• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H. Adam Malik Medan.

5.2.1 IntensitasNyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Sigit, 2010)

Hasil penelitian menunjukkan tingkat intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan secara umum adalah nyeri sedang sebanyak 17 (56,7%) skala intensitas nyeri berkisar 4-7. Hal ini menunjukkan sebagian respon den dapat menangani tingkat intensitas nyeri pada karsinoma nasofaring. Seperti dalam penelitian Said (2012) yang menyatakan intensitas nyeri merupakan keadaan klien mendesis, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, adaptif mengikuti perintah dengan baik. Seseorang yang mengalami intensitas nyeri sedang masih dapat dikontrol dengan melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa nyeri. Dari hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Ihsan (2014), di RSUP H. Adam Malik Medan, sasaran

34

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling dengan jenis penelitian deskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri sedang pada karsinoma nasofaring. Intensitas nyeri ini menggambarkan tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu dengan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan, dan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 13 responden (43,3%) usia responden adalah dewasa menengah (41-60 tahun) diikuti 12 responden (40,0%) usia responden adalah dewasa awal (21-40 tahun). Dalam penelitian juga ditemukan adanya pengaruh usia terhadap intensitas nyeri pada karsinoma nasofaring, hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang berbeda dalam menghadapi intensitas nyeri. Secara sederhana nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tidak nyaman (Asmadi, 2008). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Delfitri dkk (2008) di RSUP H. Adam Malik Medan, hasil penelitian menunjukkan pada kelompok usia menengah (41-60 tahun) yang dimana keadaan ini dimungkinkan akibat respon imun yang menurun pada umur tua, sehingga infeksi virus tidak dapat di atasi. Di samping itu, infeksi laten virus

35

yang sering menyebabkan tumor, membutuhkan waktu 20 – 25 tahun untuk dapat memicu tumor.

Perbedaan tingkat perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok anak-anak dan lanjut usia dapat mempengaruhi bagaimana cara bereaksi terhadap nyeri. Orang dewasa akan mengalami perubahan neurofisiologis dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensorik stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Menurut Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara nyeri dengan seiring bertambahnya usia, yaitu pada tingkat perkembangan.

Ditinjau dari karakteristik responden, responden tertinggi dalam penelitian ini merupakan laki-laki 19 responden (63,3%) dan perempuan 11 responden (36,7%). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wulam Melani (2011) di RSUP H. Adam Malik Medan, hasil penelitian menunjukkan pada laki-laki, yang dimana pada laki-laki lebih sering bekerja diluar rumah, sehingga sering terpapar dengan bahan karsinogen yang dapat menimbulkan hidung tersumbat, nyeri pada telinga, dan sakit kepala. Dari hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hayati, 2003 dalam Erfinawati, 2014) yang menyatakan bahwa di RSUP dr. Kariadi, didapatkan pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Nasional Cancer Institute (2009) Karsinoma nasofaring (KNF) terjadi lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita, dengan

36

rasio pria-wanita 2-3:1. Menunjukkan bahwa prognosis lebih baik pada wanita dibandingkan pada pria, tetapi penelitian lain belum menunjukkan perbedaan ini.

Responden dalam penelitian ini mayoritas beragama Islam sebanyak 16 responden (53,3%), dimana responden mengatakan bahwa mereka menjadi lebih tenang dalam menghadapi kehidupan dengan adanya kegiatan keagamaan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit, dan belajar untuk menerima kenyataan tentang keadaan mereka, belajar untuk bersyukur dan mau menjalani kehidupan lebih baik lagi. Hal ini sesuai dengan Silawaty dan Mochamad (2007) dalam penelitiannya tentang peran agama terhadap penyesuaian diri pasien terhadap nyeri pada karsinoma nasofaring juga membantu pasien dalam penerimaan terhadap penyakitnya, memberikan kekuatan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16 responden (53,3%) pendidikan responden adalah SMA. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Dimana pada seseorang dengan pendidikan tinggi akan memberikan respon lebih rasional daripada yang berpendidikan menengah atau rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Asri (2006) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi

37

interaksi antara sistem analgesik endogen dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis disebut proses modulasi. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi subyektif dan ditentukan oleh makna atau arti suatu input nyeri.

Menurut Harsono (2009), tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mendukung peningkatan pengetahuan yang berkaitan dengan daya serap informasi. Orang yang memiliki pendidikan tinggi diasumsikan lebih mudah menyerap informasi. Namun demikian pengetahuan tentang pengelolaan nyeri juga dapat diperoleh dari pengalaman klien sendiri atau dari sumber lain, sehingga tingkat pendidikan belum tentu merupakan variabel yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri.

Mayoritas responden dengan status menikah adalah 29 responden (96,7%), menunjukkan adanya dukungan dari lingkungan sosial yaitu keluarga (pendamping hidup dan anak). Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka kepada pasien juga merupakan faktor mempengaruhi respon nyeri. Salah satu adalah pasangan hidup, pasangan hidup mengambil peran yang dalam penguatan pasien akan nyeri yang dialami oleh pasien kanker (Potter & Perry, 2005).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) menggambarkan bahwa intensitas nyeri sedang sebanyak 17 responden, tidak nyeri/ ringan yaitu sebanyak 9 responden, dan nyeri berat/ hebat yaitu sebanyak 4 responden.

Dokumen terkait