• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah ayam sentinel yang diamati maupun yang hilang dari pengamatan (lost to follow up); (2) analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi sampel ayam sentinel yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi berdasarkan peubah (faktor) manajemen kesehatan unggas yaitu: (a) keberadaan SKKH, (b) melakukan pemeriksaan kesehatan ternak/ayam yang datang ke TPnA, (c) petugas pemeriksa kesehatan ternak, (d) cara pemeriksaan kesehatan ternak yang dilakukan, (e) penanganan yang dilakukan terhadap ternak yang menunjukkan gejala sakit, dan (f) penanganan ternak mati/bangkai ayam; (3) analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan antara faktor manajemen kesehatan unggas (keberadaan SKKH, pemeriksaan kesehatan ternak, petugas_pemeriksa kesehatan, cara pemeriksaan kesehatan ternak, penanganan ternak sakit, dan penanganan ternak mati) dengan terjadinya infeksi virus Avian influenza (AI) di TPnA. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji chi-square

dan pendugaan nilai risiko relatif (RR) setiap faktor tersebut untuk mengukur derajat asosiasi antara faktor risiko manajemen kesehatan unggas dengan infeksi virus AI di TPnA.

Distribusi Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 304 ekor ayam sentinel yang dipelihara bersama ayam yang akan dijual di 39 TPnA di wilayah DKI Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 243 ekor (79,9 %) ayam sentinel dapat diamati dengan baik, sedangkan 61 ekor (20,1 %) lainnya hilang dari pengamatan (lost to follow up). Adanya ayam sentinel yang hilang dari pengamatan disebabkan hilang tanpa keterangan dan tidak ada laporan dari pemilik atau penanggung jawab TPnA ke petugas monitoring. Keadaan tersebut terus terjadi

meskipun petugas monitoring telah menghimbau pemilik (penanggung jawab) TPnA untuk selalu melapor jika menemukan ayam yang sakit atau mati.

Analisis Univariat

Distribusi frekuensi status infeksi virus AI pada sampel ayam sentinel dan faktor-faktor manajemen kesehatan unggas di TPnA disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Distribusi frekuensi infeksi dan manajemen kesehatan unggas di TPnA.

Peubah Jumlah

n %

Status infeksi virus sampel ayam sentinel - terinfeksi - tidak terinfeksi 181 62 74,5 25,5 Keberadaan SKKH - ya - tidak 165 78 67,9 32,1 Pemeriksaan kesehatan ternak

- ya - tidak 188 55 77,4 22,6 Petugas pemeriksa kesehatan

- petugas khusus/petugas dinas - dilakukan sendiri

31 157

16,5 83,5 Cara Pemeriksaan kesehatan

- seluruh ternak diperiksa

- sampling/sebagian ternak diperiksa

112 76

59,6 40,4 Penanganan ternak sakit

- dipotong - dibiarkan/dipisah/diobati 162 81 66,7 33,3 Penanganan ternak mati

- dibakar/dikubur - dibuang 155 88 63,8 36,2 Keterangan : n : ukuran sampel

Status Infeksi Virus AI Pada Sampel Ayam Sentinel

Hasil uji rt-PCR terhadap sampel usap trakea dan kloaka ayam sentinel didapatkan sebanyak 181 sampel terinfeksi virus AI (74,5 %) dan sebanyak 62 sampel lainnya tidak terinfeksi virus (25,5 %).

Keberadaan SKKH

Faktor keberadaan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dikelompokkan ke dalam 2 pengukuran yaitu dilampirkan (ya) dan tidak dilampirkan (tidak). Distribusi frekuensi keberadaan SKKH yang disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar TPnA (67,9 %) melampirkan SKKH setiap menerima pengiriman ayam dari pemasok dan sebanyak 32,1 % TPnA lainnya tidak melampirkannya.

Pemeriksaan Kesehatan Ternak

Faktor pemeriksaan kesehatan ternak dikelompokkan ke dalam 2 pengukuran yaitu diperiksa (ya) dan tidak diperiksa (tidak). Distribusi frekuensi faktor pemeriksaan kesehatan ternak disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebanyak 77,4 % TPnA melakukan pemeriksaan kesehatan ternak, sedangkan sebanyak 22,6 % TPnA lainnya tidak melakukan pemeriksaan kesehatan ternak.

Petugas Pemeriksa Kesehatan Ternak

Faktor petugas pemeriksa kesehatan ternak dikelompokkan ke dalam 2 pengukuran yaitu dilakukan oleh petugas khusus/petugas dinas dan dilakukan sendiri. Distribusi frekuensi faktor petugas pemeriksa kesehatan ternak disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar TPnA melakukan sendiri pemeriksaan kesehatan ternak (83,5 %), sedangkan pemeriksaan kesehatan ternak yang dilakukan oleh petugas khusus/petugas dinas sebanyak 16,5 %.

Cara Pemeriksaan Kesehatan Ternak

Faktor cara pemeriksaan kesehatan ternak dikelompokkan ke dalam 2 pengukuran yaitu seluruh ternak diperiksa dan sampling/sebagian ternak yang

diperiksa. Distribusi frekuensi faktor cara pemeriksaan kesehatan ternak disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebanyak 59,6 % TPnA melakukan pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara seluruh ternak diperiksa dan sebanyak 40,4 % TPnA lainnya melakukan pemeriksaan kesehatan dengan cara sampling (sebagian ternak diperiksa).

Penanganan Ternak Sakit

Faktor penanganan ternak sakit dikelompokkan ke dalam 2 pengukuran yaitu dibiarkan/dipisahkan/diobati dan dipotong (dimusnahkan). Distribusi frekuensi faktor penanganan ternak sakit disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa TPnA yang melakukan tindakan membiarkan ternak sakit tetap hidup bersama ayam sehat lainnya, memisahkan ternak yang sakit dari kandang penampungan atau mengobatinya hingga sembuh adalah sebanyak 66,7 %. TPnA yang memilih untuk memotong (memusnahkan) ternak yang ditemukan sakit adalah sebanyak 33,3 %.

Penanganan Ternak Mati atau Bangkai Ayam

Faktor penanganan ternak mati dikelompokkan ke dalam 2 pengukuran yaitu dibakar/dikubur dan dibuang. Distribusi frekuensi faktor penanganan ternak mati disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa TPnA yang membakar/mengubur bangkai ternak adalah sebanyak 63,8 %. TPnA yang membuang bangkai ternak sebanyak 36,2 %.

Analisis Bivariat

Hubungan Antara Manajemen Kesehatan Unggas dengan Infeksi Virus AI

Berdasarkan kerangka konsep akan dilihat hubungan satu persatu antara faktor manajemen kesehatan unggas dengan infeksi virus AI. Analisis statistika yang digunakan adalah uji chi-square. Hasil uji tersebut digunakan batas

kemaknaan p = 0,05 sehingga apabila p ≤ 0,05 maka hasil uji statistika tersebut bermakna dan apabila p > 0,05 maka hasil uji statistika tersebut tidak bermakna. Untuk melihat besarnya hubungan (derajat asosiasi) antara faktor risiko manajemen kesehatan unggas dengan infeksi virus AI dilakukan pendugaan nilai risiko relatif (RR) pada selang kepercayaan (confidence interval) 95 %. Hasil analisis hubungan antara manajemen kesehatan unggas dengan infeksi virus AI disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hubungan antara manajemen kesehatan unggas dengan infeksi virus AI.

Peubah Status Infeksi 2 P RR SK 95 % Terinfeksi Tidak Terinfeksi n % n % Keberadaan SKKH - ya - tidak 118 63 71,5 80,8 47 15 28,5 19,2 2,387 0,122 1,13 0,98-1,31 Pemeriksaan Kesehatan - ya - tidak 100 81 76,3 72,3 31 31 23,7 27,7 0,512 0,474 0,95 0,82-1,10 Cara Pemeriksaan Kesehatan

- seluruh ternak - sampling ternak 80 20 76,9 74,1 24 7 23,1 25,9 0,096 0,756 0,96 0,75-1,23 Penanganan Ternak Sakit

- dipotong - dibiarkan/dipisah/diobati 131 50 80,9 61,7 31 31 19,1 38,3 10,405 0,001 2,00 1,31-3,05 Penanganan Ternak Mati

- dibakar/dikubur - dibuang 59 122 69,4 77,2 26 36 30,6 22,8 1,771 0,183 1,11 0,94-1,31 Keterangan : n : ukuran sampel

X2 : hasil uji chi-square P : batas kemaknaan RR : risiko relatif

SK 95 % : selang kepercayaan 95 %

Hubungan Antara Keberadaan SKKH dengan Infeksi Virus AI

Pada TPnA yang melampirkan SKKH saat menerima ayam dari pemasok terdapat sebanyak 71,5 % sampel terinfeksi virus AI dan 28,5 % sampel lainnya tidak terinfeksi virus. Pada TPnA yang tidak melampirkan SKKH saat menerima ayam dari pemasok, banyaknya sampel yang terinfeksi virus AI adalah 80,8 % dan 19,2 % lainnya tidak terinfeksi virus. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan

hubungan yang signifikan antara faktor keberadaan SKKH dengan infeksi virus AI di TPnA.

Hubungan Antara Pemeriksaan Kesehatan Ternak dengan Infeksi Virus AI

Pada TPnA melakukan pemeriksaan kesehatan ternak saat menerima ayam dari pemasok terdapat sebanyak 76,3 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 23,7 % sampel lainnya tidak terinfeksi virus. Pada TPnA yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan ternak saat menerima ayam terdapat sebanyak 72,3 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 27,7 % sampel lainnya tidak terinfeksi virus. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor pemeriksaan kesehatan ternak dengan infeksi virus AI di TPnA.

Hubungan Antara Cara Pemeriksaan Kesehatan Ternak dengan Infeksi Virus AI

Pada TPnA yang melakukan pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara memeriksa seluruh ternak terdapat sebanyak 76,9 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 23,1 % sampel tidak terinfeksi virus. Pada TPnA yang melakukan pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara memeriksa sebagian/sampling ternak terdapat sebanyak 74,1 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 25,9 % sampel tidak terinfeksi virus. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor cara pemeriksaan kesehatan ternak dengan infeksi virus AI di TPnA.

Hubungan Antara Penanganan Ternak Sakit dengan Infeksi Virus AI

Pada TPnA yang melakukan penanganan terhadap ternak sakit dengan cara memotong (memusnahkan) terdapat sebanyak 80,9 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 19,1 % sampel tidak terinfeksi virus. Pada TPnA yang melakukan penanganan terhadap ternak sakit dengan cara membiarkan ternak

sakit tetap hidup bersama ayam sehat lainnya, atau memisahkannya ke kandang isolasi, atau mengobatinya hingga sembuh terdapat sebanyak 61,7 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 38,3 % sampel tidak terinfeksi virus. Hasil uji

chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor penanganan ternak sakit dengan infeksi virus AI (p = 0,001). Nilai RR yang didapat adalah 2,00 (SK 95 % ; 1,31 – 3,05) yang menunjukkan bahwa risiko infeksi virus AI terjadi 2 kali lebih besar pada TPnA yang melakukan penanganan ternak sakit dengan cara membiarkannya tetap hidup, atau memisahkannya, atau mengobatinya daripada melakukan tindakan pemotongan (memusnahkan) ternak tersebut.

Hubungan Antara Penanganan Ternak Mati dengan Infeksi Virus AI

Pada TPnA yang melakukan penanganan ternak mati dengan cara membakar atau mengubur bangkainya sebanyak 69,4 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 30,6 % sampel tidak terinfeksi virus. Pada TPnA yang melakukan penanganan ternak mati dengan cara membuang bangkainya terdapat sebanyak 77,2 % sampel terinfeksi virus AI dan sebanyak 22,8 % sampel tidak terinfeksi virus. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor penanganan ternak mati dengan infeksi virus AI di TPnA.

Pembahasan

Hubungan Antara Faktor Manajemen Kesehatan Unggas dengan Infeksi Virus AI di TPnA

Keberadaan SKKH

Infeksi virus AI lebih banyak terjadi pada sampel ternak TPnA yang tidak melampirkan SKKH daripada TPnA yang melampirkan SKKH saat menerima ternak dari pemasok. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji chi-square hubungan antara faktor keberadaan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dengan

infeksi virus AI tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan SKKH tidak dapat menjamin bahwa ternak yang masuk ke TPnA benar-benar sehat dan telah diperiksa oleh dokter hewan berwenang. Idealnya SKKH diterbitkan dan ditandatangani oleh dokter hewan berwenang dari daerah asal peternakan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ternak tersebut merupakan titik kritis dalam upaya pencegahan terhadap penyebaran penyakit (Saptana dan Sumaryanto 2009). Pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan secara berkala selama masa pemeliharaan sampai dengan masa panen untuk dikirim ke TPnA. Pada praktiknya surat keterangan kesehatan hewan yang dilampirkan oleh peternak diartikan sebagai bukti formal seperti surat jalan agar ayam-ayam yang berasal dari kandang peternakannya dapat diterima pasar. Hal ini menunjukkan bahwa penerbitan SKKH tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sehingga peternak dapat memiliki surat keterangan kesehatan hewan tanpa dilakukan pemeriksaan kesehatan ternak.

SKKH merupakan bukti tertulis bahwa kesehatan ternak telah diperiksa oleh dokter hewan berwenang dari wilayah asal ternak (peternakan) sehingga status kesehatan ternak terjamin. Pemeriksaan kesehatan ternak sebelum dikirim ke pasar unggas akan mengurangi risiko penularan penyakit asal unggas. Selain itu, laporan hasil pemeriksaan yang disajikan dalam bentuk SKKH juga berperan sebagai sistem peringatan dini terjadinya infeksi penyakit tertentu (Naipospos 2007). Pemeriksaan kesehatan ternak yang dilakukan sebelum pengiriman adalah bagian dari program pengawasan kesehatan ternak yang bermanfaat dalam menghambat penyebaran penyakit AI H5 dan H7. Pemeriksaan kesehatan ternak sebelum dikirim ke pasar unggas dilakukan untuk mengidentifikasi ternak yang layak untuk dikirim ke pasar unggas, sehingga tidak merugikan baik bagi konsumen maupun bagi peternak. Apabila ditemukan ternak yang tidak sehat maka ternak tersebut tidak diperkenankan untuk dikirim ke pasar unggas untuk selanjutnya akan diobati hingga sembuh atau dimusnahkan.

Pemeriksaan Kesehatan Ternak

Infeksi virus AI lebih banyak terjadi pada sampel TPnA yang melakukan pemeriksaan kesehatan daripada TPnA yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji chi-square tampak tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor pemeriksaan kesehatan ternak dengan infeksi virus AI (p > 0,05). Hal ini kemungkinan berkaitan dengan pemeriksaan ternak tidak dilakukan oleh petugas yang berwenang. Pada praktiknya pemeriksaan kesehatan ternak sebagian besar dilakukan sendiri oleh pemilik (pekerja) TPnA yang tidak memiliki keahlian khusus tentang kesehatan ternak. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen kesehatan unggas di TPnA belum sepenuhnya dilakukan dengan baik.

Pemeriksaan kesehatan ternak yang datang ke TPnA bermanfaat untuk menjamin kualitas ternak seperti performa, keutuhan jumlah, dan status kesehatan. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan akan didapatkan tindakan strategis dalam penanganan seperti segera memisahkan ternak yang ditemukan sakit, membuang ternak yang ditemukan mati, dan lain-lain. Menurut Hutchinson et al. (2008) pemeriksaan kesehatan yang dilakukan adalah bagian dari program keamanan pangan di tingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi keinginan konsumen serta memberikan keuntungan bagi peternak.

Minnesota Board of Animal Health (MBAH) menyatakan bahwa

pemeriksaan kesehatan unggas yang datang ke TPnA akan mencegah kemungkinan penyebaran, sirkulasi, dan inkubasi agen penyakit (Anonim 2007). Infeksi virus AI di TPnA di wilayah DKI Jakarta dapat terjadi karena ternak yang diperiksa tidak sepenuhnya bebas dari agen penyakit. Pemeriksaan dilakukan sebagian besar terbatas pada observasi (scanning) pada truk pengangkut ternak untuk mencari ternak yang benar-benar menunjukkan gejala klinis atau mati (CIVAS 2007). Pemeriksaan kesehatan ternak yang dilakukan seperti ini tidak akan menjamin bahwa ternak akan terbebas dari agen penyakit dan menyebabkan peluang penularan penyakit ke ternak sehat lainnya sangat besar.

Menurut Grimes (2001) pemeriksaan kesehatan ternak merupakan bagian dari prosedur manajemen kesehatan unggas yang akan mencegah menyebarnya hama dan mikroorganisme berbahaya. Implementasinya akan menghalangi pergerakan agen penyakit berbahaya dari unggas ke berbagai fasilitas yang ada di sekitar tempat penampungan ayam dan lingkungan. Ternak yang diketahui sakit seharusnya dilakukan penanganan terpadu seperti memisahkannya dari keranjang penampungan ke kandang isolasi untuk diobati atau dikembalikan ke peternakan asal karena tidak diterima pasar.

Petugas Pemeriksa Kesehatan Ternak

Infeksi virus AI terjadi lebih banyak pada sampel TPnA yang melakukan sendiri pemeriksaan kesehatan ternak daripada TPnA yang pemeriksaannya dilakukan oleh petugas khusus atau petugas dinas (Lampiran 2). Pemeriksaan kesehatan ternak yang dilakukan sendiri akan membuka peluang ternak tidak diperiksa dengan baik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan karena pemilik/pekerja kandang tidak memiliki keahlian khusus tentang kesehatan ternak. Mengingat dampak yang ditimbulkan akibat pemeriksaan kesehatan ternak yang tidak baik, maka seluruh sumber daya yang terlibat di dalam TPnA harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai manajemen pemeliharan dan penampungan ayam termasuk pemeriksaan kesehatan sederhana terhadap ternak yang baru datang. Menurut Cardona et al. (2008) pelatihan yang diberikan kepada pelaku pasar unggas dalam hal biosekuriti dan manajemen pemeliharan peternakan akan mendukung pencegahan penyebaran agen penyakit berbahaya.

Cara Pemeriksaan Kesehatan Ternak

Infeksi virus AI lebih banyak terjadi pada TPnA yang melakukan pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara memeriksa seluruh ternak daripada TPnA yang melakukan pemeriksaan kesehatan dengan cara pemeriksaan sampling. Akan tetapi, hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor cara pemeriksaan kesehatan ternak dengan infeksi virus

AI (p > 0,05). Banyaknya jumlah infeksi virus AI yang terjadi berkaitan dengan sumber daya yang terlibat selama pemeriksaan yang dilakukan. Sebagian besar pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan sendiri oleh pemilik (pekerja) TPnA dan bukan oleh petugas khusus yang memiliki keahlian tentang kesehatan hewan. Selain dilakukan sendiri oleh pemilik (pekerja) TPnA, banyaknya infeksi virus juga disebabkan karena pemeriksaaan kesehatan ternak yang dilakukan dengan cara sampling. Kekurangan melakukan pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara sampling antara lain tidak teliti dan tidak dapat menjangkau ternak-ternak yang berada pada tumpukan keranjang paling bawah di dalam truk pengangkut. Hal ini menyebabkan banyak ternak yang sebenarnya sakit tetapi terbebas dari pemeriksaan.

Pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara sampling dapat dilakukan apabila sumber daya yang terlibat adalah petugas khusus yang memiliki keahlian tentang kesehatan hewan seperti dokter hewan dan paramedis. Keuntungan pemeriksaan kesehatan ternak dengan cara sampling antara lain dapat menghemat waktu dan tenaga terutama pada TPnA yang memiliki sumber daya terbatas. Pemeriksaan sampling (sebagian) ternak dapat dilakukan dengan baik apabila memperhatikan status umum kesehatan seluruh ternak sejak masih dalam truk pengangkut sampai dengan masuk ke dalam kandang penampungan. Pemeriksaan dengan cara seperti ini biasanya dilakukan pada kelompok ternak yang sebelumnya telah diperiksa dokter hewan berwenang dan dilengkapi dengan SKKH (KOMNAS FBPI 2008). Pemeriksaan tersebut juga dapat dilakukan jika secara umum kondisi ternak diyakini dalam keadaan baik dan dilakukan oleh petugas yang terlatih seperti dokter hewan berwenang, petugas dinas, atau paramedis. Pemeriksaan kesehatan ternak yang baik apabila dilakukan satu persatu pada seluruh kelompok ternak yang akan masuk ke TPnA. Manfaat pemeriksaan dengan cara seperti ini adalah status kesehatan seluruh ternak terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penanganan Ternak Sakit

Faktor penanganan ternak sakit menunjukkan hubungan yang signifikan dengan infeksi virus AI. Besarnya nilai risiko relatif (RR) faktor tersebut adalah 2,00 (SK 95 % ; 1,31-3,05). Hal ini berarti bahwa TPnA yang memisahkan dan mengobati, atau membiarkan ternak yang diketahui sakit tetap berada di dalam kandang penampungan bersama ternak sehat lainnya berisiko terinfeksi virus AI 2 kali lebih besar daripada TPnA yang langsung memotong (memusnahkan) ternak sakit tersebut.

Berdasarkan penelitian CIVAS (2007) bahwa ternak yang diketahui sakit dipisahkan dari kandang penampungan dan ditempatkan pada kandang isolasi tetapi masih berada di dalam satu kandang penampungan. Kandang isolasi dibuat dari bilah bambu yang disusun sedemikian rupa dapat membentuk kandang kecil. Kandang isolasi biasanya juga terbuat dari beberapa keranjang penampung ternak yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat memisahkan ternak sakit dari ternak sehat lainnya. Upaya ini tidak dapat mencegah terjadinya kontaminasi kotoran, lendir, dan debu sehingga masih memungkinkan terjadinya penularan penyakit. Tindakan memotong ternak sakit dengan memperhatikan prosedur penyembelihan, penanganan limbah dan daging yang baik akan mencegah penularan penyakit karena langsung memutus rantai penyebaran virus yang berasal dari ternak sakit tersebut. Manajemen kesehatan unggas yang dilakukan tersebut adalah bagian dari program keamanan pangan di tingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi keinginan konsumen serta memberikan keuntungan bagi peternak (Hutchinson et al. 2008; Ryder 2005; Wang et al. 2006).

Menurut Cardona et al. (2008), pasar unggas hidup adalah tempat berkumpulnya berbagai jenis unggas yang dikirim pemasok dan sangat potensial dalam penularan virus AI. Virus AI telah menjadi endemik di pasar unggas hidup beberapa kota besar negara-negara bagian Amerika. Oleh karena itu, penanganan yang tepat terhadap sakit dengan cara memisahkannya di kandang isolasi atau mengobatinya hingga sembuh dapat mencegah dan mengendalikan penyebaran

virus AI. Penyebaran virus AI yang berasal dari unggas sakit dapat terjadi melalui kotoran yang dihasilkan, lendir, dan debu yang dapat mengontaminasi pakan dan menular ke unggas lainnnya yang masih sehat.

Penanganan Ternak Mati

Infeksi virus AI terjadi lebih besar pada TPnA yang melakukan penanganan ternak mati dengan cara membuang bangkai daripada TPnA yang melakukan penanganan ternak mati dengan cara membakar/mengubur bangkai. Akan tetapi, hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor penanganan ternak mati dengan infeksi virus AI di TPnA. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan penanganan terhadap ternak mati (bangkai) belum dapat mencegah terjadinya infeksi virus dan kemungkinan terdapat ketidaksesuaian di dalam prosedur manajemen kesehatan unggas yang diterapkan. Hasil penelitian surveilans CIVAS (2007) menunjukkan bahwa upaya membuang bangkai ternak tidak dilakukan dengan baik, yaitu tidak segera dilakukan setelah ternak mati dan tidak dibuang pada tempat yang aman. Upaya mengubur/membakar bangkai ternak juga dilakukan setelah beberapa jam bersamaan dengan bangkai ternak lainnya yang ditemukan. Tindakan tersebut memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari ternak yang telah mati ke ternak yang masih sehat sebelum ditemukan oleh pemilik/petugas TPnA.

Upaya memusnahkan bangkai ternak adalah bagian dari penerapan biosekuriti dan manajemen pemeliharaan yang dapat mendukung upaya pencegahan menyebarnya agen penyakit asal unggas khususnya virus AI ke ternak sehat lainnya (Kamps et al. 2007). Membakar atau mengubur bangkai ternak harus dilakukan pada tempat khusus yang jauh dari jangkauan permukiman penduduk dan telah direkomendasikan oleh dinas terkait. Lubang tempat membakar atau mengubur sekurang-kurangnya memiliki kedalaman 1,3 meter dan ditutup tanah serta ditaburi kapur. Membakar bangkai ternak juga dapat dilakukan dengan menggunak insinerator (Bagindo 2007).

Dokumen terkait