TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
NASABAH PENYIMPANAN DANA
(Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
M
M
U
U
H
H
A
A
M
M
M
M
A
A
D
D
T
T
A
A
U
U
F
F
I
I
K
K
L
L
U
U
B
B
I
I
S
S
NIM. 100200159
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
NASABAH PENYIMPANAN DANA
(Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
M
M
U
U
H
H
A
A
M
M
M
M
A
A
D
D
T
T
A
A
U
U
F
F
I
I
K
K
L
L
U
U
B
B
I
I
S
S
NIM. 100200159
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum
NIP. 196603031985081001
Pembimbing I
Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS
NIP. 196204211988031004
Pembimbing II
Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum
NIP. 196801281994032001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas limpahan rahmad, nikmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai
tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan tidak lupa shalawat
beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
menuntun umatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.
Adapun skripsi ini berjudul : “Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan
Hukum Nasabah Penyimpanan Dana (Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan
di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran
yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen
pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan
memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin,
Sumatera Utara dan Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu
Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan,
serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini
5. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan,
arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini
6. Kepada Papa dan Mama, atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih
sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum
USU dan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
7. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
8. Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2010, selama
menjalani perkuliahan..
9. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini
baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 5
C. Tujuan Penulisan ... 5
D. Manfaat Penulisan ... 6
E. Metode Penelitian ... 6
F. Keaslian Penulisan ... 8
G. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II PERJANJIAN ANTARA NASABAH DAN BANK DIKAITKAN DENGAN HUKUM PERBANKAN ... 10
A. Pengertian Bank dan Nasabah Dalam Hukum Perbankan ... 10
B. Tinjauan Tentang Perjanjian Dalam Hukum Perbankan... 14
C. Jenis-Jenis Nasabah Dalam Hukum Perbankan... 21
D. Pengaturan Hukum Tentang Nasabah dan Bank Dalam Hukum Perbankan... 24
BAB III HUKUM PERJANJIAN PENYIMPANAN DANA NASABAH BANK MENURUT HUKUM PERDATA ... 28
A. Fungsi dan Tujuan Bank ... 28
B. Perjanjian Antara Nasabah dan Bank ... 30
Perdata ... 36
BAB IV PERLINDUNGAN DANA NASABAH DALAM PERJANJIAN PENYIMPANAN PADA BANK BNI 46 CABANG MEDAN... ... 57
A. Hak dan Kewajiban Nasabah dan Bank Dalam Pelaksanaan Penyimpanan Dana Pada BNI 46 Cabang Medan ... 57
B. Perlindungan Terhadap Nasabah Penyimpanan Dana Pada BNI 46 Cabang Medan ... 66
C. Pertanggungjawaban Bank Atas Kerugian Nasabah Penyimpanan Dana Pada Bank BNI 46 Cabang Medan ... 68
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
ABSTRAK
Keterkaitan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan merupakan pilar dan unsur utama yang harus dijaga dan dipelihara. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Dengan demikian maka bagi pemerintah dan kalangan perbankan perlu sekali untuk tetap selalu membangkitkan pemahaman yang benar dari masyarakat terhadap industri perbankan. Hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang Perbankan.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana hak dan kewajiban nasabah dan Bank dalam pelaksanaan penyimpnan dana pada BNI 46 Cabang Medan, bagaimana perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan dan bagaimana pertanggung jawaban bank atas kerugian nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan.
Hasil penelitian dan pembahasan skripsi ini menjelaskan hak dan kewajiban nasabah dan bank dalam pelaksanaan penyimpanan dana pada BNI 46 Cabang Medan memperlihatkan adanya dua sisi tanggung jawab. Dua sisi tanggung jawab tersebut yaitu kewajiban yang terletak pada Bank BNI 46 itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah penyimpan dana sebagai akibat dari hubungan hukum dengan Bank BNI 46. Hak dan kewajiban nasabah diwujudkan dalam suatu bentuk prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi oleh Bank BNI 46 dan nasabah adalah prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian antara Bank BNI 46 dengan nasabah terhadap produk perbankan dan deposito. Perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan merupakan jaminan kepastian hukum yang diberikan pihak bank kepada nasabah karena pada dasarnya undang-undang inilah yang melindungi konsumen termasuk halnya nasabah secara umum. Sesuai undang-undang perlindungan konsumen maka bank selaku pelaku usaha berkewajiban melayani nasabah secara benar dan jujur serta memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikan. Pertanggung jawaban bank atas kerugian nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan adalah dengan menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan pengaduan nasabah,untuk menghindari berlarut-larutnya masalah yang terjadi. Pengaduan nasabah dilakukan dengan standar waktu yang ditentukan dan berlaku secara umum.
ABSTRAK
Keterkaitan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan merupakan pilar dan unsur utama yang harus dijaga dan dipelihara. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Dengan demikian maka bagi pemerintah dan kalangan perbankan perlu sekali untuk tetap selalu membangkitkan pemahaman yang benar dari masyarakat terhadap industri perbankan. Hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang Perbankan.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana hak dan kewajiban nasabah dan Bank dalam pelaksanaan penyimpnan dana pada BNI 46 Cabang Medan, bagaimana perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan dan bagaimana pertanggung jawaban bank atas kerugian nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan.
Hasil penelitian dan pembahasan skripsi ini menjelaskan hak dan kewajiban nasabah dan bank dalam pelaksanaan penyimpanan dana pada BNI 46 Cabang Medan memperlihatkan adanya dua sisi tanggung jawab. Dua sisi tanggung jawab tersebut yaitu kewajiban yang terletak pada Bank BNI 46 itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah penyimpan dana sebagai akibat dari hubungan hukum dengan Bank BNI 46. Hak dan kewajiban nasabah diwujudkan dalam suatu bentuk prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi oleh Bank BNI 46 dan nasabah adalah prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian antara Bank BNI 46 dengan nasabah terhadap produk perbankan dan deposito. Perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan merupakan jaminan kepastian hukum yang diberikan pihak bank kepada nasabah karena pada dasarnya undang-undang inilah yang melindungi konsumen termasuk halnya nasabah secara umum. Sesuai undang-undang perlindungan konsumen maka bank selaku pelaku usaha berkewajiban melayani nasabah secara benar dan jujur serta memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikan. Pertanggung jawaban bank atas kerugian nasabah penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan adalah dengan menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan pengaduan nasabah,untuk menghindari berlarut-larutnya masalah yang terjadi. Pengaduan nasabah dilakukan dengan standar waktu yang ditentukan dan berlaku secara umum.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting
dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan
kesatuan ekononomi nasional. Hal ini dikarenakan kegiatan perekonomian
suatu negara tidak pernah terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, di mana
industri perbankan memegang peranan yang sangat strategis sehingga dapat
dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian.
Peran stategis yang dimiliki perbankan dalam perekonomian nasional
telah mendorong lahirnya berbagai kebijakan, tetapi tidak semua kebijakan dan
aturan yang pernah diterapkan terhadap dunia perbankan nasional membawa
dampak yang positif. Pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan Paket
Deregulasi Oktober 1988 (Pakto 1988). Paket deregulasi ini sangat memberikan
kemudahan bagi pertumbuhan bank-bank swasta. Materi yang diatur oleh Pakto
1988 adalah :
1. Pendirian bank umum dan bank pembangunan swasta dibebaskan dengan
syarat mempunyai modal setor hanya sebesar Rp. 50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).
2. Seluruh bank nasional dapat membuka kantor cabangnya di seluruh wilayah
Indonesia asalkan memenuhi persyaratan 24 (dua puluh empat) bulan
3. Perluasan kesempatan mendirikan Bank Perkreditan Rakyat dan
memperluas kewenangannya.
4. Mempermudah pengakuan atau pemberian status kepada bank devisa.
5. Mempermudah bank asing untuk membuka cabang-cabangnya di 5 (lima)
kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Ujung
Pandang.
6. Mempermudah pendirian bank-bank campuran (patungan) di 5 (lima) kota
besar tersebut.1
Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa konsekuensi
pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan
nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi pihak yang
memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak yang
kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro,
tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi
terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank
guna keperluan tertentu. Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa
perbankan (selanjutnya disebut dengan nasabah) dapat pula mengambil bentuk lain
pada saat nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan dan
peminjaman dana. Bentuk transaksi lain tersebut seperti misalnya jasa transfer
dana, inkaso, maupun safe deposit. Dalam perkembangannya, nasabah pun dapat
memanfaatkan jasa bank untuk mendapatkan produk lembaga keuangan bukan
1
bank, seperti produk asuransi yang dikaitkan dengan produk bank (bancassurance) dan reksadana.
Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah di atas,
bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi friksi yang apabila tidak segera
diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Dari
berbagai pengalaman yang ada, timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh
empat hal yaitu (i) informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk
atau jasa yang ditawarkan bank, (ii) pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan
produk atau jasa perbankan yang masih kurang, (iii) ketimpangan hubungan antara
nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana, dan (iv) tidak
adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi yang
terjadi antara nasabah dengan bank.
Keterkaitan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan
merupakan pilar dan unsur utama yang harus dijaga dan dipelihara.
Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam
pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank
untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Dengan demikian
maka bagi pemerintah dan kalangan perbankan perlu sekali untuk tetap selalu
membangkitkan pemahaman yang benar dari masyarakat terhadap industri
perbankan. Hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban yang tercantum
dalam Undang-Undang Perbankan.
Kegiatan pokok bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat Indonesia secara menyeluruh. Jika industri perbankan
dalam kondisi yang stabil dan baik, tentunya ini akan memberikan pengaruh
positif terhadap perekonomian suatu negara, namun jika yang terjadi adalah
sebaliknya maka akan memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian
suatu negara bahkan meluas kepada sektor lainnya.
Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu
perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem
penjaminan simpan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan
meningkatkan kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem
perbankan.2
Perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang
diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundang-undangan untuk
melindungi subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban
para pihak yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum
nasabah penyimpan dana adalah perlindungan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan atau hukum positif yang berlaku bagi nasabah penyimpan
dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bertujuan untuk Keinginan tersebut merupakan salah satu wujud perlindungan hukum
yang diberikan terhadap nasabah penyimpan dana melalui sistem perbankan
Indonesia.
2
melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang
disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian.3
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul tentang
“Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpanan Dana
(Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)”.
Adapun permasalahan-permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hak dan kewajiban nasabah dan Bank dalam pelaksanaan
penyimpnan dana pada BNI 46 Cabang Medan?
2. Bagaimana perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana pada BNI 46
Cabang Medan?
3. Bagaimana pertanggung jawaban bank atas kerugian nasabah penyimpan dana
pada BNI 46 Cabang Medan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian latar belakang dan juga permasalahan yang diajukan
maka adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban nasabah dan Bank dalam pelaksanaan
penyimpnan dana pada BNI 46 Cabang Medan.
3
2. Untuk mengetahui perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana pada BNI
46 Cabang Medan.
3. Untuk mengetahui pertanggung jawaban bank atas kerugian nasabah
penyimpan dana pada BNI 46 Cabang Medan.
D. Manfaat Penulisan
Sedangkan yang menjadi manfaat penelitian dalam hal ini adalah:
a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum perdata
dalam kaitannya dengan masalah perlindungan hukum nasabah penyimpan
dana.
b. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil
manfaatnya terutama dalam hal mengetahui perlindungan hukum nasabah
penyimpan dana.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Sifat/materi penelitian
Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitian yuridis normatif, yaitu
suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis
atau bahan hukum yang lain.4
4
2. Sumber data
Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data
sekunder didapatkan melalui:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni seperti
KUH Perdata, serta Undang Undang Nomor 7 tahun 1992 Jo. Undang Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:
1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder.
2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang
hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan
sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
3. Alat pengumpul data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.
4. Analisis data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi
dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa
teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik
beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
F. Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang
Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpanan Dana (Studi Pada BNI 46 Cabang
Medan”. ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan
skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi
ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam
bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan
Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan,
serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Perjanjian Antara Nasabah dan Bank Dikaitkan Dengan Hukum
Perbankan
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian
Perjanjian Dalam Hukum Perbankan, Jenis-Jenis Nasabah Dalam
Hukum Perbankan serta Pengaturan Hukum Tentang Nasabah Dan
Bank Dalam Hukum Perbankan.
Bab III. Hukum Perjanjian Penyimpanan Dana Nasabah Bank Menurut Hukum
Perdata
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Fungsi dan
Tujuan Bank, Perjanjian Antara Nasabah dan Bank, Perjanjian
Penyimpanan Dana Nasabah Menurut Hukum Perdata.
Bab IV. Perlindungan Dana Nasabah Dalam Perjanjian Penyimpanan Pada
Bank BNI 46 Cabang Medan
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap: Hak dan
Kewajiban Nasabah dan Bank Dalam Pelaksanaan Penyimpanan Dana
Pada BNI 46 Cabang Medan, Perlindungan Terhadap Nasabah
Penyimpan Dana Pada BNI 46 Cabang Medan serta Pertanggung
Jawaban Bank Atas Kerugian Nasabah Penyimpan Dana Pada BNI 46
Cabang Medan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan
BAB II
PERJANJIAN ANTARA NASABAH DAN BANK DIKAITKAN DENGAN
HUKUM PERBANKAN
A. Pengertian Bank dan Nasabah Dalam Hukum Perbankan
1. Pengertian Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan
dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. 5
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.6
Wikipedia Indonesia menjelaskan Kata bank berasal dari bahasa Italia
banque atau Italia banca yang berarti bangku. Para bankir Florence pada masa Renaissans melakukan transaksi mereka dengan duduk di belakang meja penukaran
uang, berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang tidak memungkinkan
mereka untuk duduk sambil bekerja.7
5
Aulia Rachman Blog, “Pengertian Bank”,
6
Ibid.
7
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan suatu Negara.
Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan
lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.
Setelah mengumpulkan dana, maka bank menyalurkan dana tersebut
melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan oleh bank. Bank
melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran
bagi semua sektor perekonomian.
G.M. Verryn Stuart dalam Thomas Suyatno memberikan pengertian sebagai
berikut: “Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan
kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang
diperoleh dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar
baru berupa uang giral”.8
A. Abdurrachman dalam Ruddy Tri Santoso menyatakan : Bank adalah
suatu badan yang melaksanakan berbagai macam jasa seperti memberikan
pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha
perusahaan-perusahaan dan lain-lain”.9
R.Tjipto Adinugroho, berpendapat bahwa “Bank adalah lembaga atau
badan yang mempunyai pekerjaan memberikan kredit, menerima kredit berupa
8
Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbaikan,Gramedia, Bandung, 1997, hal. 1.
9
simpanan (deposito) disamping mengenai kiriman uang dan sebagainya.10
d. Adanya organisasi yang teratur.
Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyatakan bahwa bentuk badan hukum suatu bank umum dapat berupa :
a. Perseroan terbatas;
b. Koperasi;
c. Perusahaan daerah.
Dari ketiga bentuk badan hukum dari suatu bank tersebut dapat
disimpulkan bahwa bank umum wajib berbentuk sebagai badan hukum. Oleh
karena itu, tunduk dan berlaku doktrin-doktrin hukum badan hukum. Doktrin
hukum mengemukakan adanya 4 (empat) unsur suatu badan hukum dianggap
sebagai badan hukum, yaitu sebagai berikut:
a. Harus ada kekayaan yang terpisah, lepas dari kekayaan anggotanya;
b. Mempunyai tujuan tertentu;
c. Adanya kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum;
11
c. Sebagai badan yang berfungsi sebagai perantara dalam menerima dan
membayar transaksi dagang di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dari beberapa definisi yang di uraikan tersebut maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa bank adalah:
a. Sebagai pencipta uang (uang kartal dan giral).
b. Sebagai penyalur simpanan-simpanan dari masyarakat.
10
R. Tjipto Adinugroho. R, Perbankan Masalah Permodalan Dana Potensial, Padya Paramita, Jakarta, 1985, hal. 5.
11
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia,
2. Pengertian Nasabah
Tidak dijumpai rumusan/pengertian nasabah dalam Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan, padahal di dalamnya dijumpai rumusan bank.
Bagaimana mungkin sebuah undang-undang yang mengatur tentang perbankan
tetapi tidak memberikan pengertian tentang nasabah.
Pengertian nasabah baru dapat direalisasikan dalam Undang-Undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan diatur perihal nasabah yang terdiri dari dua pengertian yaitu :
a. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
b. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Sementara itu Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan mengenal pengertian nasabah sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :
a. Nasabah penyimpan, yaitu nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
b. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
B. Tinjauan Tentang Perjanjian Dalam Hukum Perbankan
Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan “suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal”.12
Munir Fuady mengatakan Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian
merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam Bahasa Belanda atau
agreement dalam bahasa Inggeris. Karena itu, istilah hukum perjanjian. Jika dengan istilah hukum perikatan dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk
perikatan dalam buku ketiga KUH Perdata, jadi termasuk ikatan hukum yang
berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka
dengan istilah hukum perjanjian hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang
ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja.13
Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa “definisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan
12
R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 1
13
pula terlalu luas”.14
Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah suatu persetujuan
dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan
suatu hal mengenai harta kekayaan.
Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan
di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga,
tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata Buku
III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai
secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.
15
Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa
unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum
(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi”.
Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/ rechtbe-trekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara
perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.
14
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1993, hal. 89.
15
yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda
kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya
timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang
diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Suatu perjanjian yang
mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang mempunyai
kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban, maka
dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat. Hubungan hukum adalah hubungan
yang menimbulkan akibat hukum, yaitu hak (right) dan kewajiban (obligation).
Hubungan hukum yang berdasarkan perjanjian/kontrak adalah hubungan hukum
yang terjadi karena persetujuan atau kesepakatan para pihaknya.16
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang
mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Tentu untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum
perbankan tidaklah cukup dengan memberikan rumusan yang demikian. Maka
diperlukan pendapat para ahli hukuim perbankan.
Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang
menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi
hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain
itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.
17
16
Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 7.
17
Sherief Maronie, “Pengertian & Sumber Hukum Perbankan”,
Diakses
Munir Fuady sebagaimana dikutip oleh Sherief Maronie mendefinisikan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin dan lain-lain yang mengatur masalah
perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang
harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban,
tugas dan tanggungjawabpara pihak yang tersangkutn dengan bisnis perbankan, apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, dan lain-lain yang berkenan
dengan dunia perbankan.18
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum
perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber
hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak
yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan Dalam kacamata sistem hukum nasional, hukum perbankan telah
berkembang menjadi hukum sektoral dan fungsional, oleh karena itu hukum
perbankan dalam kajiannya meniadakan pembedaan antara hukum publik dan
hukum privat, sehingga bentang ruang lingkupnya sangat luas. Kalau mau dirinci
hukum perbankan itu mencakup bidang hukum administrasi, hukum perdata,
hukum dagang, hukum pidana dan hukum internasional.
18
dunia perbankan tersebut.19
Menurut Muhamad Djumhana: “hukum perbankan adalah sebagai
kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang
meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya serta hubungannya
dengan bidang kehidupan yang lain”.20
3. Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus yang memerhatikan kepentingan
umum, serta kaidah-kaidah yang mencegah persaingan yang tidak wajar,
antitrust, perlindungan terhadap konsumen (nasabah), dan lain-lainnya. Di Indonesia bahkan mempunyai kekhususan tersendiri, yaitu bahwa perbankan
nasional harus memerhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas Berdasarkan rumusan tersebut dapat terungkap bahwa pengaturan di bidang
perbankan akan menyangkut, di antaranya:
1. Dasar-dasar perbankan, yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan,
seperti norma efisiensi; keefektivan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku
perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, serta hubungan hak dan
kewajibannya;
2. Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan, misalnya, kaidah-kaidah
mengenai pengelolanya, seperti dewan komisaris; direksi; karyawan, ataupun
pihak yang terafiliasi. Juga, mengenai bentuk badan hukum pengelolanya serta
mengenai kepemilikannya;
19
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 14
20
nasional;
4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung
kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti dewan moneter, dan bank
sentral;
5. Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang berupa
dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui
penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya;
6. Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah hukum
tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, malahan keterkaitannya
merupakan hubungan logis dari bagian-bagian lainnya.21
21
Ibid., hal. 1-2.
Prinsip-Prinsip Hukum Perbankan meliputi:
1. Prinsip Kepercayaan
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank
terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas
dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya
dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat
padanya.
Prinsip ini merupakan tulang punggung dari suatu bank yang dapat mendukung
kemajuan bank. Dengan kokohnya kepercayaan yang diterima oleh bank dari
masyarakat, maka akan dapat memberikan eksistensi dan value yang baik
2. Prinsip Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan adalah Prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain
dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib
dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena
bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.
Dalam Pasal 40 Undang-Undang perbankan menyatakan bahwa bank wajib
merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
3. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)
Prinsip Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.
Tentunya bahwa bank sebagai lembaga yang mengelola uang nasabah,
diharapkan oleh nasabah itu pula bahwa bank dapat mengelola uang yang
disimpan secara baik dan hati – hati. Ketika hal ini dapat dilakukan dengan baik
oleh pihak bank, maka bukan tidak mungkin akan dapat meningkatkan
kepercayaan nasabah terhadap bank yang digunakan untuk menyimpan
uangnya tersebut.
4. Prinsip Mengenal Nasabah (know how costumer principle)
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk
mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi
nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip
0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak
dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran
lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik
lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan
dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah,
dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.22
C. Jenis-Jenis Nasabah Dalam Hukum Perbankan
Berdasarkan pengertian perjanjian dan hukum perbankan di atas maka
dapat diketahui bahwa perjanjian dalam hukum perbankan adalah
kesepakatan-kesepatan yang dilahirkan dalam lapangan hukum perbankan antara bank dengan
nasabahnya. Perjanjian tersebut lahir karena kepentingan usaha perbankan terhadap
nasabahnya. Artinya dengan adanya jenis-jenis usaha dari pihak bank maka
masyarakat sebagai konsumen akan mendatangi bank untuk dapat dilayani dalam
kaitannya dengan usaha-usaha perbankan tersebut.
Demikian juga halnya dalam praktek perbankan dikenal ada tiga macam
nasabah yaitu :
a. Nasabah deposan yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.23
22
Sherief Maronie, Op.Cit.
23
Kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan nasabah adalah “orang yang
biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (Dalam hal keuangan),
dapat juga diartikan sebagai orang yang menjadi tanggungan asuransi,
perbandingam pertalian.24
Sedangkan Muhammad Djumhana menyebutkan nasabah merupakan
konsumen dari pelayanan jasa perbankan.25
1. Orang
Dilihat dari jenis subjek hukum dari pihak nasabah, maka terdapat dua jenis
subjek hukum, yakni dapat berupa orang dan badan hukum. Dalam istilah
perbankan, terdapat istilah yang dipersamakan, yakni “perorangan”. Termasuk
nasabah perorangan adalah usaha dagang, toko dan sebagainya. Sedangkan aspek
hukum dari pihak bank hanya berupa badan usaha. Hal ini dikarenakan tidak ada
lembaga perbankan yang berbentuk orang atau perorangan.
Adapun pihak-pihak yang termasuk sebagai nasabah adalah:
26
Nasabah bank terdiri dari orang yang telah dewasa dan orang yang belum
dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit dan
atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa-jasa bank
lainnya dimungkinkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan
dan atau nasabah lepas (working customer) untuk transfer dan sebagainya. Terhadap perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum
24
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 2003, hal. 775.
25
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 282.
26
dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya.
Konsekuensi hukum tersebut adalah tidak dipenuhinya salah satu unsur sahnya
perjanjian seperti yang termuat dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan, artinya perjanjian tersebut dapat
dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa itu, yaitu
orang tua atau walinya melalui acara gugatan pembatalan. Dengan kata lain,
selam orang tua atau wali dari orang yang belum dewasa tersebut tidak
melakukan gugatan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku dan mengikat
terhadap para pihak.
Nasabah kredit dan rekening giro bisaaanya diwajibkan bagi nasabah yang
telah dewasa. Hal ini disababkan karena resiko bank yang sangat besar jika
dalam pemberian kredit dan atau pembukaan rekening giro diperbolehkan bagi
nasabah yang belum dewasa.
2. Badan Hukum27
Untuk nasabah berupa badan, perlu diperhatikan aspek legalitas dari badan
tersebut serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan
bank. Hal ini berkaitan dengan aspek hukum perseorangan. Berkaitan dengan
kewenangan bertindak bagi nasabah yang bersangkutan, khususnya bagi
“badan”, termasuk apakah untuk perbuatan hukum tersebut perlu mendapat
persetujuan dari komisaris dan/atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
agar diperhatikan anggaran dasar dari badan yang bersangkutan. Subjek hukum
yang berbentuk badan, tidak otomatis dapat berhubungan dengan bank. Untuk
27
dapat berhubungan dengan bank, harus juga dilihat peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan bagaimana ketentuan internal yang berlaku pada
bank yang bersangkutan.
D. Pengaturan Hukum Tentang Nasabah dan Bank Dalam Hukum
Perbankan
Pengaturan Hukum yang mengatur nasabah dan bank disebut hukum
perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber
hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para
pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan tersebut.28
1. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum
dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara
khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan
dalam :
2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
28
3. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas devisa dan Sistem Nilai Tukar
4. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5. Kitab Undang Undng Hukum Perdata, buku II dan buku III mengenai hukum
jaminan dan perjanjian
6. UU tentang Perseroan Terbatas
7. UU tentang Pasar Modal
8. UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkitan
Dengan Tanah.
9. UU lain yang mengatur tentang hal itu.29
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk
terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi
dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu:
1. Asas Demokrasi Ekonomi.
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang
diubah. Pasal tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam
melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk
melaksankan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang
bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan.
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank
29
terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas
dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya
dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat
padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank,
semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat
diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang
diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah
penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup
kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang disimpannya. Sutan Remy
Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah
penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitur
(bank) dan kreditur (nasabah).
3. Asas Kerahasiaan.
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain
dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib
dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena
bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.
Dalam Pasal 40 UU perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan
informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia
bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk kepentingan
perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana, perkara perdata
permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle).
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.
Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan bahwa perbankan
Indonesia dalam melaksankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip
kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan
diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat besedia dan tidak
ragu-ragu menyimpan dananya di bank.30
30
BAB III
HUKUM PERJANJIAN PENYIMPANAN DANA NASABAH BANK
MENURUT HUKUM PERDATA
A. Fungsi dan Tujuan Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara
itu, Undang-undang Perbankan yang diubah pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan
bank sebagai badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary”dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dua
fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya.
Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk
menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja.31
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional bangsa
Indonesia, yaitu :
31
masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari
penabung kepada peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut bertujuan menunjang
sebagian tugas penyelenggaraan negara, yakni :
a. Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan daerah; bukan
melaksanakan misi pembangunan suatu golongan apabila perseorangan;
jadi perbankan Indonesia diarahkan untuk menjadi agen pembangunan
(agent of development).
b. Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional, yakni :
1) Meningkatkan pemeratan kesejahteraan rakyat banyak, bukan
kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan saja; melainkan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
2) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan pertumbuhan
ekonomi segolongan orang atau perorangan, melainkan pertumbuhan
ekonomi seluruh rakyat Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi
yang diserasikan.
3) Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4) Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak, artinya
tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan nasional adalah
meningkatkan pemerataan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat
Indonesia, bukan segolongan orang atau perseorangan saja.
3. Dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesia harus mampu
menerapkan prinsip kehati-hatian (prudentian banking) dengan cara :
a. Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang semakin
mengglobal atau mendunia.
b. Menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang yang produktif
bukan konsumtif.
4. Peningkatkan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada bank,
selain melalui penerapan prinsip kehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan
persyaratan kesehatan bank, serta sekaligus berfungsi untuk mencegah
terjadinya praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
Fungsi perbankan tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan
penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya
akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat
menjadi lebih baik dan sejahtera dari pada sebelumnya. Oleh karena itu dalam
menjalankan fungsinya, perbankan Indonesia seyogianya selalu mengacu pada
tujuan perbankan Indonesia itu sendiri.
B. Perjanjian Antara Nasabah dan Bank
Perjanjian antara nasabah dan bank adalah hubungan hukum yang terjadi
antara pihak nasabah dengan pihak bank. Hubungan antara bank dan nasabah
didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan.
Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila
masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya, pada produk-produk
Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir
dana dari masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan
memberikan jasa-jasa perbankan.32
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan
nasabah yaitu:33
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana.
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat
(para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah
menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari
produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro, dan sebagainya.
Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan bank yang
bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah
penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk
perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan
sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam produk perbankan
seperti tabungan dan deposito, maka ketentuan dan syarat-syarat umum yang
berlaku adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening
deposito dan rekening tabungan.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur.
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya
32
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan
dan Deposito. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Hal. 32.
33
dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit
usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank terdiri
dari dua bentuk yaitu :30
1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual.34
1. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama atau lazim antara bank dengan nasabah
adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah, baik
nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.
Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu
kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak
debitur (peminjam dana).
Hukum kontak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah
debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku
ketiga). Sebab, menurut pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah
pihak. Selain itu, sebagian sarjana berpendapat bahwa perjanjian kredit bank diatur
juga oleh ketentuan khusus mengenai “pinjam pakai habis” (Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai pasal 1769 KUHPerdata.
Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau
nasabah non debitur-non deposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur
34
untuk kontrak jenis ini, karena itu kontrak-kontak ini tunduk kepada
ketentuan-ketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak. Disamping itu, berbeda
dengan kontrak untuk nasabah debitur, kontrak kredit yang sering sekali diatur
cukup komprehensif, maka untuk kontrak antara bank dengan nasabah deposan
atau nasabah non debitur - non deposan, lazimnya hanya diatur dalam bentuk
kontrak yang sangat simpel/sederhana. Itupun sama seperti kontrak kredit,
diberlakukan kontrak dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku) yaitu kontrak
yang klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak.35
a. Sebagai hubungan bank dan nasabah penyimpan.
Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada
hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank, yaitu sebagai
berikut :
b. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar
hubungan debitur-kreditur.
c. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat. Karena pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan
bank adalah hubungan kontraktual tersebut (hubungan kreditur-debitur), maka
tidak mengherankan jika dalam praktek, sering sekali pihak nasabah, terutama
nasabah penyimpan dana tidak mendapatkan perlindungan yang sewajarnya oleh
sektor hukum.
35
2. Hubungan Non Kontraktual
Selain dari hubungan kontraktual, ada enam jenis hubungan hukum antara
bank dengan nasabahnya, yaitu:
a. Hubungan fidusia (fiduciary relation), b. Hubungan konfidensial,
c. Hubungan Bailor-Bailee, d. Hubungan Principal-Agent,
e. Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan f. Hubungan Trustee-Beneficiary. 36
Kepercayaan nasabah terhadap bank dapat dilihat dari formulir-formulir
yang diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir-formulir tersebut berisi
tentang permohonan atau perintah atau kuasa kepada bank. Nasabah yang mengisi Akan tetapi, berhubung hukum di Indonesia tidak tegas mengakui
hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan- hubungan tersebut baru dapat
dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau
setidak-tidaknya ada kebisaaaan dalam praktek perbankan untuk mengakui
eksistensi kedua hubungan tersebut.
Selain hubungan tersebut, terdapat juga beberapa hubungan lainnya seperti
hubungan moral. Hubungan moral antara bank dengan nasabahnya tercipta disaat
nasabah telah memberikan kepercayaannya kepada suatu bank. Atas kepercayaan
itu, maka bank harus menjaga kepercayaan nasabah dan masyarakat dalam
melakukan segala bentuk dan produk jasa dari bank bersangkutan.
36
formulir tersebut pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan
masyarakat kepada bank. Hubungan antara bank dengan nasabah yang terdapat
pada formulir-formulir yang diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank disebut
sebagai hubungan formil.37
Pada kenyataannya, formulir-formulir dan aplikasi-aplikasi yang diisi oleh
nasabah bisaaanya berbentuk perjanjian baku yang telah disediakan oleh bank,
sehingga hal ini sering sekali mengakibatkan perbedaan kedudukan antara bank
dengan nasabah. Hubungan hukum tersebut dapat dikualifikasikan dalam 2 (dua)
bentuk. Pertama, hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan disebut
perjanjian simpanan. Kedua, hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitor
disebut perjanjian kredit bank. Kedua bentuk hubungan hukum tersebut sangat erat
kaitannya dengan jaminan sebagai unsur pengaman. Dalam bentuk hubungan
hukum yang pertama, dana yang disimpan oleh nasabah penyimpan harus dapat
dijamin keamanannya oleh bank. Bentuk jaminan untuk melindungi dana nasabah
penyimpan diatur dalam Lembaga Penjaminan Simpanan, sedangkan bentuk
jaminan untuk melindungi bank sebagai pemberi kredit adalah lembaga jaminan Hubungan hukum antara nasabah dengan bank dalam pembukaan rekening
terdapat empat ketentuan yang berlaku:
a. Ketentuan yang terdapat dalam aplikasi;
b. Ketentuan yang terdapat pada syarat-syarat umum pembukaan rekening;
c. Ketentuan yang terdapat pada produk yang digunakan oleh nasabah;
d. Peraturan yang berlaku (sebagaimana dijelaskan dan dirumuskan diatas).
37
kebendaan dan jaminan perorangan.
Hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan nasabah tersebut tidak
dapat dikualifikasikan sebagai hubungan hukum melainkan hubungan moral.
Sebagai hubungan moral, maka pertanggungjawabannya lebih tinggi di mata
hukum. Moral menjadi sumber dan sekaligus jembatan etis dalam tonggak hukum
perbankan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan fungsi perbankan terdapat 2
(dua) hubungan hukum dan 1 (satu) hubungan moral.38
C. Perjanjian Penyimpanan Dana Nasabah Menurut Hukum Perdata
Dalam arti sederhana, setiap orang yang menyimpan uangnya di bank
disebut nasabah penyimpan. Dalam arti yuridis, nasabah penyimpan adalah
nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan
perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.39
38
Tan Kamello, “Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan
Antara Bank Dengan Nasabah”, disampaikan pada pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dihadapan
Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Medan, 2 September 2006, hal. 7
39
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Dalam hukum perdata, figure perjanjian simpanan akan menjadi persoalan hukum tersendiri karena tidak terdapat kejelasan mengenai pengaturan dan
identitas hukumnya. Jika dicermati obyek perjanjian simpanan berupa giro,
deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, maka tidak ditemukan baik dalam KUH
Namun sebagai perjanjian, terdapat ketentuan umum dalam Pasal 1319
KUH Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu
nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu”.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan yang Diubah,
jenis dana yang dihimpun oleh bank melalui perjanjian penyimpanan dana bisa
berbentuk giro, deposito (dahulu deposito berjangka), sertifikat deposito, tabungan
dan bentuk-bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Jadi simpanan
masyarakat di bank dapat berupa :
1. Simpanan Giro/Rekening Koran.
Pengertian giro/demand deposit/checking account disebutkan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Perbankan. Dikatakan bahwa giro adalah simpanan
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Dari
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa giro merupakan sarana pembayaran,
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan warkat
perintah pembayaran, seperti cek dan bilyet giro atau sarana perintah
pembayaran lainnya. Dengan demikian, giro merupakan dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Sebagai alat pembayaran giral
b. Penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan
c. Penarikannya mempergunakan surat, warkat, atau sarana perintah
pembayaran baik yang bersifat tunai maupun dengan cara pemindahbukuan
belaka.40
Simpanan giro sebenarnya bukanlah merupakan suatu simpanan untuk
mendapatkan hasil bunga tetapi semata-mata hanya dimanfaatkan sebagai
sarana memperlancar transaksi bisnis. Bagi bank, sumber dana giro ini berbiaya
rendah, namu karena sifat penarikannya, bank harus benar-benar dapat
mengikuti perilaku penarikan nasabah gironya, terutama nasabah-nasabah
utamanya (prime costumer), karena mobilitas dana yang bersumber dari giro ini sangat tinggi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen
likuidasi bank.41
a. SE BI No.2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tantang Tata Usaha Penarikan
Cek/BG Kosong.
Ketentuan yang berkaitan dengan rekening giro antara lain sebagai berikut :
b. Keputusan Presidium Kabinet RI No. Aa/D/119/1964 tentang Penarikan
Cek yang Diberi Tanggal Lebih Kemudian daripada Tanggal Penarikan.
c. SE BI No. 28/32/UPG/1995 tentang Bilyet Giro.
d. SE BI No. 32/14/BPPP/1991 tentang Pemberian Cerukan.
e. SE BI No. 4/501/UPPB/Pb. B/1071 perihal Cek Hilang.
f. SE BI No. 5/15/DASP/2003 tentang Warkat, Dokumen Kliring, dan
Pencetakannya pada Perusahaan Pencetakan Dokumen Sekuriti.
40
Usman Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hal. 222.
41
g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 178 s/d 229d tentang Cek.42
Hal-hal yang diatur dalam ketentuan tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Persyaratan pembukaan rekening giro atau rekening pinjaman yang dapat
ditarik dengan cek/bilyet giro;
b. Bank harus meminta data yang lengkap kepada calon nasabah dan meneliti
kebenaran identitas nasabah tersebut;
c. Bank dilarang menerima yang namanya tercantum dalam daftar hitam yang
masih berlaku;
d. Bank harus mencantumkan klausula yang merupakan pernyataan nasabah
bahwa yang bersangkutan tidak berkeberatan rekeningnya ditutup dan
namanya dicantumkan dalam daftar hitam oleh Bank Indonesia apabila
terkena sanksi administratif karena melakukan penarikan cek/bilyet giro
kosong;
e. Bank dapat mensyaratkan hal-hal dalam surat perjanjian pembukaan
rekening untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan cek/bilyet giro.43
Kewajiban penyediaan dana oleh penarik cek/bilyet giro :
a. Penarik wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada bank
tertarik;
b. Untuk cek mulai dari tanggal penarikan sampai dengan tanggal kadaluarsa,
kecuali ditarik kembali;
c. Untuk bilyet giro mulai dari tanggal efektif sampai dengan tanggal
kadaluarsa kecuali dibatalkan.
42
Try Widiyono, Op.Cit, hal. 151.
43
d. Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia dalam bank
adalah saldo goro yang efektif, saldo fasilitas kredit yang belum digunakan,
fasilitas cerukan atau fasilitas cross clearing yang diberikan pada bank. e. Apabila dana tersebut tidak cukup, bank wajib menolak cek/bilyet giro
yang bersangkutan.
Penggolongan sebagai cek/bilyet giro kosong :
a. Cek/bilyet giro yang ditolak dengan alasan syarat formal belum terpenuhi
dan dananya tidak cukup tidak digolongkan sebagai penolakan cek/bilyet
giro kosong.
b. Setiap lembar cek/bilyet giro yang dikliringkan dan ditolak pembayarannya
oleh bank dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup
digolongkan sebagai cek/bilyet giro kosong.
Penatausahaan cek/bilyet giro kosong:
a. Bank wajib menatausahakan penarikan cek/bilyet giro kosong nasabahnya
dan daftar hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
b. Bank wajib mengisi Surat Keterangan Penolakan (SKP) secara lengkap dan
benar serta untuk keperluan penatausahaan cek/bilyet giro kosong di bank
Indonesia daftar warkat yang ditolak dengan alasan kosong wajib
disampaikan;
c. Jika terjadi kekeliruan penolakan terhadap cek/bilyet giro yang semestinya
cukup dananya, tetapi karena kesalahan administrasi bank terlanjur
menolak dengan alasan dananya tidak cukup, maka bank yang bersangkutan
dianggap sebagai pelanggaran penarikan cek/bilyetvgiro kosong.
d. Jika nasabah melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong, maka bank wajib
memberi Surat Peringatan I (SP I) untuk penolakan pertama; Surat
Peringatan II (SP II) untuk penolakan kedua; dan surat pemberitahuan
penutupan rekening (SPPR) untuk nasabah.
e. Penutupan rekening giro nasabah.44
Bank wajib menutup rekening giro nasabah apabila :
a. Menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka waktu 6
bulan;
b. Menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp.
1.000.000.000,00 atau lebih;
c. Namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku.
d. Aktivitas keuangan nasabah rekening giro yang telah ditutup rekeningnya
dapat disalurkan melalui rekening tabungan dan penarikannya diutamakan
untuk melunasi cek/bilyet giro yang masih beredar.
Penghitungan penarikan cek/bilyet giro kosong :
a. Satu lembar cek/bilyet giro yang sama dan dikliringkan berulang-ulang
serta ditolak pembayarannya karena dananya tidak cukup dihitung sebagai
satu lembar penarikan cek/bilyet giro kosong;
b. Beberapa lembar cek/bilyet giro yang ditarik oleh seorang nasabah dan
ditolak pembayarannya oleh satu bank pada tanggal yang sama karena
dananya tidak cukup dihitung sebanyak jumlah lembar penarikan cek/bilyet
44
giro kosong.45
Sanksi sehubungan cek/bilyet giro kosong terhadap nasabah sebagai berikut :
a. Nasabah yang telah menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih
dalam jangka waktu 6 bulan atau menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar