• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Kanker Dharmais berlokasi di Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta Barat. Dibangunan di atas tanah milik pemerintah seluas 38.920 m2 dengan luas total seluruh bangunan adalah 63.540 m2. Bangunan ini terdiri dari 7 blok bangunan, yaitu bangunan utama, bangunan asrama dan litbang, bangunan auditorium, bangunan penunjang, bangunan teknik dan umum, bangunan genset, bangunan rumah duka, tempat TPS dan incenerator, serta IPAL/STP. Bangunan utama terdiri dari 8 lantai dan ditambah 2 lantai basement. Saat ini lantai yang sudah dioperasikan adalah lantai basement, lantai 1, 2, 3, 4, 5, dan 8 sedangkan lantai lainnya masih dalam tahap persiapan pengembangan fisik.

Instalasi Radiodiagnostik terletak di lantai basement RSKD. Instalasi Radiodiagnostik memiliki peralatan sangat lengkap, terdiri dari X-Ray konvensional, Mammografi, Angiografi, CT Scan, MRI, USG dan Kedokteran Nuklir. Instalasi Radidiagnostik RSKD unggul dalam bidang kecepatan dan ketepatan diagnostik serta penentuan stadium kanker. Instalasi Radiodiagnostik dapat melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker. Pelayanan yang diberikan dapat mendeteksi kanker leher rahim, kanker payudara, kanker prostat, kanker kolorektal, dan kanker hati. Selain itu, instalasi ini juga memberikan pelayanan uji kesehatan umum (general check up) bagi pasien yang ingin melakukan deteksi dini kanker atau pasien yang ingin mengetahui status kesehatannya.

Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar X untuk pemeriksaan payudara dianggap sebagai teknologi tepat guna untuk mendeteksi keberadaan kelainan pada payudara. Pemeriksaan payudara pada umumnya dilakukan dengan menggunakan mammografi dan USG payudara. Mammografi dinilai sensitif untuk mendeteksi lesi (gangguan jaringan) yang tidak teraba dalam pemeriksaan payudara. Untuk memperkirakan keganasan digunakan kategori breast imaging reporting and data system (Bi-Rads) yang menggolongkan mikrokalsifikasi (tanda dini kanker payudara) yang akan tergambar pada mammografi dari kategori 0 sampai dengan 5. Pasien yang termasuk ke dalam kategori 4 dan 5 sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan biopsi jaringan untuk memastikan hasil diagnosis. Sementara itu, pemeriksaan dengan USG payudara dapat melihat dan mendeteksi adanya lesi padat maupun lesi setengah cair, termasuk melihat ukuran lesi secara jelas. USG payudara bersifat

saling melengkapi dengan mammografi untuk diagnosis optimal kelainan payudara (Buku Profil RSKD).

Karakteristik Contoh dan Hubungan Faktor Risiko dengan Kanker Payudara Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi enam, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Diploma/Akademi, Sarjana, dan Pasca Sarjana. Distribusi contoh berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Distribusi contoh berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Pendidikan Kasus Kontrol

n % n % SD 0 0 1 4.2 SLTP 4 16.7 2 8.3 SLTA 7 29.2 5 20.8 Diploma/Akademi 1 4.2 1 4.2 Sarjana 11 45.8 11 45.8 Pasca Sarjana 1 4.2 4 16.7 Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki tingkat pendidikan sarjana yaitu sebesar 45.8% sama dengan tingkat pendidikan pada kelompok kontrol. Menurut Guhardja et al. (1992) pendidikan merupakan faktor dari diri seseorang yang mempengaruhi perilakunya. Selain itu, pendidikan juga memiliki peranan yang cukup penting dalam perbaikan makanan, setidaknya tahu bahwa makanan penting bagi kesehatan. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung untuk memilih makanan yang baik dalam hal jumlah dan mutu dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.

Menurut Khomsan et al. (2009) tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Sumarwan (2003) menyatakan bahwa keterbatasan pengetahuan dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera yang berbeda juga.

38

Secara logika dapat dikatakan bahwa peningkatan status pendidikan akan meningkatkan status sosial ekonomi, yang kemudian akan mengubah pola hidup. Pola hidup masyarakat dengan sosial ekonomi baik berupa asupan lemak yang lebih tinggi serta pola hidup tidak sehat akan meningkatkan paparan faktor risiko kanker payudara (Azamris 2006).

Pekerjaan

Jenis pekerjaan contoh dikategorikan menjadi empat, yaitu belum bekerja, Ibu Rumah Tangga (IRT), Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai swasta. Distribusi contoh berdasarkan pekerjaan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi contoh berdasarkan pekerjaan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Pekerjaan Kasus Kontrol

n % n % Belum Bekerja 0 0 1 4.2 IRT 16 66.7 15 62.5 PNS 7 29.2 5 20.8 Pegawai Swasta 1 4.2 3 12.5 Total 24 100 24 100

Berdasarkan di atas, diketahui bahwa sebagian besar kasus bekerja sebagai IRT yaitu sebesar 66.7%, namun jumlah ini tidak berbeda jauh dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 62.5%.

Usia

Rata-rata usia contoh dalam penelitian ini adalah 47.6 ± 8.2 tahun pada kelompok kasus, sedangkan rata-rata usia contoh pada kelompok kontrol adalah sebesar 40.7 ± 9.7 tahun. Baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol distribusi contoh banyak terdapat pada rentang usia 40-49 tahun (41.7%). Distribusi contoh berdasarkan usia pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Distribusi contoh berdasarkan usia pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Usia Kasus Kontrol p-value OR 95% CI

n % n % 20-29 tahun 0 0 3 12.5 0.074 - - 30-39 tahun 3 12.5 7 29.2 0.155 0.347 0.078-1.549 40-49 tahun 10 41.7 10 41.7 1 1 0.317-3.151 50-59 tahun 9 37.5 4 16.7 0.104 3 0.774-11.627 60-69 tahun 2 8.3 0 0 0.149 - - Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kelompok kasus banyak terdapat pada rentang usia 40-49 tahun yaitu sebesar 41.7%, kemudian pada

rentang usia 50-59 tahun yaitu sebesar 37.5%. Selaras dengan penelitian yang dilakukan Indrati (2005) bahwa kelompok kasus banyak terdapat pada rentang usia 40-49 tahun yaitu sebesar 36.5%, kemudian pada rentang usia 50-59 tahun yaitu sebesar 30.8%. Hal yang sama juga terdapat pada penelitian Azamris (2006) yang menemukan bahwa kasus kanker payudara banyak terdapat pada rentang usia 40-50 tahun yaitu sebesar 34.3%. Depkes (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun. Hubungan antara usia dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square, hasilnya menunjukkan bahwa usia pada semua rentang yang telah ditetapkan tidak berhubungan dengan kanker payudara (p>0.05).

Usia sangat penting sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kanker payudara. Kejadian kanker payudara akan meningkat cepat pada usia reproduktif, kemudian setelah itu meningkat dengan kecepatan yang lebih rendah (Wakai et al. 2000). Risiko terjadinya kanker payudara bertambah sebanding dengan pertambahan usia. Hubungan ini diduga karena pengaruh paparan hormonal (estrogen) yang lama serta paparan faktor risiko lain yang memerlukan waktu lama untuk dapat menginduksi terjadinya kanker (Azamris 2006). Meningkatnya risiko kanker pada usia lanjut mungkin merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia (Dinkes Bone Belango 2007).

Status Gizi

Status gizi contoh dikategorikan menjadi empat berdasarkan cut-off points IMT menurut Depkes (2006), yaitu kurus (IMT: <18 kg/m2), normal (IMT: 18-25 kg/m2), kegemukan (IMT: 25.1-27 kg/m2), obesitas (IMT: >27 kg/m2). Distribusi contoh berdasarkan status gizi pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Distribusi contoh berdasarkan status gizi pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Status Gizi Kasus Kontrol

n % n % Kurus 0 0 2 8.3 Normal 21 87.5 15 62.5 Kegemukan 2 8.3 3 12.5 Obesitas 1 4.2 4 16.7 Total 24 100 24 100

40

Berdasakan Tabel 10, diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki status gizi normal yaitu masing-masing sebesar 87.5% dan 62.5%. Hubungan antara status gizi dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, dalam analisis status gizi nomal dijadikan pembanding terhadap status gizi kegemukan dan status gizi obesitas. Rekomendasi dari World Cancer Research Fund dan American Institute for Cancer Research pada tahun 2007 menyatakan bahwa untuk mencegah penyakit kanker seseorang sebaiknya menjaga berat badan dalam kisaran berat badan normal. Keadaan kegemukan dan obesitas meningkatkan risiko beberapa kanker (Damayanthi 2008). Hubungan antara status gizi dengan kanker payuda dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hubungan antara status gizi dengan kanker payudara

Status Gizi Kasus Kontrol p-value OR 95% CI

n % n % Kegemukan 2 8.7 3 16.7 0.446 2.1 0.312-14.152 Normal 21 91.7 15 83.3 Total 23 100 18 100 Obesitas 1 4.5 4 21.1 0.140 5.6 0.567-55.260 Normal 21 95.5 15 78.9 Total 22 100 19 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kanker payudara (p>0.05). Hasil ini tidak selaras dengan beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan Tung et al. (1999). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa seorang wanita dengan IMT >25 kg/m2 berhubungan dengan risiko kanker payudara pada saat post menopause (OR=1.90 pada 95% CI: 1.10-3.24) dibandingkan dengan IMT ≤20 kg/m2. Berat badan ≥58 kg menunjukkan hubungan yang signifikan

dengan risiko kanker payudara dibandingkan dengan berat badan ≤47 kg pada wanita post menopause (OR=1.83 pada 95% CI: 1.10-3.01). Menurut Mahan dan Escott-Stump (2008) hubungan antara berat badan, IMT, dan berat badan relatif dengan kanker yang spesifik sudah diteliti secara luas dan sebagian besar studi epidemiologi menunjukkan hubungan yang positif dengan kanker payudara, endometrium, dan ginjal. Pada kanker payudara, ada hubungan yang positif antara penambahan berat badan saat post menopause terhadap peningkatan risiko terjadinya penyakit. Berdasarkan penelitian Azamris (2006) diketahui bahwa overweight akan menigkatkan risiko kanker payudara 2.29 kali lipat (95% CI: 2.06-2.53).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi contoh dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik jika >80% jawaban benar dari pertanyaan, sedang jika 60-80% jawaban benar dari pertanyaan, dan kurang jika <60% jawaban benar dari pertanyaan. Distribusi contoh berdasarkan pengetahuan gizi pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Distribusi contoh berdasarkan pengetahuan gizi pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Pengetahuan Gizi Kasus Kontrol

n % n %

Rendah 4 16.7 3 12.5

Sedang 18 75 20 83.3

Tinggi 2 8.3 1 4.2

Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pengetahuan gizi dalam kategori sedang lebih banyak ditemukan pada kelompok kontrol yaitu sebesar 83.3% dibandingkan dengan kelompok kasus yaitu sebesar 75%. Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi- Square dan tabel 2x2, dalam analisis pengetahuan gizi baik dijadikan pembanding terhadap pengetahuan gizi rendah dan pengetahuan gizi sedang. Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kanker payuda dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kanker payudara Pengetahuan Gizi Kasus Kontrol p-value OR 95% CI n % n % Rendah 4 66.7 3 75 0.779 1.5 0.89-25.392 Baik 2 33.3 1 25 Total 6 100 4 100 Sedang 18 90 20 95.2 0.529 2.222 0.185-26.629 Baik 2 10 1 4.8 Total 20 100 21 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan kanker payudara (p>0.05). Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Salah satu pertimbangan seseorang untuk mengonsumsi makanan adalah tingkat pengetahuan tentang manfaat makanan tersebut bagi kesehatan, pengetahuan tentang bahan penyusun asal makanan, dan makna simboliknya. Semakin baik pengetahuan gizinya, maka seseorang akan semakin

42

memperhatikan kuantitas dan kualitas pangan yang akan dikonsumsinya (Khomsan et al. 2009).

Konsumsi Makanan Berlemak

Konsumsi makanan berlemak dikategorikan ke dalam tinggi dan rendah. Tinggi jika contoh mengonsumsi makanan berlemak hampir setiap hari, rendah jika contoh mengonsumsi makanan berlemak >2 hari sekali. Distribusi contoh berdasarkan konsumsi makanan berlemak pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Distribusi contoh berdasarkan konsumsi makanan berlemak pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Konsumsi Makanan Berlemak Kasus Kontrol p-value OR 95% CI n % n % Tinggi 22 91.7 17 70.8 0.064 4.529 0.832-24.649 Rendah 2 8.3 7 29.2 Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tinggi konsumsi makanan berlemak banyak ditemukan pada kelompok kasus yaitu sebesar 91.7% dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 70.8%. Hubungan antara konsumsi makanan berlemak dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak tidak berhubungan dengan kanker payudara (p>0.05). Hasil ini tidak selaras dengan beberapa data eksperimental dan data epidemiologi yang menunjukkan hubungan antara beberapa jenis kanker dan jumlah lemak dalam makanan. Diet tinggi lemak cenderung tinggi kalori dan berkontribusi terhadap obesitas, yang berhubungan dengan meningkatnya risiko beberapa kanker seperti kolon dan rektum, esopagus, kandung empedu, payudara (terutama post menopause), endometrium, pankreas, dan ginjal (Mahan & Escott-Stump 2008). Lemak menyumbang energi paling besar yaitu sebesar 9 kkal/g dibandingkan protein dan karbohidrat yaitu masing-masing sebesar 4 kkal/g. Namun, konsumsi lemak secara keseluruhan tidak dapat mempengaruhi risiko kanker payudara. Setiap jenis lemak menghasilkan efek yang berbeda (Willett 2001).

Konsumsi Makanan Diawetkan dan Dibakar

Konsumsi makanan diawetkan dan dibakar dikategorikan ke dalam tinggi dan rendah. Tinggi jika contoh mengonsumsi makanan diawetkan dan dibakar hampir setiap hari, rendah jika contoh mengonsumsi makanan diawetkan dan dibakar >2 hari sekali. Distribusi contoh berdasarkan konsumsi makanan

diawetkan dan dibakar pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Distribusi contoh berdasarkan konsumsi makanan diawetkan dan dibakar pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Konsumsi Makanan Diawetkan dan Dibakar

Kasus Kontrol p-value OR 95% CI n % n % Tinggi 11 45.8 2 8.3 0.003 9.308 1.778-48.723 Rendah 13 54.2 22 91.7 Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tinggi konsumsi makanan diawetkan dan dibakar banyak ditemukan pada kelompok kasus yaitu sebesar 45.8% dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 8.3%. Hubungan antara konsumsi makanan diawetkan dan dibakar dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi makanan diawetkan dan dibakar berhubungan dengan kanker payudara (p<0.05). Berdasarkan nilai OR di atas diketahui bahwa wanita yang konsumsi makanan diawetkan dan dibakarnya tinggi berisiko 9.308 kali (95% CI: 1.778-48.723) terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang konsumsi makanan diawetkan dan dibakarnya rendah.

Dalam pengolahan daging seperti sosis dan kornet digunakan nitrat dan nitrit. Awalnya nitrat dan nitrit secara luas digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada produk-produk daging yang diawetkan dan praktek ini membawa pengembangan proses curing modern. Saat ini penggunaan nitrat dan nitrit dalam makanan (terutama produk-produk daging) dibatasi karena adanya efek meracuni dari kedua senyawa tersebut. Umumnya nitrit lebih beracun dibandingkan dengan nitrat, oleh karena itu konsumsi nitrit pada manusia dibatasi sampai 0.4 mg/kg berat badan per hari. Akhir-akhir ini penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet kembali disoroti oleh banyak ahli karena adanya bukti- bukti yang menunjukkan bahwa nitrosamin, suatu karsinogen, dapat terbentuk dari hasil reaksi antara nitrit dengan senyawa amin sekunder pada daging (Muchtadi 1989).

Nitrosamin adalah sekelompok senyawa kimia yang ternyata bersifat karsinogen. Nitrosamin dideteksi ada dalam daging yang diawetkan dengan curing dan pengasapan. Pengasapan dapat pula menyebabkan pembentukan nitrosamin karena nitrogen oksida telah dideteksi ada dalam asap kayu dan amina ada dalam daging hewan. Nitrosamin dapat muncul dalam tubuh manusia apabila pra zatnya yaitu amina dan nitrit atau nitrat, saling bersentuhan dalam

44

lambung (Harris & Karmas 1989). Diet tinggi sayuran dan buah-buahan yang kaya vitamin C dan phytochemical dapat menghambat konversi nitrit menjadi nitrosamin. Penelitian telah menunjukkan risiko kanker yang mungkin meningkat yang ditimbulkan oleh pembentukan polisiklik hidrokarbon aromatik dan hetrosiklik amina selama memasak dengan metode pemanasan seperti grilling, broiling, barbecuing, dan daging yang diasapkan. Selain itu, beberapa peneliti juga telah menemukan aktivitas mutagenik dalam makanan setelah digoreng dan dipanggang dengan arang (Mahan & Escott-Stump 2008).

Konsumsi Sayur

Konsumsi sayur dikategorikan ke dalam <5 porsi/hari dan ≥5 porsi/hari. Distribusi contoh berdasarkan konsumsi sayur pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Distribusi contoh berdasarkan konsumsi sayur pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Konsumsi Sayur Kasus Kontrol p-value OR 95% CI

n % n %

<5 porsi/hari 19 79.2 17 70.8

0.507 0.639 0.171-2.395

≥5 porsi/hari 5 20.8 7 29.2

Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa konsumsi sayur <5 porsi/hari banyak ditemukan pada kelompok kasus yaitu sebesar 79.2% dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 70.8%. Hubungan antara konsumsi sayur dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi sayur tidak berhubungan dengan kanker payudara (p>0.05). Hasil penelitian ini tidak seperti beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan seperti hasil penelitian Zhang et al. (2009) di salah satu rumah sakit Guangdong, Cina yang menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah menjadi kebalikan dari faktor risiko kanker payudara. Sayur dan buah bersifat melindungi atau mencegah perkembangan kanker termasuk kanker payudara. Hal ini berkaitan dengan substansi potensial berupa antikarsinogenik yang dikandung dalam sayur dan buah seperti karotenoid, vitamin C, vitamin E, dihtiolthiones, isoflavon, dan isotiosianat. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Perry (2009) pada wanita di Asia Timur dan wanita di negara barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan tinggi sayuran dan buah segar dapat mengurangi risiko kanker payudara baik pada wanita di Asia Timur maupun wanita di negara barat.

Kajian komprehensif dari studi epidemiologi telah meneliti hubungan antara konsumsi sayur dan buah terhadap timbulnya kanker, hasilnya menemukan efek perlindungan yang signifikan secara statistik dalam 128 dari 156 penelitian diet. Pada umumnya, sayuran dan buah-buahan rendah energi dan merupakan sumber yang baik untuk serat, vitamin, mineral dan zat biologis aktif. Contoh zat-zat (karsinogenik) yang ditemukan dalam sayuran dan buah adalah antioksidan seperti vitamin C dan E, selenium dan phytochemical, karotenoid, flavonoid, sterol, senyawa allium, indoles, phenols dan terpenes (Mahan & Escott-Stump 2008).

Konsumsi Buah

Konsumsi buah dikategorikan ke dalam <5 porsi/hari dan ≥5 porsi/hari. Distribusi contoh berdasarkan konsumsi buah pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Distribusi contoh berdasarkan konsumsi buah pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Konsumsi Buah Kasus Kontrol p-value OR 95% CI

n % n %

<5 porsi/hari 18 75 18 75

1 1 0.271-3.694

≥5 porsi/hari 6 25 6 25

Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa konsumsi buah <5 porsi/hari ditemukan baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu masing- masing sebesar 75%. Hubungan antara konsumsi buah dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi buah tidak berhubungan dengan kanker payudara (p>0.05). Seperti data yang diperoleh dari Riskesdas pada tahun 2007 bahwa prevalensi kurang konsumsi sayur dan buah pada masyarakat Indonesia sebesar 93.6% yang menyebabkan tingginya angka kejadian kanker di Indonesia (Depkes 2010). Sayur dan buah merupakan salah satu zat anti kanker. Sebagian besar zat anti kanker ini memiliki mekanisme yang saling melengkapi. Hal ini berkaitan dengan penghambatan pembentukan nitrosamin, penyediaan subsrat untuk pembentukan agen antineoplastik, mengikat cairan karsinogen dalam saluran pencernaan, perubahan metabolisme hormon, dan efek antioksidan (Mahan & Escott-Stump 2008).

Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga

Riwayat kanker payudara pada keluarga dilihat dari ada atau tidak adanya riwayat kanker payudara pada keluarga. Distribusi contoh berdasarkan

46

riwayat kanker payudara pada keluarga pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Distribusi contoh berdasarkan riwayat kanker payudara pada keluarga pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga Kasus Kontrol p- value OR 95% CI n % n % Ya 6 25 3 12.5 0.267 2.333 0.509-10.629 Tidak 18 75 21 87.5 Total 24 100 24 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa riwayat kanker payudara pada keluarga lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus yaitu sebesar 25% dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 12.5%. Hubungan antara riwayat kanker payudara pada keluarga dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, hasilnya menunjukkan bahwa riwayat kanker payudara pada keluarga tidak berhubungan dengan kanker payudara (p>0.05). Hasil penelitian ini tidak mendukung beberapa kajian yang menyebutkan bahwa sekitar 5-10% dari kasus kanker payudara dianggap keturunan, dihasilkan langsung dari gen rusak/mutasi yang diwariskan dari orang tua. Penyebab paling umum dari kanker payudara secara genetik adalah mewarisi mutasi pada gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 (ACS 2011, van de Velve et al. 1999).

Penelitian prospektif dan retrospektif epidemiologi genetik telah menunjukkan bahwa wanita dengan mutasi pada gen BRCA1 atau BRCA2 memiliki risiko tinggi kanker payudara dan ovarium (Vogel 2000). Ada tiga cara atau faktor penting dalam proses terjadinya mutasi gen yaitu faktor lingkungan yang meliputi zat gizi, agen infektor, gaya hidup; faktor kebetulan/kesempatan; dan faktor keturunan atau bawaan (McKelvey & Evans 2003).

Usia Menstruasi Pertama

Usia menstruasi pertama contoh dikategorikan menjadi dua, yaitu usia <12 tahun dan ≥12 tahun. Distribusi contoh berdasarkan usia menstruasi pertama pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi contoh berdasarkan usia menstruasi pertama pada kelompok

kasus dan kelompok kontrol Usia Menstruasi Pertama Kasus Kontrol p-value OR 95% CI n % n % <12 tahun 5 20.8 9 37.5 0.204 0.439 0.121-1.587 ≥12 tahun 19 79.2 15 62.5 Total 24 100 24 100

Berdasarkan Tabel 19, diketahui bahwa contoh yang usia menstruasi pertama <12 tahun lebih banyak ditemukan pada kelompok kontrol yaitu sebesar 37.5% dibandingkan dengan kelompok kasus yaitu sebesar 20.8%. Hubungan antara usia menstruasi pertama dengan kanker payudara dianalisis menggunakan Chi-Square dan tabel 2x2, hasilnya menunjukkan bahwa usia menstruasi pertama tidak berhubungan dengan kanker payudara (p>0.05). Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang selaras dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut Indrati (2005), van de Velve et al. (1999) menstruasi pertama dini (sebelum usia 12 tahun) terutama bila disertai dengan menopause terlambat (lebih dari 55 tahun) meningkatkan risiko terhadap kanker payudara, hal ini berhubungan dengan lamanya paparan hormon esterogen dan progesteron yang berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara. Sirait et al. (2009) menyatakan pertumbuhan jaringan payudara sangat sensitif terhadap esterogen, maka perempuan yang terpajan esterogen dalam jangka panjang akan memiliki risiko yang besar terhadap terjadinya kanker payudara.

Berdasarkan hasil penelitian Gao et al. (2000) wanita yang usia menstruasi pertama ≤12 tahun berhubungan dengan risiko kanker payudara, sedangkan wanita yang usia menstruasi pertamanya ≥17 tahun menurunkan risiko terhadap kanker payudara sebesar 30%. Menurut Vogel (2000), wanita yang menstruasi pertama pada usia 11-14 tahun memiliki risiko 10-30% lebih

Dokumen terkait