• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Personal Guarantee Pada Pt.Bank Bri (Persero), Tbk Wilayah Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Personal Guarantee Pada Pt.Bank Bri (Persero), Tbk Wilayah Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT BANK

A. Pengertian Kredit dan Jenis-jenisnya Menurut Ketentuan Undang-Undang Perbankan Indonesia

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, credere,

yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank.Hal

ini menujukan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.Hal ini menunjukan bahwa yang menjadi

dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau

badan usaha untuk menjamin uang untuk membeli berbagai kebutuhan dan produk dan akan membayarnya kembali pada jangka waktu yang telah diperjanjikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau

pinjaman sampai batas jumlah tertentuyang diizinkan oleh bank atau badan lain. Dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa: “Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

(2)

Berdasarkan pengertian diatas menunjukan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.57

1. Personality

Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan 5C. Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut:

Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya,pengalamannya dalamberusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain.Halinidiperlukan untukmenentukanpersetujuankredityangdiajukan oleh pemohon kredit.

2. Purpose

Selainmengenaikepribadian(personality)daripemohonkredit,bankjuga mencaridatatentangtujuanataupenggunaankredittersebutsesuailineof bussineskreditbankyangbersangkutan.

3. Prospect

Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam

tentangbentuk usahayangakandilakukanolehsipemohonkredit.Misalnya, apakah usahayang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospekdikemudianhariditinjaudariaspekekonomi dan kebutuhan masyarakat.

57

(3)

4. Payment

Bahwa dalam penyalurankredit,bankharusmengetahuidenganjelas mengenaikemampuandaripemohonkredituntukmelunasikreditdalam

jumlahdanjangkawaktuyang ditentukan.58

1. Character

Mengenai formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut:

Bahwacalon nasabahdebitormemilikiwatak,moral,dansifat-sifatpribadi yangbaik.Penilaianterhadapkarakterinidilakukanuntukmengetahui

tingkatkejujuranintegritas,dankemauandaricalonnasabahdebitoruntuk

memenuhikewajibandanmenjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat usaha, dan informasi usaha-usaha yang sejenis. 2. Capacity

Yangdimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitor untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat

58

(4)

resikonya.Padaumumnyauntuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitor, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

3. Capital

Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.

4. Collateral

Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitor di kemudian hari, misalnya kredit macet.Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.

5. Condition of Economy

(5)

pandangan.Terdapat banyaksekali istilah dan pengertian mengenai hukum perjanjian. Secara yuridis, Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dari ketentuan pasal ini jelaslah bagi kita bahwa persetujuan yang bersifat sepihak, yaitu persetujuan yang hanya menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja. Suatu Perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual-beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi,pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha, dan sebegitu jauh menyangkut tenaga kerja.59

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

Syarat sah suatu perjanjian agar dapat dikatakan suatu perjanjian yang sah

sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:

Yang dimaksud kata sepakat adalah bahwa kedua subjek yang membuat

perjanjian itu harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari suatu

perjanjian yang mereka sepakati.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

Sesorang itu harus benar-benar mempunyai kewenangan dalam membuat

suatu perjanjian dengan pihak lainnya. Dan harus bertanggung jawab atas

akibat dari perjanjian yang dibuat.

59

(6)

3. Mengenai suatu hal tertentu;

Pasal 1333 KUHPerdata menyatakan bahwa paling sedikit yang menjadi obyek perjanjian harus dapat ditentukan oleh jenisnya, baik benda berwujud atau benda tidak berwujud.

4. Suatu sebab yang halal;

Sebab disini diartikan sebagai isi atau tujuan dari pada suatu perjanjian. Melalui syarat ini, maka hakim dapat mengawasi perjanjian tersebut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Dengandemikian perjanjian ini mendahuli perjanjian hutang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti).Sedang perjanjian hutang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.60

B. Jenis-jenis Kredit dan Fungsi Kredit serta Pihak-pihak Perjanjian Kredit Kredit terdiri dari beberapa jenis yang bila dilihat dari berbagai pandangan.Dalam hal ini jenis kredit tidak dapat dipisahkan dari tujuan pembangunan.Awalnya kredit diberikan dengan landasan kepercayaan murni terhadap nasabah.Dengan perkembangan zaman maka ada pula perkembangan mengenai kredit sehingga kredit memliki unsur-unsur yang membuatnya memiliki landasan dan berkembanglah pembagian mengenai kredit ini.

Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik.Bagi pihak debitur dan kreditur, mereka sama-sama memperoleh keuntungan dan juga mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.61

60

H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2005, hal. 29. 61

(7)

C. Tujuan dan Fungsi Kredit serta Pihak-pihak Perjanjian Kredit

Tujuan kredit diberikan tidak terlepas dari misi dari bank tersebut. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:

1. Mencari keuntungan

Yaitubertujuanuntukmemperolehhasildaripemberiankredittersebut. Hasiltersebutterutamadalambentukbungayangditerimaolehbanksebagai

balasjasadanbiayaadministrasikredityang dibebankan kepada nasabah.Keuntunganinipentinguntukkelangsunganhidupbank.Jikabankyangter

us-menerusmenderitakerugian,makabesarkemungkinanbanktersebut akandilikuidasi(dibubarkan).

2. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut,makapihakdebitur akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor.62

Menurut pendapat H. Budi di dalam bukunya “Hukum Jaminan Keperdataan”, disebutkan bahwa kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi sebagai berikut:

62

(8)

a. Meningkatkan daya guna uang;

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; c. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang; d. Sebagai salah satu stabilitas ekonomi;

e. Meningkatkan kegairahan usaha;

f. Meningkatkan pemerataan pendapat; dan g. Meningkatkan hubungan internasional.63

D. Para Pihak-pihak Perjanjian Dalam Kredit

Para pihak dalam kredit pada dasarnya hanya ada dua, yaitu pihak kreditur (bank) dan pihak debitur. Namun masalahnya akan menjadi lain apabila barang jaminan diberikan oleh pihak ketiga yang turut serta menandatangani perjanjian kredit (hutang-piutang) atau Personal Guarantee diberikan oleh pihak ketiga. Jadi disini pihak ketiga bertindak sebagai penjamin.64

1. Pihak Kreditur atau Bank

Para pihak yang ada dalam suatu perjanjian kredit antara lain:

(9)

Dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa biasanya Pihak Kreditur adalah Bank.“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat bank”.

SesuaiPasal 5 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perubahanatasUndang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu:

a) BankUmum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensionaldan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu.

b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Pihak Debitur atau Nasabah

Debitur atau sipihak berhutang atau nasabah adalah pihak yang mengadakan pinjaman ke bank dengan menggunakan jaminan. Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar kembali pada masa yang akan datang66

. Didalam Undang-Undang Perbankan dimuat tentang jenis dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah bank ada 2, yakni:

(10)

a) Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

b) Nasabah Debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.67 3. Pihak Penjamin atau Personal Guarantee

Penjamin atau Personal Guarantee adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitor. Yang dimaksud dengan penjamin adalah pihak ketiga yang bukan merupakan debitur, bisa saja orang perorangan atau korporasi yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dengan mengadakan perjanjian dengan pihak kreditur agar ia menjadi penjamin dalam pelunasan hutang debitur kepada kreditur apabila debitur tersebut melakukan wanprestasi. Tujuanadanya penjamin adalah untuk menjamin agar hutang yang telah diberikan kreditur kepada debitur dapat terjamin pengembaliannya.

E. Pengaturan Kredit Perbankan dan Manajemen Kredit 1. Pengaturan Kredit

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank

67

(11)

berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia. UU Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain adalah regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, Sistem Informasi Debitur, dan pembatasan lainnya dalam pemberian kredit. Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum.

(12)

Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan. Komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut: a. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;

b. organisasi dan manajemen perkreditan; c. kebijakan persetujuan kredit;

d. dokumentasi dan administrasi kredit; e. pengawasan kredit.

Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia.Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten.

2. Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Manajemen Kredit

(13)

Pengaturan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Tujuan ketentuan BMPK adalah untuk melindungi kepentingan dan kepercayaan masyarakat serta memelihara kesehatan dan daya tahan bank, dimana dalam penyaluran dananya, bank diwajibkan mengurangi risiko dengan cara menyebarkan penyediaan dana sesuai dengan ketentuan BMPK vide Pasal 1 angka 2 PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada peminjam dan/atau kelompok peminjam tertentu. Penyediaan dana dalam kerangka BMPK tidak hanya berupa kredit, tetapi meliputi seluruh portofolio penyediaan dana yaitu penanaman dana bank dalam bentuk:

a. kredit;

b. surat berharga; c. penempatan;

d. surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali; e. tagihan akseptasi;

f. darivatif kredit (credit derivative);

g. transaksi rekening administratif (seperti guarantee, letter of credit, standby letter of credit);

h. tagihan derivatif;

i. potential future credit exposure; j. penyertaan modal;

(14)

Bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan huruf a

sampai dengan huruf k.

Seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan bank

dapat dilakukan paling tinggi 10% dari modal bank. Untuk penyediaan dana

kepada seorang peminjam yang bukan merupakan pihak terkait dengan bank

dapat dilakukan paling tinggi 20% dari modal bank. Sementara, penyediaan dana

kepada satu kelompok peminjam yang bukan merupakan pihak terkait dapat

dilakukan paling tinggi 25% dari modal bank. Peminjam digolongkan sebagai

anggota suatu kelompok peminjam apabila peminjam mempunyai hubungan

pengendalian dengan peminjam lain baik melalui hubungan kepemilikan,

kepengurusan dan/atau keuangan. Sementara, pihak terkait adalah peminjam

dan/atau kelompok peminjam yang mempunyai keterkaitan dengan bank

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI No. 7/3/PBI/2005.Bank wajib memiliki

dan menata-usahakan daftar rincian pihak terkait dengan bank dan dilaporkan

kepada Bank Indonesia.Pengecualian diberlakukan terhadap

perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD) yang tidak diperlakukan sebagai kelompok peminjam sepanjang

hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena kepemilikan langsung

pemerintah Indonesia. Selain itu penyediaan dana bank kepada BUMN untuk

tujuan pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak dapat

(15)

Kemudian dapat ditambahkan bahwa pengambilalihan (negosiasi) wesel ekspor berjangka dikecualikan dari peritungan BMPK sepanjang wesel ekspor berjangka diterbitkan atas dasar letter of credit berjangka yang sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang berlaku, dan telah diaksep oleh Prime Bank.Bank yang melakukan pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada saat pemberian penyediaan dana. Sementara, pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada saat tanggal laporan dan tidak termasuk pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud di atas. Penyediaan dana oleh Bank dikategorikan sebagai pelampauan BMPK apabila disebabkan oleh:

a. penurunan modal bank; b. perubahan nilai tukar; c. perubahan nilai wajar;

d. penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan atau kelompok peminjam; perubahan ketentuan.

(16)

pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian sesuai dengan ketentuan dalam PBI No. 7/3/PBI/2005. Bank yang menyampaikan action plan untuk pelanggaran BMPK setelah batas akhir waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenai sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. Sementara, bank yang menyampaikan action plan untuk pelampauan BMPK setelah batas akhir waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenai sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. Selanjutnya bank juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan pelaksanaan action plan masing-masing untuk pelanggaran BMPK dan pelampauan BMPK kepada Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah realisasi action plan. Bank yang menyampaikan laporan pelaksanaan action plan setelah batas akhir waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas waktu tersebut, dikenai sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. Bank yang tidak menyelesaikan pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK sesuai dengan action plan. Setelah diberi peringatan 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 1 (satu) minggu untuk setiap teguran, dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UU Perbankan, antara lain berupa: a. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar

(17)

b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan untuk ekspansi penyediaan dana; dan atau

c. larangan untuk turut serta dalam rangka kegiatan kliring. Selain itu, terhadap Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50 dan Pasal 50 A UU Perbankan.

Pasal 52 UU Perbankan:

“(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47 A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah:

a. denda uang; b. teguran tertulis;

c. penurunan tingkat kesehatan bank;

d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;

e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;

(18)

3. Penilaian Kualitas Aktiva

Kondisi dan karakteristik dari aset perbankan nasional pada saat ini maupun di waktu yang akan datang masih tetap dipengaruhi oleh risiko kredit, yang apabila tidak dikelola secara efektif akan berpotensi mengganggu kelangsungan usaha bank. Pengelolaan risiko kredit yang tidak efektif antara lain disebabkan kelemahan dalam penerapan kebijakan dan prosedur penyediaan dana, termasuk penetapan kualitasnya, kelemahan dalam mengelola portofolio aset bank, serta kelemahan dalam mengantisipasi perubahan faktor eksternal yang mempengaruhi kualitas penyediaan dana. Untuk memelihara kelangsungan usahanya, bank perlu meminimalkan potensi kerugian atas penyediaan dana, antara lain dengan memelihara eksposur risiko kredit pada tingkat yang memadai. Berkaitan dengan hal tersebut, pengurus bank wajib menerapkan manajemen risiko kredit secara efektif pada setiap jenis penyediaan dana serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan transaksi-transaksi dimaksud.

(19)

Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” Pasal 50 UU Perbankan: “Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” Pasal 50 A UU Perbankan: “Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

(20)

perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif, maka kualitas masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah. Ketentuan untuk menetapkan kualitas yang sama tersebut di atas juga berlaku terhadap Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai proyek yang sama (vide Pasal 6 PBI No. 7/2/PBI/2005). Termasuk dalam pengertian ‘proyek yang sama’ antara lain apabila: terdapat keterkaitan rantai bisnis secara signifikan dalam proses produksi yang dilakukan oleh beberapa debitur. Keterkaitan dianggap signifikan antara lain apabila proses produksi di suatu entitas tergantung pada proses produksi entitas lain, misalnya adanya ketergantungan bahan baku dalam proses produksi. Kelangsungan cash flow suatu entitas akan terganggu secara signifikan apabila cash flow entitas lain mengalami gangguan. Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian yang meliputi prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar. Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. potensi pertumbuhan usaha;

b. kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan; c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;

d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan Vide Pasal 1 angka 3 PBI No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

(21)

a. perolehan laba; b. struktur permodalan; c. arus kas; dan

d. sensitivitas terhadap risiko pasar.

Kemudian penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. ketepatan pembayaran pokok dan bunga;

b. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur; c. kelengkapan dokumentasi kredit;

d. kepatuhan terhadap perjanjian kredit; e. kesesuaian penggunaan dana; dan

f. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

(22)

sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan paling kurang sebesar 1 % (satu perseratus) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. Semantara, cadangan khusus ditetapkan paling kurang sebesar:

a. 5% (lima perseratus) dari Aktiva dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus

setelah dikurangi nilai agunan;

b. 15% (lima belas peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Kurang Lancar setelah

dikurangi nilai agunan;

c. 50% (lima puluh peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Diragukan setelah

dikurangi nilai agunan;

d. 100% (seratus perseratus) dari Aktiva dengan kualitas Macet setelah dikurangi

nilai agunan;

Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan

PPA hanya dapat dilakukan untuk Aktiva Produktif. Agunan yang dapat

diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai

berikut:

a. Surat Berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di Bursa Efek di

Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai;

b. tanah, rumah tinggal dan gedung yang diikat dengan hak tanggungan;

c. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas20 (dua puluh) meter

kubik yang diikat dengan hipotek; dan atau

(23)

Untuk kredit bermasalah, salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian pada kredit bermasalah tersebut adalah bahwa bank juga dapat melakukan restrukturisasi kredit untuk debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit namun masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan restruktuirisasi.Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan penggolongan kualitas kredit, peningkatan pembentukan PPA, atau penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual.Untuk itu bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai restrukturisasi kredit yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko bank.

Untuk eksposur penyediaan dana yang sudah tidak memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar atau telah dikatagorikan Macet serta bank telah melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali penyediaan dana tersebut, bank dapat melakukan hapus buku atau hapus tagih.

Hapus buku adalah tindakan administratif bank untuk menghapus buku penyediaan dana yang memiliki kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban debitur tanpa menghapus hak tagih bank kepada debitur. Sedangkan hapus tagih adalah tindakan bank menghapus kewajiban debitur (tagihan kepada debitur) yang tidak mungkin lagi diselesaikan oleh debitur.

F.

Manajemen kredit dan pinjaman merupakan hal yang penting untuk diketahui seiring dengan perkembangan perekonomian dan sumber-sumber penyedia dana yang berperan untuk membiayai berbagai kegiatan bisnis dan usaha

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Changed buildings not extracted by texture extraction In order to compare the methods between the proposed method and the past method, Table 6 shows the extraction results by the

Realisasi indikator kinerja pada tahun 2016 telah sesuai dengan target. jangka menengah yang ditetapkan dalam Rencana Strategis

Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru |alur selelsi Mandiri (SM). Program D3 Universitas Negeri Yogyakarta memberikan penghargaan

Pembuatan pelet dari ampas tahu sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan cara fermentasi, namun belum pernah dilakukan pembuatan pakan untuk lele organik,

Berapa debit pompa pada saat beban puncak terjadi, apakah dapat memenuhi. kebutuhan

Hasil penelitian yang diperoleh adalah penerapan konsep Tri Hita Karana dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : (1) Parhyangan, yang ditunjukan dengan adanya Pura Subak serta tatanan

PENGURUS BUKU JURNAL MEDIA KOMUNIKASI OLAHRAGA (MEDIKORA) PRODI IKOR JUR.USAN PKR FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN

Pondok Pesantren Qomaruddin melalui penerapan tata tertib mengajarkan kedisiplinan yang tidak lain bertujuan untuk membentuk akhlak santri menjadi akhlak yang