• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Proses ekstraksi senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan bakung putih, dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut organik. Dalam hal ini pelarut organik yang digunakan adalah etanol 70 %. Pemilihan etanol sebagai pelarut didasarkan pada sifat selektifnya dan dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan. Selain keekonomisan etanol, pemilihan etanol juga dikarenakan kemampuannya dalam mengekstrak sebagian besar senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia, seperti alkaloida, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil sedangkan lemak, malam, tannin dan saponin hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986). Penggunaan metode maserasi didasarkan kepraktisannya dalam pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Akan tetapi kelemahan dalam metode ini yaitu pengerjaannya yang membutuhkan waktu lama.

Proses maserasi terhadap daun dan umbi masing-masing dilakukan selama 5 hari, dan selama perendaman dilakukan pengadukan beberapa kali agar senyawa-senyawa yang terdapat pada simplisia dapat larut dengan baik. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50 0C, sampai diperoleh ekstrak yang kental. Karakteristik ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1.

Pengujian golongan kandungan fitokimia yang ada didalam ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dilakukan untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak. Hasil penapisan fitokimia

yang dilakukan terhadap ekstrak etanol daun bakung putih diidentifikasi adanya alkaloid, tanin, flavonoid, steroid dan triterpenoid, sedangkan pada ekstrak etanol umbi bakung putih diidentifikasi adanya alkaloid, tanin, steroid dan triterpenoid (tabel 2).

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram. Hal ini dilakukan sebagai pengujian pendahuluan untuk ekstrak uji terhadap bakteri, sehingga dapat menggambarkan kemampuan ekstrak uji dalam hal penghambatan pertumbuahan pada masing- masing bakteri. Pembuatan larutan uji ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dilarutkan dalam etanol 70 %. Penggunaan etanol 70 % dikarenakan sukar terlarutnya ekstrak jika dilarutkan dalam aquadest, terutama untuk ekstrak etanol daun. Hal ini diduga karena adanya senyawa yang bersifat semi polar dan atau non polar yang ikut terekstraksi dengan etanol pada saat pembuatan ekstrak. Dugaan ini dikuatkan oleh hasil penapisan fitokimia terhadap ekstrak uji yang menunjukan adanya senyawa yang bersifat semi polar (alkaloid) dan non polar (steroid dan triterpenoid).

Hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri uji disajikan pada tabel 3 dan 4. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis. Hal ini dikarenakan dalam ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Hasil uji daya hambat dengan pembanding klindamisin pada ketiga bakteri uji, umumnya ketiga bakteri tersebut dapat dihambat pertumbuhannya oleh klindamisin. Konsentrasi terrendah yaitu 5 µg/ml klindamisin masih dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. epidermidis dengan masing-masing diameter hambatan rata-rata 2,33 mm dan 2,67 mm. Sedangkan pada bakteri P. acnes, konsentrasi klindamisin harus ditingkatkan dan mulai dari konsentrasi terkecil yaitu 50 µg/ml yang memberikan diameter hambatan rata-rata 3,33 mm. Peningkatan konsentrasi uji dikarenakan pada konsentrasi 20 µg/ml untuk bakteri P. acnes belum menunjukan diameter hambatan sedangkan untuk bakteri lainnya sudah memberikan diameter hambatan. Bakteri P. acnes yang digunakan pada penelitian, merupakan koleksi bakteri Laboratorium Mikrobiologi Klinis, FKUI yang diperoleh dari hasil isolasi bakteri pada pasien berjerawat. Bakteri ini diduga telah mengalami resistensi antibiotik terhadap klindamisin. Hal ini terjadi dikarenakan pasien tersebut diduga telah menggunakan antibiotik klindamisin untuk penyembuhan jerawatnya.

Hasil diameter hambat klindamisin terhadap bakteri uji yang diperoleh, dibuat kurva hubungan antara konsentrasi pada sumbu x dan diameter hambatan pada sumbu y. Kurva ini merupakan kurva standar klindamisin terhadap bakteri uji. Kurva uji daya hambat klindamisin terhadap P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis ditunjukkan pada gambar 3, 4 dan 5. Secara umum dari hasil daya hambat ketiga bakteri uji sama-sama menunjukkan kenaikan nilai diameter hambatan dengan semakin

meningkatnya konsentrasi uji. Hal ini disebabkan karena meningkatnya senyawa yang bersifat antibakteri pada larutan uji tersebut.

Penentuan potensi relatif dilakukan dengan cara memplotkan diameter hambatan ekstrak daun dan umbi bakung putih kedalam persamaan garis masing-masing bakteri uji, kemudian ditentukan nilai konsentrasi ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang memberikan diameter hambatan yang sama dengan klindamisin. Hasil kesetaraan ekstrak dan potensi relatif dapat dilihat pada tabel 6 dan 7. Potensi penghambatan terbaik untuk ekstrak etanol daun bakung putih ditunjukkan oleh bakteri P. acnes dengan nilai potensi relatif 1 : 4.969, artinya potensi penghambatan antibakteri klindamisin setara dengan 4.969 kali ekstrak etanol daun bakung putih. Sedangkan potensi penghambatan terbaik untuk ekstrak etanol umbi bakung putih ditunjukkan oleh bakteri P. acnes dengan nilai potensi relatif 1 : 3.671, artinya potensi penghambatan antibakteri klindamisin setara dengan 3.670 kali ekstrak etanol umbi bakung putih.

Pembuatan larutan uji pada penentuan KHM dan KBM, untuk membantu kelarutan ekstrak etanol daun bakung putih dalam aquadest digunakan gliserin dengan konsentrasi 8,9 % (v/v). Meskipun ekstrak tidak terlarut sempurna, kelarutan ekstrak etanol daun menjadi lebih baik dengan penambahan gliserin jika dibandingkan dengan ekstrak yang dilarutkan dengan aquadest saja. Sedangkan ekstrak etanol umbi hanya dilarutkan dengan aquadest. Penentuan nilai KHM dan KBM ini ditentukan setelah larutan uji dikultur kembali pada media agar. Hal ini dilakukan untuk

menghilangkan keraguan yang ditimbulkan akibat keruhnya larutan uji karena ekstrak dan atau mikroba lain selain bakteri uji.

Penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat dinyatakan dengan nilai KHM dan KBM. Nilai KHM dan KBM senyawa antibakteri dari sebuah ekstrak berbeda-beda bergantung pada jenis bakteri dan senyawa antibakteri yang terkandung didalammya. Nilai KHM dan KBM untuk ekstrak etanol daun bakung putih berkisar antara 1,25 – 10 mg/ml tergantung jenis bakteri uji (tabel 8), sedangkan nilai KHM dan KBM untuk ekstrak etanol umbi bakung putih berkisar antara 3,75 – 15 mg/ml tergantung jenis bakteri uji (tabel 9). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi uji, yang berarti semakin sedikit jumlah zat aktif yang terlarut di dalam ekstrak, maka semakin rendah kemampuan bahan uji dalam menghambat pertumbuhan suatu bakteri. Nilai KHM dan KBM terrendah untuk ekstrak etanol daun bakung putih ditunjukkan oleh P.acnes dengan nilai berturut-turut 1,25 mg/ml dan 2,5 mg/ml, disamping itu nilai KHM dan KBM terrendah untuk ekstrak etanol umbi bakung putih ditunjukkan oleh S. epidermidis dengan nilai berturut-turut 3,75 mg/ml dan 7,5 mg/ml.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai potensi relatif belum dapat menggambarkan nilai KHM dan KBM-nya bakteri uji. Misalnya pada ekstrak etanol umbi, nilai potensi relatif ekstrak umbi terbaik ditunjukan oleh bakteri P. acnes, sedangkan nilai KHM dan KBM terbaik dari ekstrak umbi ditunjukan oleh bakteri S. epidermidis. Perbedaan ini, diduga disebabkan metode pengujian yang dilakukan berbeda. Hal ini dikarenakan perbedaan

laju difusi senyawa antibakteri pada jenis media yang berbeda. Menurut Tabak et al., (1996) yang telah membandingkan pengukuran aktivitas antibakteri menggunakan medium padat dan medium cair untuk melihat pengaruh ekstrak thyme pada bakteri Helicobacter pylori, menunjukan bahwa penghambatan pada konsentrasi ekstrak 3,5 mg/ml dengan menggunakan medium padat masih dapat teramati pertumbuhannya, sedangkan menggunakan medium cair sudah membunuh semua bakteri yang ada.

Penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh yang diberikan ekstrak teraktif pada bakteri dilakukan dengan menganalisis kebocoran sel. Dalam hal ini bakteri uji yang digunakan adalah P. acnes. Pemilihan bakteri P. acnes untuk dilanjutkan pada tahap analisis kebocoran sel dikarenakan bakteri ini paling sensitif jika dibandingkan dengan bakteri lainnya terhadap ekstrak teraktif yaitu ekstrak etanol daun bakung putih.

Pengaruh ekstrak etanol daun bakung putih terhadap bakteri diduga dapat menyebabkan kebocoran sel sehingga menyebabkan bakteri mati. Analisa ini dilakukan dengan mengamati adanya peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm untuk asam nukleat dan 280 nm untuk protein. Panjang gelombang 260 nm dapat mendeteksi purin, pirimidin dan ribonukleotida, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm dapat mendeteksi tirosin dan triptofan (Park et al., 2003 diacu dari Naufalin, 2005). Menurut Gilbert (1984) diacu dari Miksusanti dkk (2008), senyawa-senyawa yang memberikan serapan pada panjang gelombang 260 nm adalah RNA dan DNA, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm diidentifikasi sebagai protein. Keluarnya asam nukleat dan protein menandakan sel mengalami

kebocoran akibat rusaknya dinding sel atau terjadinya perubahan pada permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan bakteri mati.

Hasil absorbansi kandungan total asam nukleat (260 nm) dan kandungan total protein (280 nm) di luar sel dapat dilihat pada gambar 6. Dalam hal ini, peningkatan absorbansi pada panjang gelombang 260 nm lebih besar dibandingkan pada 280 nm, yang artinya sel bakteri mengalami kebocoran senyawa asam nukleatnya atau dengan kata lain materi genetiknya. Akibat dari meningkatnya asam nukleat di luar sel bakteri, mengindikasikan ekstrak etanol daun bakung putih dapat mempengaruhi materi genetik bakteri sehingga diduga mengganggu pada proses pembelahan selnya. Menurut Kim et al. (1995) diacu dari Naufalin (2005), akibat dari gangguan terhadap asam nukleat, akan menginaktifkan atau merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel.

Pemberian ekstrak etanol daun bakung putih pada beberapa konsentrasi KHM mengakibatkan terjadinya peningkatan keluarnya ion logam dari sel bakteri, khususnya ion K+ dan Ca2+. Ion K+ pada bakteri berperan penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom, sedangkan ion Ca2+ dibutuhkan sebagai komponen dinding sel bakteri gram positif, meskipun ion tersebut bebas untuk bakteri gram negatif (Brooks et al., 2005). Hasil pengukuran ion K+ dan ion Ca2+ pada konsentrasi 1 dan 2 KHM yang diujikan terhadap bakteri P. acnes dapat dilihat pada gambar 7. Peningkatan keluarnya ion logam dari sel bakteri, diduga karena ekstrak etanol daun bakung putih dapat mempengaruhi permeabilitas membran dan atau merusak dinding sel bakteri sehingga menyebabkan bakteri tersebut mati. Indikasi

adanya kerusakan membran sitoplasma adalah terjadinya kebocoran kandungan sitoplasma seperti ion K+, dan peningkatan K+ diluar sel merupakan tanda kerusakan permeabilitas membran (Cox et al., 2001). Menurut Suliantari (2009) ion Ca2+ berfungsi untuk menjaga kestabilan dinding bakteri dan dengan adanya keluarnya ion tersebut dari sel maka kestabilan dinding sel akan terganggu yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian bakteri.

Hasil penelitian menunjukkan dengan meningkatnya konsentrasi bahan uji yang dikontakkan terhadap bakteri maka keluarnya asam nukleat, protein dan ion logam juga meningkat. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Suliantari (2009), bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang dikontakkan terhadap bakteri, maka kebocoran asam nukleat, protein sel, ion logam serta perubahan morfologi pada bakteri juga semakin meningkat.

Seperti yang terjadi pada kebocoran sel, makin tinggi konsentrasi bahan uji yang dikontakkan dengan bakteri maka morfologi sel bakteri juga semakin mengalami perubahan dibandingkan sel normal. P acnes dalam keadaan normal berbentuk batang dengan permukaan yang halus dan licin seperti terlihat pada gambar 8 (a), sedangkan dengan adanya pemberian konsentrasi 2 KHM ekstrak etanol daun menjadikan permukaan sel P. acnes menjadi mengkerut, kasar dan terdapat tonjolan-tonjolan akibat tidak ratanya dinding sel seperti terlihat pada gambar 8 (b). Menurut Gilbert (1984) diacu dari Miksusanti dkk (2008) terbentuknya tonjolan-tonjolan kecil pada sel bakteri disebabkan ketidakmampuan peptidoglikan sel yang rusak oleh senyawa antibakteri menahan tekanan intraselular yang tinggi, sehingga

sitoplasma keluar dan tonjolan ini biasanya muncul pada daerah yang dilemahkan oleh senyawa antibakteri. Pada konsentrasi ini (2 KHM) bakteri telah mengalami kerusakan pada dinding dan membran sel. Hal ini didukung dengan adanya asam nukleat dan protein yang keluar dan dapat terabsorpsi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm dan ion Ca2+ dan K+ diluar sel bakteri.

Secara keseluruhan diduga ekstrak etanol daun dapat mempengaruhi permeabilitas membran dan dinding sel bakteri sehingga menyebabkan keluarnya asam nukleat dan protein dari sel bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu yang akhirnya menyebabkan sel tersebut mati. Hal ini dikarenakan adanya senyawa aktif antibakteri dalam ekstrak etanol daun bakung putih.

Golongan senyawa tanin yang terdapat pada ekstrak etanol daun bakung putih diduga yang bertanggungjawab terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri. Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat yang diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah, 2004).

Golongan senyawa flavonoid yang terdapat pada ekstrak etanol daun bakung putih juga diduga ikut berperan. Aktivitas flavonoid terhadap bakteri diduga karena kemampuannya dalam membentuk kompleks dengan protein ekstraselular dan dinding sel bakteri (Cowan et al., 1999). Akibat terganggunya dinding sel, sel tidak dapat menahan tekanan osmotik internal

yang dapat mencapai 5 sampai 20 atm. Tekanan ini cukup untuk memecah sel apabila dinding sel dirusak (Brooks et al., 2005).

Golongan senyawa triterpenoid yang terdapat pada ekstrak etanol daun bakung putih juga diduga ikut berperan. Menurut Cowan et al. (1999) mekanisme penghambatan dari senyawa golongan terpen tidak diketahui secara pasti, akan tetapi diduga terlibat dalam kerusakan membran oleh gugus lipofiliknya.

Golongan senyawa alkaloid yang terdapat pada ekstrak etanol daun bakung putih juga diduga ikut bertanggungjawab atas penghambatan pertumbuhan bakteri uji. Alkaloid mempunyai mekanisme penghambatan dengan cara berikatan dengan DNA (Cowan et al., 1999). Hal ini diduga karena alkaloid memiliki gugus basa yang mengandung nitrogen. Gugus basa ini akan bereaksi dengan senyawa asam yang ada pada bakteri seperti DNA, yang merupakan penyusun utama inti sel. Dengan terganggunya DNA maka sintesis protein dan asam nukleat dalam sel akan terganggu, yang berakibat terganggunya metabolisme sel sehingga bakteri dapat dihambat pertumbuhannya atau mengalami kematian.

Dokumen terkait