• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Hasil Analisis Data dan Pembahasan

5.3.2. Pembahasan

5.3.2.1. Gambaran Kualitas tidur

Dari hasil penelitian ini didapatkan prevalensi mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 yang memiliki kualitas tidur yang buruk adalah 51 responden (51%).

Hasil ini sesuai dengan prevalensi kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa fakultas kedokteran di Amerika yaitu sebesar 50,9% (Brick, Seely, dan Palermo, 2010). Sementara itu hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian pada universitas di Ethiopia didapatkan mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 55,8% (Lemma dkk, 2012), di Iran sebanyak 56% (Akhlaghi dkk, 2009), dan lebih tinggi dari hasil penelitian pada fakultas kedokteran di Brazil sebanyak 42,3% yang memiliki kualitas tidur buruk (Lima dkk, 2009).

Penelitian sebelumnya di kalangan mahasiswa kedokteran ditemukan bahwa kecemasan akibat ujian, lingkungan, dan tidak teraturnya jadwal kuliah berkontribusi terhadap tingginya angka kualitas tidur yang buruk (Brick, Seely, dan Palermo, 2010; Veldi, Aluoja, dan Vasar, 2005).

5.3.2.2. Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 49 responden yang kualitas tidurnya baik, 27 responden (27%) diantaranya merupakan laki-laki, sedangkan dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 28 responden (28%) diantaranya merupakan perempuan, dengan kata lain dalam penelitian ini kualitas tidur yang buruk lebih banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian yang melaporkan bahwa mahasiswa perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi dalam hal kualitas tidur yang buruk (Lemma dkk, 2012). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hestiantoro dalam Awaliyah (2008) selaku staf bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gangguan tidur lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ini terkait dengan masalah haid,

gangguan tidur terjadi pada saat hormon progesteron mengalami penurunan, yaitu beberapa hari menjelang datangnya haid (hari ke 22 – 28 dari siklus haid) (Awaliyah, 2008).

5.3.2.3. Berdasarkan Tingkat Angkatan

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan tingkat angkatan didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, responden tingkat akhir atau angkatan 2010 memiliki proporsi terbesar yakni sebanyak 15 responden (15%), diikuti responden tingkat pertama atau angkatan 2013 sebanyak 14 responden (14%).

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kualitas tidur buruk lebih banyak terjadi pada mahasiswa dari angkatan 2010 yang merupakan mahasiswa tingkat akhir. Hal ini sesuai dengan penelitian pada mahasiswa kedokteran di Brazil yang melaporkan bahwa mahasiswa kedokteran tingkat akhir memiliki persentase kualitas tidur buruk yang lebih tinggi daripada mahasiswa tahun pertama dan kedua, yakni 60% pada mahasiswa tingkat akhir, 11,5% pada mahasiswa tahun kedua, dan 42,3% pada mahasiswa tahun pertama (Lima dkk, 2009).

5.3.2.4. Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulan. Nikotin dapat menyebabkan seorang perokok mengalami kesulitan untuk memulai tidurnya, sulit untuk bangun pagi, dan juga dapat menyebabkan mimpi buruk. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas tidur (National Sleep Foundation, 2013).

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi rokok didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 4 responden (4%) diantaranya merupakan perokok ringan, 8 responden (8%) diantaranya merupakan perokok sedang, 2 responden (2%) diantaranya merupakan perokok berat, dan 37 responden (37%) diantaranya merupakan bukan perokok. Dengan kata lain, responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok mempunyai proporsi terbesar dalam kualitas tidur yang buruk pada penelitian ini.

Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, yang mana secara signifikan responden perokok lebih banyak yang kualitas tidurnya buruk dibanding dengan yang bukan perokok (Cohrs dkk, 2012).

Walaupun kebiasaan merokok telah menjadi salah satu kebiasaan yang lazim ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Namun, fakta di lapangan responden kedokteran yang merokok merupakan kelompok minoritas. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari 100 responden, hanya 23 responden (23%) yang menyatakan bahwa sampai saat ini masih memiliki kebiasaan merokok atau setiap hari merokok, yang terbagi lagi menjadi perokok ringan, sedang dan berat.

Perbedaan jenis rokok yang dihisap juga diyakini mempengaruhi kualitas tidur. Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010) di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis kecil nikotin menimbulkan sedasi yang sebenarnya membantu tidur. Tetapi, dosis besar nikotin dapat mengganggu tidur, khususnya onset tidur.

5.3.2.5. Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa berolahraga maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai berolahraga (Sulistiyani, 2012).

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan berolahraga didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 40 responden (40%) diantaranya merupakan responden yang memiliki kebiasaan jarang berolahraga.

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kualitas tidur buruk lebih banyak terjadi pada responden yang jarang berolahraga. Hasil ini sejalan dengan survey

yang dilakukan oleh National Sleep Foundation pada tahun 2003 yang mana didapatkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan rutin berolahraga lebih

atau sama dengan tiga kali seminggu memliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang berolahraga satu sampai dua kali seminggu (Youngstedt dan Kline, 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh Sulistiyani (2012) juga melaporkan bahwa bahwa kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada responden yang jarang berolahraga dibandingkan dengan responden yang rutin olahraga.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan olahraga, salah satunya adalah waktu berolahraga. Menurut Davila (2009), olahraga pada malam hari sebelum atau dekat dengan jam tidur dapat memberikan dampak yang kurang baik untuk tidur malamnya. Pakar tidur merekomendasikan untuk berolahraga paling lama tiga jam sebelum waktu tidur dan sore hari merupakan waktu yang paling baik untuk berolahraga.

5.3.2.6. Berdasarkan Kebiasaan Minum Kopi

Kafein yang terkandung dalam kopi merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisa mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur (Daswin dan Samosir, 2013).

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan meminum kopi didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 42 responden (42%) diantaranya merupakan responden yang tidak memiliki kebiasaan rutin meminum kopi.

Hasil ini tidak sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh Daswin dan Samosir (2013) dimana terjadi perburukan yang signifikan terhadap kualitas tidur pada seseorang yang mendapat kopi berkafein. Perbedaan hasil ini disebabkan pada penelitian ini jumlah responden yang memiliki kebiasaan rutin meminum kopi sangat sedikit hanya berkisar 10% dari total responden yang diteliti. Jenis kopi dan waktu mengkonsumsi kopi juga diyakini mempengaruhi kualitas tidur, yang mana pada kopi yang tidak mengandung kafein atau dekafein tidak terjadi perburukan kualitas tidur (Daswin dan Samosir, 2013). Waktu seseorang meminum kopi juga mempengaruhi kualitas tidur seseorang yang mana seseorang yang minum kopi pada pagi hari tidak berdampak terhadap kualitas tidurnya. Ini

disebabkan efek dari kafein dapat bertahan selama dua belas jam setelah dikonsumsi (Agustin, 2012).

Dokumen terkait