• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemit Pada Pasien Yang Terpasang Kateter Di Ruang Rindu A4 RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tindakan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemit Pada Pasien Yang Terpasang Kateter Di Ruang Rindu A4 RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN YANG

TERPASANG KATETER di RUANG RINDU A4

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Sri Wulandari 051101510

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter di Ruang Rindu A4 RSUP H. Adam Malik Medan.

Peneliti : Sri Wulandari S.

NIM : 051101510

Fakultas : Keperawatan USU

Tahun : 2009/2010

Pembimbing Penguji

………... ……… Penguji I

Erniyati, SKp., MNS. Erniyati, SKp., MNS.

NIP. 19671208 199903 2 001 NIP. 19671208 199903 2 001

………. . Penguji II Nur Afi Darti, Mkep

NIP. 19710312 200003 2 001

……… Penguji III Mula Tarigan, SKp

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan.

... Erniyati, SKp., MNS.

(3)

Prakata

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran

Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter di Ruang RA4 RSUP H. Adam Malik

Medan”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian

Skripsi ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes., selaku dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, SKp., MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing skripsi dan Penguji I yang

senantiasa telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan serta saran-saran

dalam menyelesaikan tugas ini.

3. Ibu Evi Karota SKp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsannudin A.Hrp, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Nur Afidarti, M.Kep selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

masukan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Mula Terigan, SKp. Selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan

(4)

7. Ibu Reni Asmara Ariga SKp, MARS selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

8. Bapak Dr. H. Djamaluddin Sambas, MARS selaku Direktur RSUP. H. Adam

Malik Medan, beserta seluruh staf dan pasien yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini.

9. Sahabat terbaikku Kak Nova, Kak Ajeng, Budi, Izur, dan teman kerjaku yang

senantiasa memberikan bantuan, dukungan, dan informasi sehingga skripsi ini

dapat selesai.

10.Teristimewa ucapan terima kasih kepada suami tercinta Syahril Siregar, ST

yang senantiasa memberikan semangat daan motivasi kepada penulis dan

kepada orang tua tercinta Ayahanda (Soekardi Seno, Syarifuddin Siregar) dan

Ibunda (Sudiaty, Farida Lubis) yang telah menjadi motivasi dalam hidupku,

yang selalu berdoa, memberikan kasih sayang, semangat, memberikan

dorongan baik moril dan materil serta abang dan Adikku tercinta (Bambang

Yudhistira, Ardhi Yudhistira, dan Sri Wulan Sari).

Semoga Allah SWT memberikan rahmat, ridho dan karunia-Nya kepada

kita semua dan terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu penulis.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan.

Medan, Desember 2009

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

Bab 2 Tinjauan Pustaka 1. Sistem Perkemihan ... 6

1.1. Defenisi ... 6

1.2. Organ Sistem Perkemihan ... 6

2. Kateterisasi Perkemihan ... 8

2.1. Defenisi dan Klasifikasi ... 8

2.2. Indikasi dan Kontra Indikasi ... 9

2.3. Tujuan ... 10

2.4. Komplikasi ... 10

3. Infeksi Saluran Kemih Pasca Kateterisasi ... 11

3.1. Defenisi ... 11

3.2. Faktor Penyebab 11

3.3. Tanda dan Gejala ... 12

3.4. Dampak Terjadinya Infeksi ... 12

4. Tindakan Pencegahan Infeksi pada Klien Wanita yang Terpasang Kateter ... 12

4.1. Perawatan Kateter ... 13

4.2. Informasi Kesehatan ... 16

Bab 3 Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konseptual ... 17

2. Defenisi Operasional ... 18

Bab 4 Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ... 20

2. Populasi dan Sampel ... 20

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

(6)

5. Instrumen Penelitian ... 22

6. Reliabilitas Instrumen ... 23

7. Pengumpulan Data ... 24

8. Analisa Data ... 25

Bab 5 Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 26

1.1.Karakteristik Responden ... 26

1.2.Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasaang Kateter ... 28

2. Pembahasan ... 34

Bab 6 Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 37

2. Saran ... 37

Daftar Pustaka ... Lampiran-lampiran 1. Informed Consent ... 20

2. Jadwal Tentatif Penelitian... 20

3. Taksasi Dana Penelitian... 20

4. Instrument Penelitian ... 21

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Tentang Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan... 26 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tentang Tindakan

Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan (n=35) ... 29 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Tindakan

Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

3. Kerangka Konsep Penelitian Tindakan Perawat dalam Pencegahan

(9)

Judul : Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter di Ruangi Rindu A 4 RSUP. H. Adam Malik Medan.

Nama Mahasiswa : Sri Wulandari

NIM : 051101510

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009/2010

Abstrak

Kateterisasi kandung kemih merupakan prosedur perawatan yang sering dilakukan di rumah sakit dimana lebih dari 12% pasien yang ada di rumah sakit terpasang kateter. Lebih dari sepertiga dari seluruh infeksi yang didapat dari rumah sakit adalah infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh beberapa prosedur invasif pada saluran kemih berupa kateterisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dengan menggunakan desain deskriptif murni. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan yang terpasang kateter selama lebih dari 7 hari yang berjumlah sebanyak 35 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada rentang usia 41-50 tahun sebanyak 15 orang (42.9 %), jenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (71.4 %), menikah sebanyak 27 orang (77.1 %), agama yang dianut islam sebanyak 21 orang (60 %), suku Batak sebanyak 19 orang (54.3 %), pendidikan SMA sebanyak 19 orang (54.3 %), pekerjaan wiraswasta sebanyak 21 orang (60.0 %) dan penghasilan responden >Rp 1.000.000 sebanyak 18 orang (51.4 %) dan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dalam kategorik cukup sebesar 20 orang (57.1 %). Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan protap pemasangan kateter.

(10)

Judul : Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter di Ruangi Rindu A 4 RSUP. H. Adam Malik Medan.

Nama Mahasiswa : Sri Wulandari

NIM : 051101510

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009/2010

Abstrak

Kateterisasi kandung kemih merupakan prosedur perawatan yang sering dilakukan di rumah sakit dimana lebih dari 12% pasien yang ada di rumah sakit terpasang kateter. Lebih dari sepertiga dari seluruh infeksi yang didapat dari rumah sakit adalah infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh beberapa prosedur invasif pada saluran kemih berupa kateterisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dengan menggunakan desain deskriptif murni. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan yang terpasang kateter selama lebih dari 7 hari yang berjumlah sebanyak 35 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada rentang usia 41-50 tahun sebanyak 15 orang (42.9 %), jenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (71.4 %), menikah sebanyak 27 orang (77.1 %), agama yang dianut islam sebanyak 21 orang (60 %), suku Batak sebanyak 19 orang (54.3 %), pendidikan SMA sebanyak 19 orang (54.3 %), pekerjaan wiraswasta sebanyak 21 orang (60.0 %) dan penghasilan responden >Rp 1.000.000 sebanyak 18 orang (51.4 %) dan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dalam kategorik cukup sebesar 20 orang (57.1 %). Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan protap pemasangan kateter.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau

plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih

yang terdapat di dalamnya (Perry & Potter, 2000). Kateterisasi kandung kemih

merupakan prosedur perawatan yang sering dilakukan di rumah sakit dimana lebih

dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

2008). Kateterisasi dilakukan pada seorang pasien jika diperlukan mengingat

tindakan ini sering menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Brunner &

Suddarth, 2000).

Dari hasil observasi dijumpai sekitar 50% pasien yang dirawat di rumah

sakit Haji Adam Malik terpasang kateter urin. Menurut Brunner & Suddarth

(2001) lebih dari sepertiga dari seluruh infeksi yang didapat dari rumah sakit

adalah infeksi saluran kemih, sebagian besar infeksi ini disebabkan oleh beberapa

prosedur invasif pada saluran kemih berupa kateterisasi. Reeves (2001)

menegaskan bahwa kateterisasi perkemihan adalah penyebab utama infeksi

saluran kemih.

Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan pada

saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat saluran di sekeliling uretra,

mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur masuknya kuman ke

(12)

dapat menjangkau saluran kemih melalui tiga lintasan utama: (1) dari uretra ke

dalam kandung kemih pada saat kateterisasi; (2) melalui jalur dalam lapisan tipis

cairan uretra yang berada di luar kateter ketika kateter dan membran mukosa

bersentuhan; dan (3) cara yang paling sering melalui migrasi ke dalam kandung

kemih di sepanjang lumen internal kateter setelah kateter terkontaminasi (Brunner

& Suddarth, 2000).

Kolonisasi bakteri akan terjadi dalam waktu 2 minggu pada separuh dari

pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, dan dalam waktu 4 hingga 6

minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien (Brunner &

Suddarth, 2000). Infeksi saluran kemih terjadi karena adanya gangguan

keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent dengan

epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh

karena pertahanan tubuh dari host yang menurun ataupun karena virulensi agent

meningkat ( Furqan, 2003).

Infeksi saluran kemih pasca kateterisasi ini merupakan salah satu bentuk

infeksi nosokomial. Infeksi saluran kemih pasca kateterisasi merupakan porsi

terbesar dari infeksi nosokomial (Furqan, 2003). Sekitar 40% dari infeksi

nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin

(Utama, 2006). Tingginya infeksi setelah pemasangan kateter juga sebagai akibat

sulitnya pengontrolan dan perawatan serta penggantian kateter pada penderita

yang memerlukan pemasangan kateter yang lama (Furqan, 2003).

Rasyid (2000) menguraikan bahwa penderita yang mengalami infeksi

(13)

mendapatkan perawatan yang lebih lama sehingga penderitaan klien mejadi

bertambah biaya, selain itu pihak rumah sakit juga akan menanggung kerugian

karena kondisi tersebut yaitu: lama hari perawatan bertambah panjang dan biaya

menjadi meningkat. Furqan (2003) menegaskan bahwa infeksi saluran kemih

pasca kateterisasi ini dapat membahayakan hidup karena dapat berlanjut pada

septikemia dan berakhir pada kematian.

Berdasarkan uraian diatas bahwa selain pihak rumah sakit, infeksi saluran

kemih akibat pemasangan kateter juga dapat membahayakan keselamatan pasien.

Karena itu sejumlah tindakan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi

saluran kemih akibat kateterisasi kandung kemih (Hidayat & Uliyah, 1996).

Sejauh ini tindakan kateterisasi sering dianggap sebagai prosedur yang

sederhana, yang bila dilakukan secara hati-hati infeksi dapat dicegah. Praktisi

kesehatan (medis dan paramedis) harus menyadari sepenuhnya akan resiko infeksi

dari tindakan invasif ini yang tidak terlepas dari teknik dan peralatan medis yang

digunakan serta perawatan setelah pemasangan (Glynn, 2000). Karena tindakan

ini merupakan salah satu otonomi perawat yang lazim dilakukan oleh perawat di

rumah sakit, maka perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya

pencegahan infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter urin (Bouwhuizen,

1996).

Berdasarkan hal tersebut di atas penting dilakukan penelitian tentang

bagaimana tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien

(14)

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih

pada pasien yang terpasang kateter di Ruang RA4 Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan tindakan

perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang

kateter.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:

4.1 Praktek Keperawatan

Sebagai bahan masukan khususnya bagi perawat dalam mengevaluasi

tindakan pencegahan terhadap infeksi saluran kemih pada pasien yang

terpasang kateter.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan ilmu

pengetahuan dalam keperawatan terutama dalam tindakan perawatan

(15)

4.3 Penelitian Keperawatan

Sebagai bahan masukan yang dapat memberikan gambaran dan

informasi bagi pengembangan penelitian selanjutnya dengan ruang

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem Perkemihan

1.1. Defenisi

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya

proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh

tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan

dikeluarkan berupa urin (Brunner & Suddarth, 2000).

1.2. Organ Sistem Perkemihan

Ginjal adalah organ yang berbentuk dua buncis yang terletak di bagian

posterior abdomen, satu buah pada setiap sisi kolumna vertebralis, di belakang

peritonium. Ginjal berada pada ketinggian vertebra torakal ke-12 sampai

vertebra lumbal ketiga. Ginjal kanan biasanya lebih rendah dari ginjal kiri

karena adanya hati. Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 11 cm, lebar enam

cm, dan tebal tiga cm dan terbenam dalam dasar lemak, yang disebut lemak

perirenal (Purnomo, 2000).

Fungsi ginjal menurut Brunner & Suddarth (2000) adalah pemegang

peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan

suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan

basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan

(17)

protein, ureum, kreatinin dan amoniak, sekresi hormon: renin; erithropoetin;

1,25 dihidroksikolekalsiferol.

Ureter merupakan dua saluran yang berfungsi membawa urine dari ginjal

ke kandung kemih. Setiap ureter memiliki panjang sekitar 25-30 cm, memiliki

dinding yang tebal dan saluran yang sempit, yang berlanjut dengan pelvis ginjal

dan terbuka ke dasar kandung kemih. Sebagian dari ureter ini terletak dalam

rongga abdomen dan sebagian lagi terletak dalam rongga panggul (Watson,

1997).

Kandung kemih adalah reservoir urin. Kandung kemih terletak di

belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul dan dapat menahan lebih dari

500 ml urin, tetapi akan timbul nyeri. Terisinya kandung kemih ini oleh urin

dengan jumlah ± 250 ml akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada

kandung kemih sehingga akan menimbulkan keinginan untuk berkemih

(Purnomo, 2000).

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal dari kandung kemih

yang berfungsi menyalurkan urin keluar. Uretra membentang dari orifisium

uretra internal dalam kandung kemih sampai ke orifisium uretra eksternal.

Terdapat sfingter internal dan eksternal pada uretra. Sfingter internal bersifat

involunter dan sfingter eksternal berada dibawah kontrol volunter. Pada pria,

panjang uretranya 18-20 cm dan berfungsi sebagai saluran untuk sistem

reproduksi dan sistem perkemihan. Panjang uretra pada wanita ± 3-4 cm dan ia

hanya berfungsi sebagai sistem perkemihan. Uretra pada wanita berpangkal dari

(18)

belakang simfisis pubis, tertanam di dalam dinding anterior vagina. Muara

uretra terletak di sebelah atas vagina yaitu antara klitoris dan vagina. Kondisi ini

menyebabkan wanita lebih sering terkena infeksi saluran kemih, bakteri akan

lebih mudah masuk ke kandung kemih karena urethra lebih dekat ke sumber

bakteri seperti daerah anus ataupun vagina (Perry & Potter, 2000).

2. Kateterisasi Perkemihan

2.1. Defenisi dan Klasifikasi Kateterisasi

Kateter adalah sebuah alat berbentuk pipa yang dimasukkan ke dalam

kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urine yang terdapat di

dalamnya. Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet

atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine

(Perry & Potter, 2000).

Ada tiga macam kateter kandung kemih, yaitu kateter dengan selang

pembuangan satu buah, dengan dua buah dan dengan tiga buah saluran

pembuangan. Saluran pembuangan ini dinamakan lumen. Kateter yang dipakai

tergantung pada tujuan memakai kateter tersebut: kateter dengan satu saluran

dipakai untuk tujuan satu kali, kateter dengan dua saluran adalah kateter yang

ditinggal tetap disitu; satu dipakai sebagai saluran pembuangan urine; saluran

yang lain dipakai untuk mengisi dan mengosongkan balon yang dipasang pada

ujungnya, kateter dengan tiga saluran terutama dipakai untuk tujuan membilas

(19)

Menurut (Brockop & Marrie, 1999) jenis – jenis pemasangan kateter

urine terdiri dari :

1. Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi

kateter/folley cateter–indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga

tidak mudah lepas dari kandung kemih.

2. Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek

(5-10 menit) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.

3. Suprapubik catheter kadang-kadang digunakan untuk pemakaian secara

permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat

sayatan kecil diatas suprapubik.

2.2. Indikasi dan Kontra Indikasi

Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa,

khususnya bila saluran kemih tersumbat atau pasien tidak mampu

melakukan urinasi karena adanya gangguan pada otot sfingter (Brunner &

Suddarth, 2000). Kateterisasi juga dapat digunakan dengan indikasi lain

yaitu: penderita kehilangan kesadaran; persiapan operasi atau pasca operasi

besar; pada kondisi terjadinya retensi atau inkontinensia urine;

penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis,

gangguan neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih; atau jika

dilakukan pencucian kandung kemih (Stevens, 1999).

Kateterisasi kandung kemih khususnya kateterisasi uretra tidak boleh

dilakukan pada penderita yang mengalami cedera uretra dan/atau pasien

(20)

2.3. Tujuan Kateterisasi Perkemihan

Kateter urine bertujuan untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena

distensi kandung kemih; mendapatkan urine steril untuk pemeriksaan,

pengkajian residu urine; menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung

kemih, daerah vagina atau prostat; mengatasi obstruksi aliran urine;

mengatasi retensi atau inkontinensia urine; atau menyediakan cara-cara

untuk memantau pengeluaran urine setiap jam pada pasien yang sakit berat

(Brunner & Suddarth, 2000).

2.4 Komplikasi

Adanya kateter dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi.

Kolonisasi bakteri (bakteriuria) akan terjadi dalam waktu dua minggu pada

separuh dari pasien-pasien yang menggunakan kateter urine, dan dalam

waktu empat hingga enam minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir

semua pasien. Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya

tahan alami pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat saluran di

sekeliling uretra, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur

masuknya kuman ke dalam kandung kemih.

Penanganan kateter yang salah paling sering menjadi penyebab

kerusakan mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi.

Infeksi akan terjadi tanpa terelakkan ketika urine mengenai mukosa yang

rusak tersebut (Brunner & Suddarth, 2000). Walaupun tidak terlalu

berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan

(21)

3. Infeksi Saluran Kemih Paska Kateterisasi

3.1. Defenisi

Kateterisasi kandung kemih adalah yang paling bertanggung jawab atas

terjadinya bakteriuria. Risiko infeksi berhubungan dengan lamanya

kateterisasi kandung kemih dan sistem drainase urin yang tidak tertutup.

Infeksi saluran kemih paska kateterisasi adalah suatu peradangan seperti

suatu infeksi kandung kemih yang berhubungan dengan penggunaan kateter

(Gilbert, 2004).

3.2. Faktor Penyebab

Mikroorganisme patogen yang menyebabkan infeksi saluran kemih

yang berkaitan dengan kateter mencakup: Escherichia coli, Klebsiella,

Pseudomonas, Proteus, Enterobacter, Serratia dan Candida (Brunner &

Suddarth, 2000).

Dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

penyebab terjadinya infeksi saluran kemih pada wanita yang terpasang

kateter adalah: uretra wanita lebih pendek dibanding pria sehingga bakteri

lebih mudah masuk ke dalam kandung kemih karena uretra lebih dekat ke

sumber bakteri seperti daerah anus (Perry & Potter, 2000). Pasien memiliki

daya tahan tubuh yang rendah sehubungan dengan penyakit yang diderita,

sehingga mudah terinfeksi (Bina Sehat, 1999). Prosedur pelaksanaan yang

tidak menjaga dan mempertahankan teknik aseptik dan pengabaian terhadap

perawatan perineal dan kateter serta pengawasan terhadap drainase urin

(22)

berkembangnya kuman ke dalam kandung kemih (Purnomo, 2000). Semua

tersebut menyebabkan tingginya kejadian infeksi saluran kemih pasca

kateterisasi.

3.3. Tanda dan Gejala

Jika terjadi infeksi saluran kemih meskipun sudah dilakukan berbagai

tindakan higiene, maka keluhan yang akan terdengar dan terlihat oleh

perawat adalah keluhan nyeri yang sangat sakit pada perut bagian bawah,

urin yang keluar terlihat agak keruh dan baunya agak menyengat, dan terjadi

peningkatan suhu tubuh/demam (Stevens, 1999).

3.4. Dampak Terjadinya Infeksi

Klien yang mengalami infeksi saluran kemih akibat pemasangan

kateter akan mendapatkan perawatan yang lebih lama dari yang seharusnya

sehingga biaya perawatan akan menjadi bertambah dan masalah ini juga

dapat memperburuk kondisi kesehatan klien, bahkan dapat mengancam

keselamatan jiwanya (Rasyid, 2000; Utama, 2006).

4. Tindakan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien yang

Terpasang Kateter

Infeksi saluran kemih merupakan kejadian yang sangat sering terjadi

paska kateterisasi. Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui

berbagai cara. Perawatan kateter urin sangat penting dilakukan pada pasien

dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pemasangan

(23)

2000). Mempertahankan sistem drainase urin tertutup merupakan tindakan

yang penting untuk mengontrol infeksi. Perawatan kateter secara tertutup

dapat mengurangi infeksi sampai lebih dari 50%, hal ini banyak membantu

menurunkan angka infeksi saluran kemih setelah pemasangan keteter

(Furqan, 2003).

4.1. Perawatan Kateter

Brunner & Suddarth (2000) menyatakan bahwa tindakan perawatan

yang khusus sangat penting untuk mencegah infeksi pada pasien yang

terpasang kateter. Adapun tindakan perawatan yang harus dilakukan yaitu

sebagai berikut:

a. Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan ketika beralih dari

pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan dan saat

sebelum serta sesudah menangani setiap bagian dari kateter atau sistem

drainase untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik mencuci tangan

harus dilakukan dengan benar. Saanin (2000), menegaskan bahwa teknik

aseptik harus dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk

mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme.

b. Perawatan perineum harus sering diberikan yaitu mencuci daerah

perineum dengan sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien

dan setelah defekasi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah

(24)

c. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali

sehari; gerakan yang membuat kateter bergeser maju-mundur harus

dihindari untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun orifisium

internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam

kandung kemih. Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki

kandung kemih ke saluran perkemihan.

d. Cegah pengumpulan urine dalam selang dengan menghindari berlipat atau

tertekuknya selang, terbentang di atas tempat tidur. Hindari memposisikan

klien di atas selang. Monitor adanya bekuan darah atau sedimen yang

dapat menyumbat selang penampung. Urin di dalam kantung drainase

merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri

dapat berjalan menaiki selang drainase untuk berkembang di tempat

berkumpulnya urin. Apabila urin ini kembali mengalir ke dalam kandung

kemih klien, kemungkinan akan terjadi infeksi.

e. Cegah refluks urin ke dalam kandung kemih dengan mempertahankan

kantung drainase lebih rendah dari ketinggian kandung kemih klien. Untuk

itu kantung digantungkan pada kerangka tempat tidur tanpa menyentuh

lantai. Jangan pernah menggantung kantung drainase di pengaman tempat

tidur karena kantung tersebut dapat dinaikkan tanpa sengaja sampai

ketinggiannya melebihi kandung kemih. Apabila perlu meninggikan

kantung selama memindahkan klien ke tempat tidur atau ke sebuah kursi

roda, mula-mula klem selang atau kosongkan isi selang ke dalam kantung

(25)

kantung urine di bawah pinggang klien. Sebelum melakukan latihan atau

ambulasi, keluarkan semua urine dalam selang ke dalam kantung drainase.

f. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantong dan selang

drainase harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran urin

tersumbat atau tempat persambungan selang dengan kateter mulai bocor,

hal ini untuk mencegah berkembangnya bakteri.

g. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan jam

melalui katup (klep) drainase. Klep terletak di bagian dasar kantung yang

merupakan alat untuk mengosongkan mengosongkan kantung urine.

Apabila tercatat bahwa haluaran urine banyak, kosongkan kantung dengan

lebih sering untuk mengurangi risiko proliferasi bakteri. Pengosongan

kandung kemih secara periodik akan membersihkan urin residu (media

kultur yang sangat baik untuk perkembangan bakteri) dan dapat

melancarkan suplai darah ke dinding kandung kemih sehingga tingkat

infeksi dapat berkurang.

h. Mengosongkan kantung penampung ke dalam takaran urin untuk klien

tersebut, takaran harus dibersihkan dengan teratur agar tidak terjadi

kontaminasi pada sistem drainase. Pastikan bahwa setiap klien memiliki

wadah terpisah untuk mengukur urin guna mencegah kontaminasi silang.

i. Jangan melepaskan sambungan kateter, kecuali bila akan dibilas untuk

mencegah masuknya bakteri. Perhatian harus diberikan untuk memastikan

bahwa selang drainase tidak terkontaminasi. Apabila sambungan selang

(26)

Bersihkan ujung selang dengan larutan desinfektan sebelum

menyambungnya kembali.

j. Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel urin;

mengirigasi kateter; memindahkan atau mengubah posisi pasien untuk

mencegah kontaminasi bakteri dari luar.

k. Mengambil urin untuk pemeriksaan harus menggunakan teknik aseptik

yaitu ditusuk dengan jarum suntik, bagian yang akan ditusuk harus

dibersihkan dulu dengan alkohol atau providone-iodine.

l. Kateter tidak boleh terpasang lebih lama dari yang diperlukan. Jika kateter

harus dibiarkan selama beberapa hari atau beberapa minggu maka kateter

tersebut harus diganti secara periodik sekitar semingu sekali. Semakin

jarang kateter diganti, risiko infeksi semakin tinggi.

4.2. Informasi Kesehatan Untuk Klien

Pemberian informasi kesehatan kepada klien penting untuk

mendukung upaya perawat dalam pencegahan infeksi akibat pemasangan

kateter. Informasi kesehatan yang dapat diberikan kepada klien wanita

yang terpasang kateter adalah:

a. Menganjurkan klien untuk minum 2500ml/hari atau lebih kurang 8-12

gelas perhari untuk membantu kelancaran drainase. Minum cukup air

adalah untuk mengencerkan konsentrasi bakteri didalam kandung

kemih dan tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap dalam kateter.

Radith (2001), menyatakan bahwa peningkatan hidrasi akan membilas

(27)

b. Menginformasikan dan mengajarkan keluarga cara membersihkan

kemaluan adalah mulai dari depan ke arah belakang, ini untuk

mengurangi masuknya bakteri dari daerah anus ke area saluran

kencing.

c. Menginformasikan kepada klien dan/atau keluarga agar tidak

menarik-narik selang drainase karena dapat menimbulkan aliran balik urine ke

dalam kandung kemih yang akan mencetuskan terjadinya infeksi, dan

d. Menginformasikan pada klien tentang cara berbaring di tempat tidur:

jika miring menghadap sistem drainase; kateter dan selang pada tempat

tidur tidak terlipat, terlentang; kateter dan selang diplester di atas paha,

(28)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan tindakan

perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang

terpasang kateter. Kateterisasi kandung kemih merupakan salah satu

tindakan invasif yang dapat menimbulkan infeksi pada saluran kemih jika

tidak ditangani dengan tepat dan benar (Glynn, 2000).

Brunner & Suddarth (2000) menyatakan bahwa tindakan yang

dapat dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih

pada pasien yang terpasang kateter adalah dengan melakukan hygiene

perineum, perawatan kateter, pemantauan drainase urin dan memberikan

informasi kesehatan kepada pasien tentang hal-hal yang dapat mendukung

kelancaran drainase urin yang sekaligus akan mencegah terjadinya infeksi

pada saluran kemih.

Dalam penelitian ini, tindakan perawat yang akan diteliti adalah

tindakan hygiene perineum, perawatan kateter, pemantauan drainase urin

dan tindakan pemberian informasi kesehatan kepada pasien dan keluarga

tentang hal-hal yang dapat mendukung upaya pencegahan infeksi saluran

(29)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

2. Defenisi Operasional

Tindakan perawat dalam pencegahan infeksi: adalah upaya-upaya yang

dilakukan oleh seorang pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit dalam

pencegahan infeksi pada pasien yang terpasang kateter yang mencakup hygiene

perineum, perawatan kateter, pemantauan drainase urin dan informasi kesehatan

(30)

Hygiene perineum: adalah tindakan membersihkan daerah perineum

dengan menggunakan sabun dan air, dimulai dari depan (atas) ke arah belakang

(bawah).

Perawatan kateter: adalah tindakan pemeliharaan kebersihan yang

dilakukan oleh perawat di rumah sakit terhadap kateter dan sistem drainase yang

ditujukan untuk mencegah infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang

selang perkemihan.

Pemantauan drainase urin: adalah pengawasan yang dilakukan terhadap

kelancaran aliran, jumlah dan karakteristik air kemih pada selang kateter.

Informasi kesehatan tentang hal-hal yang mendukung upaya pencegahan

infeksi: pemberian masukan atau anjuran kepada pasien dan keluarga tentang

hal-hal yang harus diketahui atau tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh pasien

dan keluarga untuk mendukung upaya pencegahan infeksi dan peningkatan

(31)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif murni yang bertujuan untuk

menggambarkan tindakan-tindakan yang dilakukan perawat untuk mencegah

terjadinya infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruang RA4

RSUP H. Adam Malik Medan yang terpasang kateter selama lebih dari 7 hari

yang berjumlah sebanyak 35 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah

Total Sampling. Jika popolasi kurang dari 100, peneliti mengambil populasi

sebagai sampel penelitian yaitu mengambil semua populasi yang ada sehingga

penelitian ini disebut juga penelitian populasi (Arikunto, 2002).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan komponen yang sangat penting dalam

mendukung terlaksananya penelitian dan harus sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian itu sendiri. Lokasi penelitian yang digunakan adalah

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Alasan pemilihan lokasi

tersebut dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit Tipe A yang

(32)

sebelumnya sehingga dengan kondisi ini peneliti tertarik untuk melaksanakan

penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan dan dengan jumlah pasien memadai

sehingga memungkinkan peneliti untuk memperoleh sampel sesuai dengan jumlah

dan waktu yang ditentukan.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14-21 September 2009.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memberikan penjelasan kepada responden

tentang maksud, tujuan serta prosedur penelitian yang dilakukan. Lembar

persetujuan menjadi responden sebagai bukti kesediaannya sebagai sampel dalam

penelitian. Dalam hal ini responden berhak untuk menolak terlibat dalam

penelitian ini. Peneliti akan merahasiakan identitas responden yang sudah

dilampirkan di lembar persetujuan responden. Jika responden bersedia diteliti

maka harus terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden

menolak diteliti maka peneliti tidak dapat memaksa dan tetap menghormati

hak-hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden (anonymity) pada lembar pengumpulan data yang

diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

Kerahasiaan (confidentiality) informasi yang diberikan oleh responden dijamin

oleh penelitin dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan

(33)

5. Instrumen Penelitian

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian

berupa kuesione. Instrumen ini terdiri dari 2 bagian yaitu kuesioner data

demografi dan kuesioner tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran

kemih pada pasien yang terpasang kateter.

Kuesioner tentang data demografi meliputi umur, jenis kelamin, status,

agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Data yang didapat melalui

kuesioner ini tidak dianalisis, hanya untuk mendeskripsikan distribusi dan

persentase dalam bentuk tabel.

Untuk kuesioner tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran

kemih pada pasien yang terpasang kateter disusun sendiri oleh peneliti dengan

berpedoman pada tinjauan pustaka. Kuesioner yang digunakan berupa pernyataan

tertutup yaitu angket yang telah disediakan jawabannya dan responden hanya

diminta memilih jawaban yang telah disediakan. Kuesioner tindakan perawat

terdiri dari 23 pernyataan dalam bentuk pernyataan positif dengan pilihan

jawaban Ya dan Tidak (dichotomy). Untuk jawaban Ya diberi nilai 2 dan untuk

jawaban Tidak diberi nilai 1 sehingga didapat nilai tertinggi adalah 46 dan nilai

terendah adalah 23. Semakin tinggi nilai berarti semakin baik tindakan perawat

dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dan

sebaliknya semakin rendah nilai yang didapat menunjukkan kurangnya tindakan

perawatan yang diberikan pada pasien yang terpasang kateter dalam upaya

(34)

Dalam penelitian ini tingkat baik tidaknya tindakan perawat digunakan

rumus Sudjana (2001):

P= Rentang Banyak Kelas

Dimana P merupakan panjang kelas, dengan rentang adalah selisih nilai

tertinggi dengan nilai terendah yaitu 23 (46-23) dan banyak kelas adalah 3

kategori yaitu baik, cukup, dan kurang, maka didapatkan panjang kelas atau P = 8

(23/3) sehingga tindakan perawat dapat dikategorikan sebagai berikut:

Baik : 39-46

Cukup : 31-38

Kurang : 23-30

6. Reliabilitas Instrumen

Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu melakukan

uji reliabilitas pada instrumen penelitian. Uji reliabilitas merupakan indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat

digunakan sebagai alat pengumpulan data. Instrumen yang sudah dapat dipercaya

(reliabel) akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Dalam penelitian ini

digunakan uji reliabilitas konsistensi internal karena memiliki kelebihan yaitu

pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen kepada satu

subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002).

Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data, responden untuk

uji realibilitas berbeda dengan responden untuk peneliti. Untuk uji reliabilitas

(35)

Uji reliabilitas ini menggunakan analisa cronchbach alpha (Arikunto, 2002).

Peneliti menggunakan bantuan komputer untuk menguji reliabilitas instrumen

tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang

terpasang kateter.

Untuk instrumen baru akan realibel jika memiliki reliabilitas lebih dari

0.70 (polit & Hungler, 1999). Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan

untuk kuesioner tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada

pasien yang terpasang kateter diperoleh hasil 0.807 sehingga instrumen tersebut

realibel untuk digunakan.

7. Pengumpulan Data

Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada

Dekan Fakultas Keperawatan USU dan mengirimkan surat izin ke RSUP H.

Adam Malik Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari

RSUP H. Adam Malik Medan, peneliti melakukan pengumpulan data.

Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan

proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediannya untuk terlibat

sebagai responden. Peneliti menjelaskan bahwa instrumen penelitian yang

digunakan ada 2, yang pertama kuesioner data demografi yang berisi identitas

pasien meliputi umur, jenis kelamin, status, agama, suku, pendidikan, pekerjaan

dan penghasi. Kedua kuesioner mengenai tindakan perawat pada pasien yang

terpasang kateter. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani

(36)

kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya

bila ada yang tidak dimengerti. Selanjutnya seluruh data dikumpul untuk

dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul maka dilakukan

analisa data melalui beberapa tahap dimulai dengan editing yaitu memeriksa

kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua

pernyataan telah diisi sesuai petunjuk, kemudian coding yaitu memberi kode atau

angka tertentu pada lembar observasi untuk memudahkan peneliti dalam

melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya processing yaitu memasukkan

data dari lembar observasi kedalam program komputer dan dilakukan pengolahan

data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program komput erisiasi.

Selanjutnya data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

persentase untuk mendeskripsikan data demografi dan tindakan perawat dalam

(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 35 pasien yang terpasang kateter

di ruang Rindu A4 RSUP HAM. Penyajian data penelitian ini meliputi

karakteristik responden dan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran

kemih pada pasien yang terpasang kateter yang telah dilaksanakan pada tanggal

14 sampai 21 September 2009 di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan.

1. Hasil Penelitian

1.1. Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah pasien yang terpasang kateter di

Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan selama lebih dari tujuh hari dengan

jumlah responden sebanyak 35 orang. Adapun karakteristik responden dalam

penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku,

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia diantara

41-50 tahun sebanyak 15 orang (42.9 %), mayoritas responden berjenis kelamin

perempuan sebanyak 25 orang (71.4 %), mayoritas menikah sebanyak 27 orang

(77.1 %), agama yang dianut responden mayoritas islam sebanyak 21 orang (60

%), suku responden mayoritas Batak sebanyak 19 orang (54.3 %), pendidikan

responden mayoritas SMA sebanyak 19 orang (54.3 %), pekerjaan responden

(38)

responden >Rp 1.000.000 sebanyak 18 orang (51.4 %). Untuk lebih jelas dapat

dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Tentang Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan (n=35)

(39)

Penghasilan

< Rp. 500.000 5 14.3

Rp 500.000-1.000.000 12 34.3

>Rp 1.000.000 18 51.4

1.2. Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada

Pasien yang Terpasang kateter

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi tentang tindakan perawat dalam

pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter didapatkan

bahwa perawat yang tidak mencuci tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke

pasien lainnya saat memberikan perawatan sebanyak 30 orang (85.7 %), perawat

yang mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan keteter

sebanyak 27 orang (77.1 %), perawat yang tidak membersihkan daerah sekitar

lubang uretra saat membersihkan selang kateter sebanyak 27 orang (77.1 %), pada

saat membersihkan perawat melakukan gerakan yang membuat kateter bergerak

maju mundur sebanyak 21 orang (60.0 %), perawat yang tidak membersihkan

kateter urine 2 kali sehari sebanyak 30 orang (85.7 %), perawat tidak melepaskan

kateter dari selangnya saat mengambil sampel urine sebanyak 21 orang (60.0 %).

Perawat tidak melepaskan kateter dari selangnya saat memindahkan atau

mengubah posisi klien sebanyak 35 orang (100 %), perawat yang tidak

mengosongkan kantung urin setiap 8 jam sekali atau lebih sering jika volume urin

besar sebanyak 18 orang (51.4 %), perawat yang tidak melakukan desinfeksi pada

klep atau katup drainase sebelum dan sesudah mengosongkan kantung

penampung urine sebanyak 28 orang (80.0 %), perawat yang menyambungkan

(40)

perawat menyambung selang drainase yang terlepas dengan tidak memegangnya

langsung pada bagian ujung kateter atau selang sebanyak 28 orang (80.0 %),

perawat mengganti kateter seminggu sekali sebanyak 22 orang (62.9 %), perawat

tidak mengganti selang drainase jika aliran urine tersumbat sebanyak 22 orang

(62.9 %), perawat mengganti selang drainase jika terdapat kebocoran pada

persambungan antara selang dengan kateter sebanyak 31 orang (88.6 %).

Perawat meletakkan kantung penampung urin pada tempat yang lebih

rendah dari posisi kandung kemih sebanyak 33 orang (94.3 %), perawat tidak

membiarkan selang urin dalam posisi tertekuk atau terjepit sebanyak 24 orang

(68.6 %), perawat tidak mengukur dan mencatat haluaran urin setiap 8 jam atau

ekstra jika perlu sebanyak 22 orang (62.9 %), perawat memantau dan mencatat

karakter urin yang tertampung pada kantung urin sebanyak 25 orang (71.4 %),

perawat tidak mengajarkan pada klien tentang cara berbaring yang tepat di tempat

tidur dengan terpasangnya kateter sebanyak 28 orang (80.0 %), perawat tidak

mengajarkan kepada keluarga tentang cara membersihkan daerah kemaluan yang

dimulai dari depan lalu ke arah belakang sebanyak 22 orang (62.9 %).

Perawat menginformasikan pada klien untuk tidak menarik kateternya atau

melakukan gerakan yang mengakibatkan kateter tertarik sebanyak 33 orang (94.3

%), perawat menginformasikan pada klien untuk tidak berbaring diatas selang

sebanyak 27 orang (77.1 %), perawat menganjurkan klien untuk minum

sekurang-kurangnya 8-12 gelas perhari kecuali ada kontra indikasi sebanyak 33 orang

(41)

Tabel 5.2 : Distribusi Frekuensi dan Persentase Tentang Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan (n=35)

No Pernyataan Dilakukan Tidak Dilakukan

Frekuensi

1 Perawat mencuci

tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan

perawatan

5 14.3 30 85.7

2 Perawat mencuci

tangan sebelum dan

4 Saat membersihkan Perawat tidak urine 2 kali sehari

5 14.3 30 85.7

kantung urin setiap 8 jam sekali atau lebih sering jika volume urin besar

(42)

9 Perawat melakukan

11 Perawat menyambung selang drainase yang

12 Perawat mengganti kateter seminggu sekali

22 62.9 13 37.1

13 Perawat mengganti selang drainase jika aliran urine tersumbat

13 37.1 22 62.9

14 Perawat mengganti selang drainase jika

15 Perawat meletakkan kantung penampung urin pada tempat yang lebih rendah dari

17 Perawat mengukur dan mencatat haluaran urin setiap 8 jam atau ekstra jika perlu

(43)

18 Perawat memantau dan mencatat karakter urin yang tertampung pada kantung urin

25 71.4 10 28.6

19 Perawat mengajarkan pada klien tentang cara berbaring yang tepat di tempat tidur dengan terpasangnya kateter

7 20.0 28 80.0

20 Perawat mengajarkan keluarga tentang cara membersihkan daerah kemaluan yang dimulai dari depan lalu ke arah belakang (anus)

13 37.1 22 62.9

21 Perawat

menginformasikan pada klien untuk tidak menarik kateternya pada klien untuk tidak berbaring diatas

Berdasarkan analisa distribusi frekuensi mengenai tindakan perawat dalam

pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter didapatkan

bahwa tindakan perawat mayoritas dalam kategori cukup sebesar 20 orang (57.1

(44)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP. H. Adam Malik Medan (n=35)

Tindakan Perawat Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 12 34.3

Cukup 20 57,1

Kurang 3 8.6

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tindakan perawat dalam

pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter mayoritas

dalam kategori cukup dalam rentang (31-38) sebanyak 20 orang (57.1 %). Hal ini

menunjukkan bahwa RSUP. H. Adam Malik Medan harus meningkatkan upaya

dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter

dengan meningkatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan prosedur tetap yang

berlaku di instansi tempat kerja.

Dari hasil wawancara terhadap perawat yang bekerja di ruang RA4

RSUP. H. Adam Malik Medan didapatkan data bahwa sekitar 80 % telah

mengikuti pelatihan pencegahan infeksi nosokomial. Adapun tujuan pelatihan ini

adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari rumah sakit dan terutama

mengurangi insiden infeksi nosokomial.

Ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden yang menyatakan bahwa

pada saat perawat melakukan intervensi kepada pasien yang terpasang kateter

perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan kateter

sebanyak 27 orang (77.1 %), tidak melepaskan kateter dari selangnya saat

(45)

sesuai dengan pendapat Brunner & Suddarth (2000) yang menyatakan bahwa

tindakan perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang terpasang kateter

untuk mencegah infeksi saluran kemih yaitu: perawat harus mencuci tangan ketika

beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya serta sebelum dan sesudah

memberikan perawatan dengan mempertahankan teknik aseptik yang tujuannnya

untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik mencuci tangan juga harus dilakukan

dengan tepat agar tujuan tujuan dapat dicapai.

Jawaban responden terhadap tindakan perawat diatas juga sejalan dengan

pernyataan: Rasyid (2000) bahwa tata cara yang aseptik pada saat melakukan

intervensi merupakan syarat mutlak untuk mencegah terjadinya infeksi, Purnomo

(2000) bahwa prosedur pelaksanaan yang tidak menjaga dan mempertahankan

teknik aseptik setelah pemasangan dan perawatan kateter dapat menimbulkan

jalur masuk dan berkembangnya kuman ke dalam kandung kemih, dan Bina Sehat

(1999) yang menyatakan bahwa pasien memiliki daya tahan tubuh yang rendah

sehubungan dengan penyakit yang diderita mudah terinfeksi, sehingga teknik

aseptic harus dipertahankan dalam setiap pemberian asuhan keperawatan pada

pasien yang mendapat tindakan invasif.

Perawat menyambung selang drainase yang terlepas dengan tidak

memegangnya langsung pada bagian ujung kateter atau selang sebanyak 20 orang

(80 %) dan perawat mengganti selang drainase jika terdapat kebocoran pada

persambungan antara selang dengan kateter sebanyak 31 orang (88.6 %). Ini

merupakan salah satu dari tindakan pencegahan infeksi saluran kemih. Infeksi

(46)

Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara.

Mempertahankan sistem drainase urin tertutup merupakan tindakan yang penting

untuk mengontrol infeksi. Perawatan kateter secara tertutup dapat mengurangi

infeksi sampai lebih dari 50%, hal ini banyak membantu menurunkan angka

infeksi saluran kemih setelah pemasangan keteter (Furqan, 2003).

Meskipun hasil penelitian terhadap tindakan perawat dalam kategori cukup

dengan rentang nilai 31-38, ada beberapa tindakan perawat terhadap pencegahan

infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter yang terabaikan atau

sangat jarang dilakukan seperti: perawat yang mencuci tangan ketika beralih dari

pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan hanya sebanyak 5

orang (14.3%) sedangkan jawaban responden terhadap tindakan perawat yang

mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan kateter memiki

frekuensi yang cukup besar yaitu sebanyak 27 orang. Begitu juga dengan tindakan

perawat yang mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah sekitar

lubang uretra saat membersihkan selang kateter hanya sebanyak 8 orang (22.9%),

perawat yang membersihkan kateter urin dua kali sehari hanya 5 orang (14.3%),

perawat yang melakukan desinfeksi pada daerah klep (katup drainase) sebelum

dan sesudah mengosongkan kantung penampung urin hanya 7 orang (20%), dan

perawat yang mengajarkan tentang tata cara berbaring yang tepat di tempat tidur

dengan terpasangnya kateter juga hanya 7 orang (20%).

Hal ini tidak sejalan dengan pendapat: Saanin (2000), bahwa teknik

aseptik harus dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk mencegah

(47)

perawatan perineum harus sering diberikan dua kali sehari atau sesuai kebutuhan

klien dan setelah defekasi dengan meggunakan sabun dan air yang efektif

mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontamisasi

terhadap uretra, kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua

kali sehari dengan tidak membuat gerakan yang membuat kateter bergeser

maju-mundur untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun orifisium internal

uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih,

dan perawat harus melakukan desinfeksi pada klep (katup drainase) sebelum dan

sesudah mengosongkan kantung penampung urin.

Menurut asumsi peneliti: masih ada perawat yang lebih mengutamakan

tindakan proteksi terhadap diri pribadi dan kurang menyadari dampak yang dapat

timbul dari tindakannya yang tidak memegang prinsip aseptik terhadap kesehatan

pasien yang tentunya dapat membahayakan jiwa pasien. Ini sejalan dengan Glynn

(2000), menyatakan bahwa kateterisasi kandung kemih merupakan salah satu

tindakan invasif yang dapat menimbulkan infeksi pada saluran kemih jika tidak

ditangani dengan tepat dan benar. Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa salah

satu indikator infeksi nosokomial adalah adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan

maupun perawatan pada pasien yang terpasang kateter urin yang akan berdampak

pada terhambatnya proses penyembuhan dan pemulihan pasien.

Brunner & Suddath (2000) menyatakan bahwa infeksi saluran kemih

menempati tempat ke-3 dari infeksi nosokomial di rumah sakit. 80% dari infeksi

saluran kemih disebabkan oleh kateter uretra. Infeksi saluran kemih setelah

pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam kandung kemih

(48)

kateter dengan mukosa uretra, sebab lain adalah bentuk uretra yang sulit dicapai

oleh antiseptik. Sehingga pasien yang mengalami infeksi saluran kemih akibat

pemasangan kateter akan mendapatkan perawatan yang lebih lama dari yang

seharusnya sehingga biaya perawatan akan menjadi bertambah dan masalah ini

juga dapat memperburuk kondisi kesehatan klien, bahkan dapat mengancam

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian yang dilakukan mengenai tindakan perawat dalam pencegahan

infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter di ruang RA4 RSUP. H.

Adam Malik Medan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan

Pada distribusi frekuensi karakteristik responden sebagian besar berada

pada rentang usia 41-50 tahun sebanyak 15 orang (42.9 %), jenis kelamin

perempuan sebanyak 25 orang (71.4 %), menikah sebanyak 27 orang (77.1 %),

agama yang dianut islam sebanyak 21 orang (60 %), suku Batak sebanyak 19

orang (54.3 %), pendidikan SMA sebanyak 19 orang (54.3 %), pekerjaan

wiraswasta sebanyak 21 orang (60.0 %) dan penghasilan responden >Rp

1.000.000,- sebanyak 18 orang (51.4 %) dan tindakan perawat dalam pencegahan

infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter dalam kategorik cukup

sebesar 20 orang (57.1 %).

2. Saran

2.1. Bagi Praktek Keperawatan

Perawat diharapkan agar dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai

(50)

2.2. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dan

masukan dalam pengembangan keperawatan khususnya pencegahan infeksi

saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter.

2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan

protrap pemasangan kateter.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. (edisi revisi). Jakarta: P.T Rineka Cipta

Bouwhuizen M. (1996). Ilmu Keperawatan (bag 2). Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8). Jakarta: EGC

Dempsey, P. A. & Dempsey A. D. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar & Latihan. (Edisi 4). Jakarta: EGC

Hidayat A.A. & Uliyah M. (1996). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC

Glynn (2000). Kateterisasi. Diambil tanggal 3 Maret 2009 dari http://srv/files/cdk/files/16/kateterisasi.htm.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. (Edisi pertama). Jakarta: Salemba Medika

Perry, A.G. & Potter, A.P. (2000). Keterampilan dan Prosedur Dasar. Jakarta: EGC

Perry, A.G. & Potter, A.P. (2005). Buku Ajar: Fundamental Keperawatan. (Edisi 4). Jakarta: EGC

Purnomo. (2000). Kateterisasi. Diambil tanggal 12 April 2009 dari http://srv/files/cdk/files/18/kateter.

Polit, D.F. & Hungler, B.P. (1999). Nursing Research: Principles and Method. (5 th

edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company

Rahmawat, D. (2008). Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat

dalam Pemasangan Kateter Uretra di SRUD Dr. Sayidiman Magetan

.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Rasyid, H. Pinem, M. & Mangara S. (2000). Infeksi Saluran Kemih Pasca

Kateterisasi. Diambil tanggal 23 Mei 2009 dari:

teterisasi.htm.

(52)

Sudjana (2005). Methode Statistika. (Edisi V). Bandung: Tarsito

Utama, H. (2006). Infeksi Nosokomial. Diambil tanggal 6 Juni 2009 dari

(53)

INFORMED CONSENT

Saya Sri Wulandari, NIM 051101510, mahasiswa Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melaksanakan penelitian tentang

Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Yang

Terpasang Kateter di ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini

bertujuan untuk menggambarkan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi

saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter. Penelitian ini merupakan salah

satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan. Untuk

keperluan tersebut saya harapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden

dalam penelitian ini. Jika Bapak/Ibu bersedia, dimohon untuk mengisi lembar

persetujuan ini dan silahkan mengisi jawaban pertanyaan tentang tindakan

perawat dengan jujur dan apa adanya.

Penelitian ini tidak akan memberikan dampak negatif pada Bapak/Ibu

sebagai responden. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela

sehingga Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa dikenai

sanksi apapun.

Identitas pribadi Bapak/Ibu sebagai responden akan dirahasiakan dan

semua informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan dipergunakan dalam

penelitian ini.

Jika Bapak/Ibu bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini

sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu

dalam penelitian ini.

Medan, September 2009

Peneliti Responden

(54)

TAKSASI DANA

KETERANGAN BIAYA

 Biaya rental dan print  Foto copy kuesioner  Transportasi

 Izin penelitian  Flashdisk

 Penggandaan Skripsi  Sidang skripsi

Rp. 300.000,-

Rp. 100.000,-

Rp. 300.000,-

Rp. 150.000,-

Rp. 80.000,-

Rp. 150.000,-

Rp. 300.000,-

(55)

INSTRUMEN PENELITIAN

Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih

pada Pasien yang Terpasang Kateter

di RSUP H. Adam Malik Medan

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi perawat

dan lembar kuesioner tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih

pada pasien yang terpasang kateter. Kuesioner ini akan digunakan dalam

pengumpulan datai terhadap responden penelitian.

Ada 2 bagian yang termasuk didalam kuesioner ini yaitu:

Bagian 1. Kuesioner data demografi

Bagian 2. Kuesioner tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran

(56)

Kode :

Tgl/Waktu :

Petunjuk Umum Pengisian

Bapak/Ibu (Responden) diharapkan:

1. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberi tanda checklist (√) pada

setiap kolom yang disediakan.

2. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

1. Kuesioner Data Demografi

1. Usia:...tahun

2. Jenis kelamin:

Laki-laki

Perempuan

3. Status:

Belum menikah

Menikah

Janda/duda

4. Agama:

Islam

Kristen

Hindu

Budha

5. Suku:

Batak Jawa

(57)

6. Pendidikan:

SD

SMP

SMA

Perguruan tinggi

7. Pekerjaan

PNS/TNI/POLRI

Pegawai BUMN

Pegawai swasta

Wiraswasta

Dll………..

8. Penghasilan

> Rp.500.000

Rp.500.000-1.000.000

>Rp. 1.000.000

2. Lembar Kuesioner Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran

Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter

Petunjuk pengisian:

Tuliskan tanda ceklist ( pada kotak)

Bagian ini menanyakan tentang tindakan perawat dalam pencegahan infeksi

pasien yang terpasang kateter.

Isilah pernyataan berikut dengan sebenar-benarnya. Berikan tanda (√) pada

kolom Ya (jika perawat melakukannya) atau Tidak ( jika perawat tidak

(58)

No Pernyataan Ya Tidak

1. Perawat mencuci tangan ketika beralih dari pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan.

2. Perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan keteter.

3. Perawat membersihkan daerah sekitar lubang uretra saat membersihkan selang kateter.

4. Saat membersihkan Perawat tidak melakukan gerakan yang membuat kateter bergerak maju mundur.

5. Perawat membersihkan kateter urine 2 kali sehari. 6. Perawat tidak melepaskan kateter dari selangnya saat

mengambil sampel urine.

7. Perawat tidak melepaskan kateter dari selangnya saat memindahkan atau mengubah posisi klien.

8. Perawat mengosongkan kantung urin setiap 8 jam sekali atau lebih sering jika volume urin besar.

9. Perawat melakukan desinfeksi pada klep (katup drainase) sebelum dan sesudah mengosongkan kantung penampung urine.

10. Perawat tidak menyambungkan langsung selang drainase yang terlepas dari sistem.

11. Perawat menyambung selang drainase yang terlepas dengan tidak memegangnya langsung pada bagian ujung kateter atau selang.

12. Perawat mengganti kateter seminggu sekali.

13. Perawat mengganti selang drainase jika aliran urine tersumbat.

14. Perawat mengganti selang drainase jika terdapat kebocoran pada persambungan antara selang dengan kateter.

15. Perawat meletakkan kantung penampung urin pada tempat yang lebih rendah dari posisi kandung kemih.

16. Perawat tidak membiarkan selang urin dalam posisi tertekuk atau terjepit.

17. Perawat mengukur dan mencatat haluaran urin setiap 8 jam atau ekstra jika perlu.

18. Perawat memantau dan mencatat karakter urin yang tertampung pada kantung urin.

19. Perawat mengajarkan pada klien tentang cara berbaring yang tepat di tempat tidur dengan terpasangnya kateter. 20. Perawat mengajarkan keluarga tentang cara membersihkan

daerah kemaluan yang dimulai dari depan lalu ke arah belakang (anus).

(59)

22. Perawat menginformasikan pada klien untuk tidak berbaring diatas selang.

(60)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Sri Wulandari S.

Tempat/tanggal lahir : Lhokseumawe/ 06 Februari 1984

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Komplek Marelan Indah

Jl. Sumbawa III No. 83 Marelan Medan

Riwayat Pendidikan :

1. 1990 – 1996 SD Negeri 060937 Medan

2. 1996 – 1999 SMP Negeri 1 Medan

3. 1999 – 2002 SMU Negeri 1 Medan

4. 2002 – 2005 D3 Keperawatan USU Medan

Gambar

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Tentang Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP
Tabel 5.3.  Distribusi Frekuensi dan Persentase  Kategori Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien yang Terpasang Kateter Di Ruang RA4 RSUP

Referensi

Dokumen terkait

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Yamin Martinis dan Bansu I Ansari, Taktik Mengembangkan

kepala madrasah MTsN 1 Tulungagung, kepala madrasah menggerakkan kepada guru-guru untuk disiplin, memberikan contoh teladan pada bawahannya serta membimbing setiap aktivitas

mampu untuk memberikan kemudahan pengguna melakukan proses sewa3. DVD dengan mudah dan admin dapat memantau order

Protokol Aplikasi Nirkabel (Wireless Aplication Protocol - WAP) merupakan langkah awal menuju Internet Bergerak yang memungkinkan sebuah ponsel untuk bisa digunakan mengakses

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Gambaran diatas menyimpulkan bahwa dengan semakin banyaknya pengguna angkutan kereta api khususnya untuk yang ke luar kota baik kelas bisnis maupun eksekutif maka akan

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Penulisan ini membahas mengenai sistem yang dibentuk dalam langkah mendukung e-commerce dalam bidang sepatu olahraga yang menggunakan Macromedia Dreamweaver MX sebagai editor,