• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Latar Belakang

Bab 5 Hasil dan Pembahasan

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter mayoritas dalam kategori cukup dalam rentang (31-38) sebanyak 20 orang (57.1 %). Hal ini menunjukkan bahwa RSUP. H. Adam Malik Medan harus meningkatkan upaya dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dengan meningkatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku di instansi tempat kerja.

Dari hasil wawancara terhadap perawat yang bekerja di ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan didapatkan data bahwa sekitar 80 % telah mengikuti pelatihan pencegahan infeksi nosokomial. Adapun tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari rumah sakit dan terutama mengurangi insiden infeksi nosokomial.

Ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden yang menyatakan bahwa pada saat perawat melakukan intervensi kepada pasien yang terpasang kateter perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan kateter sebanyak 27 orang (77.1 %), tidak melepaskan kateter dari selangnya saat memindahkan atau mengubah posisi klien sebanyak 35 orang (100 %). Hal ini

sesuai dengan pendapat Brunner & Suddarth (2000) yang menyatakan bahwa tindakan perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang terpasang kateter untuk mencegah infeksi saluran kemih yaitu: perawat harus mencuci tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya serta sebelum dan sesudah memberikan perawatan dengan mempertahankan teknik aseptik yang tujuannnya untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik mencuci tangan juga harus dilakukan dengan tepat agar tujuan tujuan dapat dicapai.

Jawaban responden terhadap tindakan perawat diatas juga sejalan dengan pernyataan: Rasyid (2000) bahwa tata cara yang aseptik pada saat melakukan intervensi merupakan syarat mutlak untuk mencegah terjadinya infeksi, Purnomo (2000) bahwa prosedur pelaksanaan yang tidak menjaga dan mempertahankan teknik aseptik setelah pemasangan dan perawatan kateter dapat menimbulkan jalur masuk dan berkembangnya kuman ke dalam kandung kemih, dan Bina Sehat (1999) yang menyatakan bahwa pasien memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehubungan dengan penyakit yang diderita mudah terinfeksi, sehingga teknik aseptic harus dipertahankan dalam setiap pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang mendapat tindakan invasif.

Perawat menyambung selang drainase yang terlepas dengan tidak memegangnya langsung pada bagian ujung kateter atau selang sebanyak 20 orang (80 %) dan perawat mengganti selang drainase jika terdapat kebocoran pada persambungan antara selang dengan kateter sebanyak 31 orang (88.6 %). Ini merupakan salah satu dari tindakan pencegahan infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih merupakan kejadian yang sangat sering terjadi paska kateterisasi.

Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara. Mempertahankan sistem drainase urin tertutup merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi. Perawatan kateter secara tertutup dapat mengurangi infeksi sampai lebih dari 50%, hal ini banyak membantu menurunkan angka infeksi saluran kemih setelah pemasangan keteter (Furqan, 2003).

Meskipun hasil penelitian terhadap tindakan perawat dalam kategori cukup dengan rentang nilai 31-38, ada beberapa tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter yang terabaikan atau sangat jarang dilakukan seperti: perawat yang mencuci tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan hanya sebanyak 5 orang (14.3%) sedangkan jawaban responden terhadap tindakan perawat yang mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan kateter memiki frekuensi yang cukup besar yaitu sebanyak 27 orang. Begitu juga dengan tindakan perawat yang mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah sekitar lubang uretra saat membersihkan selang kateter hanya sebanyak 8 orang (22.9%), perawat yang membersihkan kateter urin dua kali sehari hanya 5 orang (14.3%), perawat yang melakukan desinfeksi pada daerah klep (katup drainase) sebelum dan sesudah mengosongkan kantung penampung urin hanya 7 orang (20%), dan perawat yang mengajarkan tentang tata cara berbaring yang tepat di tempat tidur dengan terpasangnya kateter juga hanya 7 orang (20%).

Hal ini tidak sejalan dengan pendapat: Saanin (2000), bahwa teknik aseptik harus dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme; Brunner & Suddarth (2000), bahwa

perawatan perineum harus sering diberikan dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien dan setelah defekasi dengan meggunakan sabun dan air yang efektif mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontamisasi terhadap uretra, kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali sehari dengan tidak membuat gerakan yang membuat kateter bergeser maju- mundur untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih, dan perawat harus melakukan desinfeksi pada klep (katup drainase) sebelum dan sesudah mengosongkan kantung penampung urin.

Menurut asumsi peneliti: masih ada perawat yang lebih mengutamakan tindakan proteksi terhadap diri pribadi dan kurang menyadari dampak yang dapat timbul dari tindakannya yang tidak memegang prinsip aseptik terhadap kesehatan pasien yang tentunya dapat membahayakan jiwa pasien. Ini sejalan dengan Glynn (2000), menyatakan bahwa kateterisasi kandung kemih merupakan salah satu tindakan invasif yang dapat menimbulkan infeksi pada saluran kemih jika tidak ditangani dengan tepat dan benar. Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa salah satu indikator infeksi nosokomial adalah adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan maupun perawatan pada pasien yang terpasang kateter urin yang akan berdampak pada terhambatnya proses penyembuhan dan pemulihan pasien.

Brunner & Suddath (2000) menyatakan bahwa infeksi saluran kemih menempati tempat ke-3 dari infeksi nosokomial di rumah sakit. 80% dari infeksi saluran kemih disebabkan oleh kateter uretra. Infeksi saluran kemih setelah pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam kandung kemih dengan jalan berenang melalui lumen kateter, rongga yang terjadi antara dinding

kateter dengan mukosa uretra, sebab lain adalah bentuk uretra yang sulit dicapai oleh antiseptik. Sehingga pasien yang mengalami infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter akan mendapatkan perawatan yang lebih lama dari yang seharusnya sehingga biaya perawatan akan menjadi bertambah dan masalah ini juga dapat memperburuk kondisi kesehatan klien, bahkan dapat mengancam keselamatan jiwanya (Rasyid, 2000; Utama, 2006).

Dokumen terkait