• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Jangka Panjang

a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs

Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,500192 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel jumlah uang beredar sebesar 1 persen akan menaikan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebasar 0,500192 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 8).

Menurut Nopirin (1997) peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun.

Menurut Joseph, dkk (1999) bahwa pengaruh uang beredar memiliki hubungan yang positif dengan kurs, dimana bila terjadi penambahan uang beredar maka akan menyebabkan tekanan depresiasi rupiah dan USD

meningkat. Semakin menaikkan jumlah uang beredar akan menaikkan kurs yaitu mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS, begitu sebaliknya semakin menurunkan kurs maka mata uang rupiah akan terapresiasi terhadap dollar AS.

Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2010) bahwa jumlah uang beredar mempunyai hubungan signifikan positif terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika, dimana peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika.

Ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah Ulfa (2012) dan Zainul (2015) bahwa jumlah uang beredar mempunyai hubungan signifikan positif terhadap KURS, dimana peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika. b. Pengaruh ekspor terhadap kurs

Pengaruh ekspor terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar -0,395437 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel ekspor sebesar 1 persen maka akan menurunkan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,395437 persen. Dari hipotesis yang diajukan bahwa ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 8).

Menurut Suwita (2010) bila ekspor barang dan jasa semakin besar akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah valuta asing yang dimiliki suatu negara sehingga permintaan uang domestik meningkat dan

mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi, dan sebaliknya apabila jumlah valuta asing yang diterima menurun maka nilai tukar domestik cenderung mengalami depresiasi. Hal itu berarti bahwa ekspor akan direspon negatif oleh nilai tukar.

Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah Ulfa (2012) bahwa ekspor mempunyai hubungan signifikan negatif terhadap KURS, dimana peningkatan ekspor akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika.

c. Pengaruh BI rate terhadap kurs

Pengaruh BI rate terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,052547 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel BI rate sebesar 1 persen maka akan menaikan kurs rupaih terhadap Dolar Amerika sebesar 0,052547 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa BI rate berpengaruh negatif tidak terbukti (Tabel 8).

Teori paritas tingkat bunga (interest rate parity theory) menghubungkan tingkat bunga domestik dan luar negeri beserta perubahan kurs yang diharapkan dari nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing (Faisal, 2001).

Teori international Fisher Effect (IFE) menyatakan bahwa kurs satu mata uang terhadap mata uang yang lainnya akan berubah terhadap perbedaan tingkat bunga antara dua negara. Menurut IFE, mata uang dengan tingkat

bunga yang lebih rendah diharapkan untuk apresiasi relatif terhadap mata uang dengan tingkat bunga yang lebih tinggi yaitu bahwa mata uang dengan tingkat bunga tinggi cenderung untuk menurun (depresiasi) sementara mata uang dengan tingkat bunga rendah cenderung untuk meningkat (apresiasi), dengan kata lain berhubungan positif (Faisal, 2001). Jadi kenaikan suku bunga akan menaikkan kurs yaitu nilai mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai mata uang dollar AS.

Menurut Madura (2006), meskipun suku bunga yang relatif tinggi dapat menarik arus masuk modal asing (untuk berinvestasi pada sekuritas yang menawarkan pengembalian yang tinggi), namun suku bunga yang relatif tinggi mencerminkan prediksi inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi yang tinggi dapat memberikan tekanan menurunkan mata uang domestik, sehingga beberapa investor asing mungkin tidak berminat untuk melakukan investasi pada sekuritas mata uang tersebut.

Menurut Yuniar (2012) tingkat suku bunga BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Pada saat tahun penelitian antara tahun 2007 sampai dengan 2011 di Indonesia terjadi krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Dalam keadaan yang demikian Bank Indonesia menentukan kebijakan dengan menaikan suku bunga BI rate dan hal tersebut justru akan meningkatkan inflasi. Maka sebaiknya jika inflasi di Indonesia tinggi, suku bunga BI rate diturunkan untuk menurunkan inflasi. Dengan kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga BI rate diharapkan

dapat mengarahkan rata-rata suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang OPT berada di sekitar BI rate dan selanjutnya dapat mendorong tingkat suku bunga lainnya seperti tingkat suku bunga kredit, deposito, serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang. Seiring dengan penurunan tingkat suku bunga kredit maka pengusaha akan tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Dengan dana tersebut mereka dapat menambah alat produksinya sehingga hal itu bisa menurunkan harga barang hasil produksi di pasar selanjutnya dan akan menurunkan tingkat inflasi. Jadi sebaliknya, jika tingkat suku bunga naik maka pengusaha tidak tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Akibatnya mereka tidak dapat menambah alat produksinya sehingga harga barang yang di hasilkan akan tetap tinggi dan menyebabkan inflasi naik.

Menurut Zainul (2015) kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar.

Naiknya suku bunga akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk meminjam modal di bank umum, akibatnya kurs rupiah akan terdepresiasi karena ekspor yang turun sedangkan impor relatif tinggi dan menyebabkan kurs valas menjadi naik. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian yang

dilakukan oleh Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005) menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika. Penelitian oleh Triyono (2008) bahwa secara jangka panjang variabel suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap kurs dengan arah positif artinya naiknya variabel suku bunga akan mengakibatkan naiknya variabel kurs. 2. Jangka Pendek

a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs

Pengaruh jumlah uang beredar terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,630813 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0004 yang artinya kenaikan variabel jumlah uang beredar sebesar 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,630813 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 10).

Menurut Nopirin (1997) peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga

terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun.

Menurut Joseph, dkk (1999) bahwa pengaruh uang beredar memiliki hubungan yang positif dengan kurs, dimana bila terjadi penambahan uang beredar maka akan menyebabkan tekanan depresiasi rupiah dan USD meningkat. Semakin menaikkan jumlah uang beredar akan menaikkan kurs yaitu mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS, begitu sebaliknya semakin menurunkan kurs maka mata uang rupiah akan terapresiasi terhadap dollar AS.

Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2010) bahwa jumlah uang beredar mempunyai hubungan signifikan positif terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika, dimana peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika.

b. Pengaruh ekspor terhadap kurs

Pengaruh ekspor terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar -0,348782 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel ekpor sebesar 1 persen maka akan menurunkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,348782 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 10).

Menurut Suwita (2010) bila ekspor barang dan jasa semakin besar akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah valuta asing yang dimiliki suatu negara sehingga permintaan uang domestik meningkat dan mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi, dan sebaliknya apabila jumlah valuta asing yang diterima menurun maka nilai tukar domestik cenderung mengalami depresiasi. Hal itu berarti bahwa ekspor akan direspon negatif oleh nilai tukar.

Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah Ulfa (2012) bahwa ekspor mempunyai hubungan signifikan negatif terhadap KURS, dimana peningkatan ekspor akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika.

c. Pengaruh BI rate terhadap kurs

Pengaruh BI rate terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,042302 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel BI rate sebesar 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,042302 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa BI rate berpengaruh negatif terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika tidak terbukti (Tabel 10).

Teori paritas tingkat bunga (interest rate parity theory) menghubungkan tingkat bunga domestik dan luar negeri beserta perubahan kurs yang diharapkan dari nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing (Faisal, 2001).

Teori international Fisher Effect (IFE) menyatakan bahwa kurs satu mata uang terhadap mata uang yang lainnya akan berubah terhadap perbedaan tingkat bunga antara dua negara. Menurut IFE, mata uang dengan tingkat bunga yang lebih rendah diharapkan untuk apresiasi relatif terhadap mata uang dengan tingkat bunga yang lebih tinggi yaitu bahwa mata uang dengan tingkat bunga tinggi cenderung untuk menurun (depresiasi) sementara mata uang dengan tingkat bunga rendah cenderung untuk meningkat (apresiasi), dengan kata lain berhubungan positif (Faisal, 2001). Jadi kenaikan suku bunga akan menaikkan kurs yaitu nilai mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai mata uang dollar AS.

Menurut Madura (2006), meskipun suku bunga yang relatif tinggi dapat menarik arus masuk modal asing (untuk berinvestasi pada sekuritas yang menawarkan pengembalian yang tinggi), namun suku bunga yang relatif tinggi mencerminkan prediksi inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi yang tinggi dapat memberikan tekanan menurunkan mata uang domestik, sehingga beberapa investor asing mungkin tidak berminat untuk melakukan investasi pada sekuritas mata uang tersebut.

Menurut Yuniar (2012) tingkat suku bunga BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Pada saat tahun penelitian antara tahun 2007 sampai dengan 2011 di Indonesia terjadi krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Dalam keadaan yang demikian Bank Indonesia menentukan kebijakan dengan menaikan suku bunga BI rate

dan hal tersebut justru akan meningkatkan inflasi. Maka sebaiknya jika inflasi di Indonesia tinggi, suku bunga BI rate diturunkan untuk menurunkan inflasi. Dengan kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga BI rate diharapkan dapat mengarahkan rata-rata suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang OPT berada di sekitar BI rate dan selanjutnya dapat mendorong tingkat suku bunga lainnya seperti tingkat suku bunga kredit, deposito, serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang. Seiring dengan penurunan tingkat suku bunga kredit maka pengusaha akan tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Dengan dana tersebut mereka dapat menambah alat produksinya sehingga hal itu bisa menurunkan harga barang hasil produksi di pasar selanjutnya dan akan menurunkan tingkat inflasi. Jadi sebaliknya, jika tingkat suku bunga naik maka pengusaha tidak tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Akibatnya mereka tidak dapat menambah alat produksinya sehingga harga barang yang di hasilkan akan tetap tinggi dan menyebabkan inflasi naik.

Menurut Zainul (2015) kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar.

Naiknya suku bunga akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk meminjam modal di bank umum, akibatnya kurs rupiah akan terdepresiasi karena ekspor yang turun sedangkan impor relatif tinggi dan menyebabkan kurs valas menjadi naik. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005) menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika. Penelitian oleh Triyono (2008) bahwa secara jangka panjang variabel suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap kurs dengan arah positif artinya naiknya variabel suku bunga akan mengakibatkan naiknya variabel kurs.

72

BAB VI

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Jumlah uang beredar dalam jangka panjang maupun jangka pendek mempengaruhi Kurs rupiah terhadap Dolar Amerika dikarenakan jumlah uang beredar yang terlalu banyak akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan uang yang dimilikinya, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar.

2. Ekspor dalam jangka panjang maupun jangka pendek mempengaruhi Kurs rupiah terhadap Dolar Amerika, dikarenakan penurunan ekspor akan menaikan Kurs rupiah terhadap Dolar Ameika karena penurunan ekspor akan mempengaruhi cadangan devisa yang menyebabkan kurs rupiah menjadi melemah dan valas naik.

3. BI rate dalam jangka panjang maupun jangka pendek mempengaruhi Kurs rupiah terhadap Dolar Amerika dikarenakan peningkatan suku bunga mencerminkan prediksi inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi yang tinggi dapat memberikan tekanan menurunkan mata uang domestik, sehingga beberapa investor asing mungkin tidak berminat untuk melakukan investasi pada sekuritas

mata uang tersebut. Naiknya suku bunga akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk meminjam modal di bank umum, akibatnya kurs rupiah akan terdepresiasi karena ekspor yang turun sedangkan impor relatif tinggi dan menyebabkan kurs valas menjadi naik.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh sebelumnya, maka saran yang dapat memberikan arahan dan rekomendasi terhadap pihat terkait sebagai berikut: 1. Dalam menjaga stabilitas ekonomi dan stabilitas nilai tukar pihak terkait seperti

pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan mampu mampu dan dapat mengontrol variabel-variabel ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar seperti jumlah uang beredar dan suku bunga serta menunjang dan memperbaiki tingkat ekspor dan mengurangi konsumsi masyarakat terhadap barang impor.

2. Untuk peneliti selanjutnya, dapat memasukkan variabel-variabel makroekonomi diluar penelitian yang dapat mempengaruhi Kurs rupiah terhadap Dolar Amerika.

Anggyatika, 2009. Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Pada Periode Tahun 1997 – 2004, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10, No. 2, Desember, hal. 234 – 249.

Arifin, Samsjul. 1998. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol.1 No.3, Desember, hal 1-16.

Badan Pusat Statistik, Data Statistik Indonesia, http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 04 Januari 2016 pk 01.00 WIB.

Bank Indonesia, Data Statistik Indonesia, http://www.bi.go.id/id/statistik. Diakses tanggal 04 Januari 2016 pk 23.00 WIB.

Basuki, Agus T. 2015. Regresi dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Sleman : Danisa Media.

Eachern, William. 2000. Ekonomi Makro: Pendekatan Kontemporer. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Faisal, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional. Jakarta: Salemba Empat. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivarite dengan SPSS : Cetakan Keempat.

Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition.Mc. Graw-Hill, Singapore.

kedua. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Hanafi, A Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan - Edisi revisi. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.

Hazizah, Nurul, 2015. Pengaruh JUB, Suku Bunga, Inflasi, Ekspor, dan Impor Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Dolar Amerika Serikat. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Herlambang, Tedy dkk. 2002. Ekonomi Makro: Teori, Analisis, dan Kebijakan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Joseph, PR Charles., Arief Hartawan, dan Firman Mochtar. 1999. ”Kondisi dan Respon Kebijakan ekonomi Makro Selama Krisis Ekonomi Tahun 1997- 98”. Dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Hal 97-130 Jakarta: BI.

Khalwaty, Tajul, 2000. Inflasi dan Solusinya. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. Krugman, Paul R. 1999. Ekonomi Internasional: Moneter, Edisi Kedua. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Madura. 2006. International Corporate Finance (Keuangan Perusahaan Internasional. Jakarta: Salemba Empat.

Maddala, 1992. Introduction to Econometric, 2nd Edition, Mac-Millan Publishing Company, New York.

139-147.

Nopirin, 1987. Ekonomi Moneter Buku Dua. Edisi Kesatu. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

--- 1997. Ekonomi Moneter. Buku I.Yogyakarta: BPFE UGM.

Sanusi, Bachrawi. 2004. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Siti, 2012. Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI, Impor, dan Ekspor Terhadap Kurs Rupiah/Dolar Amerika Periode Januari 2006 – Maret 2010, Jurnal Ekonomi Pembangunan, vol. 1, Agustus, hal 1-7.

Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

--- 2005. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumodiningrat, Gunawan. 1994, “Ekonometrika Pengantar”, BPFE Yogyakarta Badan Penerbit Ekonomi, Jakarta.

Suwita, Sudi Bawa, 2010. Peranan Faktor Fundamental dalam Nilai tuksr Rupiah Terhadap Dolar Amerika Januari 2000-Desember 2009. Tesis. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Triyono. 2008. ”Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9 No. 2. Desember, Hal 156-167.

Wibowo, Tri dan Hidayat Amir. 2005. ”Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah”. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 9 No. 4, Desember, Hal 1-22.

Yuniar. 2012. “Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Tingkat Suku Bunga BI rate, dan Nilai Tukar Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Tahun 2007-2011)”. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Vol. 4, No. 2, November, hal 201-208. Zainul. 2015. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs Rupiah Terhadap Dolar

Amerika Pasca Krisis (2000-2010), Jurnal JIBEKA Vol. 9, No. 1, Febuari, hal. 76-86.

Data Penelitian KURS, Jumlah Uang Beredar (JUB), Ekspor (EKS), BI rate Tahun 2008:1 – 2015:4. Tahun Triwulan Kurs (rupiah) JUB (Milyar Rupiah) Ekspor (Milyar Rupiah) BI rate (persen) 2007 Q1 9118 1375947 355954 9.5 Q2 9054 1451974 393470 8.5 Q3 9137 1512756 405616 8.25 Q4 9419 1649662 432596 8 2008 Q1 9217 1594390 469553 8 Q2 9225 1703381 509965 8.5 Q3 9378 1778139 518614 9.25 Q4 10950 1895839 408415 9.25 2009 Q1 11575 1916752 320435 7.75 Q2 10225 1977533 376302 7 Q3 9681 2018031 418411 6.5 Q4 9440 2141384 506011 6.5 2010 Q1 9115 2112083 494469 6.5 Q2 9083 2231144 514614 6.5 Q3 8924 2274955 534242 6.5 Q4 8991 2471206 652065 6.5 2011 Q1 8709 2451357 631536 6.75 Q2 8597 2422784 740639 6.75 Q3 8823 2643331 745943 6.75 Q4 9068 2877220 713400 6 2012 Q1 9180 2911920 675082 5.75 Q2 9480 3050355 674110 5.75 Q3 9588 3128179 640556 5.75 Q4 9670 3307508 654459 5.75 2013 Q1 9719 3322529 631929 5.75 Q2 9929 3413379 635232 6 Q3 11613 3584081 596623 7.25 Q4 12189 3730409 676302 7.5 2014 Q1 11404 3652531 616398 7.5 Q2 11969 3857962 619545 7.5 Q3 12212 4010147 610584 7.5 Q4 12440 4173327 602128 7.75 2015 Q1 13084 4246361 543402 7.5 Q2 13332 4358802 546833 7.5 Q3 14657 4508603 511782 7.5 Q4 13795 4546743 473497 7.5

Tahun Triwulan Log Kurs Log JUB Log Ekspor BI rate

2007 Q1 9,118006 14,13465 12,78256 9.5 Q2 9,110962 14,18843 12,88276 8.5 Q3 9,120087 14,22944 12,91316 8.25 Q4 9,150484 14,31608 12,97756 8 2008 Q1 9,128805 14,28200 13,05954 8 Q2 9,129672 14,34813 13,14210 8.5 Q3 9,146122 14,39108 13,15892 9.25 Q4 9,301095 14,45517 12,92004 9.25 2009 Q1 9,356603 14,46614 12,67743 7.75 Q2 9,232591 14,49736 12,83815 7 Q3 9,177920 14,51763 12,94422 6.5 Q4 9,152711 14,57696 13,13431 6.5 2010 Q1 9,117677 14,56319 13,11124 6.5 Q2 9,114160 14,61803 13,15117 6.5 Q3 9,096500 14,63747 13,18860 6.5 Q4 9,103979 14,72022 13,38790 6.5 2011 Q1 9,072112 14,71215 13,35591 6.75 Q2 9,059169 14,70043 13,51527 6.75 Q3 9,085117 14,78755 13,52240 6.75 Q4 9,112507 14,87234 13,47780 6 2012 Q1 9,124782 14,88432 13,42259 5.75 Q2 9,156940 14,93077 13,42115 5.75 Q3 9,168268 14,95596 13,37009 5.75 Q4 9,176784 15,01171 13,39156 5.75 2013 Q1 9,181838 15,01624 13,35653 5.75 Q2 9,203215 15,04321 13,36175 6 Q3 9,359880 15,09201 13,29904 7.25 Q4 9,408289 15,13203 13,42440 7.5 2014 Q1 9,341719 15,11093 13,33165 7.5 Q2 9,390075 15,16565 13,33674 7.5 Q3 9,410174 15,20434 13,32217 7.5 Q4 9,428672 15,24422 13,30823 7.75 2015 Q1 9,479145 15,26157 13,20560 7.5 Q2 9,497922 15,28771 13,21190 7.5 Q3 9,592673 15,32150 13,14565 7.5 Q4 9,532061 15,32992 13,06790 7.5

Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.212753 0.9276 Test critical values: 1% level -3.632900

5% level -2.948404 10% level -2.612874 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS)

Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:20 Sample (adjusted): 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. KURS(-1) -0.013928 0.065463 -0.212753 0.8328 C 0.140284 0.603841 0.232320 0.8177 R-squared 0.001370 Mean dependent var 0.011830 Adjusted R-squared -0.028892 S.D. dependent var 0.053971 S.E. of regression 0.054745 Akaike info criterion -2.916805 Sum squared resid 0.098903 Schwarz criterion -2.827928 Log likelihood 53.04408 Hannan-Quinn criter. -2.886124 F-statistic 0.045264 Durbin-Watson stat 1.666093 Prob(F-statistic) 0.832828

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.806531 0.0004 Test critical values: 1% level -3.639407

5% level -2.951125 10% level -2.614300 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS,2) Method: Least Squares

Date: 06/20/16 Time: 04:20 Sample (adjusted): 2007Q3 2015Q4 Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(KURS(-1)) -0.864611 0.179883 -4.806531 0.0000 C 0.010495 0.009768 1.074407 0.2907 R-squared 0.419267 Mean dependent var -0.001576 Adjusted R-squared 0.401119 S.D. dependent var 0.071128 S.E. of regression 0.055044 Akaike info criterion -2.904342 Sum squared resid 0.096955 Schwarz criterion -2.814556 Log likelihood 51.37382 Hannan-Quinn criter. -2.873723 F-statistic 23.10274 Durbin-Watson stat 1.860275 Prob(F-statistic) 0.000035

Null Hypothesis: JUB has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.346097 0.5957 Test critical values: 1% level -3.653730

5% level -2.957110 10% level -2.617434 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JUB)

Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:22 Sample (adjusted): 2008Q1 2015Q4 Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. JUB(-1) -0.019032 0.014138 -1.346097 0.1895 D(JUB(-1)) -0.646251 0.156637 -4.125782 0.0003 D(JUB(-2)) -0.534800 0.170569 -3.135385 0.0041 D(JUB(-3)) -0.454309 0.156853 -2.896393 0.0074 C 0.370088 0.212500 1.741586 0.0930 R-squared 0.440740 Mean dependent var 0.031683 Adjusted R-squared 0.357886 S.D. dependent var 0.030740 S.E. of regression 0.024632 Akaike info criterion -4.426915 Sum squared resid 0.016382 Schwarz criterion -4.197894 Log likelihood 75.83065 Hannan-Quinn criter. -4.351001 F-statistic 5.319517 Durbin-Watson stat 1.587436 Prob(F-statistic) 0.002721

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.795531 0.0000 Test critical values: 1% level -3.653730

5% level -2.957110 10% level -2.617434 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JUB,2)

Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:22 Sample (adjusted): 2008Q1 2015Q4 Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(JUB(-1)) -2.534415 0.372953 -6.795531 0.0000 D(JUB(-1),2) 0.912249 0.278161 3.279567 0.0028 D(JUB(-2),2) 0.416978 0.156605 2.662616 0.0127 C 0.084613 0.013621 6.211931 0.0000 R-squared 0.797225 Mean dependent var -0.002444 Adjusted R-squared 0.775499 S.D. dependent var 0.052736 S.E. of regression 0.024987 Akaike info criterion -4.424461 Sum squared resid 0.017482 Schwarz criterion -4.241244 Log likelihood 74.79138 Hannan-Quinn criter. -4.363730 F-statistic 36.69473 Durbin-Watson stat 1.574163 Prob(F-statistic) 0.000000

Null Hypothesis: EKS has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.022341 0.2763 Test critical values: 1% level -3.632900

5% level -2.948404 10% level -2.612874 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EKS)

Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:24 Sample (adjusted): 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EKS(-1) -0.150610 0.074473 -2.022341 0.0513

Dokumen terkait