SKRIPSI
PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN
MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN
OLEH
Devi Agustia Ardani 080503129
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN
MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan.
Hipotesis dalam penelitian ini ialah filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada akuntan internal perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian pada uji parsial menunjukkan hanya ada satu variabel filosofi moral etika yaitu variabel moral egoisme dan satu variabel emosi yaitu emosi penyesalan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan pada kasus pengiriman barang lebih awal. Uji parsial untuk kasus penyisihan piutang tak tertagih menunjukkan hanya satu variabel filosofi moral etika yaitu moral utilitarianisme dan satu variabel emosi yaitu emosi kepuasan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE PHILOSOPHY OF ETHICS AND EMOTION TO ETHICAL JUDGEMENT OF ACCONTANTS : EMPHIRICAL STUDY
BY USING MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE FROM PT BANK BRI AND PT TELKOM IN MEDAN
The formulation of problem in this study is how philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction affect ethical judgement for accountants. The purpose of this study is to know and analyze the influence of philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction to ethical judgement for accountants.
Hypothesis in this research is the philosophy of ethics consist of justice; deontology; relativism; egoism; and utilitarianism, and emotion consist of regret; relief; and satisfaction affect accountant’s decision. Primary data collected through questionaire that scattered to internal accountant of the company. Analysis method that is used is descriptive quantitative by using multiple regression analysis.
Result of the research on partial test shows only one independent variable of philosophy of ethics that is egoism and one independent variable of emotion that is regret affect ethical judgement of accountants for early shipment scenario. Partial test for bad debt scenario shows only one independent variabel of philosophy of ethics that is utilitarianism and one independent variabel of emotion that is satisfaction; affect ethical judgement of accontants.
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Filosofi Moral Etika dan Emosi terhadap Ethical Judgement Akuntan: Studi Empiris dengan Menggunakan Multidimensional Ethics Scale Pada PT Bank BRI dan PT Telkom di Medan”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak. Dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing penulis yang sangat banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini dan Bapak Drs. H. Mhd. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak. selaku Dosen Pembaca Pnilai yang telah banyak memberi masukan kepada skripsi penulis.
penulis Saldinata Bobby Ardani dan adik penulis Desy Rahayu Ardani.
6. Teman-teman Akuntansi angkatan 2008 yang sama-sama berjuang dari awal kuliah sampai sama-sama berjuang menulis skripsi, Desi Yasnita, Rudi Manasye Sembiring, David Chanjaya, Ranap O.Y.Nainggolan, dan Joshua.
7. Bapak yang ada di PT Bank BRI wilayah Medan dan PT Telkom Wilayah Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan data dan informasi yang sangat dibutuhkan penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, kemampuan lain yang ada pada diri penulis pada saat penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya, bagi almamater, dan bagi ilmu pengetahuan akuntansi.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah……….. 1
1.2.Rumusan Masalah ……….. 5
1.3.Tujuan Penelitian ……… 5
1.4.Manfaat Penelitian ………...………... 5
2.6.1.2. Filosofi Deontologi ………. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
1. Koefisien Determinasi (R2 2. Uji Parsial (Uji T) ………... 48
) ……….. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ……… 49
4.2. Hasil Penelitian ………. 51
4.2.1. Analisis Indeks Jawaban Responden Per Variabel …. 51
1. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Keadilan ……… 52
2. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Deontologi ……… 55
3. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Relativisme ………. 58
4. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Egoisme ……… 61
Penyesalan ……….. 66
7. Indeks Jawaban Responden Mengenai Emosi Kelegaan ……….. 67
8. Indeks Jawaban Responden Mengenai Emosi Kepuasan ………. 68
9. Indeks Jawaban Responden Mengenai Ethical Judgement ……….. 70
4.3. Analisis Data ………... 72
4.3.1. Uji Kualitas Data ………... 72
1. Uji Validitas ………... 72
2. Uji Reliabilitas ……….... 75
4.3.2. Uji Asumsi Klasik ……….. 76
1. Uji Normalitas ………. 77
2. Uji Multikolinearitas ……….. 79
3.Uji Heteroskedastisitas ………. 81
4.3.3. Analisis Regresi Linear Berganda ……….. 83
4.3.4. Pengujian Hipotesis ……… 86
1. Koefisien Determinasi (R2 2. Uji Parsial (Uji T) ……… 88
) ………. 86
4.4.Pembahasan ………... 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 98
5.2. Saran ……….. 101
DAFTAR PUSTAKA ……….... 103
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu………….……….. 24
3.1 Variabel Penelitian dan Indikator……….. 40
4.1 Daftar Kuesioner ……….. 49
4.2 Profil Responden……… 50
4.3 Indeks Moral Keadilan Kasus 1 ……… 52
4.4 Indeks Moral Keadilan Kasus 2………. 52
4.5 Indeks Moral Deontologi Kasus 1……….. 55
4.6 Indeks Moral Deontologi Kasus 2 ………. 56
4.7 Indeks Moral Relativisme Kasus 1 ……… 58
4.8 Indeks Moral Relativisme Kasus 2………. 58
4.9 Indeks Moral Egoisme Kasus 1……….. 61
4.10 Indeks Moral Egoisme Kasus 2……….. 61
4.11 Indeks Moral Utilitarianisme Kasus 1……… 63
4.12 Indeks Moral Utilitarianisme Kasus 2……… 64
4.13 Indeks Emosi Penyesalan Kasus 1………. 66
4.14 Indeks Emosi Penyesalan Kasus 2………. 66
4.15 Indeks Emosi Kelegaan Kasus 1……… 67
4.16 Indeks Emosi Kelegaan Kasus 2……… 67
4.17 Indeks Emosi Kepuasan Kasus 1………... 69
4.18 Indeks Emosi Kepuasan Kasus 2………... 69
4.19 Indeks Ethical Judgement Kasus 1……… 70
4.25 Hasil Uji Multikolinearitas Kasus 1………... 80
4.26 Hasil Uji Multikolinearitas Kasus 2………... 80
4.27 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda Kasus1 …. 83
4.28 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda Kasus2 …. 84
4.29 Hasil Koefisien Determinasi Kasus 1………. 87
4.30 Hasil Koefisien Determinasi Kasus 2………. 87
4.31 Hasil Uji Parsial Kasus 1……… 89
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual………. 37
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
ABSTRAK
PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN
MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan.
Hipotesis dalam penelitian ini ialah filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada akuntan internal perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian pada uji parsial menunjukkan hanya ada satu variabel filosofi moral etika yaitu variabel moral egoisme dan satu variabel emosi yaitu emosi penyesalan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan pada kasus pengiriman barang lebih awal. Uji parsial untuk kasus penyisihan piutang tak tertagih menunjukkan hanya satu variabel filosofi moral etika yaitu moral utilitarianisme dan satu variabel emosi yaitu emosi kepuasan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE PHILOSOPHY OF ETHICS AND EMOTION TO ETHICAL JUDGEMENT OF ACCONTANTS : EMPHIRICAL STUDY
BY USING MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE FROM PT BANK BRI AND PT TELKOM IN MEDAN
The formulation of problem in this study is how philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction affect ethical judgement for accountants. The purpose of this study is to know and analyze the influence of philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction to ethical judgement for accountants.
Hypothesis in this research is the philosophy of ethics consist of justice; deontology; relativism; egoism; and utilitarianism, and emotion consist of regret; relief; and satisfaction affect accountant’s decision. Primary data collected through questionaire that scattered to internal accountant of the company. Analysis method that is used is descriptive quantitative by using multiple regression analysis.
Result of the research on partial test shows only one independent variable of philosophy of ethics that is egoism and one independent variable of emotion that is regret affect ethical judgement of accountants for early shipment scenario. Partial test for bad debt scenario shows only one independent variabel of philosophy of ethics that is utilitarianism and one independent variabel of emotion that is satisfaction; affect ethical judgement of accontants.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Praktek dalam dunia bisnis sering dianggap sudah menyimpang jauh dari aktivitas moral, bahkan ada anggapan bahwa dunia bisnis merupakan dunia yang tidak lagi mempertimbangkan etika. Padahal pertimbangan etika penting bagi status profesional dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini disebabkan karena tujuan bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga setiap orang maupun perusahaan saling bersaing dalam mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan aspek-aspek tersebut.
Officer (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham. Dalam kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Mengingat peranan akuntan sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha, maka mendorong para akuntan ini untuk memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya. Memasuki abad 21, ICCA mengeluarkan satuan tugas khusus “The Skill for 21 century task force” untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan perubahan kualifikasi para akuntan di abad 21. Satuan tugas tersebut menemukan bahwa di abad 21 ini para akuntan yang dibutuhkan, haruslah memiliki beberapa kompetensi dan kualifikasi antara lain, sebagai berikut (Bulo, 2002:22) :
• Keterampilan akuntansi mencakup kemampuan untuk menganalisa data keuangan, pengetahuan perpajakan, audit, sistem teknologi informasi dan pengetahuan tentang pasar modal.
• Keterampilan komunikasi mencakup kesanggupan mendengar dengan efektif, berbicara dan menulis dengan jelas, mengerti kebutuhan orang lain, kemampuan mengungkapkan, mendiskusikan, mempertahankan pandangan, memiliki empati dan mampu berhubungan dengan orang dari negara, budaya dan latar belakang sosio ekonomi yang berbeda.
• Keterampilan negosiasi.
konflik, kepemimpinan, mengelola hubungan dengan orang lain dan berinteraksi dengan berbagai macam orang.
• Kemampuan intelektual meliputi kemampuan logika, deduktif dan pemikiran abstrak, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan sanggup menyelesaikan dilema etis.
• Pengetahuan manajemen dan organisasi mencakup kemampuan untuk memahami aktivitas organisasi bisnis pemerintah, organisasi nirlaba, memahami budaya bisnis, dinamika kelompok, serta manajemen sumber daya.
• Atribut personel mencakup integritas, keadilan etika dan komitmen untuk belajar seumur hidup karena product life cycle pengetahuan yang semakin pendek.
keputusan terlihat sebagai proses dasar kognitif yang tidak selalu berarti emosi, emosi mungkin memiliki pengaruh pada pembuatan keputusan, tetapi keputusan mungkin juga dilanjutkan tanpa emosi.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT
AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN MENGGUNAKAN
MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI
DAN PT TELKOM DI MEDAN”
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi terhadap ethical judgement akuntan mengenai manajemen laba dengan menggunakan multidimensional ethics scale ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan yang pertama, untuk memahami evaluasi etika, emosi, dan orientasi akuntan profesional dalam melakukan pertimbangan etis (ethical judgement) yang berkaitan dengan manajemen laba. Pertimbangan etis (ethical judgement) adalah klasifikasi responden dari suatu tindakan sebagai etis atau tidak etis yang merupakan kesediaan responden untuk melakukan suatu tindakan yang ditentukan. Tujuan kedua adalah untuk memvalidasi Multidimensional Ethics Scale (MES) yang digunakan oleh Cohen et.al (1998) dalam pengaturan internasional.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya mengenai kecerdasan emosional dan perilaku etis terhadap ethical judgement akuntan.
2. Bagi Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian - penelitian yang terkait etika profesi, kecerdasan emosional, dan ethical judgement.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etika
2.1.1.Definisi Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), “Etika adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat”.
Menurut Maryani dan Ludigdo (2001), “Etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur prilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Menurut Solomon (2000), “Etika adalah (1) karakter individu, termasuk pengertian orang baik, (2) hukum sosial yang mengatur, mengendalikan, membatasi perilaku kita”. Menurut Suseno (1985), “Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral”.
seseorang, tetapi tujuan etika bukanlah untuk memberi pedoman, melainkan untuk tahu”. (Poedjawiyatna, 2003)
“Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok”. (Keraf, 1998)
Etika merupakan aturan yang mengikat secara moral hubungan manusia yang dapat dituangkan dalam aturan hukum, pedoman maupun etika profesional. Beberapa ahli filsafat memandang moralitas sebagai hukum benar salah yang terkait dengan nilai dan prilaku manusia, dan etika adalah studi di bidang tersebut. Etika atau moral sering dipertukarkan, merupakan bidang ilmu filsafat dan psikologi, yang digunakan pula dalam dunia bisnis dan profesi akuntan.
Menurut Suseno (1985) etika normatif terbagi atas 2 yaitu, tolok ukur pertanggungjawaban moral dan menuju kebahagiaan. Tolok ukur pertanggungjawaban moral meliputi etika wahyu, etika peraturan, etika situasi, dan etika relativisme. Sedangkan etika normatif menuju kebahagiaan meliputi egoisme, pengembangan diri, dan utilitarianisme. Di samping itu, Hardjoeno (2002) membagi jenis etika atas 4 kelompok yaitu, etika normatif, etika peraturan, etika situasi dan relativisme.
mengembangkan atas 4 dimensi yaitu dimensi justice / relativist, dimensi egoism, dimensi utilitarian, dan dimensi contractualism.
2.1.2.Fungsi Etika
Fungsi etika sebagai :
a. sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
b. etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
c. orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
2.1.3.Tuntutan Akan Etika Dan Tolok Ukur Etika
Menurut Hoesada (1997), tuntutan akan etika dan tolok ukur etika meningkat disebabkan oleh :
1. Pengungkapan etika pada publik, pengumuman dan media massa (pengaruh terbesar, menurut suatu survei).
2. Kepedulian publik meningkat, kewaspadaan publik meningkat, kesadaran publik meningkat, tekanan sosial baik dalam maupun luar negeri (pengaruh besar).
3. Regulasi pemerintah, intervensi pemerintah dan tuntutan pengadilan akan malpraktek (pengaruh besar).
4. Jumlah dan mutu manajer profesional dan terdidik meningkat.
5. Pengharapan baru akan suatu peran sosial suatu profesi. 6. Kesadaran dunia usaha dan para CEO akan etika bisnis
meningkat (pengaruh besar).
1. Kerusakan sosial, masyarakat yang longgar, materialisme dan hedoisme meningkat, hilangnya atau menurunnya pengaruh agama, kebutuhan akan kecepatan dan kuantitas, bukan kualitas.
2. Persaingan bertambah berat, gaya hidup, stress merebut sukses.
3. Korupsi, hilangnya kepercayaan dan rasa hormat pada pemerintah, etika sebagai sarana politik.
4. Pengetahuan akan tindakan non etikal meningkat dan menjadi terbiasa oleh media massa. Media massa menjadi penyebab meningkatnya kejahatan.
5. Haus harta, sukses diukur dengan materi, egoisme, dan individualisme.
6. Tekanan laba dari investor dan penyandang dana, harus bertahan untuk tetap hidup.
2.1.4. Etika Profesi
Suatu profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada fungsi akuntansi sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002).
dan antara profesi dengan masyarakat (Sihwajoeni, 2000). Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik yaitu: pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Menurut Keraf, prinsip etika profesi adalah (1) tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan, (2) tanggung jawab terhadap dampak kemasyarakatan umum, (3) keadilan, tak melanggar hak orang lain, (4) otonomi berkode etik.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), prinsip etika profesi adalah :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
3. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
4. Obyektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
6.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Kerahasiaan
7. Prilaku Profesional
8.
Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Fakta mengatakan bahwa berprilaku profesional diperlukan bagi semua profesi, agar profesi yang telah menjadi pilihan mendapat kepercayaan dari masyarakat (Media Akuntansi 2002). Hunt dan Vitell (1986:5-16) mengatakan bahwa kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya.
2.1.5.
Krench dan Krutchfield (1983) dalam Maryani dan Ludigdo (2001), mengatakan bahwa sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak, menyertai manusia dengan
perasaan tertentu dalam menanggapi objek yang terbentuk atas dasar pengalaman-pengalaman. Sikap pada diri seseorang akan menjadi corak atau warna pada tingkah laku orang tersebut.
Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Karakteristik tersebut meliputi sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap, dan intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik-karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Maryani dan Ludigdo, 2001).
Perilaku etis juga didefinisikan sebagai pelaksanaan tindakan fair sesuai hukum konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat diaplikasikan (Steiner dalam Reiss dan Mitra, 1998). Perilaku etis sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan. Pengembangan etika merupakan hal yang penting bagi kesuksesan individu sebagai pemimpin suatu organisasi (Morgan dalam Nugrahaningsih, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi : 1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
3. Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang Menurut Hoesada (1997) dalam jurnal yang berjudul “Etika Bisnis dan Etika Profesi dalam Era Globalisasi” faktor yang mempengaruhi pada keputusan tidak etis adalah (1) kebutuhan keuangan individu, (2) tak ada pedoman, (3) EQ, perilaku dan kebiasaan, (4) lingkungan tidak etis, dan (5) perilaku atasan.
Dari survei tersebut, ternyata pedoman etika (butir 2) menduduki tempat urutan kedua terpenting. Pedoman disini adalah hukum, aturan, berupa petunjuk dan pelatihan pengenalan etika.
Lingkungan tidak etis (butir 4) terkait pada teori psikologi sosial, dimana anggota mencari konformitas dengan lingkungan dan kepercayaan pada kelompok. Kepercayaan artinya bila ditemukan perbedaan, ia memutuskan dirinya keliru, kelompoknya benar.
2.2.Emosi
2.2.1. Pengertian Emosi
Crow & Crow (1963) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan hidup.
Menurut English & English dalam Yusuf (2003) emosi adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activities” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar motoris).
Sarwono (1999) mengatakan emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Dari definisi tersebut diatas jelas bahwa emosi tidak selalu jelek. Emosi meminjam ungkapan Rakhmat (1994), merupakan bumbu kehidupan; tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang.
2.2.2. Fungsi Emosi
1.
Berhubungan dengan fungsi emosi, Coleman dan Mammen (1974, dalam Rakhmat, 1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi :
2.
Emosi adalah sebagai pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi, kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita; marah menggerakkan kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari, dan sebagainya.
mengetahui bahwa kita dihambat atau diserang orang lain, sedih berarti kita kehilangan sesuatu yang kita senangi, bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi, atau menghindar dari hal yang dibenci.
3.
4.
Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga membawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Ungkapan emosi dapat diketahui secara universal. Emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika kita merasa sehat walafiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui bahwa kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.
2.2.3.
2.2.3.1.
Teori-Teori Emosi
Teori Emosi Dua- Faktor Schachter-Singer
2.2.3.2.
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi favorit-emosi yang ditimbulkan dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan (misalnya, melihat ular berbisa), emosi yang dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Teori Emosi James-Lange
Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik. Jadi, kita senang karena kita meloncat-loncat setelah melihat pengumuman dan kita takut karena kita lari setelah melihat ular.
respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Emosi menurut teori ini terjadi karena adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Dengan kata lain, James-Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.
2.2.3.3. Teori “Emergency” Canon
Teori ini dikemukakan oleh Cannon (1929), seorang fisiologi dari Harvard University. Cannon dalam teorinya menyebutkan bahwa emosi (sebagai pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dengan fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya).
2.2.4.
Teori Cannon ini selanjutnya diperkuat oleh Bard, sehingga kemudian lebih dikenal teori Cannon-Bard atau teori “emergency”. Teori ini mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sakral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatis aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.
Pengelompokkan Emosi
1.
Emosi dapat dikelompokkan menjadi (Yusuf: 2008,117) :
2. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, diantaranya :
a. Perasaan Intelektual, yaitu emosi yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : 1) rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hal karya ilmiah, 2) rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran, 3) rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.
b. Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perseorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini, seperti a) rasa solidaritas, b) persaudaraan, c) simpati, d) kasih sayang dan sebagainya. c. Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan
nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya; a) rasa tanggung jawab, b) rasa bersalah apabila melanggar norma, c) rasa tentram dalam mentaati norma.
d. Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
e. Perasaan Ketuhanan. Manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, manusia dijuluki sebaga Homo Divinans dan Homo Religius, yaitu sebagai makhluk yang berkeTuhanan atau makhluk beragama.
2.2.5. Emosi dan Rasionalitas
dan aksioma-aksioma teori utilitas. Jika orang bersikap rasional, mereka akan membuat pilihan yang optimal (Bechara, Damasio, Tranel, & Damasio, 2000). Namun, bukti yang terkumpul bahwa konsepsi ini mungkin palsu.
2.3.
Tanpa keterlibatan emosi, pengambilan keputusan bahkan tidak mungkin atau mungkin jauh dari optimal (Damasio, 1994). Rasionalitas pengambilan keputusan mungkin benar-benar tergantung pada kemampuan orang untuk membentuk emosi yang sesuai (de Sousa, 1987).
Ethical Judgement
moral yang tampak, tetapi harus melihat kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat kesadaran moral akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut (Jones, 1991).
2.4. Manajemen Laba ( Earnings Management )
2.4.1. Pengertian Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.
1.
Manajemen laba (earnings management) didefinisikan sebagai berikut :
Menurut Scott (2000) , manajemen laba adalah suatu tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimisasi kesejahteraan pihak manajemen dan atau nilai pasar perusahaan.
menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu. 3. Schipper (1989) mengartikan manajemen laba dari sudut pandang
fungsi pelaporan pada pihak eksternal, sebagai disclosure management, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
2.4.2. Bentuk – Bentuk Manajemen Laba
a.
Bentuk-bentuk pengaturan laba yang dikemukakan oleh Scott (2000) yaitu :
Taking Bath
b.
Disebut juga big baths, bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya pergantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun kondisi tidak menguntungkan.
Income Minimization
yang diambil dapat berupa penghapusan (write off ) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat.
c. Income Maximization
d.
Memaksimalkan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income Smoothing
e.
Perusahaan umumnya lebih memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil daripada menunjukkan perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.
Timing Revenue dan Expense Recognation
2.5.
Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya pengakuan premature atas pendapatan.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Hasil Penelitian
Frey 2000 The impact of
moral intensity on decision making in a business context
Suatu keputusan akan lebih rendah intensitas moralnya jika keputusan tersebut memiliki konsekuensi negatif jika kebanyakan orang setuju bahwa suatu keputusan itu beretika
Maryani dan Ludigdo
2001 Survei atas faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan
terhadap sikap etis akuntan.
May dan Pauli 2002 The role of moral intensity in ethical decision making
Lindawati 2003 The moral
reasoning of public
accountants in the development of a code of ethics
komponen penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik.
Rubiyo 2003 Analisis
multidimensional terhadap
pertimbangan etika bagi praktisi pajak
Unsur-unsur
kejujuran, keadilan, moralitas, secara budaya, tradisi dan struktur
Multidimensional Ethics Scale (MES)
yang lainnya mendukung terhadap
dimensi etika sesuai model Cohen et.al yaitu filosofi moral equity, relativisme,
akuntasi. Rissyo dan
Nurna Aziza
2006 Pengaruh kecerdasan motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman
akuntansi.
Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan.
pengakuan moral-intensi moral sepenuhnya dimediasi oleh keadilan distribusi dan evaluasi utilitarian, serta 3) hubungan intensitas moral-intensi moral secara parsial dimediasi oleh kombinasi dari pengakuan moral dari setiap proses evaluasi moral.
Lindawati (2003) menguji peran moral reasoning akuntan publik dalam pengembangan kode etik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa moral development merupakan komponen penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik. Hasil lainnya menyatakan bahwa derajat profesionalisme seorang akuntan publik ditentukan oleh tingkat perkembangan moralnya (moral development).
Rubiyo (2003) menguji keandalan model penelitian MES dalam menguji perilaku etis praktisi pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur faktor MES memperkuat keberadaan filosofi dimensi etis (moral equity, relativisme, kontraktiualisme, egoisme, dan utilitarianisme) dalam konteks praktek pajak serta mempengaruhi pertimbangan etis para praktisi pajak.
secara parsial hanya IQ yang berpengaruh signifikan dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa, sedangkan EQ maupun SQ secara parsial tidak berpengaruh.
2.6.
Rissyo dan Aziza (2006) mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, kepercayaan diri sebagai variabel pemoderasi. Dalam penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, yaitu regresi linear berganda; moderating regression analysis; dan independent sample T-Test. Hasil penelitian tesebut menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Pada penelitian ini, terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri dan motivasi antara mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan mahasiswa dengan kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk variabel pengendalian diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan.
Hipotesis
2.6.1. Multidimensional Ethics Scale
pada situasi yang berbeda. Penggunaan MES ini menuntut adanya investigasi tidak hanya pada apa yang responden percayai, namun juga pada mengapa dia mempercayainya (Reidenbach dan Robin, 1990).
Dalam konteks akuntansi, Cohen et.al (1993) telah memodifikasi skala MES Reidenbach dan Robin menjadi 12 item menggambarkan 5 filosofi moral yaitu : (1) moral equity, (2) deontologi, (3) relativisme, (4) egoisme, dan (5) utilitarianisme. Jadi, lima filosofi tersebut mencakup instrumen Cohen, yang terdiri dari 3 konstruk yang dikemukakan oleh Reidenbach dan Robin (1990), ditambah item-item yang berkaitan dengan egoisme dan utilitarianisme.
2.6.1.1. Filosofi Moral Equity
etis (Rubiyo, 2003). Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H1 : Terdapat pengaruh moral keadilan terhadap ethical judgement akuntan
2.6.1.2. Filosofi Deontologi
Manajemen kurang menjalankan etika yang menjadi kewajiban moralnya sebagai pimpinan perusahaan (aspek deontologi). Pada kasus kedua menunjukkan bahwa para auditor berpersepsi bahwa tindakan manajer kredit tersebut cenderung melanggar kebijakan yang dianjurkan. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H2 : Terdapat pengaruh moral deontologi terhadap ethical judgement akuntan
2.6.1.3. Filosofi Moral Relativisme
kepada individu yang terlibat dalam skandal itu, mengenali perilaku mereka yang mungkin telah dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H3 : Terdapat pengaruh moral relativisme terhadap ethical judgement akuntan
2.6.1.4. Filosofi Moral Egoisme
H4 : Terdapat pengaruh moral egoisme terhadap ethical judgement akuntan
2.6.1.5. Filosofi Moral Utilitarianisme
Utilitarianisme menilai tindakan pada apakah tindakan-tindakan tersebut efisien dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Sama halnya dengan egoisme, utilitarianisme menilai tindakan-tindakan didasarkan pada hasil (atau konsekuensi) suatu tindakan; walaupun demikian berdasar filosofi ini, manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (bukan bagi praktisi secara individu) benar-benar dipertimbangkan. Baik utilitarianisme dan egoisme adalah bertentangan dengan filosofi moral equity, deontologi, dan relativisme, yang menilai tindakan-tindakan berdasar hasil-hasil mereka secara sendiri-sendiri. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa orientasi utilitarianisme merupakan moralitas suatu tindakan yang diturunkan dari konsekuensinya. Moralitas adalah fungsi dari manfaat yang diperoleh dan biaya yang timbul dari masyarakat. Oleh karena itu, tindakan moral diarahkan untuk memaksimalkan kesejahteraan sebesar-besarnya dan meminimalkan cost (Muthmainnah, 2006). Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H5 : Terdapat pengaruh moral utilitarianisme terhadap ethical judgement akuntan
2.6.2. Emosi
manipulasi manajemen laba. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H6 : Terdapat pengaruh rasa penyesalan terhadap ethical judgement akuntan
2.6.2.2. Kelegaan
Kelegaan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang tidak lagi dibebani oleh situasi yang penuh tekanan (Ortony et.al. 1988). Perasaan lega memotivasi individu untuk bertindak dengan cara tertentu, terutama dalam situasi yang melibatkan ketakutan atau kecemasan, seperti dilema etis. Coye (1986) mengungkapkan bahwa para pengambil keputusan mengalami kecemasan karena mereka menimbang alternatif dan hasil potensial dalam dilema etis. Levy dan Dubinsky (1983) mengungkapkan bahwa mengurangi atau menghindari kecemasan dalam membuat pilihan dapat mengarahkan pada perasaan lega. Coughlan dan Conolly (2008) menemukan bahwa setidaknya dalam beberapa situasi, kelegaan yang diharapkan berhubungan dengan tindakan yang tepat yang dapat membantu dalam proses pembuatan keputusan untuk memilih alternatif etis. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H7 : Terdapat pengaruh rasa kelegaan terhadap ethical judgement akuntan
2.6.2.3. Kepuasan
bahwa kepuasan menggambarkan pemenuhan, mungkin sampai ambang efek yang tidak diinginkan. Menurut Robbins (2007) kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Viator dalam Kusmaningrum (2011) menemukan bahwa ada hubungan positif antara kepuasan kerja dan pengorbanan tinggi. Penelitian Coughlan dan Conolly (2008,350) tidak dapat mendukung bahwa emosi kepuasan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk memilih alternatif etis, meskipun mereka mengandaikan bahwa “nilai dari hasil yang diantisipasi jelas memainkan peran yang substansial dalam banyak keputusan, dan peranan kepuasan yang diantisipasi tidak boleh diabaikan”. Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis yang diajukan :
H8 : Terdapat pengaruh kepuasan terhadap ethical judgement akuntan
2.7. Kerangka Konseptual
H1
H2
H3
H4 FILOSOFI MORAL ETIKA
MORALKEADILAN
MORAL DEONTOLOGI
MORAL RELATIVISME
MORAL EGOISME
MORAL UTILITARIANISME
H
5
H6
H7
H8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Ada beberapa jenis penelitian yaitu : a. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau
EMOSI
PENYESALAN
KELEGAAN
hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung. Analisis deskriptif dapat menggunakan analisis distribusi frekuensi yaitu menyimpulkan berdasarkan hasil rata-rata. Hasil penelitian deskriptif yang sering digunakan, atau dilanjutkan dengan melakukan penelitian analitik.
b. Penelitian Studi Kasus
Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif. Meskipun jumlah subyek cenderung sedikit, jumlah variabel yang diteliti sangat luas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah penelitian. Penggalian data dapat melalui kuesioner, wawancara, observasi maupun data dokumen.
c. Penelitian Survei
Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data dokumen.
d. Penelitian Hubungan / Korelasional
Penelitian korelasional dimaksudkan untuk mencari atau menguji hubungan antara variabel. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang ada. Desain yang sering digunakan adalah cross-sectional.
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian survei.
3.2. Variabel Penelitian
Menurut Sekaran (2003), variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif ataupun negatif. Variabel independen dalam penelitian ini adalah :
1. Filosofi moral etika yang terdiri dari moral keadilan, moral deontologi, moral relativisme, moral egoisme, moral utilitarianisme.
2. Emosi yang terdiri dari penyesalan, kelegaan, dan kepuasan.
Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertimbangan etis ( ethical judgement ) akuntan.
Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Indikator Variabel Definisi
Operasional
Indikator Pengukuran
Moral Keadilan semua orang lain
yang berada dalam situasi yang sama dan untuk
menghormati hak semua pihak yang
• Secara budaya dapat diterima
tindakan tersebut tidak menyesal Penyesalan
Emosi Kepuasan moral, seperti apa yang seharusnya
Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data ini adalah dengan melalui kuesioner yang diberikan kepada para responden. Data primer yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan tanggapan responden terhadap variabel-variabel penelitian yang akan diuji.
3.4.Metode Pengumpulan Data
akuntan. Penelitian ini dimulai dengan studi yang dilakukan oleh Cohen et.al. (1992, 1993a, 1996). Studi yang dilakukan oleh Cohen et.al. ini berfokus pada lima konstruk moral yang diambil dari filosofi moral: justice, relativism, utilitarianism, deontologi, dan egoism. Moral konstruksi ini tercermin dalam Multidimensional Ethics Scale (MES), yang dikembangkan oleh Reidenbach dan Robin (1988, 1990, 1993) dan digunakan dalam akuntansi oleh Flory et.al. (1992) dan Cohen et.al. (1993a, 1996). Skipper dan Hyman (1993) menyatakan bahwa skala ini telah menjadi populer sejak awal dan tampaknya menjadi standar de facto di antara para peneliti bisnis.
3.5.Metode Analisis Data
3.5.1. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif adalah suatu analisa data yang diperoleh dari daftar pertanyaan yang sudah diolah dalam bentuk angka-angka dan pembahasannya melalui perhitungan statistik. Analisis kuantitatif terdiri dari :
3.5.1.1. Uji Kualitas Data
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dan kuesioner mampu mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005). Uji validitas dilakukan dengan cara menguji korelasi antara skor item dengan skor total masing-masing variabel.
2. Uji Reliabilitas
3.5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini metode untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan metode grafik histogram.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk apakah model ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen sama atau nol. (Ghozali, 2005).
Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) Nilai tolerance dan (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas dan sebaliknya bila VIF kurang dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) tidak terjadi persoalan multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang lebih baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas karena data cross section mengandung berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar) (Ghozali, 2005).
Adapun cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode grafik yaitu dengan grafik Scatterplot.
Apabila dari grafik tersebut menunjukkan titik-titik menyebar secara acak serta tersebar, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.
3.5.1.3. Analisis Regresi Linear Berganda
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hal ini menunjukkan hubungan (korelasi) antara kejadian satu dengan kejadian yang lainnya. Karena terdapat lebih dari dua variabel, maka hubungan linier dapat dinyatakan dalam persamaan regresi linier berganda.
y =b0 +b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 +b7X7 +b8X8 Keterangan :
+e
y = ethical judgement akuntan b0
= moral deontologi
3
X
= moral relativisme
4
X
= moral egoisme
5
X
= moral utilitarianisme
6
X
= emosi penyesalan
7
X
= emosi kelegaan
8
e = error term = emosi kepuasan
3.5.1.4. Pengujian Hipotesis
1. Koefisien Determinasi (R2 Koefisien determinasi (R
)
2
determinasi untuk data silang (cross section) relative rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi.
2. Uji Parsial (Uji T)
Yaitu suatu uji yang digunakan untuk mengetahui secara parsial pengaruh variabel independen dengan variabel dependen.
• Penentuan Nilai Kritis (t tabel)
Untuk menguji hipotesis menggunakan uji-t dengan tingkat signifikasi (α) 5% dengan sampel (n).
• Kriteria hipotesis Ho
H
; β = 0 ; tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
a
• Kriteria pengujian :
; β > 0 ; ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Jika nilai t hitung > t tabel, Ho ditolak dan Ha
Jika nilai t hitung < t tabel, H
diterima hal ini berarti bahwa ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
o diterima dan Ha ditolak hal ini
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah akuntan yang bekerja di beberapa perusahaan di kota Medan. Dari sejumlah perusahaan tersebut, hanya ada 2 perusahaan yang bersedia memberikan ijin dalam penelitian ini.
Jumlah kuesioner yang dibagikan untuk setiap kantor berkisar 40 kuesioner. Dari jumlah total kuesioner yang disebar yaitu 80 kuesioner, jumlah kuesioner yang diisi dan dikembalikan adalah sebanyak 70 kuesioner. Masing-masing kuesioner berisi dua kasus skenario yaitu kasus pertama mengenai pengiriman barang yang lebih awal dan kasus kedua mengenai penyesuaian piutang tak tertagih.
Tabel 4.1 Daftar Kuesioner
No Keterangan Jumlah
1. Kuesioner yang disebarkan 80
2. Kuesioner yang tidak dikembalikan (10)
Total Kuesioner Yang Bisa Diolah 70
Tabel 4.2. menunjukkan gambaran 70 responden dalam penelitian ini.
Tabel 4.2 Profil Responden
Keterangan Total Persentase
Jumlah sampel 70 100 %
Jenis Kelamin :
Pria Sumber : data primer yang diolah, 2012
sebanyak 48 orang (68.6%) dan wanita sebanyak 22 orang (31.4%). Sebagian besar responden adalah berumur di atas 30 tahun yaitu sebanyak 41 orang (58.6%), responden yang berumur antara 26 – 30 tahun sebanyak 11 orang (15.7%), dan responden yang berumur antara 21 – 25 tahun sebanyak 18 orang (25.7%). Selain itu berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa 52 responden (74.3%) berpendidikan S1, 17 responden (24.3%) berpendidikan diploma, dan hanya 1 responden (1.4%) yang berpendidikan S2.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Analisis Indeks Jawaban Responden Per Variabel
Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai responden penelitian ini, khususnya variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan teknik skoring yaitu nilai minimal 1 dan nilai maksimal 5. Maka perhitungan indeks jawaban responden dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Nilai Indeks = [(F1x1) + (F2x2) + (F3x3) + (F4x4) +(F5x5)] / 5 Dimana :
F1 adalah frekuensi jawaban responden yang menjawab 1 F2 adalah frekuensi jawaban responden yang menjawab 2 F3 adalah frekuensi jawaban responden yang menjawab 3
Pada kuesioner penelitian ini, angka jawaban responden tidak dimulai dari angka 0, melainkan dari angka 1 hingga 5. Oleh karena itu angka indeks yang dihasilkan dimulai dari angka 14 hingga 70 dengan rentang 56. Dalam penelitian ini digunakan 3 kriteria, maka rentang sebesar 56 dibagi 3 dan menghasilkan rentang sebesar 19. Rentang tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan indeks persepsi akuntan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
14,00 – 33,99 = Rendah 34,00 – 53,99 = Sedang 54,00 – 73,99 = Tinggi
1. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Keadilan
Variabel Moral Keadilan pada penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan 3 indikator. Tabel berikut adalah hasil tanggapan responden dengan angka indikator untuk masing-masing indikatornya. Untuk kasus 1: Pengiriman barang yang lebih awal ditampilkan dalam tabel 4.3. sedangkan kasus 2: Penyesuaian Piutang Tak Tertagih ditampilkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.3. Indeks Moral Keadilan
Kasus 1: Pengiriman Barang Lebih Awal
Indikator Moral Keadilan Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Adil / Tidak adil (X11) 3 18 19 18 12 46.4
Secara moral benar / Secara moral Indeks Moral Keadilan
Kasus 2 : Penyesuaian Piutang Tak Tertagih
Indikator Moral Keadilan Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Adil / Tidak adil (X11) 3 11 23 23 10 47.2
Pantas / Tidak pantas (X12) 2 18 18 23 9 46
Secara moral benar / Secara moral salah (X13
2 )
20 18 20 10 45.2
Rata-rata 46.1
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012 Pada kasus 1 indeks X11
• Nilai Indeks (X
yaitu adil / tidak adil dihitung sebagai berikut:
11
= 46.4
) = [(3x1) + (18x2) + (19x3) + (18x4) + (12x5)] /5
Kesimpulan : Indikator persepsi adil /tidak adil bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Pada kasus 1 indeks X12
• Nilai indeks (X
yaitu pantas / tidak pantas dihitung sebagai berikut :
12) = [(1x1) + (21x2) + (22x3) + (17x4) + (9x5)] /5
Kesimpulan : Indikator persepsi pantas/tidak pantas bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Pada kasus 1 indeks X13
• Nilai indeks (X
yaitu secara moral benar / secara moral salah dihitung sebagai berikut :
13
= 46.2
) = (0x1) +(20x2) +(21x3) + (17x4) + (12x5)] /5
Kesimpulan : Indikator persepsi secara moral benar/ secara moral salah bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Nilai indeks total = ( 46.4 + 44.4 + 46.2) / 3 = 45.7
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para responden memiliki moral keadilan yang sedang dengan tingkat moral keadilannya sebesar 45.7 terhadap kasus pengiriman barang yang lebih awal.
Pada kasus 2 indeks X11
• Nilai indeks = [(3x1) + (11x2) + (23x3) + (23x4) + (10x5)] /5 = 47.2
yaitu adil / tidak adil dihitung sebagai berikut:
Pada kasus 2 indeks X12
• Nilai indeks = [(2x1) + (18x2) + (18x3) + (23x4) + (9x5)] /5 = 46 yaitu pantas / tidak pantas dihitung sebagai berikut :
Kesimpulan : Indikator persepsi pantas/tidak pantas bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih nilainya adalah sedang.
Pada kasus 2 indeks X13
• Nilai indeks =[(2x1) + (20x2) + (18x3) +(20x4) +(10x5)] / 5 = 45.2 yaitu secara moral benar / secara moral salah dihitung sebagai berikut :
Kesimpulan : Indikator persepsi secara moral benar/ secara moral salah bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih nilainya adalah sedang
Nilai indeks total = ( 47.2+46+ 45.2) / 3 = 46.1
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para responden memiliki moral keadilan yang sedang-sedang saja terhadap kasus penyesuaian piutang tak tertagih. Tabel di atas menunjukkan bahwa rentang nilai indeks 14-73, responden rata-rata memiliki indeks moral keadilan sebesar 46.1 yang berarti tingkat moral keadilannya adalah sedang.
2. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Deontologi
Tabel 4.5.
Indeks Moral Deontologi
Kasus 1 : Pengiriman Barang yang Lebih Awal
Indikator Moral Deontologi Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis (X21)
5 24 21 15 5 40.2
Melanggar/ tidak melanggar janji tak terucap (X22
7 )
23 17 20 3 39.8
Rata-rata 40
Tabel 4.6.
Indeks Moral Deontologi
Kasus 2 : Penyesuaian Piutang Tak Tertagih
Indikator Moral Deontologi Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis (X21)
3 19 19 22 7 44.2
Melanggar/ tidak melanggar janji tak terucap (X22
2 )
19 18 18 13 46.2
Rata-rata 45.2
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Pada kasus 1 indeks X21
Kesimpulan : Indikator persepsi melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Pada kasus 1 indeks X22
• Nilai indeks =[(7x1) + (23x2) + (17x3) + (20x4) + (3x5)] / 5= 39.8 melanggar/ tidak melanggar janji tak terucap dihitung sebagai berikut:
Kesimpulan : Indikator persepsi melanggar/ tidak melanggar janji tak terucap bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Nilai indeks total = ( 40.2 +39.8 ) / 2 = 40
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden rata-rata memiliki moral deontologi yang sedang dengan tingkat moral deontologi sebesar 40 terhadap kasus pengiriman barang yang lebih awal.
Pada kasus 2 indeks X21
• Nilai indeks = [(3x1) + (19x2) + (19x3) + (22x4) + (7x5)] /5= 44.2 yaitu melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis dihitung sebagai berikut:
Kesimpulan : Indikator persepsi melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih nilainya adalah sedang.
Pada kasus 2 indeks X22
Kesimpulan : Indikator persepsi melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih nilainya adalah sedang.
Nilai indeks total = ( 44.2 + 46.2 ) / 2 = 45.2
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para responden memiliki moral deontologi yang sedang terhadap kasus penyesuaian piutang tak tertagih dengan nilai indeksnya sebesar 45.2.
3. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Relativisme
Variabel moral relativisme pada penelitian ini dijelaskan dengan 3 indikator. Tabel berikut adalah hasil tanggapan responden dengan angka indikator untruk masing-masing indikatornya.
Tabel 4.7.
Indeks Moral Relativisme
Kasus 1 : Pengiriman Barang yang Lebih Awal
Indikator Moral Relativisme Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya (X31)
1 39 20 6 4 36.6
Secara budaya dapat diterima / tidak dapat diterima (X32)
- 35 24 8 3 37.8
Secara tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima (X33
-
)
Rata-rata 37.7
Tabel 4.8.
Indeks Moral Relativisme
Kasus 2 : Penyesuaian Piutang Tak Tertagih
Indikator Moral Relativisme Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya (X31)
3 18 26 16 7 43.2
Secara budaya dapat diterima / tidak dapat diterima (X32)
4 29 20 12 5 39
Secara tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima (X33
6 )
32 18 8 6 37.2
Rata-rata 39.8
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012 Pada kasus 1 indeks X31
• Nilai indeks = [(1x1) + (39x2) + (20x3) + (6x4) + (4x5)] / 5 = 36.6 dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya yaitu dihitung sebagai berikut:
Kesimpulan : Indikator persepsi dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Pada kasus 1 indeks X32
• Nilai indeks = [(0x1) + (35x2) + (24x3) + (8x4) + (3x5)] / 5 = 37.8 secara budaya dapat diterima / tidak dapat diterima yaitu dihitung sebagai berikut:
Pada kasus 1 indeks X33
• Nilai indeks = [(0x1) + (30x2) + (29x3) + (8x4) +(3x5)] / 5 = 38.8 secara tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima yaitu dihitung sebagai berikut:
Kesimpulan : Indikator persepsi secara tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima bagi responden terhadap kasus Pengiriman barang yang lebih awal nilainya adalah sedang.
Nilai indeks total = ( 38 + 39 + 40 ) / 3 = 39
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para responden memiliki moral relativisme yang sedang terhadap kasus pengiriman barang yang lebih awal. Tabel diatas menunjukkan bahwa dari rentang nilai indeks 14 sampai 73, responden rata-rata memiliki indeks moral relativisme sebesar 39 yang berarti tingkat moral relativismenya adalah sedang mendekati rendah.
Pada kasus 2 indeks X31
• Nilai indeks = [(3x1) + (18x2) + (26x3) + (16x4) + (7x5)]/5 = 43.2 dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya yaitu dihitung sebagai berikut:
Kesimpulan : Indikator persepsi dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih adalah sedang.
Pada kasus 2 indeks X32
Kesimpulan : Indikator persepsi secara budaya dapat diterima/ tidak dapat diterima bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih nilainya adalah sedang.
Pada kasus 2 indeks X33
• Nilai indeks = [(6x1) + (32x2) + (18x3) + (8x4) + (6x5)] /5= 37.2 secara tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima yaitu dihitung sebagai berikut:
Kesimpulan : Indikator persepsi secara tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima bagi responden terhadap kasus Penyesuaian piutang tak tertagih nilainya adalah sedang.
Nilai indeks total = ( 43.2 + 39 + 37.2 ) / 3 = 30.8
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden rata-rata memiliki moral relativisme sebesar 30.8 yang berarti tingkat moral relativismenya sedang terhadap kasus penyesuaian piutang tak tertagih. 4. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Egoisme
Variabel moral egoisme pada penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan 2 indikator. Tabel berikut adalah hasil tanggapan rsponden dengan angka indikator untuk masing-masing indikatornya.
Tabel 4.9. Indeks Moral Egoisme
Kasus 1 : Pengiriman Barang yang Lebih Awal
Indikator Moral Egoisme Frekuensi Jawaban Indeks
1 2 3 4 5
Menguntungkan bagi pelaku/ merugikan bagi pelaku (X41)