• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kanker Payudara

Tumor ada yang bersifat jinak (tumor jinak) dan ada yang bersifat ganas (tumor ganas). Tumor jinak (benigna) tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul, tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya, dan tidak menimbulkan penyebaran pada tempat yang jauh. Tumor ganas (maligna) tumbuh cepat, infiltratif, dan merusak jaringan di sekitarnya. Di samping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limfe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian (McCance & Huether 2010).

Di dunia barat, kanker adalah penyebab utama kematian dan sumber morbiditas pada orang dewasa. Kejadian kanker meningkat tajam dengan bertambahnya usia dan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, gaya hidup, etnis, infeksi, dan genetika. Lingkungan, genetika, dan perilaku berinteraksi memodifikasi respon risiko perkembangan kanker (McCance & Huether 2010). Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh (Corwin 2000).

Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan payudara, tidak termasuk kulit payudara (Depkes 2007). Menurut Tapan (2005) kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berlipat ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau tidak dikontrol, sel-sel kanker bisa menyebar pada bagian-bagian tubuh lain dan nantinya dapat mengakibatkan kematian.

Karsinogenesis merupakan proses yang berlangsung sangat lama. Hal ini sebagaian disebabkan karena dibutuhkan sejumlah pembelahan sel untuk menjadikan suatu tumor yang manifes klinis dari suatu sel yang mengalami transformasi, tergantung pada frekuensi pembelahannya. Hal ini dapat berlangsung 5-10 tahun (van de Velve et al. 1999). Menurut Tannock dan Hill (1998) keseluruhan periode laten dari tahap inisiasi suatu karsinogenesis hingga kanker tersebut dapat dideteksi secara klinis sekitar 10-20 tahun. Karsinogenesis berlangsung lama dan dibagi tiga tahap yakni inisiasi, promosi, dan perkembangan (progression).

Tahap inisiasi merupakan tahapan yang berlangsung cepat. Dalam keadaan normal, replikasi asam deoksiribonukleat (DNA) terjadi dengan tingkat presisi yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena adanya enzim-enzim pengoreksi

yang meneliti untai DNA untuk mencari adanya kesalahan transkripsi. Apabila ditemukan suatu kesalahan, maka basa-basa DNA yang terlibat akan dipotong dan diperbaiki. Namun, terkadang kesalahan transkripsi tersebut tidak terdeteksi oleh enzim-enzim pengoreksi tersebut. Kesalahan tersebut menjadi mutasi permanen dan akan bertahan di semua sel keturunannya (Corwin 2000).

Sel yang telah terinisiasi adalah sel yang telah mengalami mutasi. Sel yang terinisiasi bukan sel kanker, harus berlangsung proses-proses promosi selama bertahun-tahun sebelum sel tersebut menjadi sel kanker (Corwin 2000). Menurut Tannock dan Hill (1998) sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi. Promotor merangsang proliferasi sel dengan mengubah fungsi gen regulator, mengubah bagaimana suatu sel berespons terhadap berbagai stimulator kimiawi atau inhibitor pertumbuhan atau mengubah bagaimana suatu sel berespons terhadap komunikasi antar sel. Contoh promotor antara lain hormon endogen (dihasilkan oleh tubuh) misalnya esterogen, zat-zat tambahan tertentu untuk makanan, serta komponen asap rokok dan alkohol.

Tahap yang terakhir adalah tahap perkembangan (progression). Tahap ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal tahap ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Terjadi ekspansi populasi sel-sel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan (Tannock & Hill 1998).

Penyebab Kanker Payudara

Sampai saat ini belum ditemukan data pasti yang menjadi faktor penyebab utama penyakit kanker payudara. Penyebab kanker payudara sampai saat ini diduga akibat interaksi yang rumit dari banyak faktor. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko kanker payudara adalah usia tua, usia menstruasi pertama pada usia dini, usia makin tua saat menopause, usia makin tua saat pertama kali melahirkan, tidak pernah hamil, riwayat keluarga menderita kanker payudara (terutama ibu dan saudara perempuan), riwayat pernah menderita tumor jinak payudara, mengonsumsi obat kontrasepsi hormonal dalam jangka panjang, mengonsumsi alkohol serta pajanan radiasi pada payudara terutama saat periode pembentukan payudara. Beberapa kajian literatur menyebutkan

8

bahwa pemakaian hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, hamil pertama di usia tua, asupan lemak, khususnya lemak jenuh berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara (Sirait et al. 2009).

Faktor Risiko Kanker Payudara

Hasil penelitian Kelsey dan Gammon (1991) menerangkan beberapa faktor risiko kanker, antara lain karakteristik demografi seperti jenis kelamin, usia, dan ras/suku bangsa; faktor-faktor genetik seperti riwayat kanker payudara pada keluarga, gen khusus, riwayat kanker pada satu payudara, dan riwayat kanker endrometrium/ovarium; reproduksi seperti tidak pernah melahirkan dan usia pertama kali hamil; hormonal seperti usia menstruasi dan usia menopause; serta faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti kegemukan, aktivitas fisik, diet, alkohol, paparan radiasi, kontrasepsi oral, dan terapi hormonal.

Menurut Corwin (2000) faktor risiko kanker dibagi menjadi tiga bagian yaitu faktor risiko perilaku, faktor risiko hormonal, dan faktor risiko yang diwariskan. Faktor risiko perilaku antara lain merokok, terpajan ke berbagai karsinogen misalnya asbestos atau tar batubara dan makanan yang banyak mengandung lemak serta daging yang diawetkan. Faktor risiko hormonal adalah esterogen. Esterogen dapat berfungsi sebagai promotor bagi kanker tertentu, misalnya kanker payudara dan endometrium. Kadar esterogen yang tinggi menyebabkan terjadinya menstruasi dini dan menopause lambat pada seorang wanita yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Adanya riwayat keluarga yang mengidap kanker terutama kanker dari satu jenis adalah faktor risiko terjangkitnya kanker. Kubba (2003) menyatakan bahwa etiologi kanker payudara bersifat multifaktoral yang mencakup faktor genetik, lingkungan, dan reproduksi. Ketiganya berinteraksi melalui mekanisme yang kompleks. Dampak dari faktor lingkungan dan reproduksi tergantung pada usia wanita. Faktor lingkungan dan gaya hidup adalah merokok.

Menurut Global Alliance Indonesia et al. (2003) dalam menjawab pertanyaan seputar kesehatan reproduksi, faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker payudara adalah mendapat mestruasi pertama pada usia kurang dari 10 tahun, menopause setelah umur 50 tahun, tidak pernah melahirkan anak, melahirkan anak pertama sesudah umur 35 tahun, tidak pernah menyusui anak, pernah mengalami operasi pada payudara yang disebabkan oleh tumor jinak payudara, dan diantara anggota keluarga ada yang menderita kanker payudara. Selain itu disarankan pula pada wanita yang memiliki risiko

tinggi terhadap kanker payudara untuk berhati-hati menggunakan obat-obatan hormonal atau sebaiknya di bawah pengawasan dokter.

Berdasarkan hasil penelitian Diana (2009) di rumah sakit onkologi Surabaya, faktor risiko penyakit kanker payudara yang bermakna adalah menstruasi pertama pada usia dini, usia menopause lebih dari 50 tahun, tidak pernah melahirkan, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara. Menurutnya melakukan upaya pencegahan terhadap terjadinya menstruasi pertama pada usia dini, antara lain menjaga pola makan dengan tidak terlalu banyak makan makanan yang mengandung lemak.

Usia. Usia sangat penting sebagai faktor risiko kanker payudara. Risiko terjadinya kanker payudara bertambah sebanding dengan pertambahan usia (Azamris 2006). Menurut Kubba (2003) kanker payudara dapat diklasifikasikan berdasarkan usia saat terkena kanker payudara yaitu kanker usia reproduksi terjadi pada wanita di bawah usia 40, kanker pre menopause terjadi pada wanita usia 40-55, dan kanker post menopause yang merupakan mayoritas dari penderita kanker payudara.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2010) menerangkan bahwa risiko kanker payudara meningkat dengan bertambahnya usia. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan persentase wanita Amerika (sekitar 100 orang) yang diperkirakan akan terkena kanker payudara selama periode yang berbeda. Periode waktu didasarkan pada usia perempuan saat ini.

Tabel 1 Persentase wanita Amerika yang diperkirakan akan terkena kanker payudara selama interval 10, 20, dan 30 tahun sesuai dengan usia mereka saat ini, 2005-2007

Usia sekarang 10 Tahun 20 Tahun 30 Tahun 30 tahun 0.43 1.86 4.13 40 tahun 1.45 3.75 6.87 50 tahun 2.38 5.60 8.66 60 tahun 3.45 6.71 8.65

Berdasarkan di atas, diketahui bahwa wanita yang saat ini berusia 60 tahun akan terkena kanker payudara 10 tahun mendatang sebanyak 3.45%. Hal ini dapat diartikan bahwa 3 atau 4 dari 100 wanita yang berusia 60 tahun saat ini diperkirakan akan terkena kanker pada usia 70 tahun. Menurut Veroncssi et al. (1995) dalam Azamris (2006) meningkatnya risiko terkena kanker payudara dengan bertambahnya usia diduga karena pengaruh paparan hormonal (estrogen) yang lama serta paparan faktor risiko lain yang memerlukan waktu lama untuk dapat menginduksi terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian yang

10

dilakukan Indrati (2005), usia merupakan variabel yang tidak terbukti berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara pada wanita. Namun, dilihat dari distribusi penyebaran kasus, kasus kanker payudara meningkat dengan bertambahnya umur dan mencapai puncak pada rentang umur 40-49 tahun. Status Gizi. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain sebagainya). Ketidakcukupan intake dalam jangka waktu yang lama akan menghasilkan proses metabolisme, komposisi tubuh, kondisi fisik, dan psikologis yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit (Suyatno 2009).

Pada penelitian berbasis masyarakat cara pengukuran yang sering digunakan adalah metode antropometri gizi. Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthopos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri ialah ukuran dari tubuh. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi (Supariasa et al. 2002).

Antropometri dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai status gizi dengan mengukur beberapa parameter yang disebut dengan istilah indeks (perbandingan) atau disebut rasio. Salah satu pengukuran yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan rasio berat badan terhadap tinggi badan atau dikenal dengan indeks massa tubuh (IMT) untuk menilai status gizi (Arisman 2002).

Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT Kategori Status Gizi Cut-off points IMT

Kurus <18 kg/m2

Normal 18-25 kg/m2

Kegemukan 25.1-27 kg/m2 Obesitas >27 kg/m2

Sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis Departemen Kesehatan RI (2003) dalam Depkes (2006)

Status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi seseorang (Suhardjo 2003). Hubungan antara berat badan, indeks massa tubuh, dan berat badan relatif dalam studi epidemiologi telah membuktikan adanya

sebuah asosiasi positif dengan kanker payudara, endometrium, dan ginjal. Pada kanker payudara, hubungan yang positif terlihat pada wanita post menopause, sedangkan pada wanita pre menopause hubungan ini relatif kecil. IMT pada masa remaja memiliki implikasi untuk risiko kematian akibat kanker pada masa mendatang. Oleh karena itu, mengukur IMT sepanjang hidup sangat penting untuk menentukan peningkatan risiko obesitas (Mahan & Escott-Stump 2008). Penelitian Maso et al. (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan langsung antara IMT dengan kematian penderita kanker payudara, hal ini juga telah ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.

Pengetahuan Gizi. Pengetahuan didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan (Engel et al. 1994). Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya (Khomsan et al. 2009). Pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan informal (Suhardjo 1989). Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar, dan orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter, dll) (Khomsan et al. 2009).

Salah satu pertimbangan seseorang untuk mengonsumsi makanan adalah tingkat pengetahuan tentang manfaat makanan tersebut bagi kesehatan, pengetahuan tentang bahan penyusun asal makanan, dan makna simboliknya. Semakin baik pengetahuan gizinya, maka seseorang akan semakin memperhatikan kuantitas dan kualitas pangan yang akan dikonsumsinya. Orang yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik panca indra dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya, orang yang semakin baik pengetahuan gizinya lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya sebagai dasar sebelum mengonsumsi makanan tertentu (Khomsan et al. 2009).

Menurut Suhardjo (2003) faktor pribadi juga merupakan salah satu pertimbangan seseorang untuk mengonsumsi makanan. Faktor pribadi yang dimaksud di sini antara lain banyaknya informasi yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan tubuh akan gizi selama beberapa masa dalam perjalanan hidupnya,

12

kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalam pemilihan pangan dan pengembangan cara pemanfaatan pangan yang sesuai, serta hubungan keadaan kesehatan seseorang dengan kebutuhan akan pangan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit.

Faktor pribadi yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi dan kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalalm pemilihan pangan (Harper et al. 1985). Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut-off point dari skor yang telah dijadikan persen. Untuk keseragaman maka di sini dianjurkan menggunakan cut-off point sebagai berikut: baik: >80%, sedang: 60-80%, kurang: <60%.

Konsumsi Makanan Berlemak. Ada hubungan yang potensial antara diet tinggi lemak (Western) dengan kejadian kanker payudara pada beberapa studi observasional. Sebuah meta analisis dari case control study sebagai perbandingan internasional menunjukkan hal yang sama bahwa diet tinggi lemak meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Begitupun dengan cohort study yang menunjukkan hasil yang menemukan hubungan antara diet tinggi lemak dengan risiko terjadinya kanker payudara (Vogel 2000).

Hipotesis bahwa diet tinggi lemak meningkatkan risiko kanker sebagian besar didasarkan pada pengamatan bahwa konsumsi per kapita lemak sangat berkorelasi dengan tingkat kematian nasional untuk kanker payudara (Wakai et al. 2000). Howe et al. (1991) dalam Willett (2001) merangkum hasil dari 12 case control study yang terdiri dari 4312 kasus dan 5978 kontrol. Risiko relatif (RR) untuk konsumsi 100 g total lemak harian adalah 1.35 untuk keseluruhan dan 1.48 untuk wanita post menopause.

Menurut Willett (2001) konsumsi lemak secara keseluruhan tidak dapat mempengaruhi risiko kanker payudara. Setiap jenis lemak menghasilkan efek yang berbeda. Sama seperti penelitian yang dilakukan Smith-Warner et al. (2001), diketahui bahwa ada hasil yang berbeda antara dua cohort study. Breast Cancer Detection Demonstration Project Followup Cohort Study menemukan bahwa lemak tak jenuh tunggal bukan lemak jenuh atau lemak tak jenuh ganda, secara bermakna dikaitkan dengan risiko kanker payudara, sedangkan cohort study yang dilakukan di Swedia menemukan hubungan yang terbalik antara

risiko kanker payudara dengan lemak tak jenuh tunggal. Secara signifikan terdapat hubungan positif antara kanker payudara dengan lemak tak jenuh ganda dan tidak ada hubungan antara risiko kanker payudara dengan lemak jenuh.

Rekomendasi yang dikeluarkan oleh kelompok ahli Food and Agriculture Organization (FAO)/WHO untuk masalah konsumsi lemak/minyak minimal adalah bagi sebagian besar orang dewasa, konsumsi lemak/minyak harian harus dapat menyumbang paling tidak 15% dari total energi/kalori yang dibutuhkan per hari. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menimbulkan kegemukan, meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner dan beberapa jenis kanker. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh kelompok ahli FAO/WHO untuk masalah konsumsi lemak/minyak maksimal adalah untuk individu yang aktif dan kondisi energi serta nutrisinya sudah cukup atau seimbang, sebaiknya mengonsumsi maksimal 35% dari total energi/kalori yang dibutuhkan per hari, jumlah lemak jenuh dikonsumsi sebaiknya tidak melebihi 10% dan jumlah lemak tak jenuh ganda 3-7% dari total energi. Untuk individu dengan aktifitas sedang, sebaiknya tidak mengonsumsi lebih dari 30% dari total energi, terutama lemak hewani yang tinggi kandungan lemak jenuhnya (Koswara 2010).

Konsumsi Makanan yang Diawetkan dan Dibakar. Penggunaan nitrat dan nitrit dalam pengolahan makanan telah sejak lama dilakukan. Hal ini dimulai secara tidak sengaja dengan ditemukannya bahwa daging yang diawetkan dengan garam kasar memberikan warna merah setelah dimasak. Sejak itu nitrat dan nitrit secara luas digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada produk-produk daging yang diawetkan dan praktek ini membawa pengembangan proses pengasinan (curing) modern (Muchtadi 1989). Menurut Harris dan Karmas (1989) natrium klorida adalah komponen bahan pangan yang tak dapat diabaikan. Pada konsentrasi yang rendah, zat ini memberikan sumbangan besar terhadap cita rasa. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, garam menunjukkan kerja bakteriostatik yang penting. Dibeberapa negara, penggaraman masih digunakan untuk pengawetan.

Menurut Buckle (1985) curing daging adalah suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui penggunaan garam sodium khlorida dan pengendalian aktivitas air diikuti dengan penggunaan garam nitrit yang ditambahkan untuk mempertahankan warna daging dan pengasapan untuk

14

mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme selanjutnya dan mencapai suatu rasa daging asin yang diinginkan. Harris dan Karmas (1989) curing juga bertujuan untuk pengawetan selain untuk produksi pigmen daging dan pembentukan cita rasa yang khas.

Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, kornet, ham, dan hamburger). Penggunaan nitrat dan nitrit dalam makanan (terutama produk-produk daging) dibatasi karena adanya efek meracuni dari kedua senyawa tersebut. Umumnya nitrit lebih beracun dibandingkan dengan nitrat, oleh karena itu konsumsi nitrit pada manusia dibatasi sampai 0.4 mg/kg berat badan per hari. Akhir-akhir ini penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet kembali disoroti oleh banyak ahli karena adanya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa nitrosamin, suatu karsinogen, dapat terbentuk dari hasil reaksi antara nitrit dengan senyawa amin sekunder pada daging (Muchtadi 1989).

Nitrosamin adalah sekelompok senyawa kimia yang ternyata bersifat karsinogen. Nitrosamin menunjukkan intensitas karsinogenik dan spesifikasi organ yang berbeda. Nitrosamin dideteksi ada dalam daging yang diawetkan dengan curing dan pengasapan. Ada kekhawatiran bahwa nitrosamin dapat diregenerasi selama pelaksanaan curing. Pengasapan dapat pula menyebabkan pembentukan nitrosamin karena nitrogen oksida telah dideteksi ada dalam asap kayu dan amina ada dalam daging hewan. Nitrosamin dapat muncul dalam tubuh manusia apabila pra zatnya yaitu amina dan nitrit atau nitrat, saling bersentuhan dalam lambung (Harris & Karmas 1989). Pertanyaan yang selalu diajukan adalah sejauh mana pengaruh nitrosamin terhadap kesehatan manusia. Hal-hal yang harus dipertimbangkan antara lain: 1. Pengaruh kumulatif dan percepatan dari kontak dengan nitrosamin dalam jangka waktu lama, 2. Potensi karsinogenik relatif senyawa nitrosamin, 3. Efek sinergistik dari karsinogen lain dari bahan makanan maupun lingkungan, 4. Kecepatan pembentukan karsinogen in vivo (Muchtadi 1989).

Konsumsi Sayur dan Buah. Menurut Almatsier (2006) sayuran merupakan sumber vitamin A, vitamin C, asam folat, magnesium, kalium dan serat, serta tidak mengandung lemak dan kolesterol. Dianjurkan sayuran yang dimakan setiap hari terdiri dari campuran sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 150-200 gram atau 1.5-2 mangkok sehari.

Buah secara keseluruhan merupakan sumber vitamin A, vitamin C, kalium, dan serat. Buah tidak mengandung natrium, lemak (kecuali alpukat), dan kolesterol. Porsi buah yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 200- 300 gram atau 2-3 potong sehari berupa pepaya atau buah lainnya.

World Cancer Research Fund dan American Institute for Cancer Reserch pada tahun 2007 merekomendasikan untuk personal mengonsumsi sedikitnya lima porsi/penyajian (sedikitnya 400 g) berbagai sayuran non-pati dan buah- buahan setiap hari (Damayanthi 2008). Menurut Depkes (2007) salah satu cara mencegah penyakit kanker adalah mengonsumsi sayur dan buah lebih dari 500 gram per hari. Masyarakat yang mengonsumsi banyak sayur dan buah lebih sehat dengan risiko penyakit degeneratif termasuk kanker yang rendah. Sifat protektif ini diyakini karena kandungan berbagai jenis antioksidan yang terdapat di dalam sayur dan buah (Silalahi 2006).

Hasil penelitian Zhang et al. (2009) di salah satu rumah sakit Guangdong, Cina menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah menjadi kebalikan dari faktor risiko kanker payudara. Konsumsi sayur dan buah seperti sayur berdaun hijau tua, sayur kursifera, wortel, tomat, pisang, semangka, dan pepaya merupakan kebalikan dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kanker payudara. Sayur dan buah bersifat melindungi atau mencegah perkembangan kanker termasuk kanker payudara. Hal ini berkaitan dengan substansi potensial berupa antikarsinogenik yang dikandung dalam sayur dan buah seperti karotenoid, vitamin C, vitamin E, dihtiolthiones, isoflavon, dan isotiosianat.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Perry (2009) pada wanita di Asia Timur dan wanita di negara barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan tinggi sayuran dan buah segar dapat mengurangi risiko kanker payudara baik pada wanita di Asia Timur maupun wanita di negara barat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa makanan tradisional Asia Timur memiliki penekanan pada penggunaan sayuran segar yang dapat menekan terjadinya kanker payudara.

Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga. Kanker dianggap suatu kelompok penyakit seluler dan genetik karena dimulai dari satu sel yang telah mengalami mutasi DNA sebagai komponen dasar gen. Sel-sel yang mengalami kerusakan

Dokumen terkait