• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN GAMBARAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN KARSINOMA

NASOFARING (KNF) DI RSUP H. ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN

2015 Oleh :

IIS APRIYANTI PASARIBU

Saya adalah mahasiswa Ekstensi Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H Adam Malik Medan. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir Ekstensi Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Saya mengharapkan partisipasi saudara/i dalam memberikan jawaban atas kuisoner sesuai dengan pendapat saudara/i tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan dari jawaban saudara/i.

Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela, saudara/i bebas menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika saudara/i bersedia menjadi responden penelitian, silahkan menanda tangani surat persetujuan ini pada tempat yang disediakan sebagai bukti kesukarelaan saudara/i. Terima kasih atas partisipasi saudara/i untuk penelitian ini.

Medan, Januari 2016

Peneliti Subyek Penelitian

(2)

INSTRUMEN PENELITIAN

GAMBARAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING (KNF) DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2015 Kode Responden:

A. Kuisoner Bagian I: Karakter Responden Petunjuk Pengisian:

1. Isi pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda centang (√) pada tempat yang disediakan

2. Lingkarilah salah satu angka yang menunjukkan skala nyeri yang dirasakan responden nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan status pernikahan

Pertanyaan:

1. Insial Nama :

2. Usia : Tahun

3. Agama :

4. Jenis Kelamin : ( ) Laki-Laki ( ) Perempuan 5. Pendidikan Terakhir : ( ) SD ( ) SMA

(3)

45

Petunjuk Pengisian:

Lingkari salah satu angka yang menunjukkan skala nyeri yang saudara/i rasakan

Keterangan:

- 0-3 : Tidak nyeri/ringan - 4-7 : Sedang

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

MASTER TABEL

GAMBARAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING (KNF) DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

(13)

55

R21 2 2 1 2 2 2 2 Nyeri Sedang

R22 2 1 1 3 2 2 2 Nyeri Sedang

R23 1 1 1 3 2 1 1 Tidak Nyeri/ Ringan

R24 1 2 2 3 2 1 1 Tidak Nyeri/ Ringan

R25 2 2 1 1 2 1 2 Nyeri Sedang

R26 2 2 1 3 2 2 2 Nyeri Sedang

R27 2 2 1 3 2 2 2 Nyeri Sedang

R28 2 2 2 3 2 2 2 Nyeri Sedang

R29 2 2 1 1 2 2 2 Nyeri Sedang

(14)
(15)
(16)
(17)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Aktivitas Penelitian April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan Judul

penelitian 2 Menyusun bab 1 3 Menyusun bab 2 4 Menyusun bab 3 5 Menyusun bab 4 6 Menyusun kuesioner 7 Menyerahkan

proposal 8 Ujian sidang

proposal

9 Revisi proposal 10 Pengumpulan data

responden 11 Analisa data 12 Pengajuan sidang

skripsi

13 Ujian sidang skripsi 14 Revisi skripsi 15 Mengumpulkan

(18)

TAKSASI DANA 1. Persiapan Proposal

a. Biaya Mengeprint : Rp 100.000,-

b. Pengumpulan sumber-sumber tinjauan pustaka : Rp 200.000,-

c. Perbanyak Proposal : Rp 100.000,-

d. Biaya Internet : Rp 100.000.-

2. Pengumpulan Data

a. Ijin Penelitian : Rp 175.000,-

b. Foto Copy Kuisoner : Rp.100.000,-

c. Transportasi : Rp 100.000,-

3. Analisa Data dan Penyususnan laporan Penelitian

a. Biaya kertas dan tinta print : Rp 125.000,-

b. Penjilidan : Rp 100.000,-

c. Sidang Skripsi : Rp. 450.000,-

d. Pengadaan laporan penelitian :

(19)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Diri

Nama : Iis Apriyanti Pasaribu

Tempat/ Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 23 Maret 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak Ke : 4 Dari 6 Bersaudara

Alamat : Jln. Sm. Raja, Gg. Maduma III Sitamiang Baru Padangsidimpuan

II. Identitas Keluarga

Nama Ayah : H. Ginda Uli Pasaribu

Pekerjaan : PNS

Nama Ibu : Hj. Gusnawati Siagian

Pekerjaan : PNS

III. Riwayat Pendidikan

Tahun 1997-1998 : TK Kesuma Tamat Berijazah

Tahun 1998-2004 : SD Negeri 20103/03 Tamat Berijazah

Tahun 2004-2007 : SMP N 1 Padangsidimpuan Tamat Berijazah Tahun 2007-2010 : SMA N 2 Padangsidimpuan Tamat Berijazah

Tahun 2010-2013 : Program Pendidikan Diploma III Di Akademi Perawatan Syuhada Padangsidimpuan Tamat Berijazah

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Andarmoyo, Sulistyo. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: Ar-ruzz Media.

Arima, A.C. (2006). Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring.Diunduh dari:http://library.usu.ac. Pada tanggal 17 Mei 2015.

Asri, P, dkk (2006). Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Defresi Pasien Menjalani Terapi Hemodialisis. JIK Volume 01

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Aziz, F, dkk. (2006). Buku Acuan Onkologi Ginekologi. Jakarta: Bina Pustaka FKUI.

Bahar Azwar, (2012). Buku Panduan Kemoterapi, Jakarta: PT. Dian Rakyat

Bobak, M. Irene, et. al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Delfitri, dkk (2008) Kelainan Neeurologis Dan Kerusakan Dasar Tengkorak Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan:

Majalah Kedokteran Nusantara volume 40. No. 4. Medan. Fakultas

Kedokteran USU

Desen, W. (2008). Buku Ajar Onkologi Medik. Edisi 2. Jakarta: Balai FKUI.

(21)

41

Erfinawati, dkk. (2014) Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Karsinoma Nasofaring (KNF) di RSUP. Dr Wahidin Wudirohusodo. Makasar

Harry A. Asroel, (2002). Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung Dan Telinga

Universitas Sumatera Utara. Skrpsi.

Harsono, (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUD. Ade Muhammad

Djond Sintang. Tesis.

Herza, (2010). Gambaran Klinis Karsinoma Nasofaring

M. Ihsan, (2014) Prevalensi Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik: Fakultas Kedokteran USU Medan. Karya Tulis Ilmiah

M Irhas Said, (2012). Hubungan Ketidaknyamanan: Nyeri Dan Maladour Dengan Tingkat Stres Pada Pasien Kanker Di RSKD Jakarta Dan RSAM Bandar

Lampung

National Cancer Institute, (2009). Nasopharyngeal Cancer Treatment. U.S.A: National Cancerinstitute. Diunduh dari: http://www.cancer.gov. Pada

tanggal 19 Mei 2015.

Nita, O. (2013). Hubungan Perubahan Fisik Pasien Kemoterapi Dengan Konsep Diri Pada Penderita Kanker Di Ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi.

Skripsi

Notoadmodjo Soekidjo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

(22)

42

Nursalam, (2009), Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Selemba Medika

Prasetyo, S.N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jokjakarta: Graha Ilmu.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Roezin, A. Anida, S. (2007). Karsinoma Nasofaring Dalam :Buku Ajar Telinga Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6, Jakarta: FKUI.

Sigit Nian Prasetyi, (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri, Yogyakarta: Graha Ilmu

Silawaty, I. & Ramdhan, M. (2007). Peran Agama Terhadap Penyesuaian Diri. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia, Vol.13, No. 03; 225-234 Sugiono. (2004). Metode Penelitian. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta: Bandung

Soepardi, (2010). Buku Ajar Kesehatan Karsinoma Nasofaring, Jakarta: FKUI Suddart & Brunner. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol.1. Jakarta:

EGC.

Wulan, (2011). Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring Di Rumah Sakit Haji. Adam Malik Medan

(23)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam Malik Medan”.

Skema 3.1. Kerangka Konsep Intensitas Nyeri Pada Pasien

Karsinoma Nasofaring (KNF)

Tidak Nyeri/ ringan: 0-3

Nyeri Sedang: 4-7

(24)

26

3.2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 : Defenisi Operasional

(25)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Nursalam (2009) memaparkan bahwa penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan peristiwa-peristiwa urgen yang terjadi pada masa kini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring di RSUD H. Adam Malik Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

(26)

28

4.2.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi (Sugiyono, 2007). Adapun pertimbangan informan ditetapkan dengan kiteria inklusi. Adapun kriteria khusus dalam pemilihan sampel ini adalah pasien Nasofaring Carsinoma, tidak dalam kondisi lemah dan dapat diwawancara, serta bersedia menjadi responden.

4.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di ruang inap Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih tempat penelitian ini karena (1) rumah sakit tersebut adalah rumah sakit pemerintah (2) merupakan rumah sakit pendidikan dan (3) memiliki jumlah pasien yang cukup banyak.

4.4. Pertimbangan Etik

(27)

29

(Convidentiality) dengan tidak di cantumkan nama responden pada lembar ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau yang disajikan (anonimity).

4.5. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Lembar kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan lembar format gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring. Data demografi meliputi nama, usia, agama, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan status pernikahan. Kuesioner gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring di Rumah Sakit Adam Malik Kota Medan. Intensitas Nyeri terhadap Karsinoma Nasofaring meliputi, tidak nyeri/ringan: 0-3, nyeri sedang: 4-7, dan nyeri berat/hebat: 8-10

4.6. Pengumpulan data

(28)

30

(informed consent) ataupun memberikan persetujuan secara lisan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya apabila ada yang tidak dimengerti. Setelah semua responden mengisi kuesioner yang diberikan, maka peneliti mengumpulkan data untuk dianalisa.

4.7. Analisa data 4.7.1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah menggunakan computer dengan langkah-langkah sebagai berikut : Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan pebaikan isian

formulir atau kuesioner. Coding atau pengkodean yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry). Tabulating yaitu jawaban yang telah diberi kode jawaban kemudian dimasukkan ke dalam tabel.

4.7.2. Teknik Analisa Data

(29)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitan mengenai gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H. Adam Malik Medan, melalui proses pengumpulan data yang dilakukan tanggal 11 Januari 2016 terhadap 30 orang responden di Ruang Rindu A3 RSUP H. Adam Malik. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik respon den tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H. Adam Malik Medan.

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden terdiri dari: usia, agama, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan status pernikahan. Data karakteristik responden ditampilkan hanya untuk melihat distribusi demografi dari responden.

(30)

32

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentasi Berdasarkan Karakteristik Demografi Responden (N=30)

Karakteristik Frekuensi Persentasi (%)

Usia

5.1.2 Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden, yang nyeri sedang sebanyak 17 responden (56,7%), Tidak Nyeri/ Ringan sebanyak 9 responden (30,0%), dan nyeri berat/ hebat sebanyak 4 responden (13,3%). Tabel 5.2 : Distribusi Frekuensi Dan Persentase Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (N=30)

IntensitasNyeri Frekuensi Persentasi (%)

TidakNyeri/Ringan 9 30,0

NyeriSedang 17 56,7

(31)

33

5.2 Pembahasan

Pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H. Adam Malik Medan.

5.2.1 IntensitasNyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Sigit, 2010)

Hasil penelitian menunjukkan tingkat intensitas nyeri pada pasien

karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan secara umum adalah

nyeri sedang sebanyak 17 (56,7%) skala intensitas nyeri berkisar 4-7. Hal ini

menunjukkan sebagian respon den dapat menangani tingkat intensitas nyeri

pada karsinoma nasofaring. Seperti dalam penelitian Said (2012) yang

menyatakan intensitas nyeri merupakan keadaan klien mendesis, dapat

(32)

34

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling dengan jenis penelitian deskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri sedang pada karsinoma nasofaring. Intensitas nyeri ini menggambarkan tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu dengan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan, dan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2009).

(33)

35

yang sering menyebabkan tumor, membutuhkan waktu 20 – 25 tahun untuk dapat memicu tumor.

Perbedaan tingkat perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok anak-anak dan lanjut usia dapat mempengaruhi bagaimana cara bereaksi terhadap nyeri. Orang dewasa akan mengalami perubahan neurofisiologis dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensorik stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Menurut Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara nyeri dengan seiring bertambahnya usia, yaitu pada tingkat perkembangan.

(34)

36

rasio pria-wanita 2-3:1. Menunjukkan bahwa prognosis lebih baik pada wanita dibandingkan pada pria, tetapi penelitian lain belum menunjukkan perbedaan ini.

Responden dalam penelitian ini mayoritas beragama Islam sebanyak 16 responden (53,3%), dimana responden mengatakan bahwa mereka menjadi lebih tenang dalam menghadapi kehidupan dengan adanya kegiatan keagamaan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit, dan belajar untuk menerima kenyataan tentang keadaan mereka, belajar untuk bersyukur dan mau menjalani kehidupan lebih baik lagi. Hal ini sesuai dengan Silawaty dan Mochamad (2007) dalam penelitiannya tentang peran agama terhadap penyesuaian diri pasien terhadap nyeri pada karsinoma nasofaring juga membantu pasien dalam penerimaan terhadap penyakitnya, memberikan kekuatan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

(35)

37

interaksi antara sistem analgesik endogen dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis disebut proses modulasi. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi subyektif dan ditentukan oleh makna atau arti suatu input nyeri.

Menurut Harsono (2009), tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mendukung peningkatan pengetahuan yang berkaitan dengan daya serap informasi. Orang yang memiliki pendidikan tinggi diasumsikan lebih mudah menyerap informasi. Namun demikian pengetahuan tentang pengelolaan nyeri juga dapat diperoleh dari pengalaman klien sendiri atau dari sumber lain, sehingga tingkat pendidikan belum tentu merupakan variabel yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri.

(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) menggambarkan bahwa intensitas nyeri sedang sebanyak 17 responden, tidak nyeri/ ringan yaitu sebanyak 9 responden, dan nyeri berat/ hebat yaitu sebanyak 4 responden.

6.2 Saran

6.2.1. Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi tambahan informasi yang baik bagi perawat pendidik tentang intensitas nyeri, dan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan menambah informasi yang lebih mendalam mengenai intensitas nyeri terutama pada pasien dengan karsinoma nasofaring (knf).

6.2.2. Pelayanan Kesehatan

(37)

39

6.2.3. Penelitian Berikutnya

(38)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1.Nyeri

2.1.1. Defenisi Nyeri

Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2009).

Internasional Association for Study of Pain (IASP), mendefenisikan

nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2005).

Menurut Brunner & Suddarth (2002), nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

(39)

7

2.1.2. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri merupakan suatu organ tubuh yang berfungsi dalam penerimaan rangsangan nyeri. Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak meliliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visare, persendihan, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulus tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulus yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis. Selanjutnya, stimulus yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-implus nyeri ke sumsum tulang belakang (Alimul, 2009).

2.1.3 Teori Nyeri

2.1.3.1. Teori Pemisahan (Specivicity Thory)

(40)

8

rangsangan nyeri tersebut diteruskan (Alimul, 2009). Teori spesivitas ini tidak menunjukkan karakteristik multidimensi dari nyeri, teori ini hanya melihat nyeri secara sederhana yakni paparan biologis tanpa melihat variasi dari efek psikologis individu (Prasetyo, 2010).

2.1.3.2. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori Pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989, teori ini menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang dirangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi resepror yang menghasilkan pola dari implus saraf (Andarmoyo, 2013). Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsalke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang kebagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Peraepsi di pengaruhi oleh modalitas respons dari reaksi sel T (Alimul, 2009).

(41)

9

yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat, rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri.

2.1.3.4. Endogenous Opiat Theory

(42)

10

2.1.4 Klasifikasi Nyeri

2.1.4.1. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi

1. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 (enam) bulan dan di tandai adanya pengingkatan tegangan otot (Alimul, 2009). Nyeri akut timbul secara mendadak dan lenyap bila penyebabnya hilang. Nyeri akut di tandai oleh aktivitas sistem saraf otonom berupa takikardia, hipertensi, hiperhidrosis, midriasis, dan pucat dan terdapat perubahan pada wajah seperti menyeringai, cemas, atau menangis (Aziz, F, dkk, 2006).

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang menetap sepanjan suatu priode waktu, Nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (McCaffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005).

(43)

11

2.1.4.2. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal

1. Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul akibat rangsangan pada eferen serta saraf perifer. Nyeri ini terjadi akibat pengaruh Prostaglandin E2 sehingga nosiseptor serat saraf perifer menjadi lebih peka terhadap bahan mediator penyebab nyeri.

2. Nyeri Neurogenik

Nyeri neurogenik adalah nyeri yang terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan ini bisa terjadi akibat terpotongnya serat saraf misalnya: interkostal akibat mastektomi atau torakotomi; Tekanan kronis pada saraf-saraf perifer misalnya: invasi tumor yang menekan pleksus brakhialis atau lumbosakralis.

3. Nyeri Psikogenik

Nyeri psikogenik terjadi akibat faktor non fisik atau lazim disebut faktor kejiwaan. Faktor kejiwaan dapat mempengaruhi hebatnya nyeri, terutama pada kanker yang stadium lanjut. Nyeri psikogenik dapat timbul akibat, Merah (anger), Cemas (anxiety), Depresi (Aziz, F, dkk, 2006).

2.1.4.3Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

(44)

12

2. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.

3. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan kerena penyakit organ atau struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

4. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi kerena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain sebagainya (Asmadi, 2008).

2.1.5 Nyeri Kanker

Nyeri yang dihubungkan dengan penyakit kanker, dapat berarti nyeri akut maupun kronik. Keluhan nyeri kanker merupakan keluhan yang paling ditakutkan oleh penderita kanker (Desen, 2008).

Beberapa keadaan yang dapat dihubungkan dengan nyeri pada pasien kanker yaitu:

1. Nyeri yang langsung ditimbulkan oleh kanker misalnya infiltrasi kanker, terkenanya sistem saraf dan organ dalam.

2. Nyeri kanker juga dapat timbul akibat dari terapi dan pemeriksaan penunjang kanker misalnya pembedahan, atau radiasi.

2.1.6 Intensitas Nyeri

2.1.6.1 Pengukuran Intensitas Nyeri

(45)

13

sabjektif dan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda (Andarmoyo, 2013).

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Beberapa skala intensitas nyeri:

1. Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS) merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objekti. Pendeskripsian VD diranking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah ketegori untuk mendeskripsika nyeri (Andarmoyo, 2013).

(46)

14

(Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri, Jogjakarta: Ar-Ruzz)

2. Skala Intensitas Nyeri Numerik

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunak sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menila nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo, 2013).

(Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri, Jogjakarta: Ar-Ruzz)

Skema 2.2. Skala Intensitas Nyeri Numerik

3. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

(47)

15

Skema 2.3. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

(Andarmoyo, S. (2013), Konsep & Proses Keperawatan Nyeri, Jogjakarta: Ar-Ruzz)

2.1.7 Manajemen Penatalaksanaan Nyeri 2.1.7.1. Manajemen Non Farmakologi

Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tidakan menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakolgi. Dalam melakukan intervensi keperawatan/kebidanan, manajemen nonfarmakologi merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri klien (Aziz, F, 2006).

Mendengarkan bunyi-bunyian untuk menurunkan ketegangan, relaksasi dengan menggunakan imajiner (imagenery-assisted relakxation), kompres panas, pijatan di perineum, mandi siram hangat

atau mendengarkan musik santai serta cahaya yang tentram (Bobak, 2005).

2.1.7.2. Manajemen Farmakologi

(48)

16

metode ini memerlukan instruksi dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan farmakologis dengan manajemen nyeri kanker dengan penggunaan analgesia maupun anastesi. Manajemen nyeri kanker dengan penggunaan analgesia merupakan penggunaan atau penghilangan sensasi nyeri, penghilangan sensasi nyeri ini tanpa disertai dengan hilangnya perasaan total sehingga seseorang yang mengkonsumsi analgesik tetap ada dalam keadaan sadar. Manajemen nyeri kanker dengan pengunaan anastesia merupakan menghilangkan sensasi normal yang di capai dengan memberikan obat-obatan anastesi baik secara regional maupun umum (Aziz, F, 2006).

2.2.Karsinoma Nasofaring

2.2.1. Defenisi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty, 2010).

2.2.2. Histologi

(49)

17

Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung (Herza, 2010).

2.2.3. Epidemiologi

Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumya menyerang usia 30-60 tahun, menduduki 75-90% yaitu:

1. Sifat endemis menonjol

Kanker nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, maupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1/ 100.000. Namun relative sering ditemukan di berbagai Negara Asia Tenggara dan China. 2. Kerentanan suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Insiden

kanker nasofaring menunjukkan perbedaan ras yang mencolok. Dari ketiga ras besar di dunia, sebagian ras mongoloid merupakan kelompok insiden tinggi kanker nasofaring, di antaranya mencakup orang China di kawasan Selatan China dan di wilayah Asia Tenggara. 3. Fenomena aregasi familial

Keluarga tingkat I kanker nasofaring memiliki insiden kumulatif kanker nasofaring yang jelas lebih tinggi daripada silsilah pasangannya, sedangkan tumor tidak tampak perbedaan (Cyntia, 2012).

2.2.4. Etiologi Karsinoma Nasofaring

(50)

18

kepala lainnya,tumor tubuh organ lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.

Banyak penyelidikan mengenai perangai dari virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit.

Letak geografis sudah disebutkan diatas, demikian pula faktor rasial. Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain (Efiaty, 2010).

Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan-makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.

2.2.5. Tanda Dan Gejala Karsinoma Nasofaring 2.2.5.1. Gejala Dini

(51)

19

dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (National Cancer Institute, 2009).

Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang (Roezin & Anida, 2007). 2.2.5.2. Gejala Lanjut

(52)

20

Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter (Nurlita, 2009).

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006).

(53)

21

Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Arima, 2006).

2.2.6. Terapi

Radiologi masih merupakan pengobatan utama dan diletakkan pada penggunaan mengavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin, dan anti virus (Azwar, 2012).

Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.

Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di Departemen THT FKUI dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi paradiasi dengan epirubicin dan cis-patinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan lebih baik.

(54)

22

ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi (Azwar, 2012).

2.2.7. Gambaran Klinis

Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai (Herza, 2010).

(55)

23

berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring.

Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjar leher. Tumor yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan intracranial (Herza, 2010).

(56)

24

sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien (Herza, 2010).

2.2.8. Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Memindah

(57)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

Berdasarkan data Laboratorium Patologik Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Soepardi, 2010).

(58)

2

bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama. Karsinoma nasofaring disebut juga sebagai “tumor kanton “(canton tumor). Menurut estimasi WHO, sekitar 80% dari karsinoma nasofaroing didunia terjadi di China. Radioterapi dikombinasi dengan kemoterapi dapat meningkatkan efektivitas terapi kanker nasofaring (Cyntia, 2012).

Pada stadium dini, saat ini radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi yang ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada keadaan kambuh (Harry, 2002).

(59)

masing-3

atau bisa jadi berat sekali. Masing-masing nyeri yang dialami individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain (Sigit, 2010).

Dari hasil penelitian Wulan pada tahun 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa jumlah laki-laki pada karsinoma nasofaring 103 orang (68.2%) dan perempuan 48 orang (31.8%). Usia paling rentan terkena Karsinoma Nasofaring (KNF) 41-50 tahun (33.1%), kemudian urutan kedua umur 51-60 tahun (27.2%), dan umur terendah 11-20 tahun (3.3%). Pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta 34.4%, keluhan utama berupa benjolan dileher 89.4% kemudian hidung sumbat. Terapi yang paling banyak digunakan adalah kemoterapi 57.6% dan radioterapi (16.6%), stadium tertinggi adalah stadium IV 49.7% dan stadium terendah adalah stadium I dan II (1.3%) dan (13.2%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih sering terkena KNF pada usia diatas 41 tahun. Dengan keluhan utama adanya benjolan dileher diikuti hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri dan sakit kepala (Wulan, 2011).

(60)

4

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (KNF) di Rumah Sakit Umum H.Adam Malik Medan.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1.4.1. Institusi Pendidikan Keperawatan

Sebagai tambahan dan referensi ilmu pengetahuan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan sebagai penambah pengetahuan tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring.

1.4.2. Bagi Pelayanan Kesehatan

(61)

5

1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(62)

Judul : Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) Di RSUP H. Adam Malik Medan

Peneliti : Iis Apriyanti Pasaribu NIM : 141121066

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2016

Abstrak

Penderita karsinoma nasofaring akan mengalami gejala psikologis yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri. Nyeri karsinoma nasofaring dapat timbul akibat dari terapi dan pemeriksaan penunjang kanker misalnya pembedahan, atau radiasi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tehnik pengambilan sampel memakai Total Sampling dan jumlah sampel 30 responden. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang mencakup data demografi, pertanyaan tentang intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring dengan menggunakan skala intensitas nyeri. Pengumpulan data berlangsung pada bulan Januari 2016. Dari hasil penelitian secara umum didapat intensitas nyeri sedang sebanyak 17 responden (56,7%), tidak nyeri/ ringan 9 responden (30,0%), dan intensitas nyeri berat/ hebat 4 responden (13,3%). Hasil penelitian ini menggunakan analisa univariat. Sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, peneliti berikutnya dapat meneliti tentang pengaruh intensitas nyeri terhadap karsinoma nasofaring.

(63)
(64)

GAMBARAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN

KARSINOMA NASOFARING (KNF)

DI RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN TAHUN

2016

SKRIPSI

OLEH:

NAMA: IIS APRIYANTI PASARIBU NIM: 141121066

(65)
(66)
(67)

PRAKATA

Assalamu ’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul Gambaran Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) Di RSUP H. Adam Malik Medan.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Dedy Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

2. Erniyati S.KP, MNS, Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

3. Evi Karota bukit S.Kp, MNS, Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

4. Ikhsannudin S.Kp, MNS, Pembantu Dekan III dan sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

5. Nunung Febriany Sitepu, S,Kep,Ns,MNS selaku dosen pembingbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini.

(68)

8. Dosen beserta staff Fakultas Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan bekal illmu dan bimbingan selama penulis dalam pendidikan. 9. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan ijin penelitian.

10. Teristimewa saya ucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mengasuh, mendidik, dan memberikan motivasi, serta Abang dan Adik yang saya sayangi.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dan semua rekan mahasiswa/ i S1 Keperawatan Ekstensi 2014 yang telah memberikan semangat, dorongan dan bantuan dalam penyelesaian proposal ini.

12. Terima kasih kepada masyarakat yang sudah bersedia sebagai responden penelitian.

13. Serta semua pihak yang turut mendukung penulis dalam penyusunan proposal ini yang belum penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun penyusunanya, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak dan kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dengan harapan semoga Skripsi ini bermanfaat dan semoga Allah melindungi kita semua. Amin……

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb

Medan, 11 Februari 2016 Peneliti

(69)

DAFTAR ISI

(70)

2.1.4.2 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal ... 11

2.1.4.3 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi ... 12

2.1.5 Nyeri Kanker. ... 12

2.1.6 Intensitas Nyeri. ... 13

2.1.6.1 Pengukuran Intensitas Nyeri ... 13

2.1.7 Manajemen Penatalaksanaan Nyeri. ... 15

2.1.7.1 Manajemen Non Farmakologi ... 15

2.1.7.2 Manajemen Farmakologi ... 16

2.2 Karsinoma Nasofaring. ... 17

2.2.1 Defenisi Karsinoma Nasofaring ... 17

2.2.2 Histologi. ... 17

2.2.3 Epidemiologi. ... 17

2.2.4 Etiologi Karsinoma Nasofaring. ... 18

2.2.5 Tanda Dan Gejala Karsinoma Nasofaring. ... 20

2.2.5.1 Gejala Dini... 20

2.2.5.2 Gejala Lanjut ... 20

2.2.6 Therapy. ... 21

2.2.7 Gambaran Klinis. ... 22

2.2.8 Pencegahan. ... 25

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 26

3.2 Defenisi Operasional ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 28

4.2. Populasi Dan Sampel ... 26

4.2.1. Populasi ... 28

4.2.2. Sampel. ... 29

(71)

4.5. Instrumen Penelitian. ... 30

4.6. Pengumpulan Data... 30

4.7. Analisa Data. ... 31

4.7.1. Pengolahan Data. ... 31

4.7.2. Tehnik Analisa Data. ... 31

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 32

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden. ... 32

5.2. Pembahasan. ... 34

5.2.1 Intensitas Nyeri . ... 34

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Kesimpulan ... 39

6.2. Saran. ... 39

6.2.1 Pendidikan Keperawatan. ... 39

6.2.2 Pelayanan Kesehatan. ... 39

6.2.3 Penelitian Berikutnya. ... 40

(72)

DAFTAR SKEMA

No. Tabel Judul Halaman

Skema 2.1. Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana ... 14 Skema 2.2. Skala Intensitas Nyeri Numerik ... 14 Skema 2.3. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale ... 15 Skema 3.1. Kerangka Penelitian Gambaran Intensitas Nyeri Pada

(73)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 3.2. Defenisi Operasional ... 27 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Berdasarkan

Karakteristik Demografi Responden (N=30) ... 33 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Intensitas Nyeri

(74)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Persetujuan menjadi responden Lampiran 2 Instrumen penelitian

Lampiran 3 Lembar bukti bimbingan Lampiran 4 Hasil data penelitian Lampiran 5 Master tabel

Gambar

GAMBARAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING (KNF) MASTER TABEL DI RSUP H
Tabel 3.2 : Defenisi Operasional
Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentasi Berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran CT scan nasofaring potong axial pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H.. Penelitian ini

Data yang diperoleh disajikan secara statistik untuk mengetahui presentase penderita karsinoma nasofaring berdasarkan umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, keluhan

Untuk mengetahui distribusi frekuensi menurut umur, jenis kelamin, dan klasifikasi histopatologi WHO pada karsinoma nasofaring tahun 2012-2014 di RSUP H. Universitas

Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO pada tahun 1978, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan pada daerah kepala dan leher, yang banyak diderita oleh laki-laki berusia diatas 20

nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut yang dirasakan

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Adham yang menunjukkan bahwa kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia memuncak pada usia 40 hingga 49 tahun, dan lebih dari

Intensitas nyeri yang ditunjukkan lebih dari sepertiga responden (38.1%) mengalami nyeri ringan, diikuti kurang dari sepertiga responden (35.7% ) mengalami nyeri