• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BANK INDONESIA

TERHADAP PEMBERIAN LIKUIDITAS PADA BANK UMUM

(STUDI KASUS PT. BANK CENTURY, TBK)

TESIS

Oleh

SYURATTY ASTUTI RAHAYU MANALU

077005092/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Bank sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan. Pelaksanaan dan pengawasan terhadap dunia perbankan di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal pembinaan dan pengawasan tersebut Bank Indonesia menetapkan kriteria kesehatan bank yang meliputi aspek kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian PT. Bank Century, Tbk mengalami kesulitan likuiditas dan merupakan salah satu bank gagal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank gagal yang berdampak sistemik atas keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan menjadi bank pertama yang menerima akses Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yaitu salah satu upaya Bank Indonesia untuk mengurangi dampak bahaya krisis global khususnya yang mengancam stabilitas keuangan dalam industri perbankan.

Penelitian ini mempergunakan pendekatan yuridis normatif, dengan pendekatan analisis yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian yuridis normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah pada bank yang menerima bantuan likuiditas?, Bagaimana pemberian likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada Bank Umum?, Bagaimana pengawasan Bank Indonesia terhadap pemberian likuiditas pada Bank Umum khususnya pada PT.Bank Century,Tbk.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap nasabah pada bank yang menerima bantuan likuiditas adalah dengan melindungi kepentingan nasabah penyimpan dana dan simpanannya terhadap risiko kerugian. Dalam Undang-undang Perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan bank. Perlindungan terhadap nasabah penyimpan, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : Pertama, perlindungan secara implisit (Implisit Deposit Protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Kedua, perlindungan secara eksplisit (Explicit

Deposit Protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang

(3)

Umum dan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Pemberian likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada Bank Umum merupakan pemberian fasilitas kredit oleh Bank Indonesia sebagai lender of

the last resort (LoLR). Hal ini sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 11 ayat (1)

Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan dalam PBI Nomor 10/26/PBI/2008 tentang Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dan PBI Nomor 8/1/PBI/2006 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat. Pemberian likuiditas pada Bank Umum oleh Bank Indonesia merupakan bagian dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) untuk mencegah terjadinya bank run dan meminimalkan kemungkinan terjadinya krisis keuangan. Tujuan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 terdapat ketentuan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi Bank. Hal ini berarti Bank Indonesia memiliki kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 24 sampai Pasal 35 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 serta dalam Pasal 29 sampai Pasal 37 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam kasus PT Bank Century, Tbk seharusnya Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan dini baik yang dilakukan secara langsung, yaitu berbentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan ataupun pengawasan tidak langsung yaitu suatu bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank. Bank Indonesia selaku otoritas pengawas bank wajib memeriksa secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali sehingga apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan pada bank tersebut dapat dideteksi secara dini. sehingga kerugian negara dapat diminimalkan dan mencegah terjadinya krisis keuangan akibat dampak sistemik yang terjadi pada bank

(4)

ABSTRACT

The central bank is the state agency that having authority to issue legal tender of a country, to formulate and implement monetary policies, regulate and maintain the smoothness of the payment system, regulate and supervise banking. Bank Indonesia is conducting the implementation and supervision of the banking sector in Indonesia. In terms of guidance and supervision of the Bank Indonesia has set criteria which include aspects of the health of the bank. It includes capital adequacy, asset quality, management quality, earning, liquidity and other aspects related to banking business and shall conduct business activities in accordance with the prudential principle. PT. Bank Century, Tbk experiencing liquidity problems and is one of the failed banks by Bank Indonesia as the bank which has systemic impact on the decision of the Financial System Stability Committee and became the first bank to receive access to the Short Term Financing Facility. It is one of Bank Indonesia's efforts to reduce the impact danger of a global crisis that threatens the financial stability, particularly in the banking industry.

The study used a normative juridical approach and qualitative analysis approach. Normative research methods are research methods which refer to the legal norms contained in the legislation. In a normative study that was used is referring to the sources of legal materials, namely research which refers to the legal norms contained in various legal instruments. The problem in this research are how the legal protection of customers in the bank receiving liquidity support, how the provision of liquidity by Bank Indonesia at the commercial bank, how the supervision of Bank Indonesia on the provision of liquidity to commercial banks in particular experiences with Bank Century, Tbk.

(5)

objectives, in Article 8 of Law No. 23 of 1999 contained provisions that Bank Indonesia has the task of formulating and implementing monetary policies, regulate and maintain the smooth running of payment systems as well as manage and oversee the Bank. This means that Bank Indonesia has the authority, responsibility, and obligation to conduct guidance and supervision of banks by taking the efforts of both preventive and repressive. The authorization provided for in Article 24 to Article 35 of Law No. 3 of 2004 and in Article 29 through Article 37 of Law No. 10 of 1998 about Banking. In the case of PT Bank Century, Tbk , Bank Indonesia may conduct early surveillance either done directly, that is shaped examination followed by corrective measures or indirect supervision of a form of supervision early through research, analysis, and evaluation of bank statements. Bank Indonesia as the banking supervisory authorities shall examine on a regular basis at least once a year so that if there distortions in the same bank can be detected early. So that, the state losses can be minimized and the avoidance of financial crisis due to systemic affects that occurred in the bank

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini

ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Hukum

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tinjauan

Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada

Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)”.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan dari para

pengajar/dosen dan terutama dari para dosen pembimbing. Dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Penguji tesis

penulis;

4. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang

telah memberikan perhatian penuh, mendorong dan membekali penulis dengan

ilmu bermanfaat dalam penyelesaian studi;

5. Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum dan Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum selaku

Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan

bimbingan, arahan, petunjuk, ide, motivasi, saran serta kritik yang konstruktif

untuk memperoleh hasil yang terbaik penyelesaian penulisan tesis ini.

(7)

7. Seluruh Staf Pengajar/Dosen di Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan

motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis;

8. Seluruh Staf/Pegawai Administrasi Kak Rafika Suryani, Kak Juliani, Kak Fitri,

Ibu Niar, Ibu Ganti, Bang Udin, dll yang selalu tersenyum dan melayani dengan

ikhlas tanpa mengenal lelah selama penulis menyelesaikan studi;

9. Kedua orang tua penulis Ayahanda Drs. A. B. Ch. Manalu, M.Pd. dan Ibunda

Dra. Rosnah Siregar, S.H, M.Si yang telah sabar mendidik penulis serta selalu

berdoa dan memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis;

10.Suami penulis Fredy Simanjuntak, S.H, M.Hum dan anak penulis Rafif Aqilah

Simanjuntak yang menjadi semangat hati dan hidup penulis, terima kasih buat

pengertian, perhatian dan kasih sayangnya;

11.Adik-adik tercinta Kartika Manalu, M.Pd, Salistri Annisa Manalu, S.Pd, M.Hum,

Boy Utomo Manalu, Bob Rahmat Manalu dan Riza Ramadhan Manalu yang

telah memberikan motivasi dan dukungan tak hentinya;

12.Teman-teman pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, dan semua pihak yang tak dapat penulis cantumkan

nama-namanya di sini, yang telah membantu penulis secara tulus dan ikhlas

sehingga tesis ini dapat selesai;

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya

kepada kita semua. Amin.

Medan, Mei 2011

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syuratty Astuti Rahayu Manalu

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 25 April 1983

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jl. Selam VIII No. 1A Medan

Pendidikan Formal : 1. SD Tunas Kartika 2 Medan dari Tahun 1989 hingga

Tahun 1995.

2. SLTP Negeri 1 Medan, dari Tahun 1995 hingga

Tahun 1998.

3. SMA Kartika I-1 Medan, dari Tahun 1998 hingga

Tahun 2001.

4. S-1 Fakultas Bahasa dan Seni Jurusan

Pendidikan

Bahasa Inggris Universitas Negeri Medan, dari

Tahun 2001 hingga Tahun 2007.

5. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

dari Tahun 2002 hingga tahun 2006.

6. S-2 Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dari Tahun 2007

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ... i

ABSTRACT... ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penulisan... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian ... 27

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PADA BANK YANG MENERIMA BANTUAN LIKUIDITAS... 31

A. Kegiatan Usaha Bank... 31

B. Prinsip Kehati-hatian Bank ... 35

C. Perlindungan Dana Nasabah Bank... 45

BAB III : PEMBERIAN LIKUIDITAS PADA BANK UMUM 56 A. Risiko Likuiditas Perbankan ... 56

B. Manajemen Likuiditas Bank ... 65

(10)

BAB IV : PENGAWASAN BANK INDONESIA TERHADAP

PEMBERIAN LIKUIDITAS PADA BANK UMUM

(STUDI KASUS BANK CENTURY) ... 80

A. Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Bank ... 80

B. Bank Sentral sebagai Lender of the Last Resort .. 93

C. Penyelamatan terhadap Bank Gagal Pada PT.Bank Century, Tbk ... 99

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 115

A. Kesimpulan ... 115

B. Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(11)

ABSTRAK

Bank sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan. Pelaksanaan dan pengawasan terhadap dunia perbankan di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal pembinaan dan pengawasan tersebut Bank Indonesia menetapkan kriteria kesehatan bank yang meliputi aspek kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian PT. Bank Century, Tbk mengalami kesulitan likuiditas dan merupakan salah satu bank gagal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank gagal yang berdampak sistemik atas keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan menjadi bank pertama yang menerima akses Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yaitu salah satu upaya Bank Indonesia untuk mengurangi dampak bahaya krisis global khususnya yang mengancam stabilitas keuangan dalam industri perbankan.

Penelitian ini mempergunakan pendekatan yuridis normatif, dengan pendekatan analisis yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian yuridis normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah pada bank yang menerima bantuan likuiditas?, Bagaimana pemberian likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada Bank Umum?, Bagaimana pengawasan Bank Indonesia terhadap pemberian likuiditas pada Bank Umum khususnya pada PT.Bank Century,Tbk.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap nasabah pada bank yang menerima bantuan likuiditas adalah dengan melindungi kepentingan nasabah penyimpan dana dan simpanannya terhadap risiko kerugian. Dalam Undang-undang Perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan bank. Perlindungan terhadap nasabah penyimpan, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : Pertama, perlindungan secara implisit (Implisit Deposit Protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Kedua, perlindungan secara eksplisit (Explicit

Deposit Protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang

(12)

Umum dan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Pemberian likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada Bank Umum merupakan pemberian fasilitas kredit oleh Bank Indonesia sebagai lender of

the last resort (LoLR). Hal ini sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 11 ayat (1)

Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan dalam PBI Nomor 10/26/PBI/2008 tentang Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dan PBI Nomor 8/1/PBI/2006 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat. Pemberian likuiditas pada Bank Umum oleh Bank Indonesia merupakan bagian dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) untuk mencegah terjadinya bank run dan meminimalkan kemungkinan terjadinya krisis keuangan. Tujuan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 terdapat ketentuan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi Bank. Hal ini berarti Bank Indonesia memiliki kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 24 sampai Pasal 35 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 serta dalam Pasal 29 sampai Pasal 37 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam kasus PT Bank Century, Tbk seharusnya Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan dini baik yang dilakukan secara langsung, yaitu berbentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan ataupun pengawasan tidak langsung yaitu suatu bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank. Bank Indonesia selaku otoritas pengawas bank wajib memeriksa secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali sehingga apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan pada bank tersebut dapat dideteksi secara dini. sehingga kerugian negara dapat diminimalkan dan mencegah terjadinya krisis keuangan akibat dampak sistemik yang terjadi pada bank

(13)

ABSTRACT

The central bank is the state agency that having authority to issue legal tender of a country, to formulate and implement monetary policies, regulate and maintain the smoothness of the payment system, regulate and supervise banking. Bank Indonesia is conducting the implementation and supervision of the banking sector in Indonesia. In terms of guidance and supervision of the Bank Indonesia has set criteria which include aspects of the health of the bank. It includes capital adequacy, asset quality, management quality, earning, liquidity and other aspects related to banking business and shall conduct business activities in accordance with the prudential principle. PT. Bank Century, Tbk experiencing liquidity problems and is one of the failed banks by Bank Indonesia as the bank which has systemic impact on the decision of the Financial System Stability Committee and became the first bank to receive access to the Short Term Financing Facility. It is one of Bank Indonesia's efforts to reduce the impact danger of a global crisis that threatens the financial stability, particularly in the banking industry.

The study used a normative juridical approach and qualitative analysis approach. Normative research methods are research methods which refer to the legal norms contained in the legislation. In a normative study that was used is referring to the sources of legal materials, namely research which refers to the legal norms contained in various legal instruments. The problem in this research are how the legal protection of customers in the bank receiving liquidity support, how the provision of liquidity by Bank Indonesia at the commercial bank, how the supervision of Bank Indonesia on the provision of liquidity to commercial banks in particular experiences with Bank Century, Tbk.

(14)

objectives, in Article 8 of Law No. 23 of 1999 contained provisions that Bank Indonesia has the task of formulating and implementing monetary policies, regulate and maintain the smooth running of payment systems as well as manage and oversee the Bank. This means that Bank Indonesia has the authority, responsibility, and obligation to conduct guidance and supervision of banks by taking the efforts of both preventive and repressive. The authorization provided for in Article 24 to Article 35 of Law No. 3 of 2004 and in Article 29 through Article 37 of Law No. 10 of 1998 about Banking. In the case of PT Bank Century, Tbk , Bank Indonesia may conduct early surveillance either done directly, that is shaped examination followed by corrective measures or indirect supervision of a form of supervision early through research, analysis, and evaluation of bank statements. Bank Indonesia as the banking supervisory authorities shall examine on a regular basis at least once a year so that if there distortions in the same bank can be detected early. So that, the state losses can be minimized and the avoidance of financial crisis due to systemic affects that occurred in the bank

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai

strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut

dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana

(surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dana (lacks of funds).

Dengan demikian perbankan akan bergerak dalam bidang perkreditan, dan berbagai

jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan

mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Kegiatan lembaga

perbankan secara umumnya dilakukan oleh pelaku yang menurut fungsi serta tujuan

usahanya dapat dibedakan, yaitu berupa bank sentral (central bank) dan bank umum

(commercial bank). Bank umum atau bank komersial dalam kegiatannya dibina dan

diawasi oleh bank sentral.1

Untuk menciptakan suatu perekonomian yang efisien, maka serangkaian

kebijaksanaan deregulasi telah dilakukan oleh Pemerintah. Pada Oktober 1988, paket

deregulasi yang dikenal dengan Pakto 88 diluncurkan. Paket kebijaksanaan ini

menghapuskan pelarangan pendirian bank swasta yang berlaku sejak Tahun 1971,

menghilangkan seluruh pembatasan pembukaan kantor cabang bank domestik dan

1

(16)

membolehkan bank asing mendirikan bank campuran bersama-sama dengan bank

domestik.

Melalui Pakto 1988, Indonesia memulai liberalisasi melalui sektor keuangan

dan perbankan. Dengan liberalisasi ini sektor swasta diijinkan untuk masuk ke sektor

ini secara lebih bebas. Kebebasan ini membawa dampak terhadap persaingan tingkat

bunga untuk menyedot dana masyarakat ke dalam sistem perbankan. Namun

liberalisasi di sektor perbankan ini diikuti dengan sangat lambat oleh sektor riil, dan

hanya dipusatkan pada penurunan bea masuk dan sedikit sekali upaya untuk

melakukan liberalisasi struktural seperti penghapusan monopoli atau proteksi lainnya.

Akibatnya dana yang telah dihimpun perbankan dipergunakan untuk membiayai

kegiatan konsumsi serta membiayai sektor yang berisiko tinggi seperti sektor

properti. Inilah yang menyebabkan besarnya kasus kredit bermasalah di perbankan.2

Secara umum, peranan bank sentral sangat penting dan strategis dalam upaya

menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Bank sentral adalah lembaga

negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah

dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan

menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan. Perlu

diwujudkannya sistem perbankan yang sehat itu, karena dunia perbankan adalah salah

satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sedangkan secara

khusus, bank sentral mempunyai peranan yang penting dalam mencegah timbulnya

2

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: suatu gagasan tentang pendirian

lembaga penjamin simpanan di Indonesia, ( Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum IU, 2002),

(17)

risiko-risiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan

dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian.3

Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya mengumpulkan dana

dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank

juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Masyarakat

menyimpan dananya di bank pada dasarnya tanpa jaminan yang bersifat kebendaan.

Kesediaan masyarakat menyimpan dananya tersebut semata-mata dilandasi

kepercayaan, bahwa pada waktunya uangnya akan kembali ditambah dengan

sejumlah bunga sebagai imbalannya. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap

suatu bank mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan

terhadap bank lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan.

Oleh karena itu, kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap

perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.4

Pelaksanaan dan pengawasan terhadap dunia perbankan di Indonesia

dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal pembinaan dan pengawasan tersebut Bank

Indonesia menetapkan kriteria kesehatan bank yang meliputi aspek kecukupan modal,

kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang

3

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Media Group, 2006), hal.163.

4

(18)

berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan

prinsip kehati-hatian.5

Bank Indonesia sebagai bank sentral di wilayah Republik Indonesia diatur

dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, LN Nomor 4357 Tahun 2004. Dalam

undang-undang ini disebutkan, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang

indenpenden.6 Tugas Bank Indonesia yakni menetapkan dan melaksanakan kebijakan

moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan

mengawasi bank.7 Yang dimaksud dengan pengawasan dalam hal ini meliputi

pengawasan dalam arti tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini

melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung

dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.8

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi kewenangan tanggung jawab dan

kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank

dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif.

Dengan adanya pengawasan dalam praktek perbankan yang dilakukan oleh Bank

Indonesia, dapat meningkatkan taraf kepercayaan masyarakat terhadap integritas

5

Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal.58. 6

Dalam Pasal 4 Ayat (2) undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia disebutkan bahwa “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang tegas diatur dalam Undang-undang ini.

7

Muhammad Djumhana, op.cit, hal.97. 8

(19)

sistem perbankan dan bank itu sendiri sehingga dapat meningkatkan kondisi

perekonomian. Pengawasan juga dapat mencegah masalah terjadi, juga dapat

memberi masukan tentang bentuk keseriusan dan akibat dari suatu masalah bagi bank

dan memberikan fakta dasar bagi langkah-langkah perbaikan yang tepat. Bank

Indonesia berkewajiban membina dan mengawasi perbankan ditinjau dari sudut

ekonomi perusahaan, demikian juga mengatur/mengawasi likuiditas9 dan

solvabilitas10 bank secara sehat.

Bank Indonesia melakukan tugas pengawasan bank berdasarkan Pasal 37 ayat

(2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor

6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank yang

sebagian telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/38/PBI/2005 serta

Surat Edaran Intern Nomor 9/43/Intern tanggal 15 November 2007 perihal Pedoman

Pelaksanaan Ketentuan Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank,

dalam proses pengawasan terhadap bank bermasalah, apabila tindakan tersebut

menurut penilaian Bank Indonesia belum juga cukup untuk mengatasi kesulitan yang

dihadapi bank dan menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan sistem

perbankan, maka Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan

memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum

9

Likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat.

10

(20)

Pemegang Saham (RUPS) guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk

tim likuidasi.

Indonesia telah mengalami krisis kepercayaan terhadap perbankan. Kondisi

perbankan di Indonesia telah mengalami masalah-masalah yang menuju suatu

kehancuran akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak semester kedua Tahun 1997 yang

diawali oleh krisis nilai tukar. Krisis tersebut telah menyebabkan kinerja

perekonomian Indonesia menurun tajam, dan kemudian berubah menjadi krisis yang

berkepanjangan di berbagai bidang. Bersamaan dengan itu, sistem perbankan yang

rapuh menyebabkan gejolak nilai tukar berubah menjadi krisis utang swasta dan

krisis perbankan. Jatuhnya nilai rupiah telah memperburuk kualitas perkreditan

bank-bank. Kegagalan dalam mengatasi hal tersebut tidak saja mempengaruhi kredibilitas

perbankan, akan tetapi juga menyebabkan semakin terbatasnya sumber dana yang

tersedia bagi dunia usaha.11

Mengatasi hal itu, Bank Indonesia melakukan sejumlah upaya untuk meredam

gejolak nilai rupiah. Di antara langkah-langkah yang dilakukan saat itu adalah

meningkatkan intervensi terhadap nilai tukar rupiah, menaikkan suku bunga, dan

menghentikan sementara transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Melalui

langkah itu, Bank Indonesia berupaya mengetatkan likuiditas (membatasi jumlah

uang beredar), sehingga nilai tukar rupiah dapat distabilkan. Namun, sejumlah

11

(21)

kebijakan moneter pemerintah tersebut justru mengakibatkan krisis semakin

menjadi.12

Kesulitan likuiditas yang dialami perbankan memaksa bank untuk

menghimpun dana masyarakat melalui peningkatan suku bunga deposito. Tetapi,

kenaikan suku bunga deposito ini juga menyebabkan naiknya suku bunga pinjaman.

Akibatnya, kredit bermasalah atau non performing loan pun bertambah karena

sejumlah kreditor tidak sanggup membayar utang-utangnya. Kelangkaan likuiditas

juga mengakibatkan bank mengalami kalah kliring atau saldo rekening gironya di

Bank Indonesia berada dalam posisi debet/minus. Hal ini memicu keresahan

masyarakat atas kondisi perbankan dan akhirnya menyebabkan terjadinya rush

(penarikan uang dari bank secara serentak). Ditambah lagi pemerintah melakukan

likuidasi atas 16 (enam belas) bank nasional, sehingga membuat keresahan

masyarakat kian meluas.

Pada Tahun 2008, krisis keuangan terjadi kembali sebagai dampak dari krisis

keuangan global dan berpotensi menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Hal inilah

yang mendasari pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan13.

Dengan landasan hukum inilah, Bank Indonesia pada November 2008 langsung

12

Marwan Batubara dkk., Skandal BLBI: Ramai-ramai Merampok Negara, (Jakarta: Haekal Media Center, 2008), hal.14.

13

(22)

merombak peraturan yang terkait pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD),

terutama pada bagian Rasio Kecukupan Modal (CAR) perbankan yang semula positif

5 % (lima persen) menjadi cukup positif saja (asal tidak negatif).

Krisis perbankan di Indonesia, selain merupakan dari krisis nilai tukar, juga

disebabkan oleh rentannya sistem perbankan Indonesia, yang ditandai dengan kurang

kuatnya permodalan, manajemen yang kurang menerapkan good governance, serta

tidak kukuhnya kelembagaan, lemahnya pengaturan dan pengawasan di

tengah-tengah pesatnya pertumbuhan perekonomian dan berlangsungnya integrasi keuangan

internasional.14

Lemahnya sektor perbankan Indonesia, meskipun telah mengalami

restrukturisasi disebabkan setidak-tidaknya oleh tiga hal: (1) pertumbuhan jumlah

bank yang amat pesat sebagai hasil kebijakan deregulasi Tahun 1988 yang tidak

disertai dengan ketentuan prudensial dan pengawasan yang memadai oleh bank

sentral; (2) lemahnya penerapan good governance di sektor perbankan karena, antara

lain konsentrasi kepemilikan yang amat tinggi; dan (3) terjadinya economic boom dan

integrasi keuangan internasional yang mengakumulasi tingkat kerentanan sistem

perbankan Indonesia.15

Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) adalah salah satu upaya Bank

Indonesia untuk mengurangi dampak bahaya krisis global khususnya yang

14

Kusumaningtuti SS, Peranan Hukum dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal.2.

15

Mari Elka Pengestu, The Indonesian Bank Crisis and Restructuring: Lesson and

Implication for Other Developing Countries, G-24 Discussion Paper Series No.23-United Nation

(23)

mengancam stabilitas keuangan dalam industri perbankan. Hal ini diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 dan

PBI Nomor 10/30/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 10/26/PBI/2008.

FPJP merupakan bagian integral dari Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (financial

safety net) yang terdapat pengaturannya dalam Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang

Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang meliputi pencegahan krisis dan

penanggulangan krisis.

FPJP pada dasarnya merupakan tindakan antisipatif Menteri Keuangan dan

Gubernur Bank Indonesia yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan

(KSSK). FPJP diberikan bagi bank untuk mengatasi kesulitan keuangan atau

likuiditas (mismatch) agar dapat memenuhi Giro Wajib Minimum yang berdasarkan

PBI Nomor 10/19/PBI/2008 tanggal 14 Oktober 2008, Giro Wajib Minimum yang

harus dipenuhi setiap bank sebesar 7,5 % (tujuh koma lima persen) dari dana pihak

ketiga.

PT. Bank Century, Tbk menjadi bank pertama yang menerima akses FPJP.

PT. Bank Century, Tbk merupakan hasil merger tiga bank pada Desember 2004 yakni

Bank Pikko, Bank Danpac dan CIC. PT. Bank Century, Tbk merupakan salah satu

bank gagal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank gagal yang berdampak

sistemik atas keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan Nomor

(24)

dana talangan (bailout) yang sangat besar yang menimbulkan polemik dan perdebatan

baik dikalangan legislatif maupun masyarakat umumnya.

Setelah dinyatakan gagal berdampak sistemik, Bank Indonesia juga dinilai

tidak melakukan pengawasan dengan benar sehingga dana penjaminan simpanan

melonjak dari lebih 600 (enam ratus) milyar rupiah lebih menjadi hampir 7 (tujuh)

triliun rupiah. Dana yang bocor sebagian besar diduga melanggar aturan yang ada.

Ketika masih dalam pengawasan khusus, Bank Indonesia memerintahkan agar PT.

Bank Century, Tbk tidak boleh mencairkan dana, tanpa seizin Bank Indonesia.

Namun ternyata dalam periode itu PT. Bank Century, Tbk mencairkan uang sejumlah

lebih dari 900 (sembilan ratus) milyar rupiah.16

Kurangnya pengawasan dari Bank Indonesia terhadap bank-bank umum dapat

mengakibatkan dampak yang sangat besar bagi perekonomian. Hal ini menyebabkan

tidak terlindunginya masyarakat khususnya nasabah yang menyimpankan uangnya di

bank tersebut seperti yang terjadi pada kasus PT. Bank Century, Tbk. Kepercayaan

dari masyarakat harus dijaga sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan dampak

yang negatif terhadap perbankan dan perekonomian nasional.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

16

(25)

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah pada bank yang menerima

bantuan likuiditas?

2. Bagaimana pemberian likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada

Bank Umum ?

3. Bagaimana pengawasan Bank Indonesia terhadap pemberian likuiditas pada

Bank Umum khususnya pada PT.Bank Century,Tbk?

C. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas, maka yang

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah pada bank yang

menerima bantuan likuiditas.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis peraturan perundang-undangan

terkait pemberian likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada

Bank Umum

3. Untuk mengetahui pengawasan Bank Indonesia terhadap pemberian

likuiditas pada Bank Umum khususnya pada P.T Bank Century,Tbk

D. Manfaat penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

(26)

1. Secara Teoritis.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemahaman, pemikiran dan pandangan yang baru bagi akademisi, pengamat

keuangan dan masyarakat mengenai pengawasan yang dilakukan oleh Bank

Indonesia terhadap pemberian likuiditas pada bank umum. Manfaat lain yang

diharapkan yakni dapat ikut memberikan kontribusi positif bagi

perkembangan ilmu hukum, khususnya dibidang pembiayaan/perbankan.

2. Secara Praktis.

Penelitian ini secara praktis ditujukan bagi pemerintah, praktisi keuangan,

bankir dan bank sentral dalam pemberian likuiditas pada bank umum.

E. Keaslian Penelitian.

“Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian

Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT.Bank Century, Tbk)” yang diangkat

menjadi judul penelitian ini belum pernah ditulis di program studi ilmu hukum

sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara. Jika memang terdapat judul

penelitian yang hampir sama dengan ini, akan tetapi substantif pembahasannya

berbeda. Penelitian disusun melalui referensi buku-buku, media cetak elektronik serta

bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian keaslian penulisan penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuwan dan terbuka untuk

(27)

Sebagai catatan ada beberapa penelitian yang telah dilakukan dibidang

perbankan yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Berlian Napitupulu yang berjudul “Analisis

Yuridis Likuidasi Bank Di Indonesia”.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Nia Avenasari yang berjudul “Analisis Hukum

Pemberian bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Fasilitas

Pendanaan Jangka Pendek oleh Bank Indonesia dalam Mengatasi Krisis

Perbankan di Indonesia”.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Bandoe Widiarto yang berjudul “Penjaminan

Simpanan bagi Nasabah Bank Tinjauan Terhadap ketentuan Blanked

Guarantee Dari Kemungkinan Penggantiannya dengan Lembaga penjaminan

Simpanan.”.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Megawati yang berjudul

“Pertanggungjawaban terhadap Nasabah dalam hal Bank Gagal dihubungkan

dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan”.

e. Penelitian yang dilakukan oleh Ivan Vanova yang berjudul “fungsi

pengawasan Bank Indonesia dalam Praktek Perbankan”.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jelaslah bahwa meskipun ada beberapa

penelitian di bidang perbankan terutama mengenai Bank Indonesia, tetapi belum

(28)

likuiditas pada bank umum (studi kasus P.T Bank Century, Tbk) dalam pendekatan

dan perumusan masalah yang sama.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi, sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori

atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari

permasalahan yang dianalisis.

Menurut M.Solly Lubis, kerangka teori merupakan pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi

bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Hal ini dapat menjadi masukan eksternal

bagi penulis.17

Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai-nilai

hukum dan postulat-postulat hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.18

Fungsi teori mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan pengarahan kepada

penelitian yang akan dilakukan.

Lembaga keuangan bank mempunyai peran yang penting bagi aktivitas

perekonomian. Peran strategis bank tersebut sebagai wahana yang mampu

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah

17

M.Solly Lubis, Filsafat Hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju,1994), hal.80. 18

(29)

peningkatan taraf hidup rakyat. Bank sebagai lembaga keuangan merupakan

perantara keuangan (financial intermediaries) sebagai prasarana pendukung yang

amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian.19

Secara makro, peranan bank sentral sangat penting berhubung dunia

perbankan adalah urat nadi perekonomian di suatu negara sehingga peranan sektor

perbankan dapat mempengaruhi maju mundurnya perekonomian di negara yang

bersangkutan. Sedangkan secara mikro, peranan bank sentral sangat menentukan

untuk dapat meminimalkan risiko-risiko dari dunia perbankan yang pada gilirannya

dapat melindungi masyarakat berhubung adanya dana masyarakat dalam bank-bank

tersebut.20

Pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap bank telah menciptakan

hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya menjadi penting. Hal ini

terjadi karena bank memiliki status yang unik di tengah masyarakat, selain bank

sebagai suatu sandaran kepercayaan ia juga menempati posisi khusus sebagai tempat

yang aman. Di samping itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya bank juga terlibat

dengan masalah-masalah internal perusahaan dan individu sehingga peranan bank

telah melampaui hubungan tradisional antara debitur dan kreditur.21

Hubungan bank dengan nasabahnya dapat dikategorikan sebagai hubungan

antara kreditur dan debitur, hubungan kepercayaan (fiduciary relation) dan hubungan

19

Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, (Bandung: CV.Utomo, 2004), hal.36.

20

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) hal.117. 21

(30)

kerahasiaan (confidential relation). Ketiga hubungan antara bank dengan nasabah

tersebut ditambah lagi dengan hubungan kehati-hatian atau kearifan (prudential

relation). Keempat hubungan tersebut menjiwai hubungan bank dan nasabahnya.22

Symons, Jr. berpendapat dengan menyebutkan hubungan bank dengan

nasabah adalah sebagai hubungan debitur-kreditur, hanya memberikan sugesti

tentang penetapan kewajiban yang sempit, istilah itu berkonotasi pada suatu janji

yang tak bersyarat oleh debitur untuk membayar sejumlah uang yang sudah pasti

jumlahnya pada waktu tertentu kepada kreditur yang telah menyediakan uang

tersebut. Hal itu lebih lanjut memberikan konotasi bahwa debitur tidak mempunyai

kewajiban lain, kecuali ditentukan secara tegas, khususnya yang menyangkut

penggunaan uang yang dipinjam itu. Sebagai contoh misalnya dalam deposito bank.

Bank dapat menggunakan uang itu dengan bebas menurut kehendaknya, tetapi

hubungan bank dan nasabah tidak semata-mata hanya hubungan debitur-kreditur saja,

hubungan tersebut juga sebagai suatu fiduciary relation.23

Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada setiap objek hukum. Menurut sistem

perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat

dilakukan melalui dua cara, yakni perlindungan secara implisit (implicit deposit

protection) dan perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu

22

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para

Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.9. 23

Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan

dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa ini),

(31)

perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan

masyarakat.24

Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection), yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat

menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh

melalui : (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh

Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah

lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada

umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai

dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank

dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi risiko kepada nasabah. 25

Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu perlindungan

melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga

apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana

masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh

melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana

24

BPHN, Departemen Kehakiman-RI Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank, (Jakarta: BPHN, 1993/1994), hal.53.

25

(32)

diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan

Terhadap Kewajiban Bank Umum. 26

Dalam Undang-undang Perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus

mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Pasal 29

ayat (1) Undang-undang Perbankan hanya disebutkan, pembinaan dan pengawasan

bank dilakukan oleh Bank Indonesia. 27

Industri perbankan yang sehat juga perlu didukung pengawasan yang

independen dan efektif seperti yang tertuang di dalam Pilar Ketiga API. Pengawasan

independen dan efektif sangat diperlukan baik kini maupun jangka panjang, sebagai

jawaban atas meningkatnya kegiatan usaha maupun kompleksitas risiko perbankan.

Bank-bank tidak lagi hanya menjual produk dan jasa perbankan melainkan juga

produk keuangan lain seperti asuransi, efek beragun aset, dan reksa dana sehingga

diperlukan pengawasan yang lebih kompleks.28

Penerapan pengawasan bank itu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat

terhadap bank. Karena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank

mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap

lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena

26 Ibid. 27

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal.65. 28

(33)

itu, kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan

mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.29

Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa

bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional

serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan

dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan aspek-aspek di dalam individual

bank yang diharapkan dapat melindungi pengembalian dana masyarakat. Tujuan

umum pengawasan dan pembinaan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang

sehat, yang memenuhi tiga aspek yaitu perbankan yang dapat memelihara

kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar

serta bermanfaat bagi perekonomian nasional.30

Pemeliharaan kepentingan masyarakat dapat tercipta dengan mengupayakan

agar secara individual bank beroperasi dengan sehat dan efisien. Dengan demikian

akan tercipta perbankan yang aman serta mampu memenuhi kewajibannya kepada

para deposan. Perbankan harus berkembang secara wajar sehingga pelayanan jasa

perbankan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Perbankan sebagai pusat

teknologi dan inovasi mampu secara aktif mencari dan mengembangkan potensi

ekonomi yang belum tergali di dalam masyarakat. Bank harus dapat tumbuh namun

pertumbuhan tersebut hendaknya berlangsung secara wajar. Bank yang sehat dan

29

Zulkarnain Sitompul, op.cit. 2005, hal.218. 30

(34)

efisien bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dan dapat menunjang pengendalian

moneter.31

Dalam rangka menjalankan tugas pengawasan, Bank Indonesia menetapkan

beberapa jenis pengawasan yang didasarkan atas analisis terhadap kondisi suatu bank

tertentu yaitu:32

1. Pengawasan Normal (rutin)

2. Pengawasan Intensif (intensive supervision)

3. Pengawasan Khusus (special surveillance)

Dalam menjalankan strategi pengawasan tersebut di atas, pendekatan

pengawasan yang dilakukan terbagi atas dua jenis kegiatan yaitu pengawasan tidak

langsung (off site supervision) dan pengawasan langsung (on site examination).

Secara ringkas, pengawasan tidak langsung merupakan tindakan pengawasan dan

analisis yang dilakukan berdasarkan laporan berkala (regulatory reports) yang

disampaikan oleh Bank, informasi dalam bentuk komunikasi lain serta informasi dari

pihak lain. Sementara itu, pengawasan langsung dilakukan dengan cara melakukan

pemeriksaan pada Bank untuk meneliti dan mengevaluasi tingkat kepatuhan bank

terhadap ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam kedua jenis pendekatan

pengawasan tersebut di atas analisis kondisi bank, saat ini dan diwaktu yang akan

datang (forward looking).

31

Zulkarnain Sitompul, op.cit.2005, hal.220. 32

(35)

Ad.1 Pengawasan Normal

Pengawasan ini dilakukan terhadap bank yang memenuhi kriteria tidak

memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya,

frekuensi pengawasan dan pemantauan kondisi bank dilakukan secara normal

sedangkan pemeriksaan terhadap jenis bank ini dilakukan secara berkala atau

sekurang-kurangnya setahun sekali.

Ad.2 Pengawasan Intensif

Pengawasan intensif ini dilakukan bank yang memenuhi yang memiliki

potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya.

Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia pada bank dengan status pengawasan

intensif, antara lain:

1. Meminta bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia.

2. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian rencana kerja

dengan penyesuaian terhadap sasaran yang akan dicapai.

3. Meminta bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan

yang dihadapi.

4. Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank,

apabila diperlukan.

Bagi bank dalam pengawasan intensif yang tidak menghasilkan perbaikan

kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui

(36)

yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka bank tersebut selanjutnya

ditetapkan sebagai bank dengan status pengawasan khusus. Di samping itu, apabila

diperlukan, intensitas pemeriksaan langsung pada bank pada umumnya meningkat

terutama dalam rangka memantau perkembangan kinerja berdasarkan komitmen dan

rencana perbaikan yang disampaikan manajemen bank kepada Bank Indonesia.

Ad.3 Pengawasan Khusus

Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang

membahayakan kelangsungan usahanya. Terhadap bank dengan status pengawasan

khusus ini maka beberapa tindakan Bank Indonesia yang diambil, antara lain:

1. Memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk mengajukan

rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis

kepada Bank Indonesia.

2. Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan

perbaikan (mandatory supervisory actions).

3. Memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk melakukan

tindakan antara lain:

a. mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;

b. menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank

dengan modal bank;

(37)

d. menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh

kewajiban bank;

e. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada

pihak lain;

f. menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada

bank atau pihak lain; dan atau

g. membekukan kegiatan usaha tertentu bank.

Salah satu teori pengawasan bank mengemukakan bahwa sistem pengawasan

bank semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga sistem perbankan yang sehat,

akan tercapai apabila otoritas pengawasan secara efektif serta semua bank yang

diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan apabila bank

yang diawasi sedikit atau diupayakan menjadi sangat minimal, dan semua kegiatan

bank sampai pada hal yang paling teknis diatur melalui seperangkat aturan yang ketat

dan ruang gerak usaha bank dibatasi melalui berbagai aturan yang bersifat larangan.33

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, selama ini

pelaksanaan fungsi sebagai lender of the last resort (LoLR) dilakukan oleh Bank

Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit kepada bank yang mengalami kesulitan

pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan berkualitas tinggi dan mudah

dicairkan. Hal ini dirasakan sangat terbatas dan belum mencakup fungsi the lender of

the last resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau krisis. Fasilitas

pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu

33

(38)

bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi

mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan.34

Teori di atas dianggap tepat apabila peranan industri perbankan sudah sampai

pada tahap yang peranannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sudah

berkurang. Teori tersebut lebih tepat bagi negara yang perekonomiannya sudah maju

dan berbagai sumber pembiayaan kegiatan usaha dapat dilakukan sendiri oleh

kalangan dunia usaha dan pasar modal sudah demikian berkembangnya, sehingga

telah mampu menjadai sasaran pengerahan dana yang lebih efektif bagi dunia usaha.

Apabila kondisi perekonomian belum mencapai pada tahap tersebut, penerapan

sistem pengawasan semacam ini hanya menciptakan distorsi dalam pembangunan

ekonomi.35

2. Kerangka Konsepsi.

Untuk menghindari terjadinya perbedaan dalam penafsiran istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, berikut dijabarkan defenisi dari istilah-istilah

tersebut, diantaranya sebagai berikut :

a. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.36 Bank sentral adalah

lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat

pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan

kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sestem pembayaran,

34

Lihat Ketentuan Umum Penjelasan Atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

35 Ibid. 36

(39)

mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalankan fungsi sebagai lender of

the last resort.37

b. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.38

c. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.39

d. Likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus

dilunasi segera dalam waktu yang singkat, sebuah perusahaan dikatakan likuid

apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar

dibandingkan dengan seluruh kewajibannya.40

e. Pengawasan bank adalah pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia baik

secara langsung maupun secara tidak langsung.41

f. Bank bermasalah adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam bentuk

kesulitan likuiditas dan/atau kesulitan solvabilitas yang membahayakan

kelangsungan hidup perusahaan.42

37

Penjelasan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 38

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

39

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

40

Kamus Ekonomi, http://d.scribd.com/docs/cdosajogsdr6llzqdxs.pdf, (diakses pada 20 Desember 2009).

41

(40)

g. Bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan

membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi

disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) sesuai dengan

kewenangan yang dimilikinya.43

h. Berdampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu

bank, lembaga keuangan bukan bank, dan/atau gejolak pasar keuangan yang

apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank dan/atau

lembaga keuangan bukan bank lain sehingga menyebabkan hilangnya

kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional.44

i. Fasilitas pembiayaan darurat adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia

kepada bank bermasalah yang mengalami kesulitan likuiditas, tetapi masih

memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia, serta berdampak

sistemik yang pemberiannya didasarkan pada keputusan rapat Menteri Keuangan

dan Gubernur Bank Indonesia dan pendanaannya menjadi beban pemerintah.45

j. Jaring pengaman sistem keuangan adalah suatu mekanisme pengamanan sistem

keuangan dari krisis yang mencakup pencegahan dan penanganan krisis.46

42

Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/1/PBI/2006 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat.

43

Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

44

Pasal 1 angka 4 Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. 45

Pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/1/PBI/2006 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat.

46

(41)

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Sifat

penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif

analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan,

dan menganalisis suatu peraturan hukum.47

Penelitian ini mempergunakan pendekatan yuridis normatif, dengan

pendekatan analisis yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah

metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan.48 Dalam penelitian yuridis normatif yang

dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian yang digunakan merupakan data sekunder yang

meliputi :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan

perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki dan putusan pengadilan terdiri dari :

47

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), hal.63 48

(42)

1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah

dengan undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1998 tentang Perbankan.

2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana

diubah dengan undang-undang No 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia.

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008

tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan

Jangka Pendek Bagi Bank Umum.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, merupakan publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen resmi, seperti hasil-hasil penelitian, buku teks, pendapat

para pakar hukum, kasus-kasus hukum, jurisprudensi, artikel, majalah dan

jurnal-jurnal ilmiah serta simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan

pembahasan yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

(43)

bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, serta

bahan hukum primer, sekunder dan tersier diluar hukum yang relevan dan dapat

digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Situs

web juga menjadi bahan penelitian sepanjang memuat informasi yang relevan

dengan penelitian ini. Penggunaan secara layak (fair use) terhadap bahan-bahan

hukum yang diperoleh dari internet untuk tujuan ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik

dalam tesis ini, seperti: buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel, pendapat

para sarjana, dan bahan-bahan lainnya.

4. Analisa Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis

secara normatif kualitatif, analisis tersebut dilakukan dengan memilih

peraturan-peraturan hukum tentang pengawasan Bank Indonesia terhadap pemberian likuiditas

pada bank umum. Langkah selanjutnya membuat sistematika kaidah-kaidah hukum

dalam peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi yang relevan dengan

objek permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Kemudian analisis dilanjutkan

dengan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang

(44)

acuan dan pertimbangan hukum dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang

(45)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PADA BANK YANG

MENERIMA BANTUAN LIKUIDITAS

A. Kegiatan Usaha Bank

Kegiatan usaha bank secara umumnya adalah mengumpulkan dana,

memberikan kredit, mempermudah sistem pembayaran dan penagihan serta

memberikan jasa keuangan lainnya,49 misalnya berupa pemberian bank garansi,

menyewakan tempat penyimpanan barang-barang berharga (safe deposit box),

melakukan kegiatan penyertaan modal, berusaha dalam kegiatan dana pensiun,

kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kontrak (trust), dan

sebagainya.

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan besar

peranannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya bank

bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan

kredit dan jasa-jasa keuangan lain-lain. Adapun pemberian kredit itu dilakukan, baik

dengan modal sendiri, dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga,

maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran batu berupa uang giral.50

49

Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 50

(46)

Bank sangat erat kaitannya dengan kegiatan peredaran uang, dalam rangka

melancarkan seluruh aktivitas keuangan masyarakat. Dengan demikian, bank

berfungsi sebagai:51

1. Pedagang dana (money lender), yaitu wahana yang dapat menghimpun dan

menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien.

Bank menjadi tempat untuk penitipan dan penyimpanan uang yang dalam

praktiknya sebagai tanda penitipan dan penyimpanan uang tersebut, maka kepada

penitip dan penyimpan uang diberikan selembar kertas tanda bukti. Sedangkan

dalam fungsinya sebagai penyalur dana, maka bank memberikan kredit atau

membelikannya ke dalam bentuk surat-surat berharga.

2. Lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang.

Bank bertindak sebagai penghubung antara nasabah yang satu dan nasabah yang

lainnya jika keduanya melakukan transaksi. Dalam hal ini kedua orang tersebut

tidak secara langsung melakukan pembayaran, tetapi cukup memerintahkan

kepada bank untuk menyelesaikannya.

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi

ekonomi52 dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah

sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat dan bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,

51

Muhamad Djumhana, op.cit, hal.107. 52

(47)

pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan

rakyat banyak.53

Perbankan yang didasarkan pada demokrasi ekonomi mempunyai arti bahwa

masyarakat harus memegang peranan yang aktif dalam kegiatan perbankan,

sedangkan pemerintah termasuk dalam hal ini Bank Indonesia bertindak memberikan

arahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan dunia perbankan sekaligus menciptakan

iklim yang sehat bagi perkembangannya.54

Mengingat peranannya maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan

tidaklah berlebihan apabila perbankan ditempatkan begitu strategis dan tidak

berlebihan pula apabila terhadap lembaga perbankan tersebut Bank Indonesia

mengadakan pembinaan dan pengawasan yang ketat. Hal tersebut didasari oleh

landasan pemikiran agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara

efisien, sehat, wajar, serta mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan

masyarakatnya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke

bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.55

Bank Indonesia melakukan tugas pengawasan bank berdasarkan

Undang-Undang Perbankan khususnya Pasal 37 dan PBI Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak

lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank yang sebagian telah diubah dengan

PBI Nomor 7/38/PBI/2005 serta Surat Edaran Intern Nomor 9/43/Intern tanggal 15

53

Lihat ketentuan Pasal 2, 3, dan 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 54

Muhamad Djumhana, op.cit, hal.4. 55

Gambar

Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian kredit yang dilakukan oleh DSP Helvetia secara umum telah sesuai dengan prosedur yaitu mulai dari pengajuan permohonan kredit oleh nasabah yang selanjutnya oleh pihak

Permasalahan yang timbul adalah pemberian Bank Garansi terbatas hanya pada nasabah yang mempunyai rekening dengan dana yang cukup saja, sedangkan bagi pengusaha yang

“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah” :Jaminan secara

Adapun yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah, bagaimana pelaksaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Sumut Cabang Pembantu

Menurut kamus istilah hukum Fockema Andrea, yang dimaksud dengan Bank ialah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari

Adapun yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah, bagaimana pelaksaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Sumut Cabang Pembantu

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam penyelesaian kredit macet yang terjadi dalam perjanjian pemberian Kredit Tanpa

Lukmantias Amin: Tinjauan Yuridis Mengenai Perlindungan Nasabah Bank Yang Dilikuidasi (Study Kasus Di Kotamadya Medan), 2000... Lukmantias Amin: Tinjauan Yuridis Mengenai