• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 PEMBAHASAN UMUM

Berdasarkan karakteristik responden, usahatani kubis-kubisan di daerah agropolitan Kabupaten Cianjur masih berpotensi untuk dikembangkan. Hal tersebut didukung dengan oleh usia yang masih produktif, pengalaman petani responden yang cukup matang, dan status kepemilikan lahan umumnya merupakan milik petani responden. Hal ini sesuai dengan Hernanto (1989) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani adalah faktor internal usahatani tersebut meliputi lahan, tenaga kerja, umur, pendidikan, dan pengalaman.

Berdasarkan pengamatan secara langsung di lahan dan wawancara terhadap 100 responden petani kubis-kubisan, penyakit utama yang menyerang pertamanan kubis-kubisan di Daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur yaitu penyakit akar gada, bercak daun Alternaria, dan busuk hitam. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2006) bahwa penyakit utama pada tanaman kubis adalah penyakit busuk hitam, bercak daun Alternaria, dan akar gada. Faktor yang menyebabkan terjadinya serangan penyakit khususnya penyakit bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan akar gada di daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur yaitu adanya faktor lingkungan yang mendukung penyebaran dan perkembangan penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bejarano-Alcazar et al. (1996), bahwa kelembaban dan suhu dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan dapat memengaruhi permulaan dan perkembangan penyakit tanaman dalam banyak cara yang saling terkait. Data rataan iklim dilokasi penelitian (Januari - Desember 2014) di Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani adalah suhu berkisar 17 °C dan kelembapan 85%. Kisaran suhu bagi perkembangan patogen A. brassiccicola, X. campestris, dan P. brassicae berkisar antara 18 - 32 °C dengan kelembapan 50 - 82%.

Hasil pengukuran intensitas serangan penyakit (Tabel 1) mengindikasikan bahwa kondisi infeksi ketiga patogen tersebut masih dalam kategori tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Hal itu kemungkinan disebabkan karena pola budidaya yang didapatkan dari pengalaman petani yang cukup lama atau matang, artinya bahwa petani respoden sudah mampu mencegah penyakit untuk dapat berkembang pada pertanaman kubis-kubisan.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, diperoleh informasi bahwa sekitar 85% responden menggunakan cara pengendalian seperti benih yang tahan penyakit (Grand 22 dan Greenova untuk benih kubis, Sakata untuk benih brokoli, dan Flaminggo untuk benih pakcoy). Selain itu, petani melakukan pertanaman secara tumpangsari (kubis dengan bawang daun), rotasi tanaman (wortel, bawang daun, tomat) yang bertujuan untuk memutuskan siklus hidup penyakit yang ada di lahan kubis-kubisan. Selain itu, petani melakukan pengolahan tanah yaitu petani menggali tanah sedalam + 1 meter dilahan sebelumnya yang bertujuan untuk mendapatkan tanah yang masih baru dan yang belum terkontamnasi oleh patogen dan melakukan pengendalian gulma dengan cara mencangkul tanaman gulma di atas pertanaman yang masih ditanam kubis-kubisan kemudian ditutup dengan tanah. Hal ini bertujuan agar gulma dapat menjadi kompos yang dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Sudarmo (1995) bahwa pengendalian dapat dilakukan dengan meningkatkan budidaya tanaman yakni dengan cara

pengolahan lahan atau sistem agronomi yang baik, pemupukan yang berimbang, waktu penanaman yang tepat, dan pemakaian varietas resisten. Petani juga melakukan pengendalian dengan pemberian kapur bersamaan dengan pengolahan lahan dimana bertujuan untuk meningkatkan keasaman tanah sehingga dapat mencegah beberapa patogen tanah tumbuh dan berkembang khususnya penyakit akar gada. Cicu (2006) melaporkan bahwa kapur dalam menekan penyakit akar gada dalam peningkatan pH tanah setelah aplikasi diduga dapat mengontrol patogen P. brasicae.

Selain pengendalian di atas, seluruh petani responden masih bergantung sepenuhnya pada penggunaan pestisida sintesis barbahan aktif propineb, klorpirifos, klorantraniliprol, profenofos, mankozeb, dan flusulfamide. Berdasarkan wawancara petani, frekuensi melakukan penyemprotan bergantung dari tingkat penyakit tersebut menyerang kubis-kubisan. Ketika dalam frekuensi tinggi patogen menyerang kubis-kubisan atau terjadi ledakan penyakit, maka petani akan intensif dalam melakukan penyemprotan. Misalnya, pada tanaman pakcoy, petani melakukan penyemprotan 2x sehari, tetapi ketika terjadi serangan yang berat maka petani bisa melakukan penyemprotan 4 - 5 kali dalam sehari. Pada umumnya, petani responden melakukan penyemprotan pada pagi atau sore hari. Sebagian besar petani melakukan pencampuran pestisida, hal ini dianggap dapat mengendalikan penyakit yang menyerang pertanaman kubis-kubisan dalam waktu yang bersamaan. Petani tidak mengikuti dosis anjuran dalam menentukan dosis aplikasi tetapi hanya melakukan penakaran sesuai perkiraan. Oleh karena itu, kombinasi pestisida yang digunakan petani berbeda-beda sehingga hasil panen juga berbeda-beda pada tiap petani responden.

Hasil analisis usahatani kubis-kubisan di daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur menunjukkan bahwa usahatani kubis-kubisan per komoditas memberi sumbangan yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan petani (Tabel 3). Brokoli merupakan komoditas yang memberikan pendapatan yang cukup besar dibanding dengan komoditas yang lainnya. Berdasarkan pengamatan di lahan, umumnya petani banyak membudidayakan sayuran brokoli di daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur.

Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi kubis-kubisan adalah luas lahan, bibit, pupuk organik, dan kapur. Menurut Dewi (2012), faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kubis adalah luas lahan, benih, dan pupuk organik. Sementara itu, keparahan penyakit yang memengaruhi produksi kubis-kubisan adalah penyakit akar gada. Hal ini disebabkan oleh penyakit akar gada menginfeksi perakaran tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat atau mati. Yunita (2012) menjelaskan bahwa penyakit ini menyebabkan pembengkakan akar yang dapat mengganggu fungsi akar dalam penyerapan air dan unsur hara sehingga tanaman tidak mampu menghasilkan akar fungsional yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Penelitian Murakami et al. (2003) juga melaporkan bahwa penyakit akar gada dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup serius pada famili kubis-kubisan.

Penyakit akar gada merupakan penyakit penting pada tanaman kubis-kubisan yang dapat berdampak terhadap penurunan pendapatan petani. Cicu (2006) menjelaskan bahwa penyakit akar gada merupakan penyakit penting pada tanaman kubis-kubisan dan akan selalu menjadi faktor pembatas utama dalam budidaya kubis-kubisan. Penyakit akar gada akan semakin menurunkan

pendapatan petani ketika populasi patogen P. Brasicae terus meningkat karena petani terus menerus menanam kubis-kubisan. Hal ini karena patogen P. brassicae dapat bertahan di dalam tanah lebih dari 20 tahun dengan membentuk spora istirahat (Hadiwiyono et al. 2011). Dixon (2009) yang menjelaskan bahwa ketika lahan sudah terkontaminasi patogen ini maka akan sulit untuk mengendalikan penyakit tersebut karena dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang (Dixon, 2009). Sementara itu, penyakit bercak daun Alternaria dan busuk hitam tidak memberikan pengaruh terhadap pendapatan petani. Hal ini disebabkan kedua penyakit ini hanya menyerang sebagian daun tanaman dan gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua. Akibatnya, tanaman yang terserang tidak akan menurunkan kualitas kubis-kubisan, seperti perubahan karakteristik krop (warna dan bentuk krop) sehingga tanaman ini masih bisa dipanen dan dijual (berdasarkan pengamatan secara visual).

Berdasarkan indikator pendapatan petani /kapita/bulan dengan pengeluaran/konsumsi petani, ketika adanya serangan penyakit akar gada dengan tingkat serangan yang cukup rendah menunjukkan bahwa tingkat pendapatan petani kubis-kubisan lebih besar dari tingkat pengeluaran/konsumsi petani. Keadaan ini menunjukkan bahwa proporsi biaya untuk usahatani lebih besar dari proporsi biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi. Hal ini dilakukan oleh petani untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar sehingga petani dapat meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan uraian di atas, bahwa indikator pendapatan petani cukup tinggi maka tingkat kesejahteraan petani kubis-kubisan di Daerah Agropolitan Kabupaten Cianjur adalah tergolong baik. Artinya, telah terjadi peningkatan kemampuan ekonomi pedesaan dibidang pertanian yang berimplikasi terhadap perbaikan pendapatan sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan petani kubis-kubisan. Namun, ketika terjadi serangan penyakit akar gada yang cukup tinggi, maka akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan petani atau kesejahteraan petani akan rendah.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait