• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Atas Pemberian Perjanjian Kredit (Studi Pada Bank BNI 46 Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Atas Pemberian Perjanjian Kredit (Studi Pada Bank BNI 46 Medan)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Atas Pemberian Perjanjian Kredit

(Studi Pada Bank XXXX di Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

M

MU

UH

H

AM

A

MM

MA

AD

D

M

MI

IR

RZ

ZA

A

H

HU

UT

TA

AJ

JU

U

LU

L

U

NIM. 100200070

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Atas Pemberian Perjanjian Kredit

(Studi Pada Bank XXXX di Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

M

MU

UH

H

AM

A

MM

MA

AD

D

M

MI

IR

RZ

ZA

A

H

HU

UT

TA

AJ

JU

U

LU

L

U

NIM. 100200070

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum

NIP. 196603031985081001

Pembimbing I

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS

NIP. 196204211988031004

Pembimbing II

Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum

NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas limpahan rahmad, nikmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai

tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan tidak lupa shalawat

beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah

menuntun umatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul : “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Atas Pemberian Perjanjian Kredit (Studi Pada Bank BNI 46 Medan)”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan

di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan

saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen

pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing,

dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof.Dr.dr.H.Syahril Pasaribu, DTM&H, MSC(CTM,SpA(K)), selaku

(4)

2. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu

Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin,

SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum selaku

Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan,

serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

6. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II

yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan,

arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

7. Kepada Pimpinan BNI 46 Medan di Medan atas persetujuannya kepada

Penulis Riset di BNI 46.

8. Kepada Ayahanda Tersayang Achmad Alitama Hutajulu, SH.MM dan

Ibunda Tersayang Dewi Yunita Usman, BA, atas segala perhatian,

dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi di Fakultas Hukum USU dan yang telah memberikan dukungan

(5)

9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

10.Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2010, selama

menjalani perkuliahan..

11.Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini

baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERJANJIAN KREDIT BANK ... 10

A. Pengertian dan Sejarah Bank ... 10

B. Fungsi dan Tujuan Bank... 15

C. Pengertian Perjanjian... 19

D. Syarat Sah Perjanjian... 28

E. Perjanjian Kredit Bank... 35

F. Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank... 40

BAB III TINJAUAM TENTANG NASABAH BANK ... 50

(7)

B. Jenis-Jenis Nasabah ... 51

C. Hak dan Kewajiban Nasabah Bank ... 53

BAB IV PERLINDUNGAN NASABAH ATAS PEMBERIAN KREDIT PADA BANK BNI 46 MEDAN ... 62

A. Proses Pemberian Kredit Kepada Nasabah Pada Bank XXXX di Medan ... 62

B. Perlindungan Hukum Kredit Kepada Nasabah Pada Bank XXXX di Medan ... 70

C. Akibat Hukum Atas Kelalaian Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank XXXX di Medan... 82

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

(8)

ABSTRAK

Pengaturan pelaksanaan pemberian kredit oleh bank dikenal dengan sebutan manajemen perkreditan bank. Manajemen perkreditan bank adalah kegiatan mengatur pemanfaatan dana-dana bank, supaya produktif, aman, dan giro wajib minimalnya tetap sehat. Termasuk kegiatan di dalamnya yaitu perencanaan, alokasi dan kebijaksanaan penyaluran kreditnya. Pelaksanaan kredit yang diberikan oleh bank sangat berarti bagi masyarakat. Perihal penelitian ini akan mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap nasabah atas pelaksanaan pemberian kredit yang diberikan oleh Bank BNI 46 Medan.

Permasalahan skripsi ini adalah bagaimana proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan, bagaimana perlindungan hukum kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan serta bagaimana akibat hukum atas kelalaian nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank BNI 46 Medan.

Metode analisis yang dipergunakan adalah studi kepustakaan dan studi lapangan pada Bank BNI 46 Medan.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan dimulai adanya adanya permohonan kresit secara tertulis dan langsung diajukan oleh pemohon kepada Bank BNI 46 Medan dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan. Perlindungan hukum

kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan bila semakin banyak mencantumkan

klausula-klausula yang dianggap memberatkan/membebankan para nasabah kredit bank maka dalam hal ini kepentingan hukum pihak akan semakin terlindungi. BNI 46 Medan berupaya semaksimal mungkin dalam melindungi kepentingan hukum nasabah yaitu dengan cara menjelaskan kepada nasabah isi dari perjanjian kredit sebelum ditandatangani oleh kedua belah pihak, nasabah diberi kesempatan untuk

membaca dan bertanya apabila ada klausula yang tidak dimengerti. Akibat hukum

atas kelalaian nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank BNI Medan, maka pemegang hak tanggungan yang dalam hal ini Bank berhak menjual obyek hak tanggungan tersebut dengan cara lelang. Upaya yang dilakukan jika timbul wanprestasi ini adalah dengan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan pihak debitur apabila tidak tercapai jalan musyawarah maka dilakukan penyerahan kredit yang bermasalah tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara untuk diselesaikan dengan menjual hak jaminan yang ada.

(9)

ABSTRAK

Pengaturan pelaksanaan pemberian kredit oleh bank dikenal dengan sebutan manajemen perkreditan bank. Manajemen perkreditan bank adalah kegiatan mengatur pemanfaatan dana-dana bank, supaya produktif, aman, dan giro wajib minimalnya tetap sehat. Termasuk kegiatan di dalamnya yaitu perencanaan, alokasi dan kebijaksanaan penyaluran kreditnya. Pelaksanaan kredit yang diberikan oleh bank sangat berarti bagi masyarakat. Perihal penelitian ini akan mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap nasabah atas pelaksanaan pemberian kredit yang diberikan oleh Bank BNI 46 Medan.

Permasalahan skripsi ini adalah bagaimana proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan, bagaimana perlindungan hukum kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan serta bagaimana akibat hukum atas kelalaian nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank BNI 46 Medan.

Metode analisis yang dipergunakan adalah studi kepustakaan dan studi lapangan pada Bank BNI 46 Medan.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan dimulai adanya adanya permohonan kresit secara tertulis dan langsung diajukan oleh pemohon kepada Bank BNI 46 Medan dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan. Perlindungan hukum

kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan bila semakin banyak mencantumkan

klausula-klausula yang dianggap memberatkan/membebankan para nasabah kredit bank maka dalam hal ini kepentingan hukum pihak akan semakin terlindungi. BNI 46 Medan berupaya semaksimal mungkin dalam melindungi kepentingan hukum nasabah yaitu dengan cara menjelaskan kepada nasabah isi dari perjanjian kredit sebelum ditandatangani oleh kedua belah pihak, nasabah diberi kesempatan untuk

membaca dan bertanya apabila ada klausula yang tidak dimengerti. Akibat hukum

atas kelalaian nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank BNI Medan, maka pemegang hak tanggungan yang dalam hal ini Bank berhak menjual obyek hak tanggungan tersebut dengan cara lelang. Upaya yang dilakukan jika timbul wanprestasi ini adalah dengan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan pihak debitur apabila tidak tercapai jalan musyawarah maka dilakukan penyerahan kredit yang bermasalah tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara untuk diselesaikan dengan menjual hak jaminan yang ada.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sesuai dengan apa yang tersebut dalam Undang Undang Perbankan Nomor 10

Tahun 1998 bagian menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut,

pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian,

keselamatan dan kesinambungan berbagai unsur pembangunan termasuk di sektor

ekonomi dan keuangan.

Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas

dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional perlu didukung oleh

kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

masyarakat.

Peningkatan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia di sektor ekonomi

dan keuangan tidaklah semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan peran serta

banyak pihak dalam pelaksanaannya, termasuk di dalamnya yaitu pemerintah,

masyarakat dan para pelaku bisnis salah satunya yaitu bank.

Pada masa sekarang bank telah merasuk kedalam sendi kehidupan

(11)

skala nasional maupun internasional. Bank yang banyak memberi kemudahan dan

pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ini ditegaskan pula dengan Undang

Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 bagian menimbang huruf (b) bahwa

dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa

bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin

kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian

kebijakan di bidang ekonomi, termasuk Perbankan. Pengertian perbankan adalah

segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Selain itu pula, dengan

meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang, maka dunia perbankan

dituntut untuk lebih meningkatkan peranannya, baik dalam mobilisasi tabungan

masyarakat maupun penyaluran dana untuk pembiayaan investasi. Hal ini

disebabkan oleh kegiatan pembangunan yang terus meningkat yang memang

memerlukan dana yang semakin besar.

Tantangan dunia perbankan dan lembaga keuangan lainnya semakin besar,

untuk itu Pemerintah bersama-sama lembaga perbankan terus memantapkan diri

(12)

kebijaksanaan penyesuaian di sektor moneter dan perbankan, yang biasa disebut

dengan deregulasi dan debirokratisasi. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah disesuaikan dengan kondisi perbankan yang dialami, kondisi

perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga periode, pertama,

periode Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

kedua, Era Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, ketiga, adalah pasca krisis

moneter 1997.1

Kebijaksanaan tersebut telah ditempuh secara bertahap sesuai dengan

keadaan dan perkembangan untuk mewujudkan suatu industri perbankan yang

sehat, efisien dan tangguh. Dampak resesi ekonomi dunia yang terasa

dimana-mana tidak terkecuali juga di Indonesia mengakibatkan pemerintah mengambil

tindakan penyelamatan demi kelangsungan pembangunan nasional. Berbagai

langkah yang telah dilaksanakan oleh pemerintah guna meningkatkan kembali

pertumbuhan ekonomi Indonesia yakni melalui penggalangan dan pergerakan

berbagai macam potensi usaha.

Dalam hal ini, peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi Indonesia

dituntut agar lebih aktif dan efektif untuk mendorong investasi, mendorong

kewirausahaan dalam berbagai macam komoditi usaha. Peranan yang diharapkan

dari perbankan nasional berpengaruh kepada dunia perbankan yang memiliki

fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga

yang bertujuan mendukung perlaksanaan pembangunan nasional.

1

(13)

Adanya peranan yang demikian membawa konsekuensi bawa perbankan

nasional dituntut untuk selalu dapat memberikan kemanfaatan yang

sebesar-besarnya guna meningkatkan sehingga tercipta stabilitas nasional yang mengarah

kepada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Untuk lebih meningkatkan peranan perbankan dalam pembangunan di

Indonesia, maka pemerintah dalam hal ini mengeluarkan kebijaksanaan terhadap

dunia perbankan, salah satunya yaitu pelaksanaan pemberian kredit. Berdasar

Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pengaturan pelaksanaan pemberian kredit oleh bank dikenal dengan

sebutan manajemen perkreditan bank. Manajemen perkreditan bank adalah

kegiatan mengatur pemanfaatan dana-dana bank, supaya produktif, aman, dan giro

wajib minimalnya tetap sehat. Termasuk kegiatan di dalamnya yaitu perencanaan,

alokasi dan kebijaksanaan penyaluran kreditnya.2

Pelaksanaan kredit yang diberikan oleh bank sangat berarti bagi

masyarakat. Dengan adanya fungsi dan tujuan yang baik bagi masyarakat maka

bank sebagai penyelenggara kredit menyediakan berbagai jenis kredit yang

dibedakan menurut tujuan kegunaan, jangka waktu, macam, sektor perekonomian,

2

(14)

agunan, golongan ekonomi, serta penarikan dan pelunasan.3

Walaupun begitu, dalam setiap pelaksanaan kredit tetap terdapat tata cara

pelaksanaan dan kendala-kendala yang dialami. Oleh karena itu, penulis tertarik

untuk mengangkat dan mengulas permasalahan tersebut dalam suatu bentuk

skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Atas Pemberian

Perjanjian Kredit (Studi Pada Bank BNI 46 Medan)”.

B. Permasalahan

Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan karena

dengan hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian

dan juga pembahasan yang akan dilakukan.

1. Bagaimana proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46

Medan?

2. Bagaimana perlindungan hukum kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan?

3. Bagaimana akibat hukum atas kelalaian nasabah dalam perjanjian kredit pada

Bank BNI 46 Medan ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46

Medan.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum kepada nasabah pada Bank BNI 46

3

(15)

Medan.

3. Untuk mengetahui akibat hukum atas kelalaian nasabah dalam perjanjian

kredit pada Bank BNI 46 Medan.

D. Manfaat Penulisan

Sedangkan yang menjadi manfaat penelitian dalam hal ini adalah:

a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum

perdata dalam kaitannya dengan masalah perlindungan hukum terhadap

nasabah atas pemberian kredit.

b. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil

manfaatnya terutama dalam hal mengetahui akibat hukum dalam perlindungan

hukum terhadap nasabah atas pemberian kredit.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini

adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitian yuridis normatif, yaitu

suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis

atau bahan hukum yang lain.4

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data

4

(16)

sekunder didapatkan melalui:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni seperti

KUH Perdata, serta Undang Undang Nomor 7 tahun 1992 Jo. Undang Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan

sebagainya.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan

terhadap hukum primer dan sekunder.

2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang

hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi

dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa

kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang

teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik

(17)

F. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Nasabah Atas Pemberian Perjanjian Kredit (Studi Pada Bank BNI 46 Medan)” ini

merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak sama

dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta

dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab

terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam

bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian

pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan

Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan,

serta Sistematika Penulisan.

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Bank dan Perjanjian Kredit Bank

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian dan

Sejarah Bank, Fungsi dan Tujuan Bank, Pengertian Perjanjian, Syarat

Sah Perjanjian, Perjanjian Kredit Bank, Serta Jaminan Dalam

Perjanjian Kredit Bank.

Bab III. Tinjauan Tentang Nasabah Bank

(18)

Nasabah, Jenis-Jenis Nasabah serta Hak dan Kewajiban Nasabah

Bank.

Bab IV. Perlindungan Nasabah Atas Pemebrian Kredit

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap: Proses

Pemberian Kredit Kepada Nasabah Pada Bank BNI 46 Medan,

Perlindungan Hukum Kepada Nasabah Pada Bank BNI 46 Medan

Serta Akibat Hukum Atas Kelalaian Nasabah Dalam Perjanjian Kredit

Pada Bank BNI 46 Medan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana

(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERJANJIAN KREDIT

BANK

A. Pengertian dan Sejarah Bank

1. Pengertian Bank

Menurut Kasmir bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan

utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga

dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima

segala bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air

pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya.5

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan

dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan

menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai bank note. Kata bank berasal dari

bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang Sedangkan menurut

undang-undang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.6

Bank merupakan lembaga keuangan menyediakan jasa, berbagai jasa

keuangan, bahkan di Negara maju bank merupakan kebutuhan utama bagi

5

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 23.

6

(20)

masyarakat setiap kali bertransaksi.7

Selanjutnya ada beberapa pengertian bank menurut: G.M. Verryn Stuart,

Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik

dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari

orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat baru berupa uang giral.8

Menurut Abdul Rachman Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang

melaksanakan berbagai jenis jasa, sperti memberikan pinjaman, mengedarkan

mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat

penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan

dan lain-lain.9

Muhammad Muslehuddin, mengatakan bahwa bank menurut

undang-undang perbankan New York mendifinisikan pengertian bank sebagai segala

tempat transaksi valuta setempat, juga merupakan usaha dalam bentuk trust,

pemberian diskonto dan memperjualbelikan surat kuasa, draf, rekening, dan

sistem peminjaman; menerima diposito dan semua bentuk surat berharga;

memberi peminjaman; memberi pinjaman uang dengan memberikan jaminan

berbentuk harta maupun keselamatan pribadi dan memperdagangkan emas

batangan, perak, uang, dan rekening bank. Istilah banker dalam undang-undang

Bill of Exchange Act 1882 dan Stamp Act, 1891, didefinisikan sebagai

orang-orang yang hendak melakukan perdagangan dalam dunia perbankan tanpa

7

Kasmir, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2000, hal.11.

8

GM.Verryn Stuart dalam Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal. 1.

9

(21)

menimbulkan akibat apa pun terhadap para pemeluknya.10

Thomas Mayer, James D. Duesenberry dan Z. Aliber Bank adalah lembaga

keuangan yang sangat penting bagi kita, menciptakan beberapa uang dan

mempunyai berbagai aktivitas yang lainnya. Frederic S. Mishkin, mengemukakan

dalam bukunya The Economics Of Money, Banking, And Financial Markets,

bahwa Bankers are financial institution that accept money deposits and make

loans. Included under the term banks are firms such as comercial banks, savings

and loan associations, mutual savings banks, and credit unions.11

Pengertian bank tersebut di atas adalah pengertian bank konvensional,

sementara di dunia ini di samping ada bank konvensional berdiri pula bank

syariah, yaitu bank yang dalam opersionalnya di dasarkan pada Al-qur’an dan

Hadist. Bank Syariah ini akan dijelaskan dalam penjelasan sistem perbankan

nasional.

2. Sejarah Bank

Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan

Hindia Belanda. Pada masa itu De javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada

tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul Nederlandsche Indische Escompto

Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil

bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeri serta terdapat beberapa bank yang

memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara

10

Ibid., hal. 2.

11

(22)

lain:12

1. De Javasce NV.

2. De Post Poar Bank.

3. Hulp en Spaar Bank.

4. De Algemenevolks Crediet Bank.

5. Nederland Handles Maatscappi (NHM).

6. Nationale Handles Bank (NHB).

7. De Escompto Bank NV.

8. Nederlansche Indische Handelsbank

Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan

orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara

lain:13

1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank

2. Bank Nasional indonesia.

3. Bank Abuan Saudagar.

4. NV Bank Boemi.

5. The Chartered Bank of India, Australia and China

6. Hongkong & Shanghai Banking Corporation

7. The Yokohama Species Bank.

8. The Matsui Bank.

9. The Bank of China.

12

Blogspot.Com, “Sejarah Bank”, Diakses tanggal 22 Desember 2013.

13

(23)

10. Batavia Bank.

Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan

berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah

Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:14

1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank

OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung

2. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang

dikenal dengan BNI '46.

3. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini

berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.

4. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.

5. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.

6. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.

7. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian

menjadi Bank Amerta.

8. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.

9. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger

dengan Bank Pasifik.

10. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian

merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.

Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok

pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum,

14

(24)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari'ah, dan juga BPR Syari'ah

(BPRS).

B. Fungsi dan Tujuan Bank

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama

Bank tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan

(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga

stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak

artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas

moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat

dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap

stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar

yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah

satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem

keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.

Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi

stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan.

Fungsi dan peranan bank secara umum adalah:

1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana

maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga

sumber, yaitu:

a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu

(25)

b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha

perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.

c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari

pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang

sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi

persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi

atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak

kredit yang bermasalah atau macet.

2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat

dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan,

pemilikan harta tetap.

3. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas

pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain

pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.15

Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust,

agent of develovment dan agen of services.

1. Agent Of Trust

Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan

perbankkan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpun dana maupun

penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank

apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan

15

Uki Hary's Blog, “Peran dan Fungsi Bank Secara Umum”,

Diakses tangga;

(26)

baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini

akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun

karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik

dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran

dana tersebut.

2. Agent Of Development

Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.

Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi

lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut

memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi,

serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi ,

distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang.

Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah

kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

3. Agent Of Services

Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.

Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga

memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa

yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian

masyarakat secara umum.16

Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam

sistem keuangan, yaitu :

16

(27)

1. Pengalihan Aset (asset transmutation)

Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana

sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu

unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan

pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid

dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower).

2. Transaksi (transaction)

Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk

melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak

pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang

dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya)

merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.

3. Likuiditas (liquidity)

Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk

produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk-produk

tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda.

Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya

sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank

memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami

surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami

kekurangan likuiditas.

4. Efisiensi (efficiency)

(28)

modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan

mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi

yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor

menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk

memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal

ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk

menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya

ekonomi.

C. Pengertian Perjanjian

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan

“suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal”.17

Ada beberapa penulis yang memakai perkataan persetujuan yang tentu saja

tidak salah, karena peristiwa termaksud juga berupa suatu kesepakatan atau

pertemuan kehendak antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu dan

perkataan persetujuan memang lebih sesuai dengan perkataan Belanda

overeenkomst yang dipakai oleh BW, tetapi karena perjanjian oleh masyarakat

17

(29)

sudah dirasakan sebagai suatu istilah yang mantap untuk menggambarkan

rangkaian janji-janji yang pemenuhannya dijamin oleh hukum.18

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.19

Mengenai batasan pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal

1313 KUH Perdata, Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat

bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUH

Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung

kelemahan-kelemahan.20 Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya

mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal

janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan

perjanjian juga. Namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh

ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga hukum ke III KUH Perdata secara langsung tidak

berlaku juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan

melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.21

Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa

unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum

(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon)

atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

18

R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1984, hal. 11.

19

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian¸ Alumni, Bandung, 1986, hal. 93.

20

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 45.

21

(30)

tentang suatu prestasi”.

Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/

rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara

perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum

antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam

lingkungan hukum.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu

hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta

benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan

sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya

seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Suatu

perjanjian yang mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang

mempunyai kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban,

maka dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat.

Hubungan hukum yang terjadi, baik karena perjanjian maupun karena

hukum, dinamakan perikatan karena hubungan hukum tersebut mengikat, yaitu

kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perikatan itu dapat dipaksakan

,secara hukum. Jadi, suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat

dipaksakan (unenforceable) adalah bukan perikatan.22

22

Notaris Nurul Muslimah Kurniati, “Kontrak Dan Perikatan”, Melalui

http://notarisnurulmuslimahkurniati.blogspot.com/2009/04/kontrak-dan-perikatan.html, Diakses

tanggal 11 Desember 2013.

Tindakan/perbuatan hukum

yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum

(31)

memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri

dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.

Berdasarkan hal tersebut maka satu pihak memperoleh hak/recht dan

pihak sebelah lagi memikul kewajiban/plicht menyerahkan/menunaikan prestasi.

Prestasi ini adalah objek atau voorwerp dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan

hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai

arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi

mempunyai kedudukan sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib

menunaikan prestasi berkedudukan sebagai schuldenaar atau debitur.

Hukum kebendaan dikatakan bersifat tertutup, dan karenanya tidak boleh

ditambah, diubah, dikurangi atau dimodifikasi oleh orang perorangan atas

kehendak mereka sendiri, hukum kebendaan, seringkali juga disebut sebagai

hukum yang memaksa .23

Akan tetapi seperti yang telah pernah disinggung di atas, karakter hukum

kekayaan dalam harta benda keluarga adalah lahir dengan sendirinya,

semata-mata karena ketentuan undang-undang. Vermogenrecht/hukum kekayaan yang

bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta apabila ada

tindakan hukum/rechthandeling.

Sekalipun yang menjadi objek atau vorwerp itu merupakan benda, namun

hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan

benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu (bepaalde

persoon).

23

(32)

Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht

dengan hukum perjanjian.

a. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi

mempunyai droit de suite.

b. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati

hak seseorang atas benda tadi, in violable et sacre.

c. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya atas

benda tersebut.

Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya

mengatur hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan

terhadap semua orang pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya kepada orang yang telah melibatkan diri padanya berdasar suatu tindakan hukum. Jadi hubungan hukum / recht berrekking dalam perjanjian hanya berkekuatan hukum antara orang-orang tertentu saja.24

Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang

pengertian hukum benda yang diatur dalam BW dalam Buku II, yang menganggap

hak kebendaan itu “inviolable et sacre” dan memiliki droit de suite, tidak

mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya Undang-Undang Pokok

Agraria No. 5 Tahun 1960 sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, Buku

II Burgelijk Wetboek (BW) tidak dinyatakan berlaku lagi.

Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi

ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan

fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan jiwa pada Pasal 33 ayat 3

24

Universitas Sumatera Utara, “Tinjauan Umum Tentang Kompensasi”,

Diakses tanggal 17

(33)

Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari

perjanjian itu bersifat hak relatif, artinya hak atas prestasi baru ada pada

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas

perbuatan hukum.

Akan tetapi ada beberapa pengecualian:

a. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang tertentu

(bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu keadaan/kenyataan

tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan.

b. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata, dapat

dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada hubungan

hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Waterkraan

Arrest (H.R. 10 Juni 1910).25

Verbintenis/perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam

perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak

mendapatkan prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti

kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa kreditur menyelesaikan

pelaksanaan kewajiban/prestasi yang mereka perjanjikan. Apabila debitur enggan

secara sukarela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada Pengadilan

untuk melaksanakan sanksi, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa.

Akan tetapi tidak seluruhnya verbintenis mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.

25

(34)

Pengecualian terdapat misalnya pada natuurlijke verbintenis. Dalam hal

ini perjanjian tersebut bersifat tanpa hak memaksa. Jadi natuurlijk verbintenis

adalah perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa. Dengan demikian,

perjanjian dapat dibedakan antara:

a. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking).

Perjanjian tanpa kekuatan hukum ialah perjanjian yang ditinjau dari segi

hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum yang mengikat. Misalnya

perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya.

b. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tak sempurna seperti natuurlijke

verbintenis.

Ketidak sempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu

atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi

kemampuan oleh hukum untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Jadi tidak

dapat dipaksakan.

c. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini pemenuhan

dapat dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela melaksanakan

kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum menjatuhkan

sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi riel, ganti rugi serta

uang paksa.

Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku

orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata

tertib diantara anggota-anggota masyarakat. Ini berarti bahwa unsur hukum baru

(35)

menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dengan kepentingan orang lain.

Wirjono Prodjodikoro, berpendapat: “Bahwa dalam hal gangguan oleh

pihak ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya terhadap siapapun

juga, adalah sifat lain dari hak benda yaitu sifat absolut. Sedangkan dalam hukum

perjanjian seseorang yang berhak, dapat dibilang mempunyai hak tak mutlak yaitu

hanya dapat melaksanakan haknya terhadap seorang tertentu yakni orang pihak

lain yang turut membikin perjanjian itu ”.26

Suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, hukum perdata

membedakan hak terhadap benda dan hak terhadap orang. Meskipun suatu

perjanjian adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan

perhubungan hukum antara orang dengan orang, lebih tegasnya antara orang

tertentu dengan orang lain tertentu. Artinya, hukum perdata tetap memandang

suatu perjanjian sebagai hubungan hukum, di mana seorang tertentu, berdasarkan

atas suatu janji berkewajiban untuk melakukan suatu hal, dan orang lain tertentu

berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu. Misalnya, A dan B membuat

perjanjian jual beli, yaitu A adalah penjual dan B adalah pembeli, dan barang yang

dibeli adalah sebuah lemari tertentu yang berada di dalam rumah A. Harga

pembelian sudah dibayar, tetapi sebelum lemari diserahkan kepada B, ada pencuri

yang mengambil lemari tersebut, sehingga lemari tersebut jatuh ke tangan seorang

ketiga (C). Dalam hal ini B hanya berhak menegur A supaya lemari diserahkan

kepadanya, dan B tidak dapat langsung menegur C supaya lemari tersebut

diserahkan kepadanya.

26

(36)

Sifat hukum perjanjian ini berbeda dengan sifat hukum kebendaan. Pada

hukum benda, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan benda. Sedangkan

pada hukum perjanjian, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan orang

berdasarkan perjanjian yang dibuat orang-orang tersebut.

Dengan sifat hukum perjanjian, yakni sifat perorangan, maka para pihak

dapat dengan bebas menentukan isi dari perjanjian yang mereka buat, asal saja

tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, yang artinya hukum perjanjian

itu menganut sistem terbuka.

Pasal-pasal dari hukum perjanjian ini merupakan hukum pelengkap, yaitu

pasal-pasal itu dapat dikesampingkan apabila dikehendaki, oleh para pihak yang

membuat perjanjian, mereka diperbolehkan mengatur sendiri sesuatu soal, namun

tidak boleh melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

KUH Perdata, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) yang

mengatakan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Uraian di atas juga dikenal asas kebebasan berkontrak. Hukum tidak

pernah berhubungan dan tidak perlu mengetahui apa yang melatar belakangi

dibuatnya suatu perjanjian, melainkan cukup bahwa prestasi yang dijanjikan untuk

dilaksanakan yang diatur dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak

mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan

dan ketertiban umum. 27

27

(37)

Dikarenakan hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum

yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari

segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu

sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu

mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk

perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.

Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci

dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh

masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUH Perdata terdapat bentuk atau jenis

yang berbeda tentunya.

D. Syarat Sah Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan

yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

c. Mengenai suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai

perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

(38)

atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.

Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, pembeli mengingini sesuatu barang penjual .28

Persetujuan atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus

dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Persetujuan itu juga harus diberikan

bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaaan.

Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila

kehendak-kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat

mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya.

Contoh dari paksaan yang dapat mengakibatkan pembatalakan persetujuan ialah ancaman dengan penganiayaan, dengan pembunuhan atau dengan membongkar suatu rahasia. Dalam mempertimbangkan sifat ancaman ini harus diperhatikan kelamin serta kedudukan orang-orang yang bersangkutan.29

Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap

tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaaan yang bersifat relatif,

dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan

mengikuti kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak

ada persetujuan dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa persetujuan yang

telah diberikan itu adalah persetujuan yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi

syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Paksaan seperti inilah yang dimaksudkan Undang-undang dapat

dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut batalnya perjanjian, yaitu suatu

paksaaan yang membuat persetujuan atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak

28

R. Subekti, Op.Cit, hal. 17.

29

(39)

benar.

Mengenai kekeliruan atau kesilapan Undang-undang tidak memberikan

penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan

kekeliruan. Menurutpendapat doktrin yang mana telah memberikan pengertian

terhadap kekeliruan, terhadap sifat-sifat pokok yang terpenting dari obyek

perjanjian. Dengan perkataan lain bahwa kekeliruan terhadap unsur pokok dari

barang–barang yang diperjanjikan yang apabila diketahui, seandainya orang tidak

silap mengenai hal-hal tersebut perjanjiann itu tidak akan diadakan. Jadi sifat

pokok dari barang yang diperjanjikan itu adalah merupakan motif yang

mendorong pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan perjanjian.

Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna

menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa

barang-barang yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai

pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang

cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu

harus diketahui oleh lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus

mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan seseorang yang silap.

Misalnya sesorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunan saja. Kekhilafan mengenai orang terjadi misalnya jika seorang Direktur Opera mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya seorang penyanui yang tersohor, padahal itu bukan orang yang dimaksudkan, hanyalah namanya saja yang kebetulan sama.30

30

(40)

Kekeliruan atau kesilapan sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah

kekeliruan terhadap orang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang itu

mengadakan perjanjian justru karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut adalah

orang yang dimaksudkannya.

Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada

salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok

barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak

lawannya.

Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut

ditegaskan dalam Pasal 1328 ayat 1 KUH Perdata. Yuriprudensi dalam hal

penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan

atau tipu muslihat tidak cukup jika seseorang itu hanya melakukan kebohongan

mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebohongan.

Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru

dan membawa kerugian kepadanya.Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian

adalah, kecakapan para pihak. Untuk hal ini dikemukakan Pasal 1329 KUH

Perdata, dimana kecakapan itu dapat kita bedakan :

a. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian secara

sah.

b. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinayatakan tidak cakap untuk

mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Pasal 1601 KUH Perdata yang

menyatakan batalnya suatu perjanjian perburuhan apabila diadakan antara

(41)

Perihal ketidak cakapan pada umumnya adalah sebagaimana yang

diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu :

a. Anak-anak atau orang yang belum dewasa

b. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan

c. Wanita yang bersuami

Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi

kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu sendiri.

Menurut Pasal 1330 KUH Perdata diatas wanita bersuami pada umumnya adalah

tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, kecuali kalau ditentukan lain oleh

undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau

mendapat izin dari suaminya. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan sebagai kepala

rumah tangga adalah besar sekali, seperti yang kita kenal dengan istilah maritale

macht.

Melihat kemajuan zaman, dimana kaum wanita telah berjuang membela

haknya yang kita kenal dengan emansipasi, kiranya sudah tepatlah kebijaksanaan

Mahkamah Agung yang dengan surat edarannya No. 3 Tahun 1963 tanggal 4

Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang

wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk

menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya sudah

tidak berlaku lagi.

Dalam hal perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh mereka yang tergolong

tidak cakap ini, pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh mereka yang

(42)

perjanjian ini dibatalkan secara sepihak, yaitu oleh pihak yang tidak cakap itu

sendiri, akan tetapi apabila pihak yang tidak cakap itu mengatakan bahwa

perjanjian itu berlaku penuh baginya, akan konskuensinya adalah segala akibat

dari perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap dalam arti tidak

berhak atau tidak berkuasa adalah bahwa pembatalannya hanya dapat dimintakan

oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan membuat

suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata tersebut,

kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada

hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan

ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Bilamana dari sudut tujuan

hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang wajarlah apabila

orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh perjanjian itu

harus pula mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyapi akan

tanggung-jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah akan sulit diharapkan

apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu adalah

orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang pada

umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyafi apa

sesungguhnya tanggung-jawab itu.

Selanjutnya syarat yang ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya

hal tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan

harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam

(43)

Perdata) dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal

saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi

perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja

yang menjadi hak dan kewajiban dari pada pihak-pihak dalam perjanjian yang

mereka buat itu.

“Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan,

maka dianggap tidak ada obyek perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini,

perjanjian itu batal demi hukum (voidneiting)”.31

Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu, Pasal 1320 KUH

Perdata menyebutkan sebagai syarat ke-empat ialah adanya suatu sebab yang

halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri.

Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro, yaitu “Azas-azas hukum

perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal yang mengakibatkan

hal sesuatu kedaan belaka. Dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian

adalah isi dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan

itu”.32

Selaku suatu causa dalam perjanjian, haruslah berupa causa yang halal,

dalam arti bahwa isi perjanjian itu harus bukan sesuatu hal yang terlarang. Sebagai

contoh dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, adalah si

penjual hanya bersedia menjual pisaunya kalau si pembeli membunuh orang.

31

Universitas Sumatera Utara, Op.Cit.

32

(44)

E. Perjanjian Kredit Bank

Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli,

namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

kepercayaan.33

Kredit menurut etimologi berarti “percaya, karena pihak yang memperoleh

kredit pada dasarnya, adalah pihak yang memperoleh kepercayaan”.34

Dalam perkembangannya kata kredit berubah makna menjadi pinjaman.

Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur kepada

debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu pinjaman tersebut

dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.

“ Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu sekarang

dengan waktu yang akan datang. Dengan demikian didefinisikan sebagai suatu

hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu berdasarkan

pertimbangan tertentu”.35

Istilah kredit berasal dari kata bahasa Romawi “credere” dan berarti

kepercayaan. Dasar dari kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain ada

pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu yang telah

dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk dipenuhi itu dapat berupa : barang, uang

atau jasa”.36

33

H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Mulia Sari, Jakarta, 1994, hal. 99.

34

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 600.

35

Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 115.

36

(45)

Pinjaman yang diberikan (kredit) ialah penyediaan uang atau

tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan

pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal, pihak peminjam

berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah

bunga yang telah ditetapkan.37

Kredit berarti suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain

dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang

disertai dengan suatu kontra prestasi.

Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang

berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh Bank sebagai

pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan

dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syarat-syarat yang

telah disetujui bersama.

Berdasarkan pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka ditarik suatu

kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit adalah :

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi

(uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si penerima kredit pada suatu masa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberian prestasi dengan saat

pengembaliannya.

Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian tentang nilai agio uang yaitu nilai uang sekarang lebih berharga daripada uang di masa yang datang.

c. Resiko, yaitu risiko sebagai akibat yang akan dapat timbul pada

pemberian kredit. Guna menghindari risiko, maka sebelum kredit diberikan harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi dengan agunan/jaminan kredit sebagai benteng terakhir dalam pengamanan kredit.

d. Prestasi, dalam hubungannya dengan pemberian kredit. Yang dimaksud

37

(46)

dengan prestasi adalah uang.38

Inventarisasi dari perjanjian kredit yang ada hingga saat ini adalah sebagai

berikut :

a. Perjanjian pinjam-meminjam uang (KUH Perdata Bab XIII).

b. Perjanjian pinjam-meminjam di dalam Undang-undang melepas uang

(Geldschietersardonantie S. 1938 No. 552).

c. Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-undang Riba (Woeker Ordonantie S.

1938 No. 524).

d. Perjanjian Kredit (Undang-undang Perbankan).

e. Perjanjian Kartu Kredit (Undang-undang Perbankan).

f. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Undang-undang Perbankan)

g. Perjanjian sewa beli (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80).

h. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali (KUH Perdata).

Dari inventarisasi di atas dapat dibedakan dua kelompok perjanjian kredit

yaitu :

1. Perjanjian kredit uang, terlihat pada perjanjian kredit perbankan dan perjanjian

kartu kredit,

2. Perjanjian kredit barang, terlihat pada perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa

guna usaha.39

Jadi perjanjian kredit bank tergolong ke dalam perjanjian kredit uang.

Menurut undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-38

Mohammad Djohan, Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1990, hal. 5.

39

(47)

undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebut dalam Pasal 1 butir 11

bahwa :

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga “.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk kepada

Pasal 1754 KUH Perdata40

Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Undang-undang Perbankan

menunjuk “ Perjanjian Pinjam Meminjam “ sebagai acuan dari perjanjian kredit,

yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, disebutkan bahwa, perjanjian pinjam

meminjam ialah “Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang bisa habis karena

pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula “.

yang merupakan kelompok perjanjian khusus

(bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH Perdata.

Dalam ketentuan perbankan yang berlaku hingga saat ini, belum ditemukan

secara tegas tentang bagaimana seharusnya bentuk perjanjian kredit itu dibuat.

Dari definisi kredit yang dikemukakan dalam Undang-undang Perbankan,

maka elemen-elemen dari perjanjian kredit itu adalah :

a. Para pihak.

1) Undang-undang Perbankan mengemukakan bahwa pihak yang

40

S. Mantayborbir, et.all, Pengurusan Piutang Macet Pada PUPN/BUPLN (Kajian Teori

(48)

diperbolehkan untuk menyalurkan atau menyediakan kredit adalah badan

tertentu saja yaitu Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat dan bentuk

usaha lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (Pasal 21 ayat (1)

dan (2)).

2) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat

dan menyalurkannya, wajib mendapat izin usaha sebagai bank umum atau

perkreditan rakyat dari Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank

Indonesia, kecuali kegiatan menghimpun dana dari masyarakat tersebut

diatur dalam Undang-undang tersendiri (Pasal 16).

b. Bunga.

Undang-undang Perbankan menentukan bahwa untuk perjanjian kredit ini

dapat disyaratkan bunga, namun tidak ada ketentuan tingkat bunga.

c. Batas maksimum pemberian kredit.

Di dalam Undang-undang Perbankan ditentukan bahwa Bank Indonesia

menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,

pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang

serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok

peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang

sama dengan bank yang bersangkutan (Pasal 11 ayat (1)).

d. Jaminan.

Jaminan merupakan pengamanan bagi pemberi kredit. Undang-undang

Perbankan menentukan bahwa yang dapat menjadi jaminan adalah kelayakan

(49)

bersangkutan.

e. Jangka waktu.

Di dalam perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu, karena kredit adalah

pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan kepada penyedia

kredit.

f. Bentuk perjanjian kredit.

Di lingkungan perbankan perjanjian baku sudah lazim dipergunakan.

Perjanjian baku adalah perjanjian yang materinya ditentukan terlebih dahulu

secara sepihak oleh kreditur dan ditawarkan kepada masyarakat untuk

digunakan secara massal atau individual.

F. Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank

Lembaga keuangan apapun bentuknya mengharapkan agar kredit yang

diberikan pada debiturnya berjalan lancar sampai kredit itu dilunasi. Kegunaan

daripada jaminan ialah apabila pada suatu waktu seorang debitur melakukan

wanprestasi (cidera janji) secara disengaja (sadar) atau tidak disengaja, untuk itu

bank berusaha agar debitur senantiasa memberikan hak dan kekuasaan kepada

bank untuk mendapatkan pelunasan hutang dari barang-barang jaminan tadi

apabila terjadi wanprestasi dengan jalan mengadakan pengikatan secara juridis

melalui suatu perjanjian kredit, baik itu di bawah tangan maupun seca

Referensi

Dokumen terkait

Adapun permasalahan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan. Faktor penyebab debitur tidak melaksanakan kewajibannya

Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam penyelesaian kredit macet yang terjadi dalam perjanjian pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) adalah perlindungan hukum

Dengan demikian dalam tesis ini penulis membahas tentang pengaturan penerapan kartu kredit syariah di bank BNI syariah berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia serta

Adapun permasalahan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan. Faktor penyebab debitur tidak melaksanakan kewajibannya

Adapun permasalahan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan. Faktor penyebab debitur tidak melaksanakan kewajibannya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana upaya perlindungan Hukum bagi nasabah (debitur) sebagai konsumen pengguna jasa bank dan bagaimana

Akibat hukum penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian penerbitan kartu kredit yang diterbitkan BNI 46 Medan maka perjanjian tersebut tidak memenuhi asas keseimbangan

Perlindungan hukum kepada nasabah atas kelalaian pegawai P.T Bank Rakyat Indonesia Cabang Sisingamangaraja Medan dalam transaksi keuangan bank yang melakukan