Narapidana sebagai individu yang telah terbukti melakukan tindakan pidana dan kemudian oleh pengadilan dijatuhi hukuman atau pidana serta kehilangan kemerdekaan, begitu juga pada narapidana wanita yang merupakan individu yang telah melakukan tindakan pidana maka akan kehilangan kemerdekaan, Pengadilan mengirimkan narapidana ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani hukuman dalam jangka waktu tertentu. Ruang gerak narapidana dibatasi selama berada di Lembaga Pemasyarakatan dan terisolasi dari masyarakat. Keadaan seperti ini dapat memungkinkan terabaikannya kesehatan gigi dan mulut pada narapidana karena pada saat wawancara kuesioner didapatkan data bahwa narapidana
menyatakan bahwa kamar mandi di lapas tersebut tidak banyak dan untuk mandi lapas hanya memberikan waktu 1 jam maka dari itu mereka harus bergantian dan tidak bisa lama-lama dalam membersihkan badan (mandi) dan menyikat gigi hal ini memungkin untuk narapidana mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya, kemudian untuk faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut lainnya yaitu pengetahuan, pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, pola makan dan cara peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Faktor-faktor tesebut didapat dari hasil wawancara kuesioner tentang kebiasaan narapidana dalam memelihara kesehatan gigi dan mulutnya.
Kebiasaan-kebiasan narapidana tersebut ialah kebiasaan narapidana dalam memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya dapat dilihat pada tabel 4.1 yaitu menunjukan bahwa dari 67 narapidana kebanyakan narapidana memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya hanya pada saat sakit saja yaitu sebanyak 46 orang (68,65%). Padahal untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut itu sebaiknaya dilakukan dalam waktu 6 bulan sekali, kemudian alasan dari narapidana memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya pada saat sakit saja karena narapidana menganggap bahwa kesehatan gigi dan mulut tidak terlalu penting dan narapidana malas untuk datang memeriksakan kesehatan gigi karena takut dan adapula yang mengatakan bahwa memeriksakan kesehatan gigi dan mulut itu lama. Hal ini dapat dikatakakan bahwa narapidana kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulutnya. Ini sejalan dengan teori
Notatmodjo tahun 2010 tentang perilaku sakit yaitu berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mecari penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain didiamkan saja, mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri, dan mencari penyembuhan atau pengobatan keluar, yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Kebiasaan teknik dan waktu menyikat gigi pada tabel 4.3 yang menunjukan kebiasaan menyikat gigi pada waktu menyikat gigi mereka masih kurang tepat yaitu sebanyak 79,10% dan hanya 20,90% yang melakukan kebiasaan menyikat gigi dengan tepat yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Pada hasil wawancara terhadap narapidana, rata-rata waktu menyikat gigi mereka hanya dilakukan pada saat mandi, sedangkan dilihat dalam teknik menyikat gigi pada narapidana hanya 44,77% yang tepat dalam melakukan teknik menyikat gigi, dari hasil wawancara kuesioner menunjukan lebih banyak narapidana pada saat menyikat gigi yaitu menggunakan teknik vertikal dan horizontal, sedangkan teknik menyikat gigi yang paling dianjurkan adalah teknik kombinasi yaitu perpaduan antara teknik vertikal, teknik horizontal, teknik roll, dan teknik modifikasi stillman. Menurut Putri (2013) bahwa teknik roll atau teknik modifikasi stillman merupakan cara yang paling sering dianjurkan karena sederhana tetapi efisien dan dapat digunakan di seluruh bagian mulut. Dari kebiasaan yang kurang tepat dalam waktu dan teknik
menyikat gigi ini dapat mempengaruhi tingkat kebersihan gigi dan mulut narapidana. Hal ini sejalan dengan teori menurut Putri (2013) bahwa teknik menyikat gigi diusahakan harus tepat agar semua permukaan gigi selalu bebas dari plak, dan untuk mencapai hasil kebersihan semaksimal mungkin, dianjurkan waktu menyikat gigi 2 kali sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
Faktor lain yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut narapidana, dapat dilihat pada tabel 4.3 tentang kebiasaan lainnya yang dilakukan narapidana yaitu mengunyah di satu sisi, dari 67 narapidana yang diberikan wawancara kuesioner, terdapat 33 orang (49,30%) narapidana yang mempunyai kebiasaan mengunyah satu sisi. Kebiasaan ini sering dilakukan karena kondisi gigi sebelahnya yang tidak dipakai mengunyah dalam keadaan yang kurang baik, dan kebiasaan mengunyah satu sisi ini dapat mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut, karena dengan kebiasaan mengunyah satu sisi itu dapat menyebabkan penumpukan sisa makanan pada sebelah rahang yang tidak digunakan mengunyah.
Kebiasaan lain yang dilakukan narapidan juga dapat dilihat pada tabel 4.4 dapat kebiasaan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran sudah yaitu sebanyak 55 orang (82,09%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, tetapi walaupun demikian pada saat wawancara kuesioner narapidana mengeluhkan bahwa asupan buah-buahan dan sayuran di Lapas Wanita Kelas IIA Bandung kurang memadai atau tidak
sebanding dengan jumlah narapidana yang ada. Sedangkan asupan buah-buahan dan sayuran sangat penting bagi kesehatan, khususnya kesehatan gigi karena dapat membantu membersihkan permukaan gigi. Di dukung dengan teori Kidd, (2010) bahwa makanan yang berpengaruh terhadap gigi dan mulut yaitu makanan yang bersifat membersihkan, jadi makananan yang merupakan penggosok gigi alami, tentu saja akan mengurangi kerusakan gigi, contohnya seperti buah-buahan dan sayuran. Pada tabel 4.4 juga dapat dilihat narapidana yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan manis berjumlah 50 orang (74,63%), makanan manis yang sering dikonsumsi narapidana diantaranya biskuit, permen dan coklat. Makanan yang manis dan lengket merupakan makanan yang berpengaruh dalam kesehatan gigi, karena dapat merusak kesehatan gigi jika dibiarkan terlalu lama dalam rongga mulut . Hal ini sejalan dengan teori Kidd, (2010) bahwa makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi, seperti bonbon, coklat, biskuit dan lain sebagainya.
Tabel 4.7 tentang indeks kebersihan gigi dan mulut sebanyak 31 orang (46,27%) mempunyai kriteria baik (0,0-1,2), kriteria sedang (1,3-3,0) sebanyak 35 orang (52,23%), buruk (3,1-6,0) sebanyak 1 orang (1,50%). Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh narapidana akan berpengaruh terhadap indeks kebersihan gigi dan mulut. Kebersihan gigi dan mulut ini biasanya menyangkut banyaknya plak yang ada pada rongga mulut. Menurut Putri (2013), plak merupakan deposit lunak yang merekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang
biak dalam suatu matrik interseluller jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya dan dari plak ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.
Permasalahan kesehatan gigi narapidana wanita usia 41-54 identik dengan kehilangan gigi dan gigi berluban, ini terjadi karena kebanyakan narapidana menganggap bahwa lubang gigi itu hal yang kurang penting dan tidak perlu dilakukannya perawatan. Hasil wawancara kuesioner didapatkan bahwa narapidana hanya memeriksakan kesehatan gigi dan mulut hanya pada saat sakit saja yang didasarkan karena rasa malas harus menunggu lama serta mereka juga menyebutkan ada rasa ketakutan, sedangkan jika sakit gigi mereka lebih memilih untuk dilakukan pencabutan gigi. Indeks pengalaman karies di Lapas Wanita Kelas IIA Bandung dapat dilihat pada tabel 4.5 sebanyak 32 orang (47,76%) mempunyai tingkat DMF-T sangat tinggi (>6,6), dapat diartikan bahwa setiap orangnya rata-rata mengalami lubang gigi sebanyak lebih dari 6 gigi, kriteria tinggi (4,5-6,5) 12 orang (17,91 %), sedang (2,7-4,4) 15 orang (22,40%), rendah (1,2-2,6) 6 orang (8,90 %), sangat rendah (0,0-1,1) 2 orang (2,99%), dengan rata-rata nilai DMF-T seluruhnya sebanyak 6,97 yaitu berkriteria sangat tinggi. Dari 76 narapidana hampir seluruhnya mengalami gigi berlubang dan kehilangan gigi tetapi lebih didominasi dengan kehilangan gigi. Cara mengatasi kondisi tersebut adalah dengan rutin periksa kesehatan gigi 6 bulan sekali, melakukan perawatan gigi
yang perlu dirawat dan tetap mempertahankan gigi yang sehat dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik.
Permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang dialami narapidana selain gigi berlubang dan kehilangan gigi juga mengalami kerusakan jaringan periodontal yang disebabkan oleh kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Kerusakan jaringan periodontal pada tabel 4.6 tentang gingival indeks atau menunjukkan kondisi gusi sehat (0) sebanyak 14 orang (20,90%), peradangan gusi ringan(0,1-1,0) sebanyak 40 orang (59,70%), pradangan sedang (1,1-2,0) sebanyak 13 orang (19,40%) dan tidak ada yang mengalami peradangan berat (2,1-3,0) (0%). Hal ini sejalan Kusumawardani, (2011) menyebutkan bahwa plak merupakan faktor utama dari gingivitis/peradangan gusi, selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi peradangan ialah kehamilan, pubertas, pil KB/obat-obatan dan kekurangan vitamin C. Peradangan pada gusi dapat menyebabkan kerusakan pada perlekatan antara gusi dengan gigi, sehingga memungkinkan terjadinya gigi menjadi goyang jika peradangan tersebut dibiarkan dan semakin berlanjut. Kondisi tersebut sebaiknya narapidana harus menjaga kebersihan gigi dan mulutnya dengan baik dengan cara memperbaiki waktu dan teknik menyikat gigi menyikat gigi 2 kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur dengan teknik yang telah dianjurkan guna mencegah terjadinya penumpukan plak, dimana plak tersebut merupakan awal dari semua penyakit gigi dan mulut. Selain itu,
memperhatikan makanan yang dikonsumsi seperti memperbanyak buah-buahan dan sayuran serta mengurangi makanan yang manis dan lengket.
Tindakan lebih lanjut, yaitu dengan mengubah kebiasaan buruk responden, membuat program kesehatan gigi dan mulut dengan bekerjasama antara instansi lain yang bergerak dibidang kesehatan gigi yaitu mengingat tenaga kesehatan gigi dan mulut di Lapas Wanita Kelas IIA Bandung tersebut kurang memadai karena di lapas tersebut hanya terdapat 1 tenaga kesehatan gigi sedangkan jumlah narapidan keseluruhan sebanyak 388 orang, program kesehatan gigi dan mulut ini dilakukan agar kesehatan gigi dan mulut narapidana dapat terpelihara dengan baik, program tersebut ialah penyuluhan tentang cara memelihara kesehatan gigi dan mulut, penyaikt gigi dan mulut, cara perawatan penyakit gigi.
Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan setiap 3 bulan sekali, agar responden dapat menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya. Sejalan dengan teori Tiglao yang dikutip oleh Tarsilah (1978) tentang pendidikan kesehatan menjelaskan bahwa kesehatan “bukan sekedar” memeberitahukan kepada orang-orang bagaimana caranya untuk memepertinggi kesehatan tetapi mereka harusnya menciptakan suatu keadaan untuk mendapatkan kesempatan untuk belajar, “dengan dan untuk” mereka sendiri, akibatnya mereka dapat mengubah cara hidupnya yang kurang baik untuk kesehatan pribadinya dan untuk masyarakat dengan cara hidup sehat. Selain penyuluhan maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan perawatan 6 bulan sekali agar kesehatan gigi dan mulut
narapidana dapat terpantau sehingga mencegah indeks pengalaman karies bertambah parah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 3 Mei 2016 dengan 67 responden di Lapas Kelas IIA Bandung mengenai gambaran kesehatan gigi dan mulut narapidana, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Indeks pengalaman karies DMF-T pada narapidana di Lapas Kelas IIA Bandung yaitu mempunyai kategori sangat rendah (0,0-1,1) sebanyak 2 orang (2,99%), rendah (1,2-2,6) sebanyak 6 orang (8,90%), sedang (2,7-4,4) sebanyak 15 orang (22,40%), tinggi (4,5-6,5) sebanyak 12 orang (17,91%), sangat tinggi (>6,6) sebanyak 32 orang (47,80%).
2. Indek gingival pada narapidana di Lapas Kelas IIA Bandung yaitu sebanyak 14 orang (20,90%) mempunyai kriteria sehat (0), peradangan gusi ringan (0,1-1,0) sebanyak 40 orang (59,70%), pradangan sedang (1,1-2,0) sebanyak 13 orang (19,40%) dan tidak ada yang mengalami peradangan berat (2,1-3,0) (0%).
3. Indeks kebersihan gigi dan mulut pada narapidana di Lapas Kelas IIA Bandung yaitu sebanyak 31 orang (46,27%) mempunyai kriteria baik (0,0-1,2),sedang (1,3-3,0) sebanyak 35 orang (52,23%), buruk (3,1-6,0) sebanyak 1 orang (1,50%).