• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN METASTASIS JAUH PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN METASTASIS JAUH PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN SKRIPSI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN METASTASIS JAUH PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN PERIODE TAHUN 2014 - 2016

SKRIPSI

Oleh :

NAMIRA FRILIANDITA 140100147

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

GAMBARAN METASTASIS JAUH PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN PERIODE TAHUN 2014 - 2016

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

NAMIRA FRILIANDITA 140100147

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Gambaran Metastasis Jauh pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan Periode tahun 2014-2016

Nama Mahasiswa : Namira Friliandita

NIM : 140100147

Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan komisi penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pembimbing

dr. Ashri Yudhistira M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L., FICS

NIP. 197805232002121002

Ketua Penguji Anggota Penguji

dr. Kiki Mohammad Iqbal, Sp.S dr. Deryne Anggia Paramita, M.ked (KK),Sp.KK NIP. 197710052003121002 NIP. 198311112009122004

Medan, Januari 2018

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

DR. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K).

NIP.196605241992031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Metastasis Jauh pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP H.Adam Malik Periode Tahun 2014-2016” yang merupakan salah satu syarat kelulusan pendidikan sarjana kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat pengarahan dan bimbingan serta masukan yang banyak dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Yang terhormat Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Yang terhormat dr. Ashri Yudhistira M.Ked (ORL-HNS), Sp. T.H.T.K.L, FICS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan kesabaran untuk mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis dari awal penyusunan proposal sampai pembuatan hasil penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Yang terhormat dr. Kiki Mohammad Iqbal Sp. S selaku ketua penguji dan dr. Deryne Anggia Paramita M.Ked(KK), Sp. KK selaku anggota penguji yang memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Yang Terhormat dr. Tengku Helvi Mardiani M.Kes selaku dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Novri Nazar dan Ibunda dr.

Rizalina Arwinati Asnir Sp. T.H.T.K.L (K), FICS yang telah memberikan dukungan, bantuan,, kesabaran, dan pengorbanan dalam mengasuh, membesarkan, mendidik, dan memberikan do’a, dukungan moril atau

(5)

iv

materil serta motivasi yang paling besar sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini

6. Kepada kakak kandung tercinta dr. Nikita Frinadya yang selalu memberikan dukungan moril dan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis yaitu Cut Zia Firdina, Ashila Pritta, Anisafitri Siregar, Nisrina Sari, Namira Ayu Natasya, Atikah Zahra, Ivana Garcia, Halisyah Hasyim, Derissa Khairina, Nisa Nurjannah, Atika Dalila, Ghumaisya Safira, Destrie Cindy, Hilda Filia, Darry Aprilio, Haryodi Sarmana, Denny Japardi, Satria Nugraha, dan Fathy Azwar.

8. Seluruh teman-teman saya khususnya Stambuk 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama mengikuti pendidikan.

9. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan staf pegawai RSUP H. Adam Malik, khususnya pada bagian rekam medis.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Desember 2017

Penulis,

Namira Friliandita

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Singkatan ... ix

Abstrak ... x

Abstract ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 anatomi ... 5

2.2 Histologi ... 6

2.3 Karsinoma Nasofaring ... 7

2.3.1 Definisi ... 7

2.3.2 Epidemiologi ... 7

2.3.3 Etiologi ... 8

2.3.4 Klasifikasi dan Histopatologi ... 9

2.3.5 Gejala Klinis... 10

2.3.6 Diagnosis ... 11

2.3.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan fisik ... 11

2.3.6.2 Pemeriksaan penunjang ... 12

2.3.6.3. Biopsi ... 12

2.3.7 Stadium Karsinoma Nasofaring ... 13

2.3.8. Tatalaksana ... 15

2.3.8.1 Radioterapi ... 15

2.3.8.2 Kemoterapi ... 16

2.3.8.3 Pembedahan ... 16

2.3.9 Komplikasi ... 16

2.3.10 Prognosis ... 17

2.4 Kerangka Teori... 18

2.5 Kerangka Konsep ... 19

(7)

vi

BAB III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Rancangan Penelitian ... 20

3.2 Lokasi Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.5 Metode Analisa Data ... 21

3.6 Defenisi Operasional ... 21

3.6.1 Karsinoma Nasofaring ... 21

3.6.2 Metastasis Jauh ... 22

3.6.3 Usia ... 22

3.6.4 Jenis Kelamin ... 23

3.6.5 Stadium ... 23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 34

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Deskripsi subjek usia subjek penelitian ... 25

4.2. Deskripsi jenis kelamin subjek penelitian ... 26

4.3. Deskripsi tingkat pendidikan subjek penelitian ... 26

4.4. Deskripsi stadium subjek penelitian ... 27

4.5. Deskripsi gangguan organ dan metastasis subjek penelitian ... 27

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Anatomi rongga hidung ... 6 2.2 Kerangka teori ... 18 2.3. Kerangka konsep ... 19

(10)

DAFTAR SINGKATAN ACS : american cancer society

DNA : Deoxyribonucleic acid EVB : Eipstein-Barr Virus HLA : Human Leukocyte Antigen IgA : Immunoglobulin A

IgG : Immunoglobulin G

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas KNF : Karsinoma Nasofaring

NCCN : National Comprehensive Cancer Network NPC : Nasopharyngeal Carcinoa

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SPSS : Statistical Package For Social Science THT : Telinga Hidung Tenggorok

VCA : Virus Capsid Antigen WHO : World Health Organization

(11)

ABSTRAK

Latar belakang. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia. KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama.

Tujuan. mengetahui gambaran metastasis jauh penderita karsinoma nasofaring di RSUP H.

Adam Malik Medan tahun 2014–2016. Metode. Populasi penelitian ini adalah penderita

karsinoma nasofaring di RSUP.H. Adam malik dengan menggunakan teknik total sampling. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain cross-sectional secara retrospektif, dan teknik

pengumpulan data menggunakan data sekunder yang diambil dari rekam medik. Hasil. Pada 212 subjek ditemukan kelompok usia terbanyak penderita KNF berasal dari kelompok usia 38-47 tahun (31,6%) laki-laki (69,3%) sedangkan perempuan (30,7%) , pendidikan terakhir adalah SMA (55,7%), berada pada stadium IV( 63,7%) , dengan 52 orang (24,5%) mengalami gangguan fungsi hati, 18 orang (8,5%) mengalami gangguan fungsi ginjal, 10 orang (4 ,7%) mengalami metastasis ke paru, 10 orang (4,7%) mengalami gangguan pada jantung, dan lain-lain (0,9%).

Kesimpulan. kelompok usia terbanyak adalah 38-47 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah laki- laki, pendidikan terakhir adalah SMA, stadium IV, dan kerusakan organ yang paling sering ditemui adalah gangguan fungsi hati.

Kata kunci : Karsinoma nasofaring, Metastasis, Tumor ganas kepala leher

(12)

ABSTRACT

Introduction. Nasopharyngeal carcinoma is the most common malignant tumor found among any other malignant ENT tumors in Indonesia. NPC is one of the five superior malignant tumors with the highest frequency (altogether with cervix cancer, breast tumor, lymph node tumor and skin tumor). Meanwhile, leading in the first place are the tumors in the head and neck region.

Objectives. To know the characteristics of distant metastases in nasopharyngeal carcinoma patients in Haji Adam Malik General Hospital in Medan during 2014-2016 periode. Methods. The population in this study is nasopharyngeal carcinoma patients in Haji Adam Malik General Hospital with total sampling as the sampling technique. This study is a descriptive study using cross-sectional design retrospective, and the technique used for collecting data by using secondary data from medical records. Results. In 212 subjects of nasopharyngeal carcinoma patients was found predominantly in 38-47 age group in the amount of 67 patients (31,6%), men (69,3%), women (30,7%), last education was high school (55,7%), stage IV (31,6%), with 52 patients (24,4%) had liver dysfunction, 18 patients (8,5%) had renal dysfunction, 10 patients (4,7%) had lung metastases, 10 patients (4,7%) had cardiac dysfunction, and others (0,9%).

Conclusion. The biggest amount of patients was found in the age group of 38-47 years, mostly men with last education was high school, stage IV, and the most common damaged organ was liver.

Keywords : Nasopharyngeal carcinoma, Metastases, Head and neck malignant tumor

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang paling sering tumbuh di daerah nasofaring. Karsinoma adalah kanker yang berasal dari sel-sel epitel dinding dalam dan luar nasofaring (American Cancer Society, 2013)

Pada tahun 2002, sekitar 80.000 insiden dari KNF telah didiagnosa di seluruh dunia dan estimasi angka kematian melebihi 50.000. Dengan ini, penyakit tersebut menduduki peringkat ke-23 sebagai kanker yang umum diderita (Chang, 2006)

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah) (Pahala, 2009)

ditemukan sekitar 80.000 insiden kanker nasofaring di seluruh dunia, dan diperkirakan menyebabkan kematian pada 50.000 penderita. Di Indonesia, dari seluruh kanker kepala dan leher, kanker nasofaring menunjukkan entitas yang berbeda secara epidemiologi, manifestasi klinis, marker biologi, faktor risiko, dan faktor prognostik. Prevalensi kanker nasofaring di Indonesia adalah 6.2/100.000, dengan hampir sekitar 13.000 kasus baru, namun itu merupakan bagian kecil yang terdokumentasikan. Marlinda dkk., melaporkan kanker nasofaring adalah kanker

(14)

kepala leher tersering (28.4%), dengan rasio pria-wanita adalah 2.4, dan endemis pada populasi Jawa (Adham, 2012)

Prevalensi karsinoma nasofaring di Indonesia adalah 3,9 per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara, penderita karsinoma nasofaring ditemukan pada lima kelompok suku, dimana suku yang terbanyak menderita karsinoma nasofaring ialah Suku Batak, yaitu 46,7% dari 30 kasus. Pada penelitian yang dilakukan di Medan (2008), ditemukan perbandingan penderita laki-laki dan perempuan 3:2. Hormon testosterone yang dominan pada laki-laki dicurigai mengakibatkan penurunan respon imun dan surveillance tumor sehingga laki-laki lebih rentan terhadap infeksi Virus Eipstein-Barr dan kanker (Munir, 2010)

Metastasis merupakan penyebaran tumor dari lokasi pertama muncul sebagai tumor primer ke lokasi lain di tubuh. Metastasis bergantung pada 2 faktor yang mempengaruhi, yaitu motilitas sel dan derajat infasinya. Pada dasarnya sel yang bermetastasis sama dengan sel yang ada di tumor primernya. Metastasis yang tejadi dapat merupakan metastasis jauh dan dekat.

Metastasis jauh sering terjadi pada KNF, dengan angka kejadian yang sangat tinggi dalam beberapa seri autopsi, berkisar antara 38 hingga 87%.

Pada diagnosa awal, metastasis hanya ditemukan dalam 5 hingga 7%

pasien. kemudian ditemukan selama perjalanan penyakitnya. Umumnya selama periode 3 tahun setelah menjalani perawatan, dengan persentase 25- 30%.(Bensouda, 2010)

Lokasi metastasis yang paling sering ditemukan adalah pada tulang (70- 80%), diikuti dengan organ fisera (hati 30 %, paru-paru 18%) dan diikuti dengan nodus limfe yang tidak berada di daerah servikal (lipatan aksila , mediastinal, pelvis, dan inguinal). (Bensouda, 2010)

(15)

3

Menurut jia-xin li dkk, Metastasis jauh pada pasien KNF secara konvensional telah dianggap tidak dapat disembuhkan dan segala bentuk pengobatannya hanya merupakan terapi paliatif. Rata-rata waktu kelangsungan hidup berkisar antara 12,9-26,8 bulan. Tetapi hasilnya dapat berubah pada praktik klinisnya. Beberapa pasien dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau bahkan lebih. (Li, 2014)

Berdasarkan latar belakang tesebut, saya sebagai peneliti bertujuan untuk meneliti gambaran metastasis pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP. H.

Adam Malik pada tahun 2014-2016.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana gambaran metastasis jauh karsinoma nasofaring di RSUP H.Adam Malik Tahun 2014-2016?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui bagaimana gambaran metastasis jauh penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014–2016

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Untuk mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring dari tahun 2014- 2016 menurut usia.

2. Untuk mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring dari tahun 2014- 2016 menurut jenis kelamin

(16)

3. Untuk mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring dari tahun 2014- 2016 menurut stadium

4. Untuk mengetahui prevalensi metastasis jauh pada penderita karsinoma nasofaring dari tahun 2014 – 2016

5. untuk mengetahui distribusi lokasi metastasis jauh pada penderita karsinoma nasofaring tahun 2014 - 2016

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Mengetahui gambaran metastasis jauh pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP. H, Adam Malik pada tahun 2014-2016.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan untuk pengembangan keilmuan di bidang ilmu kesehatan bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terdapat di belakang rongga hidung. Berbentuk kubus atau cederung trapezius. Dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dengan dimensi anteroposterior 3 cm. Adapun bagian bawah nasofaring dibentuk oleh palatum molle. Dinding anterior nasofaring dibentuk oleh koana dan batas posterior dari septum nasi.

Di bagian belakangnya berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Sedangankan bagian atapnya dibentuk oleh tulang sfenoid,basioksiput, dan dua tulang cervikal. Bagian ini merupakan tulang dasar otak, tempat masuknya saraf dan pembuluh darah. Pada masing-masing bagian lateral dari nasofaring, terdapat tuba faringotimpanik (tuba Eustachius).

Muara tuba ini terletak sekitar 1 cm dari konka posterior bagian ujung posteriornya. Bagian posterior dari orifisium tuba ini membentuk ruangan koma yang disebut tonus tubarius. Dibelakang dan sedikit diatas dari tonus tubarius terdapat faringeal reses atau fossa rossenmuler (Wei, 2006)

Nasofaring mendapat perdarahan dari cabang - cabang langsung arteri carotis eksterna yaitu arteri palatina ascendens dan descenden, arteri faringeal ascendens, dan cabang faringeal arteri sfenopalatina. Sedangkan plexus venanya berhubungan dengan plexus pterigoid di atas dan vena jugularis interna dibawah.

Daerah nasofaring diinervasi oleh plexus faringeal yang merupakan gabungan dari nervus glossofaringeus (IX), nervus vagus (X), dan serabut ganglion simpatis dari sevikalis (Cotriil, 2009)

(18)

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Hidung (American Cancer Society, 2013)

2.2. HISTOLOGI

Epitel permukaan dari nasofaring membentuk tonjolan dan lipatan-lipatan yang disebut dengan kripta. Sekitar 60% permukaan nasofaring dilapisi epitel skuamusa berlapis. Disekitar koana dan atap dari nasofaring dilapisi oleh epitel columnar bersilia. Sedangkan dinding lateral terdiri atas kumpulan epitel skuamusa berlapis, epitel columnar bersilia dan sedikit epitel transisional.

(19)

7

Dipandang dari sisi onkologi, tempat peralihan antara dua epitel yang berbeda jenis merupakan tempat yang dibiasa untuk terjadinya karsinoma (Hasselt, 2002) 2.3. KARSINOMA NASOFARING

2.3.1. DEFINISI

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang menunjukkan bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur (Chan, 2013).

2.3.2. EPIDEMIOLOGI

KNF tidak umum terjadi di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini adlaah kurang dari 1 dalam 100.000. Namun, KNF cukup unik di beberapa daerah geografis, yaitu Cina Selatan, Suku Eskimo, dan orang- orang di negara Asia Tenggara lainnya. KNF merupakan penyakit yang relative umum dalam populasi di Cina Selatan .11 Pada tahun 2008 terdapat lebih dari 84.000 kasus baru karsinoma nasofaring degan 80% terjadi di Asia dan 5% di Eropa (Zhang, 2013)

Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru (Adham, 2012)

KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun (Chang, 2006)

Ada 87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan).

51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada perempuan) (Ferlay et al, 2015)

(20)

2.3.3 ETIOLOGI

Penyebab karsinoma nasofaring adalah multifaktoral . Namun faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya karsinoma nasofaring adalah:

1. Faktor Genetik

Karsinoma nasofaring memang tidak termasuk dalam tumor genetik.Namun kerentanan terhadap kasus ini terhadap kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi keluarga. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gen HLA (Human Leukocyte Antigen) serta gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) adalah gen yang rentan terhadap karsinoma nasofaring (Nasir, 2009)

2. Infeksi Virus Eipstein-Barr

Terdapat indikasi kuat bahwa virus eipstein-barr memiliki hubungan langsung terhadap kasus karsinoma nasofaring. Pada pemeriksaan serum pasien asia serta afrika dengan karsinoma primer maupun sekunder memiliki hasil positif untuk antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) eipstein-barr . Selain itu juga didapatkan Ig A terhadap VCA (VCA-IgA) dengan titer yang tinggi(Nasir, 2009)

3. Faktor Lingkungan

Penelitian terkini menunjukan bahwa terdapat zat-zat yang dapat memicu terjadinya karsinoma nasofaring yaitu golongan nitrosamin seperti yang terdapat pada ikan asin, hidrokarbon polikistik yang terdapat pada asap rokok dan unsur renik pada bahan-bahan yang mengandung renik(Nasir, 2009)

4. Tembakau

(21)

9

Sejak tahun 1950 sudah dinyatakan bahwa merokok menyebabkan kanker.

Merokok menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta per tahunnya dan diperkirakan menjadi 10 juta per tahunnya pada 2030. Rokok mempunyai lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk nitrosamin yang meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak 2 sampai 6 kali. Sekitar 60%

karsinoma nasofaring tipe I berhubungan dengan merokok sedangkan risiko karsinoma nasofaring tipe II atau III tidak berhubungan dengan merokok. Perokok lebih dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko besar terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring merokok selama minimal 15 tahun (51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih dari 25 tahun meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Merokok lebih dari 40 tahun meningkatkan 2 kali lipat risiko karsinoma nasofaring.

Konsumsi tembakau dan alkohol yang terus menerus 95% berhubungan dengan kasus karsinoma sel skoamusa kepala dan leher. peningkatan konsumsi tembakau dan alkohol juga meningkatkan resiko terkena karsinoma sel skoamusa, Namun adapula penelitian yang menunjukkan bahwa 41,5% pederita KNF adalah perokok dan 55,5% tidak merokok (Leung & Lee, 2013).

2.3.4 KLASIFIKASI DAN HISTOPATOLOGI

Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk KNF :

Tipe 1 : Karsinoma sel skuaosa (squamous cell carcioma) Biasanya dijumpai pada pasien berusia tua.

Tipe 2 : Karsinoma non keratinisasi (non-keratinizing carcinoma) Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,

(22)

Berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Kasus terbanyak pada anak dan remaja adalah tipe 3, tapi juga ditemukan beberapa kasus tipe 2. Tipe 2 dan berhubugan degan kenaikan titer virus Epstein- Barr. Modifikasi dari skema WHO oleh Krueger dan Wustrow memasukkan derajat infiltrasi limfoid. Tipe 2 dan 3 mungkin disertai dengan inflamasi infiltrasi limfosit, sel plasma, dan eosinofil, menyebabkan limfoepitelioma. 2 pola histologi mungkin terjadi : tipe Regaud, yaitu sekumpulan sel epitel yang dikelilingi oleh limfosit dan jaringan ikat, dan tipe schminke, yaitu sel tumor berdifusi dengan sel inflamasi. Kedua pola diatas mungkin ada bersamaan pada tumor yang sama (Brennan, 2006)

2.3.5 GEJALA KLINIS

Sekitar 3 dari 4 penderita karsinoma nasofaring mengeluh ada benjolan di leher saat pertama kali memeriksakan diri pada dokter. Terkadang benjolan ada di kedua sisi leher menuju punggung. Benjolan biasanya tidak nyeri. Ini karena kanker menyebar ke kelenjar getah bening di leher, menyebabkan kelejar getah bening menjadi lebih besar dari normal (Brennan, 2006).

Gejala lain yang mungkin terjadi pada KNF :

Gangguan pendengaran, telinga berdengung, telinga terasa penuh (terutama bila hanya di satu sisi)

Infeksi telinga yang terus berulang

Sumbatan hidung

Hidung berdarah

Sakit kepala

Nyeri atau kebas di bagian wajah

Kesulitan membuka mulut

Penglihatan kabur atau berbayang

(23)

11

Infeksi telinga biasanya terjadi pada anak dan jarang terjadi pada penderita dewasa. Bila infeksi telinga terjadi hanya di satu telinga dan tidak ada riwayat infeksi telinga sebelumnya, maka dianjurkan untuk memeriksa nasofaring.

Terutama bila tidak disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) (American Cancer Society, 2013)

2.3.6 DIAGNOSIS

2.3.6.1 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat bervariasi antara satu pasien dengan pasien yang lain (Munir, 2010).

Demikian pula dengan keluhan yang ditimbulkannya. Pada stadium dini, keluhan yang ada sering tidak menimbukan kecurigan atas keberadan tumor ini. Jika ada biasanya berupa keluhan telinga, hidung atau keduannya (Tabuchi, et al., 2011)

Terdapat satu patokan untuk pemeriksa agar curiga terhadap akan adanya

karsinoma nasofaring, seperti di bawah ini:

1. Setiap tumor di leher , ingat akan kemungkinan adanya karsinoma nasofaring , lebih-lebih bila terletak dibawah mastoid dan dibelakangan angulus mandibula.

2. Dugaan akan karsinom nasofaring akan semakin lebih kuat jika diterdapat

gejala hidung, mata, telinga, dan saraf.

3. Dugaan karsinoma nasofaring hampir lengkap bila seluruh gejalanya lengkap.

Bila kita memakai pedoman yang berpatokan pada tumor leher tersebut, maka kita sudah mendapatakan stadium lanjut, hal ini dikarenakan tumor leher merupakan perluasan dari tumor induk (Prakoso, 2015)

(24)

2.3.6.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memudahkan penegakan suatu diagnosa karisnoma nasofaring, yaitu:

1. CT scan kepala dan leher

Dengan pemeriksaan ini tumor primer yang letaknya tersembunyi dapat lebih mudah ditemukan

2. Pemeriksaan serologi IgA untuk infeksi virus Epstein-Barr Pada pemeriksaan ini, hasil yang didapat hanya dapat dipakai untuk menentukan suatu prognosis pengobatan, dikarenakan spesifitasnya yang rendah. Titer yang di dapat berkisar 80 hingga 1280, dan terbanyak pada titer 160 (prakoso, 2015) 2.3.6.3 BIOPSI

Biopsi merupakan alat diagnostik pasti untuk menegakan karsinoma nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari mulut dan dari hidun g. Biopsi yang dilakukan melalui hidung disebut juga dengan blind biopsy karena dilakukan tanpa melihat dengan jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukan ke dalam rongga hidung, lalu menyusuri konka media ke nasofaring, setelah itu cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.

Biopsi yang dilakukan melalui mulut dengan bantuan kateter nelaton yang dimasukan melalu hidung dan ujung dari kateter berada dalam mulut ditarik keluar lalu diklem bersama dengan ujung kateter yang berada di hidung sehingga palatum molle tertarik ke atas. Setelah itu, dengan bantuan kaca laring kita lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat kaca terserbut atau dengan bantuan nasofaringoskop yang dimasukan melalui hidung sehingga masa tumor dapat terlihat dengan jelas. Biopsi tumor dapat dilakukan dengan anastesi topikal yaitu xylocain 10% (Prakoso, 2015)

(25)

13

2.3.7 STADIUM KARSINOMA NASOFARING

Klasifikasi menurut American Joint Committee on Cancer a. Tumor Primer (T)

TX = tumor tidak dapat dinilai T0 = tumor tidak terlihat Tis = tumor in situ

T1 = tumor terbatas di nasofaring T2 = tumor meluas ke jarigan lunak

T2a = tanpa perluasa ke parafaring

T2b = dengan perluasaan ke parafaring

T3 = tumor mengivasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 = tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator

b. Kelenjar Getah Bening Regional (N)

NX = kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 = tidak ada perluasan ke kelenjar getah bening

N1 = metastasis kelenjar getah bening unilateral, ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N2 = metastasis kelenjar getah bening bilateral, ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N3 = metastasis kelenjar getah bening bilateral

N3a = ukuran lebih dari 6 cm

(26)

N3b = di dalam fossa supraklavikula

C. Metastasis Jauh (M)

MX = metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 = tidak ada metastasis jauh

M1 = terdapat metastasis jauh

Dari keterangan diatas, maka karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4 stadium, yaitu :

a. Stadium I : T1 N0 M0

b. Stadium II : T2 N0 M0

c. Stadium III : T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0

d. Stadium IV : T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1.

Angka kejadian metastasis berkaitan dengan ukuran tumor (T), terutama keterlibatan getah bening (N), dan yang paling sering terjadi pada tumor dengan ukuran T3-4 atau N2-3.

Lokasi metastasis yang paling sering ditemukan adalah pada tulang (70- 80%), diikuti dengan organ fisera (hati 30 %, paru-paru 18%) dan diikuti dengan nodus limfe yang tidak berada di daerah servikal (lipatan aksila , mediastinal, pelvis, dan inguinal)

Prognosisnya tergantung pada lokasinya: keterlibatan hepar dan daerah medulla berakhir dengan prognosis lebih buruk, sedangkan metastasis tulang yang terisolasi memiliki angka bertahan hidup yang lenih panjang.

(27)

15

2.3.8 TATALAKSANA

Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala. Koordinasi antara bagian THT, Radioterapi, dan Onkologi Medik merupakan hal penting yang harus dikerjakan sejak awal. Sebelum dilakukan terapi radiasi dan kemoterapi dilakukan persiapan pemeriksaan gigi, mata, dan neurologi.

Penderita dengan status performa kurang baik atau penderita yang status performanya menurun selama pengobatan, sebaiknya disarankan rawat inap agar dapat dilakukan monitor ketat untuk mencegah timbulnya efek samping yang berat.

2.3.8.1 RADIOTERAPI

Radioterapi merupakan pengobatan terpilih dalam tatalaksana kanker nasofaring yang telah diakui sejak lama dan dilakukan di berbagai sentra dunia.

Radioterapi dalam tatalaksana kanker nasofaring dapat diberikan sebagai terapi kuratif definitif dan paliatif.

Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi tunggal dapat diberikan pada kanker nasofaring T1N0M0 (NCCN Kategori 2A), k mnmonkuren bersama kemoterapi (kemoradiasi) pada T1N1-3,T2-T4 N0-3 (NCCN kategori 2A). (Lok et al, 2013)

Radiasi diberikan dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula kepada seluruh stadium (I, II, III, IV lokal) (NCCN, 2015)

Pemberian radiasi dengan tujuan paliatif dapat diberikan pada kasus stadium lanjut dimana tujuan kuratif sudah tidak dapat dipertimbangkan lagi.

(28)

2.3.8.2 KEMOTERAPI

Kemoterapi merupakan alternatif lain untuk karsinoma nasofaring yang telat jatuh pada stadium lanjut. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi telah diterima kebanyakan ahli onkologi sebagai standart terapi untuk KNF stadium lanjut. Penelitian dalam dua dekade terakhir ini menunjukkan keberhasilan terapi kombinasi ini untuk kasus KNF stadium lanjut (Lok et al, 2013).

Kemoterapi memiliki mekanisme kerja sebagai antimetabolit, menggangu struktur dan fungsi DNA serta inhibitor mitosis. Antimetabolit bekerja dengan cara menghambat biosintesis purin dan pirimidin, sehingga dapat mengubah struktur DNA dan menahan replikasi sel. Dactinomycin dan doxorubicin dapat mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotida molekul DNA, sehingga menghambat produksi mRNA. Alkaloid vinka seperti vincristine dan vinblastine, menyebabkan inhibitor mitosis dengan mekansime kerja menahan pembelahan sel dan menggangu filamen mikro pada kumparan mitosis (Wei, 2005).

2.3.8.3 PEMBEDAHAN

Terapi bedah tidak banyak mendapat peran dalam penganggulangan karsinoma nasofaring. Tindakan bedah terbatas hanya untuk reseksi sisa masa tumor pasca radioterapi. Tindakan ini biasa dilakukan apabila tumor primer sudah menghilang namun masih tersisa nodul pada kelenjar leher dan belum terjadi metastasis jauh (Munir, 2009).

2.3.9 KOMPLIKASI

Komplikasi umunya terjadi akibat dari metastasis sel kanker ke organ- organ penting seperti paru-paru, tulang, hati,dan otak. Hal ini merupakan keadaan yang sangat buruk dan dapat mengakibatkan mortilitas. Komplikasi dapat juga terjadi akibat dari pengobatan karena obat yang diberikan tidak hanya menyerang sel tumor namun juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut,

(29)

17

sel sumsum tulang, dan sel pada traktus gastrointestinal. Dapat terjadi mual dan muntah, ulserasi saluran cerna, anoreksia, mudah terkena infeksi, kerusakan saraf, dan yang paling nyata terlihat adalah rambut rontok. Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan kepala dan leher adalah gangguan pada telinga, gangguan motorik pada otot-otot wajah dan lengan atas. Hal ini dikarenakan adanya saraf yang terganggu pada saat tindakan pembedahan (American Cancer Society, 2013)

2.3.10 PROGNOSIS

Pasien yang berobat ke institusi kesehatan memiliki gejala utama yaitu pembesaran kelenjar getah bening yang dimana sudah merupakan stadium lanjut.

Jika sudah terdapat metastase , maka angka harapan hidupnya kira-kira 10%. Dari beberapa penelitian, rata-rata angka harapan hidup pasien karsinoma nasofaring sekitar 30 hingga 48% (Witte, 2013)

Angka harapan hidup secara terperinci dibagi atas stadium dari penderita tersendiri. Dimana semakain tinggi stadiumnya , maka semakin kecil angka harapan hidup pasien tersebut. Stadium 1 memiliki angka harapan hidup tertinggi yaitu 72%, staduim 2 sebesar 64%, stadium 3 sebesar 62%, sedangkan stadium 4 sebesar 38% (American Cancer Society, 2013).

(30)

2.4 KERANGKA TEORI

2.2 Kerangka Teori

(31)

19

2.5 KERANGKA KONSEP

2.3 Kerangka Konsep

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan desain cross-sectional secara restrospektif, dimana penelitian ini akan melihat bagaimana gambaran metastasis jauh pada penderita karsinoma nasofaring

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama 9 bulan (April-Desember 2017). Pengambilan dan pengolahan data dilakukan di bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah 396 orang penderita karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2014-2016. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling dimana subjek penelitian merupakan penderita KNF di RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi :

 Didiagnosis menderita karsinoma nasofaring oleh dokter Kriteria Eksklusi :

 Data rekam medik yang tidak lengkap

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014- 2016.

(33)

21

3.5 METODE ANALISA DATA

Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi data dengan menggunakan program Statistical Package for the Social Science (SPSS).

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana untuk mengetahui distribusi frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi ini dibuat untuk memperoleh gambaran masing-masing variabel.

3.6 DEFINISI OPERASIONAL 3.6.1 KARSINOMA NASOFARING

a. Definisi Operasional

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang paling sering tumbuh di daerah nasofaring. Karsinoma adalah kanker yang berasal dari sel-sel epitel dinding dalam dan luar nasofaring.

b. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan cara observasional.

c. Alat Ukur

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rekam medis.

d. Skala Ukur

Skala ukur yang digunakan merupakan skala nominal.

e. Hasil Ukur

Menderita karsinoma naofaring atau tidak mendrita karsinoma nasofaring

3.6.2 METASTASIS JAUH a. Definisi Operasional

Metastasis merupakan penyebaran tumor dari lokasi pertama muncul sebagai tumor primer ke lokasi lain di tubuh

b. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan cara observasional.

c. Alat Ukur

(34)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rekam medis.

d. Skala Ukur

Skala ukur yang digunakan merupakan skala nominal.

e. Hasil Ukur - Metastasis Jauh

- Paru-paru - Ginjal

- Hepar - Tulang

3.6.3 USIA

a. Definisi Operasional

Lamanya hidup pasien dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir sesuai yang tercatat di rekam medik.

b. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan cara observasional.

c. Alat Ukur

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rekam medis.

d. Skala Ukur

Skala ukur yang digunakan merupakan skala nominal.

e. Hasil Ukur

Usia pasien dinyatakan dalam satuan tahun.

3.6.4 JENIS KELAMIN a. Definisi Operasional

Jenis kelamin pasien yang tercatat di rekam medik.

b. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan cara observasional.

c. Alat Ukur

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rekam medis.

d. Skala Ukur

Skala ukur yang digunakan merupakan skala nominal.

e. Hasil Ukur

(35)

23

Jenis kelamin dinyatakan sebagai laki-laki atau perempuan.

3.6.5 STADIUM

a. Definisi Operasional

Penilaian kanker nasofaring berdasarkan tingkatan stadium yaitu ukutan tumor (T), metastasis ke kelenjar getah bening regional (N), dan metastasis jauh (M).

b. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan cara observasional.

c. Alat Ukur

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rekam medis.

d. Skala Ukur

Skala ukur yang digunakan merupakan skala ordinal.

e. Hasil Ukur

Dinyatakan dalam stadium I/II/III/IV.

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di instalasi rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan mulai dari bulan September sampai Oktober 2017 dengan menggunakan data sekunder. Jumlah populasi yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebanyak 396 orang yang merupakan seluruh pasien penderita karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2014-2016, namun jumlah sampel yang terpenuhi adalah sebanyak 212 orang. Karakteristik yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, stadium, dan kejadian metastasis jauh pada penderita karsinoma nasofaring. Berbagai karakteristik dari subjek penelitian disajikan pada tabel-tabel berikut.

Tabel 4.1 Deskripsi usia subjek penelitian.

Kelompok usia n %

0-17 6 2,8

18-27 16 7,5

28-37 21 9,9

38-47 67 31,6

48-57 65 30,7

58-67 29 13,7

68-77 4 1,9

78-87 4 1,9

Total 212 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat deskripsi kejadian karsinoma nasofaring berdasarkan usia. Kejadian karsinoma nasofaring paling banyak ditemukan pada kelompok usia 38-47 tahun, yaitu 67 orang (31,6%), diikuti dengan kelompok usia 48-57 tahun sebanyak 65 orang

(37)

25

(30,7%), 58-67 tahun 29 orang (13,7%), 28-37 tahun 21 orang (9,9%), 18-27 tahun 16 orang (7,5%), 0-17 tahun 6 orang (2,8%), kemudian usia 68-77 tahun dan 78-87 tahun masing-masing 4 orang (1,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Adham yang menunjukkan bahwa kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia memuncak pada usia 40 hingga 49 tahun, dan lebih dari 80% pasien karsinoma nasofaring terdiagnosis pertama kali pada rentang usia 30 hingga 59 tahun. (Adham et al., 2012).

Tabel 4.2 Deskripsi jenis kelamin subjek penelitian.

Jenis Kelamin n %

Laki - laki 147 69,3

Perempuan 65 30,7

Total 212 100

Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa angka kejadian karsinoma nasofaring lebih tinggi pada laki-laki (69,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wei et al. di Cina pada tahun 2013 yang mengatakan bahwa insiden karsinoma nasofaring pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Pada penelitian tersebut ditemukan 15,730 kasus karsinoma nasofaring pada laki laki, dan 5580 kasus pada wanita (Wei et al., 2017).

Tabel 4.3 Deskripsi tingkat pendidikan subjek penelitian.

Pendidikan n %

Tidak tamat SD 4 1,9

SD 32 15,1

SMP 43 20,3

SMA 118 55,7

Sarjana 15 7,1

Total 212 100

Pada tabel 4.3, dapat diketahui karsinoma nasofaring memiliki angka kejadian yang tinggi pada penderita dengan SMA sebagai pendidikan terakhirnya yaitu 118 orang (55,7%), lalu SMP yaitu 43 orang (20,3%), SD 32 orang (15,1%), sarjana 15 orang (7,1%), dan Tidak Tamat SD yaitu 4 orang (1,9%).

(38)

Tabel 4.4 Deskripsi stadium subjek penelitian.

Stadium n %

I 2 0.9

II 9 4,2

III 66 31,1

IV 135 63,7

Total 212 100

Penderita karsinoma nasofaring yang menjadi subjek penelitian paling banyak terdiagnosis pada stadium IV, yaitu sebanyak 135 orang (63,7%).

Tabel 4.5. Deskripsi gangguan organ dan metastasis subjek penelitian.

Gangguan fungsi hati

Gangguan fungsi ginjal

Metastasis Paru

Gangguan pada jantung

Lain-lain

Ya 52 (24,5%) 18 (8,5%) 10 (4,7%) 10 (4,7%) 2 (0,9%) Tidak 160 (75,5%) 194 (91,5%) 202 (95,3%) 202 (95,3%) 210 (99,1%) Total 212 (100%) 212 (100%) 212 (100%) 212 (100%) 212 (100%)

Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kerusakan organ yang paling sering ditemukan adalah gangguan fungsi hati yaitu sebanyak 52 orang (24,5%), lalu gangguan fungsi ginjal pada 18 orang (8,5%), metastasis paru dan gangguan pada jantung masing-masing 10 orang (4,7%), dan lain-lain pada 2 orang (0,9%).

Penelitian yang dilakukan Bensouda et al. pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa lokasi metastasis yang paling sering ditemukan pada penderita karsinoma nasofaring adalah tulang yaitu 70-80% dari kasus, organ visera seperti hati sebanyak 30 %, dan paru-paru sebanyak 18%. Metastasis yang lebih jarang ditemukan pada nodus limfe selain servikal (aksila, mediastinal, pelvis, dan inguinal) (Bensouda et al., 2011). Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan pada metastasis tulang karena kurangnya fasilitas pada tempat dilakukannya penelitian.

(39)

27

Beberapa hambatan dalam penelitian ini adalah keterbatasan dan kurangnya fasilitas dalam melakukan pemeriksaan – pemeriksaan terkait untuk mendiagnosis metastasis pada penderita karsinoma nasofaring seperti bone scan, USG liver, ginjal, dan lainnya.

Oleh karena itu, hasil yang diperoleh pada penelitian ini perlu dikonfirmasi dengan penelitian analitik atau penelitian lainnya dengan variabel lokasi metastasis yang lebih banyak.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah variabel penelitian ini belum bisa menggambarkan data metastasis karsinoma nasofaring secara langsung.

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Penderita karsinoma nasofaring terbanyak berasal dari kelompok usia 38- 47 tahun (31,6%).

2. Penderita karsinoma nasofaring terbanyak merupakan laki-laki (69,3%) 3. stadium pada kanker nasofaring dengan angka kejadian tertinggi adalah

stadium IV (63,7%)

4. Gangguan organ lain terbanyak yang ditemukan pada penderita karsinoma nasofaring adalah gangguan fungsi hati (24,5

%)

5.2 SARAN

1. Bagi pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan diharapkan dapat melengkapi fasilitas terkait untuk mendiagnosis metastasis pada penderita KNF seperti bone scan, USG liver dan ginjal.

2. Bagi pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan diharapkan dapat melengkapi rekam medis beserta data rekam medis.

3. Dikarenakan tingginya angka kejadian karsinoma nasofaring, maka disarankan agar dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang deteksi dini dan gejala klinis awal KNF.

4. Bagi peneliti selanjutnya, dikarenakan peneliti hanya melihat gambaran metastasis jauh dan distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan beberapa karakteristik, perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan variabel yg lebih bervariasi untuk melengkapi kekurangan pada penelitian ini.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adham M, Kurniawan AN, Muhtadi AI, et al. 2012, Nasopharyngeal carcinoma in indonesia: Epidemiology, incidence, signs, and symptoms at presentation. p185–96.

American Cancer Society, 2013. ‘Nasopharyngeal Cancer’ [online], Accessed 17

April 2017, Available from:

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003124- pdf.pdf

Bensouda.Y., Kaikani.W., Ahbeddou.N., Rahhali.R., Jabri.M., Mrabti.H., Boussen. H., Errihani, H., 2011, ‘Treatment for Metastatic Nasopharyngeal cancer’, European Annals of Otorhinolaryngology, head and neck diseases. Vol.128, pp 79-85

Brennan, B., 2006. Nasopharynx Carcinoma, Orphanet Joural of Rare Diseases.

Accessed 25 April 2017 Available from :

http://www.ojrd.com/content/pdf/1750-1172-1-23.pdf

Chan J, PIlch B, Kuo T, Wenig B, Lee A. 2013. Tumours of the nasopharynx. In Barnes. L.,editor. WHO classification of tumours: head & neck tumours.IARC Press, Lyon.

Chang ET, Adami H-O, 2006. The Enigmatic Epidemiology of Nasipharyngeal Carcinoma. Cancer epidemology biomarkers. Accessed 17 April 2017, Available from: http://cebp.aacrjournals.org/content/15/10/1765.full Cotriil, C.P., & Nutting, C.M., 2009, Tumours of the Nasopharynx, Evans PHR,

Montgomery PQ, Gullane PJ, ed. Principle and Practice of Head and Neck Oncology, CRC, Florida, Martin Dunitz,pp. 193-218

(42)

Ferlay, J., Soerjomataram, I., Dikshit, R., et al. 2015. Cancer incidence and mortality worldwide: Sources, methods and major patterns in GLOBOCAN 2012. International Journal of Cancer, 136(5), E359–

E386. https://doi.org/10.1002/ijc.29210

Hasselt CAV, Gibb AG. 2002, Nasopharyngeal Carcinoma. Hong Kong and London: The Chinesse University Press, Greenwich Medical Media LTD, Greenwich.

Leung, S. W., Lee, T. F., 2013. Treatment of Nasopharyngeal Carcinoma by Tomotherapy: Five Year Experience. Accesed 20 April 2017 Available from : http://www.ro- journal.com/content/pdf/1748-717X-8-107.pdf [ Li, JIa-Xin, 2014. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, Vol 15,

Lok B, Setton J, Ho F, Riaz N, Rao S, Lee N. Nasopharynx. In: Halperin E, Wazer D, Perez C, Brady L, (ed).2013. Perez and Brady’s Principles and Practice of Radiation Oncology. 6th ed. Philadelpia. p. 730–60.

Munir, D., 2010. Karsinoma Nasofaring Kanker Tenggorok. Medan: FK-USU . USU press, Medan.

Nasir N,2009. Karsinoma Nasofaring. Kedokteran Islam. Accessed 27 April 2017

Available From :

Http://www.Nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html Nasution, I., 2008. Hubungan Merokok degan Karsinoma Nasofaring. Tesis :

Fakultas Kedoteran Universitas Sumatera Utara,Medan.

National Cancer Institute 2009. Accessed 18 April 2017 Available from:

http://www.cancer.gov/cancertropics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Heal th /Professional.

(43)

31

NCCN. 2015 NCCN Guidelines: Head and Neck Cancer version 2015. NCCN;

2015.

Pahala, H.M., 2009. Expresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring. Accessed 24 April 2017 Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6425.

Prakoso. A, 2015 Gambaran Beberapa Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan Di Tahun 2014. Tesis : Fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan.

Rozein A, Syafril A,2012. Karsinoma Nasofaring, Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ketujuh. Balai penerbit FK UI, Jakarta

Tabuchi, K., et al., 2011. ‘Early Detection of Nasopharyngeal Carcinoma: A Review’. International Journal of Otolaryngology. Hindawi Publishing Corporation.

Wei K., Zheng R., Zhang S., et al. 2017, ‘Nasopharyngeal Carcinoma Incidence and Mortality in China, 2013’. Chinese journal of cancer.

Wei, W.I., & Sham, J.S.T., 2005, ‘Cancer of The Nasopharynx’, Cancer of The Head and Neck.Philadephia, pg 277-91

Wei, W.I., 2006, ‘Nasopharyngeal cancer’. Bally, B.J., Johnson, J.T. and Newlands, S.D., editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Ed ke- 4. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins. pg. 1657-71.

Witte MC, Bryan H.N, 2013. Nasopharyngeal Cancer. In: Bailey, Byron J. Head and Neck Surgery Otolaryngology 5th ed, LWW,Philadelphia

(44)

Zhang, Z.S., Nisancioglu, K. H., Chandler M.A.et al. 2013. Mid-Pliocene Atlantic Meridional Overtuning Cirulation not unlike modern, Climate of Past, 9(4), 1495-1504, https://doi.org/10.5194/cp-9-1495-2013

(45)

LAMPIRAN A

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Namira Friliandita

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 7 Mei 1996 Warga Negara : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Komp. Citra Wisata Blok VIII no.19 Medan Nama Orangtua : Novri Nazar

dr. Rizalina A. Asnir Sp. T.H.T.K.L (K), FICS Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Yayasan Pendidikan Harapan II (2000-2002) 2. Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Harapan III Medan (2002-2008)

3. Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan Harapan III Medan (2008- 2011)

4. Sekolah Menengah Atas Yayasan Yayasan Pendidikan Harapan III Medan (2011-2014)

5. Program Studi Pendidikan Dokter S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2014-Sekarang)

Riwayat Organisasi : - Riwayat Pelatihan :

1. Seminar Kesehatan Jantung Dan Workshop EKG Serta Auskultasi Jantung 2016 SCOPH PEMA FK USU Tahun 2016

(46)

LAMPIRAN B

PERNYATAAN

Gambaran Metastasis Jauh Pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2014 - 2016

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, Januari 2018 Penulis,

Namira Friliandita NIM: 140100147

(47)

LAMPIRAN C

(48)

LAMPIRAN D

(49)

LAMPIRAN E

Kelompok Usia

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0-17 6 2.8 2.8 2.8

18-27 16 7.5 7.5 10.4

28-37 21 9.9 9.9 20.3

38-47 67 31.6 31.6 51.9

48-57 65 30.7 30.7 82.5

58-67 29 13.7 13.7 96.2

68-77 4 1.9 1.9 98.1

78-87 4 1.9 1.9 100.0

Total 212 100.0 100.0

Statistics

JenisKelamin

Rentang

usia Pendidikan Stadium

N Valid 212 212 212 212

Missin g

0 0 0 0

JenisKelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 147 69.3 69.3 69.3

Perempua n

65 30.7 30.7 100.0

Total 212 100.0 100.0

(50)

Pendidikan

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak tamat

SD

4 1.9 1.9 1.9

SD 32 15.1 15.1 17.0

SMP 43 20.3 20.3 37.3

SMA 118 55.7 55.7 92.9

Sarjana 15 7.1 7.1 100.0

Total 212 100.0 100.0

Stadium

Frequency Percent

Valid

Percent Cumulative Percent

Valid I 2 .9 .9 .9

II 9 4.2 4.2 5.2

III 66 31.1 31.1 36.3

IV 135 63.7 63.7 100.0

Total 212 100.0 100.0

Statistics

Hati Ginjal Paru Jantung lainlain

N Valid 212 212 212 212 212

Missin g

0 0 0 0 0

Hati

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 52 24.5 24.5 24.5

Tidak 160 75.5 75.5 100.0

Total 212 100.0 100.0

(51)

Ginjal

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 18 8.5 8.5 8.5

Tidak 194 91.5 91.5 100.0

Total 212 100.0 100.0

Paru

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 10 4.7 4.7 4.7

Tidak 202 95.3 95.3 100.0

Total 212 100.0 100.0

Jantung

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 10 4.7 4.7 4.7

Tidak 202 95.3 95.3 100.0

Total 212 100.0 100.0

lainlain

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 2 .9 .9 .9

Tidak 210 99.1 99.1 100.0

Total 212 100.0 100.0

(52)

LAMPIRAN F

INIS IAL

Jenis

Kelamin Umur

Pendi dikan

Sta diu m

SGO

T SGPT

Ure -um

Kreati-

nin Radiologi RA laki-laki 39

SLT

A IV 18 28

28,

3 1,61 AS laki-laki 42

SLT

A III 21 21

13,

0 0,92 SP laki-laki 60

SLT

A IV 15 12

22,

6 1,01

Metastasis paru

& hepar JS laki-laki 40

SLT

A IV 45 20

17,

0 0,71 GS laki-laki 52

SLT

A III 25 9

11,

0 0,8 USG liver : (-)

WG laki-laki 30 SMP IV 29 50

14,

8 1,1 ER laki-laki 51

SLT

A IV 23 31

21,

3 0,34 LE

perempua

n 43

SLT

A III 28 39

15,

0 0,35 IH laki-laki 46

SLT

A III 23 24

19,

0 1,39 MR laki-laki 63

SLT

A IV 17 16

19,

1 0,39

AS laki-laki 60 SD IV 16 12

12,

3 0,71 EH

perempua

n 22

SLT

A III 36 13

27,

9 0,23 HI

perempua

n 23

SLT

A IV 39 20

17,

0 0,34

SH laki-laki 45 SD IV 22 21

14,

9 0,84

MS laki-laki 61 SMP IV 28 17

43,

9 1,03 RS

perempua

n 58

SLT

A IV 66 40

10,

0 0,5

atherosklerosis aorta

HT

perempua

n 40

SLT

A IV 18 11

27,

8 1,13 kardiomegali

MT laki-laki 56 SMP IV 17 21

32,

9 1,38 BZ laki-laki 43

SLT

A IV 20 24

26,

5 1,28 Kardiomegali HM laki-laki 53

SLT

A III 14 9

40,

3 2,46

NS perempua 42 SLT III 17 14 10, 0,59

(53)

n A 8 LG

perempua

n 43

Sarja

na IV 15 12

14,

2 0,64 HS

perempua

n 38

SLT

A IV 28 22

16,

6 0,66

TL laki-laki 60

tidak tamat

SD IV 21 17

19,

0 0,67 BH laki-laki 44

SLT

A III 27 27

10,

0 0,44

AA laki-laki 47 SMP IV 27 38

18,

0 0,72 HR laki-laki 48

SLT

A IV 27 23

15,

0 0,76

MH laki-laki 26 SMP III 24 71

21,

8 0,94 RP

perempua

n 57 SD III 20 24

14,

7 0,56 elongasi aorta ST

perempua

n 37 SMP III 18 17

11,

9 0,62 NJ

perempua

n 25

SLT

A IV 38 72

15,

0 0,47

AS laki-laki 50 SMP III 26 39

11,

3 0,46 NH

perempua

n 48 SD III 20 11

25,

0 1,18 NS

perempua

n 45

SLT

A IV 31 64

20,

7 0,68

FH laki-laki 15 SMP IV 25 34

21,

3 0,5 SS laki-laki 54

SLT

A IV 41 20

34,

6 1,42

YH laki-laki 55 SD III 30 22

31,

0 0,78

SA laki-laki 35 SMP IV 152 76

19,

0 0,69 DM laki-laki 43

SLT

A IV 47 152

28,

3 1,07 RL

perempua

n 50 SD IV 216 78

28,

0 0,54 USG liver : (-) FD Laki-laki 45

Sarja

na II 21 43

21,

9 0,91

S Laki-laki 51

SLT

A IV 34 51

20,

6 1,01

AZ Laki-laki 32 SLT IV 17 19 17, 0,86

(54)

A 0 RD Laki-laki 65

SLT

A III 89 59

49,

50 0,51

Aorta elongasi dan dilatasi

S Laki-laki 35

SLT

A IV 17 23

24,

7 0,64 JG Laki-laki 46

SLT

A III 23 18

21,

5 1,07 ZR

Perempua

n 37

SLT

A III 17 13

13,

0 0,76 N

Perempua

n 37

SLT

A III 48 71

15,

8 0,5 NT

Perempua

n 44

SLT

A IV 31 27

41,

0 0,74 A

Perempua

n 85 SD IV 39 47

38,

6 1,12 NM

perempua

n 23

SLT

A IV 19 13

15,

0 0,53 EP Laki-laki 54

SLT

A IV 23 31

20,

4 0,95 MJ laki-laki 25

SLT

A III 36 59 7,0 1,5

MS Laki-laki 62 SLT

A IV 20 10

28,

0 0,94

Cardiomegali dan Aorta Dilatasi

JN Laki-laki 48 SMP IV 16 11

19,

0 0,87 HT Laki-laki 56

SLT

A II 20 18

30,

0 1,27

SM Laki-laki 52 SMP III 21 26

13,

9 0,63 IA Laki-laki 36

SLT

A IV 16 21

19,

1 0,74 BL Laki-laki 76

SLT

A IV 20 15

32,

7 1,44

Kardiomegali dan Aorta dilatasi FP

Perempua

n 55 SMP IV 32 35

20,

7 1,02 MQ Laki-laki 22

SLT

A IV 31 34

14,

2 0,25 Metastasis Paru PP Laki-laki 44

SLT

A IV 32 60

13,

0 0,185

UR Laki-laki 48 SD IV 35 57

19,

0 0,65

NG Laki-laki 54 SMP IV 17 12

38,

01 1,28 W

Perempua

n 63 SD III 13 10

23,

6 0,7

(55)

AK Laki-laki 48 SMP III 33 35 58,

0 2,63 SC Laki-laki 18

SLT

A IV 18 17

17,

0 0,74 LS

Perempua

n 42 SMP IV 36 57

43,

2 1,0 NL

Perempua

n 40

SLT

A IV 27 31

15,

6 0,40 Metastasis Paru ES laki-laki 37

sarjan

a III 25 31

10,

8 0,53 AP laki-laki 51

SLT

A IV 21 27

44,

0 1,2

SM laki-laki 54 SMP IV 14 15

30,

0 1,13 DS laki-laki 60

sarjan

a IV 31 35

21,

3 0,65

TY laki-laki 72 SD IV 20 15

30,

9 0,91 tumor paru kanan TS laki-laki 38

sarjan

a IV 23 27

39,

0 0,75

MS laki-laki 60 SD IV 14 17

10,

3 0,9

ES laki-laki 50 SMP IV 81 97

14,

3 1,07 RS laki-laki 52

SLT

A III 25 10

17,

3 0,69 NDS laki-laki 48

SLT

A IV 26 24

21,

0 0,86 RT

perempua

n 51

SLT

A IV 37 41

19,

9 0,81 JF laki-laki 47

SLT

A III 19 13

14,

2 1,04 MK laki-laki 61

SLT

A IV 18 23

10,

3 0,44 TR

perempua

n 31

SLT

A IV 22 20 7,2 0,49

RU laki-laki 47 SD II 23 17

20,

8 1,04 FT

perempua

n 40

SLT

A IV 24 30

17,

7 1,1

SB laki-laki 54 SMP IV 14 11

26,

5 1,19

MA laki-laki 7

tidak tamat

SD I 20 14

20,

8 0,34

(56)

NGI laki-laki 61 SD IV 38 16 53,

3 0,92 JT laki-laki 53

SLT

A III 28 29

24,

4 1,0 SH laki-laki 51

Sarja

na III 28 23

33,

7 1,07 LS

perempua

n 49

SLT

A IV 20 12

14,

0 0,75 NS laki-laki 65

SLT

A IV 25 29

20,

6 0,9

SN

perempua

n 9

tidak tamat

SD IV 19 12

11,

0 0,61 NP

perempua

n 46

SLT

A IV 21 13

38,

9 0,64

DN laki-laki 56 SMP III 21 21

10,

8 0,9 ET

perempua

n 51

Sarja

na IV 52 69

42,

8 1,8 MP laki-laki 51

SLT

A III 18 19

19,

0 0,83 EB laki-laki 62

SLT

A II 45 38

46,

8 1,8 IL

perempua

n 46

SLT

A III 21 21

22,

9 1,0 JS laki-laki 54

SLT

A IV 20 13

27,

2 0,84 LN

perempua

n 25

SLT

A IV 16 15

17,

0 0,51

destruksi basis cranii

RS laki-laki 51 SD II 20 20

15,

0 0,79 RA laki-laki 20

SLT

A IV 44 61

19,

0 0,67

AS laki-laki 50 SMP IV 97 144

12,

6 0,69 JH

perempua

n 30

SLT

A II 18 11

10,

8 0,49 TD

perempua

n 45

SLT

A I 47 37

13,

0 0,63 YS laki-laki 18

SLT

A II 22 28

11,

0 0,8 ES

perempua

n 42

Sarja

na III 16 10

19,

0 0,83 AE laki-laki 56

SLT

A IV 28 27

19,

0 0,83

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Hidung (American Cancer Society, 2013)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

26 Mrmbuat sebanyak- banyaknya kata dari suku kata awal yang disediakan dalam bentuk lisan, mis: ma→ mama, makan, malu, marah... 9 Menyebut sebanyak- sebanyaknya benda yang

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat untuk Mencegah Konstipasi Tahun 2009.. Nama : Sri Kumala Sari NIM

(1) Biro Pemerintahan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi, pemantauan dan evaluasi program kegiatan dan

[r]

Bahasa AYU sudah dapat digunakan sebagai bahasa pembelajaran yang cukup baik, karena telah mempunyai struktur yang sangat mendekati bahasa pemrograman sebenarnya Dalam tulisan

[r]

Untuk server dan klien yang menggunakan sistem operasi Windows maka akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, namun dengan menggunakan sifat heterogen dalam jaringan tersebut,