• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Kebijakan Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis RSUD Dokter Tengku Mansyur

Berdasarkan hasil wawancara di RSUD Dokter Tengku Mansyur pengaturan pengelolaan limbah padat medis dan non medis belum mengacu pada peraturan khusus perundang-undangan tentang kesehatan lingkungan rumah sakit yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Peraturan Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Hal ini dapat dilihat dari penanganan pembuangan akhir limbah padat medis dan non medis yang disatukan, masih ada tempat sampah yang terbuka dan tidak kedap air, tempat penampungan limbah padat medis dan non medis tidak memiliki label, alat pengangkutan sampah yang tidak memenuhi syarat dan tidak adanya perlakukan khusus terhadap pemusnahan limbah padat medis. Kebijakan rumah sakit seharusnya taat terhadap peraturan dan perundang-undangan pengelolaan limbah padat rumah sakit dan berupaya meningkatkan kualitas lingkungan (Adisasmito, 2008).

Kebijakan lingkungan adalah penggerak pelaksanaan perbaikan sistem manajemen lingkungan sehingga kebijakan lingkungan dapat memelihara secara potensial perbaikan kinerja lingkungan. Oleh karena itu kebijakan rumah sakit seharusnya mencerminkan komitmen rumah sakit untuk taat pada peraturan dan

perundang-undangan pengelolaan sampah rumah sakit dan berupaya melakukan perbaikan kualitas lingkungan secara berkelanjutan (Adisasmito, 2008)

Upaya pengelolaan limbah padat medis dan non medis rumah sakit salah satunya dapat dilaksanakan dengan menyiapkan peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Hasil survey di Rumah Sakit Yordania Utara menunjukkan bahwa 29% dari rumah sakit memiliki kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah medis, namun hanya 10% dari rumah sakit memiliki pedoman resmi untuk pengelolaan sampah medis (Adisasmito, 2007).

Pelaksanaan peraturan pengelolaan sampah dipengaruhi oleh struktur organisasi didalamnya. Organisasi diperlukan untuk merencanakan pelaksanan pengelolaaan sampah dan menentukan kebijakan yang akan dilakukan dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kondisi rumah sakit. Namun tidak adanya kebijakan untuk pembagian tugas yang jelas akibatnya pengawas tidak mengetahui bagaimana tugasnya yang seharusnya untuk mengamati langsung dan membuat laporan lisan maupun tulisan tentang pelaksanaan pengelolaan sampah. (BSN, 2002).

5.2 Karakteristik Limbah Padat Medis dan Non Medis Rumah Sakit 5.2.1 Sumber Limbah Padat Medis dan Non Medis RSUD Dokter Tengku

Mansyur

Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur membedakan limbahnya berdasarkan unit penghasil limbah. Limbah tersebut yaitu limbah padat medis dan limbah padat non medis, dengan demikian RSUD Dokter Tengku

yaitu limbah padat yang berasal dari rumah sakit perlu diketahui jenis dan sumbernya untuk dilakukannya pengelolaan sesuai dengan limbah yang dihasilkan.

Besarnya timbunan limbah padat medis dan non medis berkaitan dengan jumlah pengunjung dan tingkat aktivitas rumah sakit. Setiap ruangan menghasilkan timbulan limbah baik limbah padat medis maupun limbah padat non medis. Limbah padat medis terutama dihasilkan dari ruang rawat inap, ruang farmasi, ruang kebidanan dan penyakit kandungan, ruang laboratorium, ruang bedah dan limbah padat non medis dihasilkan dari ruangan instalasi gizi, ruang rawat inap dan ruang perkantoran/administrasi

Jenis limbah padat medis yang ditemukan saat penelitian antara lain perban bekas, plester, jarum suntik, masker, obat, kantong infuse, bekas muntahan, sarung disposable, pisau dan alat bedah, jaringan tubuh, obat-obatan dan ampul. Limbah padat non medis yang dihasilkan antara lain berupa kotak kemasan obat, karton, kertas, kaleng, botol, plastik, sisa makanan buangan, sisa pembungkus makanan dan juga sampah ranting dan rumput dari halaman rumah sakit. Semua jenis limbah tersebut disatukan dan langsung dibuang ke TPS. Seharusnya limbah padat medis dan non medis dipisah karena menurut Chandra (2005), apabila limbah Rumah Sakit dibuang langsung ke TPS (Tempat Penampungan Sementara) maka dapat menimbulkan masalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika lingkungan selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu, pengelolaan limbah padat rumah sakit perlu mendapat perhatian yang

serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi.

5.2.2 Volume Timbulan Limbah Padat Medis dan Non Medis RSUD Dokter Tengku Mansyur

Berdasarkan hasil observasi langsung diperoleh gambaran bahwa jumlah volume timbulan limbah padat medis yang diangkut adalah ±19,6 kg/hari. Dengan diketahuinya jumlah limbah padat medis setiap hari maka akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan lokal yang harus disediakan, pemilihan insenerator dan kapasitasnya serta bila rumah sakit memiliki tempat pengolahan sendiri jumlah produksi dapat diproyeksikan untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain. Penentuan jumlah sampah dapat menggunakan ukuran berat atau volume (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Jumlah sampah yang dihasilkan oleh RSUD Dokter Tengku Mansyur dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah tempat tidur, jumlah pegawai, jumlah kunjungan dan lama rawat inap pasien. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu jumlah sampah yang dihasilkan di rumah sakit tergantung pada berbagai faktor seperti jumlah tempat tidur, kapasitas rumah sakit, jumlah staff medis, jenis layanan kesehatan yang diberikan, status ekonomi, sosial budaya dari pasien, serta kondisi umum letak daerah rumah sakit (Fauziah, 2005).

5.3 Fasilitas/Peralatan Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas/peralatan RSUD Dokter Tengku Mansyur masih perlu dibenahi untuk memaksimalkan proses kerja pengelolaan limbah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur hanya

sebagian tempat sampah medis diberi label limbah patologis. Seharusnya sesuai dengan KEPMENKES 1204/Menkes/SK/X/2004 bahwa jenis tempat sampah medis dilapisi plastik berwarna kuning dan diberi label dengan tulisan limbah padat infeksius. Sebaiknya Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku menyediakan beberapa tempat sampah yang sesuai dengan jenis dan kategorinya. Maka dari itu, setiap unit hendaknya dengan cepat dan tanggap menyediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran, dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setiap unit ruangan. Dengan tersedianya berbagai peralatan untuk melakukan proses pengelolaan sampah akan menciptakan kualitas sampah yang sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. (Depkes RI, 2002)

Incinerator tidak digunakan karena rusak dalam waktu yang cukup lama. Untuk itu perlu dilakukan pengawasan khusus untuk incinerator yang digunakan dan perbaikan secepatnya. Masalah ini tentunya mempengaruhi kinerja para petugas pengelola sampah sehingga perlu ditangani dengan adanya perencanaan pengadaan alat dan fasilitas setiap periode tertentu atau perencanaan untuk membuat MOU antara RS dan pihak yang melakukan pemusnahan limbah medis. Hal ini sesuai dengan penelitian Pruss (2005), yaitu jika satu rumah sakit tidak memiliki incinerator sendiri, maka rumah sakit tersebut harus mengadakan kerjasama MOU dengan rumah sakit yang memiliki incinerator.

Rumah sakit sebagai institusi yang sosio-ekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menyediakan sarana dan prasaran yang lengkap dalam pengelolaan limbah padat, termasuk didalamnya menyediakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan rumah sakit (Adisasmito, 2007).

5.4 Sistem Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis di RSUD Dokter Tengku Mansyur

5.4.1 Hasil Observasi Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis di RSUD Dokter Tengku Mansyur

Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur memperoleh skor penampungan/pewadahan limbah padat sebesar 0%, untuk pengumpulan diberi skor 15%, pengangkutan limbah padat 5%, dan pembuangan akhir diberi skor 5%. Maka total Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan di RSUD Dokter Tengku Mansyur berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 sebesar 25% dari total penilaian 100%.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 seharusnya RSUD Dokter Tengku Mansyur melengkapi secara keseluruhan wadah penampung limbah padat yang dilapisi kantong plastik dengan warna dan lambang sesuai pedoman, tempat penampungan limbah yang kedap air dan tertutup, perlu dilakukannya penanganan khusus dalam mengelola limbah padat medis dan radioaktif serta melakukan kerjasama MOU dengan rumah sakit/instansi yang memiliki insenerator. Berdasarkan KepMenKes RI No. 1204 tahun 2004 rumah sakit dapat memenuhi persyaratan apabila mendapat skor minimum sebesar 65% untuk rumah sakit tipe C.

Pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan dengan benar, efektif dan memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak dimanfaatkan lagi,

tidak disenangi, dan yang harus dibuang maka limbah harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan limbah adalah tidak mengkontaminasi udara, air/tanah, tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan kebakaran, dan sebagainya. Suatu kebijakan dari manajemen dan prosedur- prosedur tertentu yang berhubungan dengan segala aspek dalam pengelolaan sampah rumah sakit sangat diperlukan dalam pengelolaan limbah rumah sakit ( Chandra, 2012).

Pengelolaan Limbah padat medis rumah sakit dapat ditunjang apabila rumah sakit memiliki sumber daya yaitu tenaga pengelola limbah medis padat, dana pengelolaan dan sarana serta prasarana. Dengan adanya sistem pengelolaan limbah medis padat rumah sakit dapat melindungi kesehatan masyarakat sekitar dan juga lingkungan (Adisasmito, 2007).

5.4.2 Sistem Pengelolaan Limbah Padat Medis RSUD Dokter Tengku Mansyur

Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur belum sepenuhnya mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 dan masih terdapat kekurangan dalam proses pelaksanaan pengelolaan limbah padat medis. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur hanya melakukan kegiatan penampungan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Seperti yang dibahas di buku Pedoman Sanitasi Rumah sakit di Indonesia bahwa kegiatan pengelolaan biasanya meliputi penampungan limbah, pengangkutan dan pembuangan akhir (Depkes RI, 2002).

Pengamatan dilakukan pada lima ruangan yang menghasilkan limbah padat medis yaitu: ruang rawat inap kelas III, ruang farmasi, ruang kebidanan dan

penyakit kandungan, ruang bedah dan ruang laboratorium dengan alasan ruangan tersebut merupakan unit penghasil limbah padat medis dengan jenis limbah padat medis yang berbeda-beda.

1. Penampungan dan Pengumpulan

Berdasarkan hasil observasi pada lima ruangan penghasil limbah padat medis yang menjadi objek penelitian, proses penampungan limbah padat medis dilakukan oleh petugas di masing-masing ruangan tersebut. Pada tahap ini kegiatan penampungan limbah padat medis belum memenuhi persyaratan penampungan dan pemilahan limbah padat medis. Hal ini dikarenakan jenis tempat sampah yang disediakan untuk tiap ruangan penghasil limbah padat medis belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan oleh Keputusan Menteri Kesehehatan RI yaitu tempat sampah tidak dilapisi plastik berwarna kuning melainkan hanya dilapisi plastik berwarna hitam. Pada ruangan penghasil limbah kimia dan farmasi seperti pada ruangan farmasi tempat sampah yang digunakan tidak dilapisi plastik berwarna coklat. Tempat sampah yang diberi label limbah patologis hanya tempat sampah pada ruangan bedah dan laboratorium. Kondisi masing-masing tempat sampah pada ruangan tersebut kedap air dan anti tusuk. Sesuai dengan Departemen Kesehatan RI (2004), yaitu pewadahan limbah padat medis dan non medis rumah sakit harus menggunakan tempat yang kuat, anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang lain tidak dapat membukanya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit pewadahan atau

penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori limbah padat yang dihasilkan yaitu untuk limbah radioaktif menggunakan wadah yang dilapisi plastik berwarna merah, untuk limbah infeksius, patologi dan anatomi menggunakan wadah yang dilapisi plastik berwarna kuning, untuk limbah sitotoksik menggunakan wadah yang dilapisi plastik berwarna ungu dan untuk limbah kimia dan farmasi menggunakan wadah yang dilapisi plastik berwarna coklat.

Tahap penampungan limbah di ruangan penghasil limbah padat medis rumah sakit merupakan tanggung jawab perawat yang berada di ruangan tersebut. Tahap pengumpulan limbah padat ini adalah yang paling sulit dan rumit dari segi pengelolaan limbah karena berhubungan langsung dengan sumber daya manusia yaitu tenaga pegawai perawat rumah sakit baik di sektor pengobatan, perawatan, penunjang diagnostik dan pelayanan seperti dokter umum dan spesialis, perawat dan tenaga apoteker. Tetapi bila pada tahap ini dilakukan sesuai dengan pedoman pelaksanaan sanitasi rumah sakit maka pada tahap selanjutnya akan dapat dilakukan dengan mudah (Chandra, 2007).

2. Pengangkutan

Pengangkutan limbah padat medis dilakukan oleh lima orang petugas kebersihan rumah sakit yang masing-masing bertanggungjawab mengangkut limbah padat medis yang berasal dari masing-masing ruangan. Limbah padat medis dan non medis yang telah dikumpulkan dan dipilah kemudian diangkut beserta kantong plastik dan diikat terlebih dahulu lalu dii angkut ke TPS (Tempat Penampungan Sementara) menggunakan troli pengangkut limbah yang tertutup.

Troli yang digunakan untuk mengangkut limbah tidak diberi tanda/logo. Frekuensi pengangkutan limbah padat medis adalah 4 kali sehari yaitu pagi hari jam 06.00 WIB, siang hari jam 11.00 WIB, sore hari jam 16.00 WIB dan malam hari pukul 19.00 WIB yang hanya mengangkut limbah dari ruangan perawat saja. Pada saat pengangkutan sampah menuju TPS, kantong plastik dalam kondisi terikat dengan baik sehingga tidak menimbulkan ceceran sampah dan troli yang digunakan dalam mengangkut limbah juga dalam keadaan tertutup sehingga tidak menimbulkan ceceran limbah. Hal ini sejalan dengan penelitian Paramita (2007), yaitu seperti halnya Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto pengangkutan rata–rata dilakukan 1 kali dalam sehari pada pagi, atau sore hari dari tiap unit. Alat pengangkutan limbah padat medis seperti halnya limbah medis, yaitu dengan troli, kereta maupun manual.

Pada ruang bedah dan ruang laboratorium pengangkutannya tidak menunggu limbah padat medis sampai penuh karena darah dan sisa jaringan tubuh akan menimbulkan bau yang menyengat dan busuk apabila tidak dibuang cepat. Jalur yang digunakan untuk mengangkut limbah padat medis di RSUD Dokter Tengku Mansyur sama dengan jalur umum atau jalur biasa yang digunakan untuk pasien, pengunjung dan lain-lain. Untuk itu perlu diperhatikan dalam kemungkinan sampah tercecer. Pengangkutan limbah padat medis diusahakan agar bahan yang berbahaya tidak mencemari jalan yang ditempuh ke pembuangan. (Djojodibroto, 1997).

Pengangkutan limbah padat medis perlu dipertimbangkan distribusi tempat penampungan sampah, jalur yang dilalui agar berbeda dengan jalur jalan yang

dilalui pengunjung dalam rumah sakit, jenis dan jumlah sampah serta jumlah tenaga dan sarana yang tersedia. (Depkes RI, 2004)

3. Pemusnahan dan Pembuangan Akhir

Kegiatan pemusnahan limbah padat infeksius, sitotoksis, dan farmasi tidak menggunakan insenerator untuk memusnahkan limbah padat medis. RSUD Dokter Tengku Mansyur memilki insenerator tetapi tidak dapat difungsikan lagi. Lokasi insenerator ini terletak di belakang rumah sakit. Insenerator tersebut dibangun pada tahun 1990 an. Namun dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa insenerator tersebut dalam keadaan rusak sejak tahun 2005. Hal ini disebabkan karena kesalahan teknis pada saat penggunaan dan kurangnya biaya operasional untuk perbaikan dan pemantauan. Tenaga pengelola sampah medis seharusnya melaporkan hasil pelaksanaan pemusnahan sampah dan hasil penguluran uji emisi yang telah dilakukan selama 3 bulan terakhir sejak digunakan dan dilakukan pengujian kembali setiap 3 tahun untuk menjaga nilai minimum DRE (Destruction and Removal Efficiency) yaitu Efisiensi Penghancur dan Penghilang pada incinerator (Bapedal, 1995). Karena insenarator tidak dapat difungsikan lagi maka untuk dapat mengatasi masalah pada tahap ini RSUD Dokter Tengku Mansyur melakukan pengelolaan limbah padat medis dan non medis dengan cara disatukan dan dibuang ke TPS (Tempat Penampungan Sementara) lalu di angkut oleh petugas kebersihan dari Dinas Kebersihan Kota Tanjungbalai.

5.4.3 Sistem Pengelolaan Limbah Padat Non Medis RSUD Dokter Tengku Mansyur

Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur belum sepenuhnya mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 dan masih terdapat kekurangan dalam proses pelaksanaan pengelolaan limbah padat non medis. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Tengku Mansyur melakukan kegiatan penampungan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Seperti yang dibahas di buku Pedoman Sanitasi Rumah sakit di Indonesia bahwa kegiatan pengelolaan biasanya meliputi penampungan limbah, pengumpulan limbah, pengangkutan dan pembuangan akhir (Depkes RI, 2002).

1. Penampungan dan Pengumpulan

Berdasarkan hasil observasi menunjukan kegiatan penampungan dan pewadahan limbah padat non medis di ruang administrasi dan instalasi gizi RSUD Dokter Tengku Mansyur belum memenuhi persyaratan penampungan dan pewadahan limbah padat non medis berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004. Hal ini dikarenakan jenis tempat sampah yang digunakan tidak memenuhi syarat yaitu tidak dilapisi plastik berwarna hitam, tempat sampah diberi keterangan untuk limbah organik dan anorganik, kondisi fisik tempat sampah tidak kedap air dan tidak memiliki tutup. Jumlah tempat sampah non medis rumah sakit berjumlah 1-2 buah tiap ruangan.

Tempat sampah non medis yang tidak memenuhi syarat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 perlu diganti untuk menghindari serangan dari vektor dan binatang lainnya dan memberikan nilai estetika atau

dan kurang sesuai dengan kebutuhan di setiap ruangan. Hendaknya posisi tempat penampungan sampah disesuaikan dengan kebutuhan di setiap unit ruangan (Depkes RI, 2002).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sampah yang dihasilkan yaitu untuk limbah domestik menggunakan wadah yang dilapisi plastik berwarna hitam dan diberi keterangan tulisan “Domestik” berwarna putih.

2. Pengangkutan

Tahap pengumpulan limbah padat non medis dilakukan oleh petugas kebersihan rumah sakit. Limbah padat non medis yang berasal dari ruangan administrasi dan instalasi gizi dikumpulkan dan diikat menggunakan tali lalu dikumpulkan pada troli pengangkut limbah padat non medis yang terletak di belakang gedung rumah sakit. Pada ruangan ini, tidak ada pemisahan antara sampah organik dan anorganik, sehingga sampah basah dan kering bercampur. Seharusnya dilakukan pemisahan agar dapat memanfaatkan atau mendaur ulang sampah yang dihasilkan.

Pengangkutan limbah padat non medis dilakukan oleh petugas kebersihan rumah sakit. Limbah padat medis dan non medis yang telah dikumpulkan dan dipilah kemudian diangkut beserta kantong plastik dan diikat terlebih dahulu lalu di angkut ke TPS (Tempat Penampungan Sementara) menggunakan troli pengangkut limbah yang tertutup. Troli yang digunakan untuk mengangkut

limbah tidak diberi tanda/logo. Frekuensi pengangkutan limbah padat non medis adalah lebih dari 2 kali sehari yaitu 3 kali sehari yaitu pagi hari jam 10.00 WIB, siang hari jam 13.00 WIB, sore hari jam 15.00 WIB.

Pengangkutan limbah padat non medis dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke TPS. Jalur yang digunakan untuk mengangkut sampah menuju TPS merupakan jalur yang sama yang digunakan oleh pengunjung rumah sakit, Untuk itu perlu diperhatikan dalam kemungkinan sampah tercecer. Harus diusahakan agar bahan yang berbahaya tidak mencemari jalan yang ditempuh ke pembuangan. (Djojodibroto, 1997).

3. Tempat Pembuangan Sementara dan Pembuangan Akhir

Proses pengelolaan limbah belum dapat dikatakan berhasil tanpa dapat mengatasi masalah pada tahap ini. Berdasarkan hasil observasi, limbah padat non medis dibuang ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang berada di belakang gedung rumah sakit. Limbah padat medis dan non medis dikumpulkan di TPS tersebut lalu diangkut oleh truk pengangkut sampah Dinas Kebersihan Kota Tanjungbalai. Limbah padat medis dan non medis yang berada di TPS diangkut oleh truk pengangkut sampah 1 kali sehari dan dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang berada di Jln Husni Thamrin Kota Tanjungbalai. TPA ini merupakan titik pengumpulan seluruh sampah yang dihasilkan dari masyarakat kota tanjungbalai dan sesuai ketetetapan Pemerintah Daerah Kota Tanjungbalai. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/MENKES/SK/X/2004 yang diukur berdasarkan jumlah skor dan kategori. Hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan pembuangan akhir limbah padat

non medis sudah memenuhi persyaratan kegiatan pembuangan akhir limbah padat sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004.

5.5 Kepadatan Lalat

Kepadatan lalat di RSUD Dokter Tengku Mansyur memiliki tingkat kepadatan lalat yang rendah atau tidak menjadi masalah, namun ada ruangan yang memiliki kepadatan lalat yang sedang yaitu ruangan rawat inap kelas III dan ruangan dengan tingkat kepadatan lalat yang tinggi/padat yaitu ruang dapur sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dokter Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai bahwa pengukuran angka kepadatan lalat pada setiap ruangan berbeda-beda tingkat kepadatannya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.13 dimana kepadatan lalat tertinggi pada tempat sampah ruang dapur sebanyak 6 ekor lalat hinggap di fly grill yang terdapat di sekitar tempat sampah ruangan. Angka kepadatan lalat di ruangan ini termasuk dalam kategori tinggi/padat (6-20). Kategori tinggi/padat diartikan bahwa tingkat kepadatan lalat di ruangan ini perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian (Depkes RI, 2001). Pada saat observasi sampah berupa sisa sayuran yang dihasilkan dari ruang dapur masih

Dokumen terkait