tidak dibayar dan tak terduga bagi pasien yang pada gilirannya, tidak dapat membalas dan mungkin memiliki kesulitan dalam pemeliharaan hubungan yang lebih dewasa.Hal ini memberatkan pengasuhan dan mungkin bukan pengalaman yang memuaskan bagi banyak pengasuh.Hal ini juga diketahui bahwa kerabat derajat pertama pasien skizofrenik (yang sering pengasuh) menderita morbiditas psikologis sendiri.
Sejumlah studi di India telah meneliti beban keluarga dan stres pada pengasuh skizofrenia.Studi bahkan menemukan beban pengasuh lebih besar daripada gangguan psikiatri kronik lainnya.Studi keluarga skizofrenia menyatakan broken homes, pengasuhan anak yang buruk, kurangnya kohesi
sebagai unit keluarga, psikopatologi orangtua dan kekerasan keluarga, semua hal ini sebagai faktor risiko untuk pengembangan skizofrenia pada pasien.Sudah tidak diragukan lagi bahwa pengasuh yang berasal dari lingkungan seperti itu juga rentan terhadap penyakit psikiatri.Sementara pengasuh seringkali merupakan sumber bantuan ekonomi, sosial dan emosional bagi semua anggota keluarga mereka, kehidupan mereka sendiri dapat sangat dipengaruhi oleh peran pengasuhan.
Gangguan fungsi keluarga berkontribusi terhadap depresi pada pengasuh dan telah dicatat dalam studi sebelumnya oleh salah satu
authors.Mengatasi perilaku pasien adalah tugas sulit lainnya bagi
pengasuh.Pasien skizofrenik menunjukkan sejumlah gejala positif, negatif, vegetatif dan simtom residual yang seringkali sangat sulit bagi pengasuh untuk memahami dan menanggapi.Studi telah melaporkan bahwa gejala negatif skizofrenia ditemukan lebih sulit untuk diatasi pengasuh daripada gejala positif dan skizofrenia akut.Telah dicatat bahwa pengasuh pasien skizofrenik sering kali tidak mampu menyelesaikan dan mencapai peran yang diinginkan dan tanggung jawab, pada pribadi, pekerjaan, keluarga dan tingkat sosial.Perubahan peran dan konflik peran antara pengasuh telah dilaporkan dalam banyak studi.Dalam studi yang ada, hanya beberapa upaya telah dilakukan untuk menemukan dan menjelaskan faktor yang mempengaruhi depresi antara pengasuh.
1
2.2. Depresi
Depresi adalah salah satu konsekuensi yang paling penting yang merugikan pengasuh oleh karena hal ini umum dijumpai, terkait dengan kualitas hidup yang buruk, dan merupakan faktor risiko untuk kerugian lainnya termasuk penurunan fungsional dan kematian.Penelitian sebelumnya menunjukkan depresi pada pengasuh merupakan hasil dari interaksi kompleks dari faktor-faktor yang meliputi karakteristik pasien dan pengasuh, serta faktor budaya.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasuh dengan kesehatan yang lebih buruk, atau sumber daya keuangan yang lebih sedikit, berada pada risiko tinggi untuk depresi.
Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa setidaknya sepertiga dari pengasuh mengalami peningkatan kecemasan atau depresi sehubungan dengan peran mereka sebagai pengasuh, dan beberapa peneliti menemukan hingga 60% dari pengasuh merasa sangat cemas dan depresif.
14
Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang paling umum terlihat pada pasien perawatan primer, dengan tingkat prevalensi sebesar 23%.Deteksi depresi pasien perawatan primer sangat penting karena 50-75% dari individu mencari pengobatan pada dokter untuk gangguan depresi mereka sedangkan hanya 16-23% yang mendatangi praktisi kesehatan mental.Karena depresi sering tidak terdeteksi dalam perawatan primer, lebih dari setengah pasien dalam perawatan primer mengalami gangguan depresi mayor namun tidak diobati.Pasien dengan depresi yang tidak diobati menunjukkan gangguan fungsional yang signifikan dan mortalitas dan
morbiditas yang lebih tinggi daripada rata-rata, dan cenderung menggunakan pelayanan medis.Untuk meningkatkan tingkat deteksi dan pengobatan depresi dalam perawatan primer, penyedia layanan kesehatan primer menggunakan instrumen skrining seperti Beck Depression Inventory – II (BDI-II).Namun, meskipun digunakan secara luas, relatif sedikit diketahui tentang sifat-sifat psikometri dari BDI-II pada pasien perawatan primer.BDI-II adalah versi revisi dari 2l-item Beck Depression Inventory, yang menilai tingkat keparahan depresi pada orang dewasa dan remaja.
Gejala yang tercantum untuk diagnosis episode depresi dalam ICD-10 dimana individu biasanya menderita suasana perasaan (mood), yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas.Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah; konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun), pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.
14
Tanda utama dari episode depresif adalah mood depresi atau hilang minat atau kesenangan yang menonjol selama sedikitnya 2 minggu dan menyebabkan distres atau hambatan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, fungsi area lainnya pada seorang individu. Selama masa ini seseorang juga menampilkan sedikitnya 4 gejala tambahan dari mood
depresi adalah gejala yang paling khas terjadi pada lebih dari 90 % pasien.Pasien melaporkan sendiri perasaan sedih, murung, hampa, putus asa, muram atau tenggelam dalam kesedihan.Kualitas mood sebaliknya dilukiskan berbeda dari perasaan kesedihan yang normal atau duka cita.
Anhedonia tidak mampu menikmati aktifitas yang biasa dilakukan adalah yang paling umum dialami pasien depresi.Pasien atau keluarganya melaporkan dengan jelas adanya penurunan minat pada semua, atau hampir semua aktifitas yang sebelumnya dinikmati seperti seks, hobi, rutinitas sehari – hari.
16
Perubahan nafsu makan sekitar 70 % pasien depresi yang diamati terdapat penurunan nafsu makan bersamaan dengan kehilangan berat badan.Hanya sedikit pasien yang mengalami peningkatan nafsu makan, sering dikaitkan dengan makanan khusus seperti permen.
16
Perubahan tidur sekitar 80 % pasien depresi mengeluhkan beberapa tipe gangguan tidur. Yang paling umum dan tidak menyenangkan adalah terjaga pada dini hari ( biasanya sekitar jam 4 – 5 pagi) dan kadang lebih berat gejala depresifnya pada awal hari. Sementara insomnia initial khususnya sering bersamaan dengan kecemasan (komorbid).Beberapa pasien mengeluhkan hipersomnia daripada insomnia terdapat pada depresi atipikal dan gangguan afektif dan sering berkaitan dengan hiperfagia.
16
Perubahan aktifitas fisik sekitar setengah dari pasien depresi menjadi lambat atau perlambatan dalam aktifitas normal mereka.Mereka menunjukkan lambat berfikir, berbicara, pergerakan tubuh atau menurunnya
volume isi pembicaraan dengan jeda yang panjang sebelum menjawab. Pada sekitar 70 % pasien perempuan yang depresi dan 50 % laki – laki yang depresi, kecemasan ditampilkan dalam bentuk agitasi psikomotor dengan melangkah mondar-mandir, tidak mampu duduk tenang dan meremas-remas tangan.
Hilang energi hampir semua pasien depresi melaporkan hilang energi secara bermakna khususnya kelelahan dan umumnya kurang efisien bahkan dalam tugas yang ringan.
16
16
2.3. Beck Depression Inventory II
Beck Depression Inventory II merupakan update dari BDI asli, yang
telah diubah sesuai dengan kriteria dari Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM-IV; American Psychiatric Association, tahun 1994)
test-retest baik, konsistensi internal yang tinggi, dan validitasnya sedang sampai tinggi, struktur faktor bervariasi di seluruh studi .
Pengukuran BDI-II merupakan alat ukur yang sederhana, singkat dan jelas terdiri dari 21 butir pertanyaan penilaian sindrom depresif berdasarkan skala likert 0 hingga 3, dengan pengecualian pada butir nomor 16 dan 18. Pertanyaan butir 16 mengenai perubahan pola tidur dan butir 18 mengenai perubahan selera makan.Peserta ditanya menjelaskan bagaimana perasaannya dalam periode 1 hingga 2 minggu terakhir.Waktu yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan BDI-II adalah 5 – 10 menit.Interpretasi klinis untuk skor BDI-II adalah; 0-13 depresi minimal, 14-19 depresi ringan, 20-28 depresi sedang, 29-63 depresi berat.
14,18
KERANGKA TEORI
Skizofrenia
Faktor yang mempengaruhi beban pengasuhan
Status yang memberikan perawatan
Tingkat pendidikan Status ekonomi Penyakit kronis Coping style Dukungan social Karakteristik budaya
Depresi Memberikan perawatan
manajemen pendukung emosional pasien fisik atau finansial
koordinasi /kesehatan dan layanan sosial
kesehatan rutin ( memperoleh obat-obatan)
perawatan pribadi (mandi,makan,pakaian) belanja
pekerjaan rumah manajemen keuangan berbagi rumah
KERANGKA KONSEP
1. Umur
2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Lama sakit 6. Hubungan
kekerabatan
Depresi PengasuhPasien
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studianalitik dengan desain cross-sectional.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian : Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara
2. Waktu penelitian : Juni 2014 – Agustus 2014
3.3. Populasi penelitian
1. Populasi target : pengasuh pasien skizofrenik
2. Populasi terjangkau : pengasuh pasien skizofrenik yang datang membawa berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara periode Juni 2014 – Agustus 2014
3. Subjek penelitian : pengasuhpasien skizofrenik yang datang membawa berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi
3.4. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan non probability samplingjenis
inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
3.5. Perhitungan Besar Sampel
Hubungan Jenis Pertanyaan Rumus besar sampel Besar sampel
1. Besar sampel untuk analitik komparatif katagorik tidak berpasangan,
= Proporsi depresi yang nilainya sudah diketahui :
Untuk jenis kelamin laki-laki = 0,05 6
Untuk tingkat pendidikan = 0,42 6
Untuk status hubungan kekerabatan =0,32
2 = 1 - P
Untuk umur = 0,91 2
Untuk variabel jenis kelamin = 0,95 Untuk variabel tingkat pendidikan = 0,58 Untuk variabel status pekerjaan = 0,93 Untuk variabel lama sakit = 0,94
P1 – P2 P
= Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 30%
1 = P2
Untuk umur = 0,39 + 0,3
Untuk variabel jenis kelamin = 0,35 Untuk variabel tingkat pendidikan = 0,72 Untuk variabel status pekerjaan = 0,37 Untuk variabel lama sakit = 0,36
Untuk variabel status hubungan kekerabatan = 0,62 Q1 = 1 – P
Untuk umur = 0,61 1
Untuk variabel jenis kelamin = 0,65 Untuk variabel tingkat pendidikan = 0,28 Untuk variabel status pekerjaan = 0,63 Untuk variabel lama sakit = 0,64
Untuk variabel status hubungan kekerabatan = 0,38 P = P1+P
2 2
Untuk umur = 0,24
Untuk variabel jenis kelamin = 0,2
Untuk variabel tingkat pendidikan = 0,57 Untuk variabel status pekerjaan = 0,22 Untuk variabel lama sakit = 0,42
Q = 1 – P= 1
Untuk umur = 0,76
Untuk variabel jenis kelamin = 0,8
Untuk variabel tingkat pendidikan = 0,43 Untuk variabel status pekerjaan = 0,78 Untuk variabel lama sakit = 0,58
Untuk variabel status hubungan kekerabatan = 0,53 Koreksi besar sampel :22 n’ =
2c n (c+1)
n’ = besar sampel baru yang telah dikoreksi c = rasio proporsi
n = besar sampel awal c : Rasio proporsi untuk umur = 2 : 1
Rasio proporsi untuk jenis kelamin = 1 : 1 15
Rasio proporsi untuk tingkat pendidikan = 2:1 15
Rasio proporsi untuk status pekerjaan = 2:1 4
Rasio proporsi untuk lama sakit =2:1
4
Rasio proporsi untuk hubungan kekerabatan = 1:1 6
0,65 n = 92
Kesimpulan :
Perhitungan besar sampel yang memberikan jumlah terbanyak adalah 92, dengan demikian, besar sampel untuk penelitian ini ditetapkan adalah sebanyak 95 subyek.
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.6.1. Kriteria Inklusi pengasuhpasien skizofrenik 1. Umur 18-60 tahun
2. Telah merawat pasien sedikitnya 1 tahun 3. Bersedia ikut serta dalam penelitian 4. Kooperatif
3.6.2. Kriteria Inklusi Pasien skizofrenik
1. Pasien skizofrenik yang ditegakkan diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III
2. Memiliki skor PANSS ≤ 3 3. Fase stabil
3.6.3. Kriteria Eksklusi pengasuhpasien skizofrenik
1. Merawat lebih dari satu orang anggota keluarga yang mengalami gangguan psikiatrik
3. Memiliki gangguan medis umum dan riwayat penggunaan zat
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
3.8. Cara Kerja
3.9. Kerangka Operasional
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
3.10. Identifikasi Variabel
3.10.1.Variabel bebas :umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama sakit, hubungan kekerabatan
3.10.2.Variabel tergantung : Sindrom depresif yang dinilai dengan BDI II
3.11. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur dan Cara Ukur kriteria diagnosis PPDGJ III
Wawancara
dan konsekuensi relaps, dan mengoptimalkan fungsi dan proses recovery23
3 Pengasuh Anggota keluarga yang telah tinggal dengan pasien dan telah terlibat erat dalam/kegiatan hidup sehari-hari, perawatan kesehatan, dan interaksi sosial untuk lebih dari 1 tahun
wawancara 1Suami/istri
kumpulan dari simtom – simtom depresif yang signifikan secara klinis yang
dinilai berdasarkan
alat ukur yang merupakan analisis self-report untuk sindrom depresif yang bersifat ringkas dan jelas, terdiri dari kumpulan 21 pernyataan, merupakan suatu skala likert masing-masing pernyataan berisi empat pilihan, dengan rentang dari nilai 0 (ringan), hingga 3 (berat), kecuali pada pertanyaan nomor 16 dan 18
BDI II 1. Sedang-berat 2.
Minimal-ringan
Ordinal
6 Umur Lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun
wawancara ˃ 40 Tahun
≤ 40 Tahun ordinal
7 Pekerjaan aktifitas sehari – hari yang dilakukan untuk memenuhi
8 Lama sakit durasi pasien skizofrenik mengalami gangguan tertinggi yang dicapai tidak sekolah sampai dengan SMA
wawancara 1.Tidak sekolah 2.SD tertinggi yang dicapai yaitu akademi sampai dengan
11 Jenis kelamin Identitas wawancara 1.Laki-laki 2.Perempuan
Nominal
12 Sindrom depresi sedang/berat
adalah untuk mencari hubungan sindrom depresi yang lebih berat dengan
sebelah kiri dalam tabel analisis
variabel bebas ringan
3.12. Rencana Manajemen dan Analisis Data
1. Deskriptif
Seluruh data dalam penelitian ini merupakan variabel nominal maupun ordinal yang disajikan dalam frekuensi dan proporsi.
2. Bivariat
Untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji chi square.
3. Multivariat
BAB. 4. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 95 orang pengasuh pasien skizofrenik yang datang membawa anggota keluarganya berobat ke Instalasi Rawat Jalan Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara yang telah memenuhi kriteria inklusi.
Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan karakteristik demografik dan
klinik
Karakteristik sampel Frekuensi %
Umur 51-61 tahun 30 31,6
Hubungan kerabat Anak saudara kandung orang tua 8 8,4
Saudara kandung orang tua 4 4,2
Saudara kandung laki-laki 17 17,9
Saudara kandung perempuan 22 23,2
Orangtua kandung 14 14,7
Suami 9 9,5
Isteri 6 6,3
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak berumur 51-60 tahun sebanyak 30 orang (31,6%). 49 responden (51,6%) adalah pengasuh laki-laki. Kebanyakan tingkat pendidikan responden adalah SD sebanyak 21 orang (22,1%). Sebanyak 49 responden (51,6%) tidak bekerja. Sebanyak 36 responden (37,9%) memiliki anggota keluarga yang menderita skizorenik selama 21-30 tahun. Sebanyak 22 orang responden (23,2%) merupakan saudara kandung perempuan pasien.
Tabel 4.2 Sindrom Depresi
Tingkat Frekuensi %
BDI II Minimal 56 58,9
Ringan 7 7,4
Sedang 27 28,4
Berat 5 5,3
Tabel 4.3 Hubungan jenis kelamin dengan sindrom depresi
Tabel 4.3.menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 49 responden laki-laki sebanyak 15 orang (30,6%) dengan tingkat depresi sedang berat. Sedangkan dari 46 responden perempuan sebanyak 17 orang (37%) dengan tingkat depresi sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square diperoleh tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan sindrom depresi (p=0,531).
Tabel 4.4 Hubungan umur dengan sindrom depresi
Umur
sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dan sindrom depresi (p=0,343)
Tabel 4.5 Hubungan tingkat pendidikan dengan sindrom depresi
Tingkat
Pendidikan
Sindrom depresi
p OR
IK 95%
Sedang-berat
Minimal-ringan Min Maks
Rendah 28 (45,2) 34 (54,8) 0,001 3,762 1,428 9,718
Tinggi 4 (12,1) 29 (87,9)
Total 32 (33,7) 63 (66,3)
Tabel 4.6 Hubungan pekerjaan dengan sindrom depresi
Tabel 4.6. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 46 responden yang bekerja terdapat 15 orang responden (32,6%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 49 yang tidak bekerja terdapat 17 responden (34,7%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dan sindrom depresi (p=0,830).
Tabel 4.7 Hubungan lama sakit dengan sindrom depresi
Lama
dari 27 responden yang telah merawat pasien selama ≤ 10 ta hun terdapat 5 responden (18,5%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang bermakna antara lama sakit dan sindrom depresi (p=0,049). Selanjutnya, didapatkan nilai OR yang telah merawat > 10 tahun yaitu sebesar 2,144 dengan IK (Interval Kepercayaan) 95% antara 0,922-4,985 yang berarti bahwa responden yang telah merawat pasien > 10 tahun berkemungkinan 2,144 kali akan memiliki tingkat depresi sedang-berat dibandingkan responden yang merawat pasien
≤ 10 tahun.
Tabel 4.8 Hubungan kekerabatan dengan sindrom depresi
Hubungan
saudaranya (saudara kandung laki-laki/perempuan dan saudara orangtua) terdapat 7 orang (13,7%) mempunyai sindrom depresi sedang berat.
Untuk mendapatkan nilai OR dari hubungan saudara yang terbagi menjadi tiga kategori maka ditentukan kelompok hubungan kerabat saudara sebagai kelompok acuan. Dari hasil yang tertera dalam tabel 4.8 diperoleh bahwa nilai OR untuk suami/isteri adalah 5,829 (IK 95%: 2,8 – 12,13) yang artinya bahwa bila hubungan kerabat dengan pasien adalah suami/isteri maka risiko terkena sindrom depresi sedang/berat 5,829 kali dibandingkan bila yang merawat pasien adalah saudara pasien. Nilai OR untuk anak/orangtua adalah 3,266 (IK 95%: 1,471 – 7,253) yang artinya adalah bila yang merawat pasien dengan hubungan kerabatnya adalah anak/orangtua maka risiko terkena sindrom depresi sedang/berat 3,266 kali dibandingkan bila yang merawat pasien adalah saudara pasien.
dan hubungan kekerabatan yang berhubungan dengan sindrom depresi pada responden yang merupakan anggota keluarga yang merawat pasie-pasien skizofrenia di rumah.
Tabel 4.9 Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang berhubungan
dengan sindrom depresi
Variabel Koefisien p OR (IK95%)
Tingkat Pendidikan
(Rendah)
0,737 0,0001 14,067 3,318-59,637
Hubungan kerabat
Suami/isteri 0,898 0,0001 39,594 6,813-230,11
Anak/orangtua 0,687 0,0001 12,618 3,285-48,46
Konstanta 0,821
Dari tabel 4.9 diketahui nilai OR untuk pendidikan = 14,067 (IK 95% 3,318-59,637), sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan rendah kemungkinan akan berisiko menyebabkan sindrom depresi tingkat sedang berat sebesar 14,067 kali dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi.
adalahsaudara dari pasien skizofrenik. Sedangkan, Nilai OR untuk kategori anak/orangtua adalah 12,618 (IK 95% 3,285-48,46) yang menunjukkan bahwa bila responden adalah anak/orangtua dari pasien skizofrenik maka kemungkinan untuk mendapatkan sindrom depresi sedang berat adalah 12,618 kali lebih besar dibandingkan bila responden adalah saudara dari pasien skizofrenik.
BAB 5. PEMBAHASAN
Penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya sindrom depresi pada pengasuh pasien skizofrenik” merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya sindrom depresi pada pengasuh pasien skizofrenik yang datang berobat ke Instalasi rawat jalan BLUD RSJ Prop. Sumatera Utara. Tujuan Khusus untuk mengetahui hubungan faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama sakit, status kekerabatan, terhadap timbulnya sindrom depresi pada pengasuhpasien skizofrenik.
Berdasarkan karakteristik demografik dari subjek penelitian ditemukan bahwa responden terbanyak berumur 51-60 tahun sebanyak 30 orang (31,6%). 49 responden (51,6%) adalah pengasuh laki-laki. Kebanyakan tingkat pendidikan responden adalah SD sebanyak 21 orang (22,1%). Sebanyak 49 responden (51,6%) tidak bekerja. Sebanyak 36 responden (37,9%) memiliki anggota keluarga yang menderita skizorenia selama 21-30 tahun. Sebanyak 22 orang responden (23,2%) merupakan saudara kandung perempuan pasien
sosial budaya, dan psikologis yang berhubungan dengan kerentanan terhadap peristiwa kehidupan dan kemampuan mengatasi masalah.26Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa pengasuh perempuan lebih banyak mengalami distres dibandingkan laki-laki.10 Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perempuan mengalami perasaan yang lebih besar terhadap beban dan frustrasi daripada pria saat mengasuh pasien sakit mental. Juga diterangkan bahwa di India perempuan sering ditekan oleh dominasi keluarga pria, yang kemungkinan akan menderita depresi ringan atau sub-ambang depresi dan somatisasi. Beban pengasuhan mungkin menambah kesengsaraan mereka dan menyebabkan depresi.
Tabel 4.4. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 51 responden yang berumur> 40 tahun terdapat 15 responden (46,9%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 44 responden yang berumur ≤ 40 tahun sebanyak 17 responden (38,6%) dengan tingkat depresi sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dan sindrom depresi (p=0,343). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singhdimana dijumpai pengasuh umur muda mempunyai skor depresi yang lebih tinggi dibandingkan umur tua yang diukur dengan menggunakan MADRS.
1
1 Magana menemukan hubungan yang bermakna antara umur
pada kelompok umur20-24 tahun (14,3%). 25Pengasuh muda pasien skizofrenik mungkin memiliki beban yang lebih besar karena kurangnya kemampuan dan pengalaman hidupnya. Suatu penjelasan yang mungkin untuk hubungan antara umur yang lebih muda dan tingginya depresi adalah bahwa pengasuh muda, terutama di umur masa dewasa dan menengah awal, lebih mungkin untuk memiliki tanggung jawab tambahan dan peran sosial, seperti pekerjaan dan peran pengasuhan lainnya yang mencakup pengasuhan anak-anak dan orang tua. Sebaliknya, pengasuh yang lebih tua mungkin memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan sumber daya dan strategi penanggulangan yang mengurangi tingkat kesulitan psikologis dan mereka memiliki lebih banyak pengalaman hidup dalam penanganan situasi stress.
Tabel 4.5. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 62 responden dengan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah sampai SMA) terdapat 28 orang responden (45,2%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 33 responden berpendidikan tinggi (Perguruan tinggi) terdapat 4 responden (12,1%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang bermakna antara pendidikan dan sindrom depresi (p=0,001). Selanjutnya, didapatkan nilai OR pendidikan rendah yaitu sebesar 3,762 dengan IK (Interval Kepercayaan) 95% antara 1,428-9,718 yang berarti bahwa pendidikan rendah berkemungkinan 3,762 kali akan memiliki tingkat depresi sedang-berat dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan
tinggi.Dalam penelitian yang dilakukan Covinsky dan kawan-kawan menemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan yang rendah dengan timbulnya depresi pada pengasuh yaitu sebanyak 42 % dengan nilai p= 0,001. 14Banyak pengasuh melaporkan tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengambil tanggung jawab pengasuhan pasien skizofrenik.Dengan demikian mereka tidak mampu mengatasi dengan cukup banyak peran pengasuhan dan tanggung jawab. Keluarga sering menghadapi stres sehari-hari dari perilaku yang tak terduga danrelatif aneh pada pasien skizofrenik, stres eksternal dari stigma yang ada dan isolasi pada keluarga, frustrasi seperti rasa bersalah dan kesepian, dankonflik keluarga yang dihadapi dalam proses pengasuhan.27Orang dengan pendidikan rendah memiliki sumber daya ekonomi dan sosial yang lebih sedikit untuk menghindari suatu peristiwa stres dan keberhasilan untuk mengatasinya, dan ada sedikit alasan untuk berharap bahwa kelemahan ini dan konsekuensi kesehatan mental mereka akan tetap statis selama hidup. Secara singkat, individu dengan pendidikan tinggi memiliki sumber daya kesehatan yang lebih seperti kemampuan yang lebih baik untuk menghindari stressor kronis dan gaya hidup sehat yang memiliki manfaat, efek kumulatif pada kesehatan dengan bertambahnya umur.
Tabel 4.6. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 46 responden yang bekerja terdapat 15 orang responden (32,6%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 49 yang tidak bekerja terdapat 17 responden (34,7%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil
analisis menggunakan uji chi square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dan sindrom depresi (p=0,830).Penelitian yang dilakukan oleh Osman dan kawan-kawan juga tidak menemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan timbulnya depresi pada pengasuh (p=1,0). 6 Meskipun berbagai literatur yang ada membahas mengenai biaya perawatan keluarga pada kondisi medis lainnya, literatur mengungkapkan sejumlah laporan khusus untuk skizofrenia. Sebagian besar literatur yang tersedia mengkategorikan antara biaya beban perawatan dan biaya tidak langsung pada skizofrenia, yang sering tidak sangat informatif.Kesulitan konsep beban perawatan dan banyaknya komponen yang kadang-kadang menentang penghitungan yang akurat mungkin membuat peneliti kehilangan semangat menyelidiki hubungan pekerjaan dengan beban yang ditanggung pengasuh. Sementara itu untuk biaya komponen nyata dari pengeluaran keluarga seperti waktu yang hilang, transportasi, makanan, pakaian, perumahan, rekreasi, perawatan medis, asuransi, utang, dll sulit untuk menempatkan nilainya pada masalah psikologis dan emosional seperti penderitaan, kesusahan, perasaan kehilangan, stigma, harga diri rendah, dan tidak adanya peran yang produktif dan mandiri.
Tabel 4.7. menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tabulasi silang dari 68 responden yang telah merawat pasien selama > 10 tahun terdapat 27 orang responden (39,7%) dengan tingkat depresi sedang berat sedangkan dari 27 responden yang telah merawat pasien selama ≤ 10 tahun terdapat 5 responden (18,5%) dengan depresi tingkat sedang berat. Dari hasil analisis
menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang bermakna antara lama sakit dan sindrom depresi (p=0,049). Selanjutnya, didapatkan nilai OR yang telah merawat > 10 tahun yaitu sebesar 2,144 dengan IK (Interval Kepercayaan) 95% antara 0,922-4,985 yang berarti bahwa responden yang telah merawat pasien > 10 tahun berkemungkinan 2,144 kali akan memiliki tingkat depresi sedang-berat dibandingkan responden yang merawat pasien
≤ 10 tahun.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh
dimana ditemukan hubungan yang bermakna antara lama sakit dengan timbulnya depresi pada pengasuh pasien skizofrenik dengan nilai p=0.01, 1 Pratima dan kawan-kawan juga menemukan ada hubungan korelasi lama sakit dengan timbulnya beban pengasuhan pada pasien skizofrenik. 10 Pengetahuan dan pengalaman pengasuh dalam penanganan gangguan skizofrenia dapat meningkatkan lebih dari satu periode waktu dan mereka dapat mengadopsi dengan lebih baik strategi coping. Dukungan sosial dan pengetahuan yang tepat diperoleh selama periode waktu dapat mengurangi tingkat beban antara pengasuh pasien schizophrenia.Ini menunjukkan bahwa diperlukan intervensi psiko – edukasi yang sesuai dan psikoterapi untuk keluarga pasien yang baru didiagnosis skizofrenia dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas coping style.
Berdasarkan hasil tabulasi silang hubungan kerabat dengan sindrom depresi diperoleh dari 15 orang yang merawat pasien skizofrenik yang merupakan isteri atau sumai pasien terdapat 12 orang (80%) mempunyai sendrom depresi sedang berat dari 28 orang yang merawat pasien yang
merupakan anak/orangtua pasien terdapat 13 orang (44,8%) dengan depresi sedang berat, sedangkan dari 51 orang yang merawat pasien adalah saudaranya (saudara kandung laki-laki/perempuan dan saudara orangtua) terdapat 7 orang (13,7%) mempunyai sindrom depresi sedang berat.
tampaknya menjadi jelas bahwa sekelompok orang akan mengalami sejumlah besar beban. Beban pasangan sebagai bagian dari tekanan psikologis dapat meningkatkan risiko berkembangnya gangguan jiwa. Terutama dalam hal gangguan depresi, tekanan psikologis digambarkan sebagai faktor yang mungkin bertanggung jawab untuk berkembangnya penyakit, kualitas emosional yang berbeda yang tampaknya menjadi penting untuk pengembangan gangguan kejiwaan tertentu, sebuah pertanyaan tambahan adalah apakah tingkat keparahan penyakit pasien prediktor penting berkaitan dengan perkembangan episode depresi di antara pasangan. Di satu sisi, tingkat keparahan dapat dinyatakan oleh perbedaan kualitas gangguan spesifik, misalnya penyakit psikotik seperti skizofrenia yang bertentangan dengan gangguan kecemasan, di sisi lain, aspek kuantitatif tingkat keparahan dapat dinyatakan dengan memperpanjang penurunan fungsi dari hari ke hari yang disebabkan oleh sindrom kejiwaan seperti memperpanjang ketidakberdayaanpasien berkaitan dengan pekerjaan atau interaksi sosial.Tingkat yang lebih tinggi dari penurunan fungsi sehari-hari juga bisa meningkatkan risiko pasangan menjadi depresi.Selain itu, peningkatan prevalensi depresi pada pasangan pasien gangguan mental mungkin diprediksi oleh durasi penyakit pasien dan / atau lamanya waktu dimana pasangan mengalami gangguan mental.
Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya sindrom depresi maka dilakukan uji multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel dependen dalam studi ini adalah
variabel kategorik. Variabel independen yang masuk dalam analisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat. Dari hasil analisis bivariat ditemukan tiga variabel independen yang memiliki nilai p< 0,25 yaitu pendidikan (p=0,001), lama sakit (p=0,049) dan hubungan kekerabatan (p=0,0001). Selanjutnya, dengan metode enter variabel pendidikan, lama sakit dan hubungan kekerabatan diikutkan dalam model multivariat. Hasil akhir menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat pendidikan dan hubungan kekerabatan yang berhubungan dengan sindrom depresi pada responden yang merupakan anggota keluarga yang merawat pasien-pasien skizofrenia di rumah.
Dari tabel 4.9 diketahui nilai OR untuk pendidikan = 5,971 (IK 95% 1,874-19,024), sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah kemungkinan akan berisiko menyebabkan sindrom depresi tingkat sedang berat sebesar 5,971 kali dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi.
anak/orangtua adalah 12,618 (IK 95% 3,285-48,46) yang menunjukkan bahwa bila responden adalah anak/orangtua dari pasien skizofrenik maka kemungkinan untuk mendapatkan sindrom depresi sedang berat adalah 12,618 kali lebih besar dibandingkan bila responden adalah saudara dari pasien skizofrenik.
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.KESIMPULAN
Dari sembilan puluh lima subjek yang ikut serta dalam penelitian ini adalah pengasuh pasien skizofrenik yang datang berobat ke instalasi rawat jalan RSJ BLUD Prov. Sumatera Utara periode Juni 2014 - Agustus 2014, dengan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditemukan responden terbanyak berumur 51-60 tahun sebanyak 30 orang (31,6%). 49 responden (51,6%) adalah pengasuh laki-laki. Kebanyakan tingkat pendidikan responden adalah SD sebanyak 21 orang (22,1%). Sebanyak 49 responden (51,6%) tidak bekerja. Sebanyak 36 responden (37,9%) memiliki anggota keluarga yang menderita skizorenik selama 21-30 tahun. Sebanyak 22 orang responden (23,2%) merupakan saudara kandung perempuan pasien. 2. Berdasarkan kriteria BDI II ditemukan umumnya responden memiliki
sindrom depresi pada tingkat yang minimal sebanyak 56 orang (58,9%) diikuti pada tingkat sedang sebanyak 27 orang (28,4%).
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dan sindrom depresi (p=0,001)
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama sakit dan sindrom depresi (p=0,049)
6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan sindrom depresi (p=0,531)
7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dan sindrom depresi (p=0,343)
8. Tidak terdapat ditemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dan sindrom depresi (p=0,830).
6.2. SARAN
1. Klinisi harus peduli terhadap pengasuh dengan melakukan pemeriksaan distres psikologi terhadap pengasuh
2. Memberikan psikoedukasi untuk mengurangi beban pengasuh..
DAFTAR RUJUKAN
1. Singh M, Sousa AD. Factors affecting depression in caregivers of patients with schizophrenia. Journal of Mental Health and Human Behaviour; 2011; Vol.16(2)
2. Awad AG, Voruganti LNP. The burden of schizophrenia on caregivers: A review. PharmacoEconomics; 2008; 26 (2); p.149-162
3. Mitsonis C, Voussoura E, Dimopoulos N, Psarra V, Kararizou E, Latzouraki E, at al. Factors associated with Caregiver Psychological Distress in chronic Schizophrenia. Psychiatry Epidemiol. 2012; 47:331-337
4. Tantawy AS, Raya YM, Zaky AMK. Depressive disorder among Caregivers of Schizophrenic Patient in Relation to burden of care and Perceived Stigma. Current Psychiatry. 2010; 17. No 3;15-25
5. Song L, Biegel DE, Milligan SE. Predictors of Depressive Symptomatology among Lower Social Class Caregivers of Persons with Chronic Mental Illnes. Community Mental Health Journal. Aug 1997; 33;4
6. Osman CB, Alipah B, Tutiiryani MD, Ainsah O. Depressive disorders and family functioning among the caregivers of patients with schizophrenia. East Asian Arch psychiatry 2010; 20;101-8
patients with schizophrenia and bipolar affective disorder in Sri Lanka. International Journal of Mental Health Systems. 2013, 7;2
8. Magana SM, Garcia JI, Hernandez MG, Cortez R. Psychological distress among Latino family caregivers of adult with schizophrenia: the role of burden and stigma. Psychiatric Services, March 2007 Vol 58. p. 378-384
9. Muharrem, Yavuz KF, Lapsekili N, Turkcapar. Evaluation of burden in a group of patients with Chronic Psychiatric Disorder and their Caregivers. The Journal of Psychiatry and Neurological Science. 2012; 25;330-337
10. Pratima, Bhatia, Jena. Caregiver Burden in Severe Mental Illness. Delhi Psychiatry Journal. 2011; Vol.14(2)
11. Gulseren L, Cam B, karakoc B, Yigit T, Danaci AE, Cubukcuoglu Z, at al. The Perceived burden of care and its correlates in Schizophrenia. Turkish Journal of Psychiatry. 2010
12. Wancata J, Freidl M, Krautgartner, Friedrich F, Matschnig T, Unger A, at al. Gender Aspects of parent’s needs of schizophrenia patients. Psychiatry Epidemiol. 2008: 47;968-974