• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5 Hasil dan Pembahasan

2. Pembahasan

Pembahasan berikut ini ditujukan untuk menjawab pernyataan penelitian

tentang gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin

memberikan ASI di RSUP HAM Medan.

2.1Gambaran pelaksanaan rawat gabung

Hasil analisa data yang diperoleh menunjukkan pelaksanaan rawat gabung

di RSUP HAM Medan masih dalam kategori kurang baik, tidak semua ibu dan

bayi segera di tempatkan dalam satu ruangan. Hal ini bertentangan dengan

pendapat Maryuni (2009), Rukiyah (2010) dan Prawirohardjo (2008), yang

menyatakan rawat gabung merupakan suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi

yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah

ruangan kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.

Riset terakhir juga menekankan bahwa jika tidak ada masalah medis, tidak ada

alasan untuk memisahkan ibu dan bayinya meskipun sesaat (Oslislo and

Kaminski, 2000). Bahkan makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung

(Skin-to-skin-contact) dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon

proklaktin dalam memproduksi ASI (Hurst,1997). Dari hasil penelitian dapat

diketahui bahwa hanya 23 responden (76,7%) yang segera ditempatkan bersama

bayinya segera setelah lahir.

Setelah ibu dan bayinya ditempatkan dalam satu ruangan, ibu dan bayi

berada di ruangan yang sama selama 24 jam dalam sehari dan bebas menyusui

kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur

kebutuhannnya sendiri. Semakin sering bayi menyusui, payudara akan

memproduksi ASI lebih banyak.

Pemberian ASI kepada bayi segera setelah lahir merupakan kesempatan

emas bagi kehidupan seorang bayi karena refleks isap bayi yang paling kuat

adalah 30 menit setelah dilahirkan (Roesli, 2000). Akan tetapi, dari hasil

penelitian diperoleh bahwa mayoritas bayi yang lahir tidak segera diberi ASI

melainkan mendapatkan susu formula. Hal ini bertentangan dengan WHO (2009)

dalam “The ten steps for successful breast feeding from Baby-Friendly Hospital

Initiative (BFHI)”, yang merekomendasikan pemberian ASI 30 menit segera

setelah lahir dalam praktek rawat gabung dan tidak memberikan makanan atau

minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Bahkan dipertegas oleh

Direktorat Kesehatan Anak Khusus (2010) dalam ‘‘Pelayanan Kesehatan Bayi

Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak” untuk memberikan hanya ASI saja tanpa

minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis.

Rawat gabung juga memberikan kesempatan kepada ibu terutama

primipara, untuk mendapatkan pendidikan kesehatan, bagaimana teknik

menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara, dan nasihat

makan yang baik (Prawirohardjo, 2002). Hasil penelitian menunjukkan

pelaksanaan rawat gabung sebagai wadah mendapatkan pendidikan kesehatan

bagi ibu terkait dengan manajemen laktasi juga dinilai tidak baik. Mayoritas

responden yang menggunakan fasilitas ini, tidak mendapatkan pendidikan

Mappiwali (2008) yang menyatakan bahwa pelaksanaan rawat gabung

memberikan kesempatan kepada ibu untuk belajar cara menyusui yang benar, cara

merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi yang diharapkan dapat

menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang

dari rumah sakit dan di samping pendidikan bagi ibu itu sendiri.

2.2Motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

motivasi kuat dalam memberikan ASI (66,7%). Dilihat dari jenisnya, motivasi

responden mayoritas berasal dari motivasi intrinsik atau berasal dari diri

responden sendiri. Namun, motivasi ekstrinsik atau faktor dari luar juga tidak

dipungkiri cukup mempengaruhi responden dalam memberikan ASI kepada

bayinya.

Motivasi intrinsik yang mempengaruhi responden dalam memberikan ASI

dapat dilihat dari faktor proses mental, faktor kematangan usia (pengalaman),

keinginan dalam diri sendiri dan pengetahuan yang dimiliki oleh responden.

Sedangkan yang menghambat pemberian ASI adalah kondisi fisik responden.

Semua responden menyatakan adanya perasaan senang melihat bayi saat

menyusui dan kenikmatan sebagai ibu saat menyusui. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Wells, Kristen and Nancy Thompson (2002) dalam Intrinsic and

Extrinsic Motivation and Intention to Breast-feed yang menyatakan bahwa dari 8

faktor motivasi intrinsik ibu untuk menyusui, dua diantaranya disebabkan oleh

Keinginan yang kuat dalam diri sendiri untuk tetap berusaha menyusui,

juga dialami oleh semua responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Prawirohardjo (2008) ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan

merawat bayinya sendiri dan hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Wells,

Kristen and Nancy Thompson (2002) yang menyatakan bahwa keinginan ibu

untuk menyusui bayinya umumnya berasal dari motivasi instrinsik yaitu

keinginan ibu sendiri untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya lewat

pemberian ASI.

Sedangkan faktor yang menghambat motivasi responden yang berasal dari

faktor intrinsik adalah faktor payudara bengkak dan terasa nyeri (60%). Hal ini

sesuai dengan pendapat Rahayuningsih (2005) kelainan payudara pada ibu seperti

puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, radang

payudara dan kelainan anatomis pada punting susu ibu akan menyebabkan ibu

kesukaran dalam memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa

kondisi fisik mempengaruhi motivasi responden dalam memberikan ASI (Bobak,

dkk., 2004).

Motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi responden dalam memberikan

ASI adalah faktor lingkungan, dukungan petugas kesehatan, dukungan sosial

suami sedangkan yang menghambat responden memberikan ASI kepada bayi

adalah faktor budaya malu.

Tangis bayi sebagai faktor yang berasal dari lingkungan adalah faktor

dari hasil penelitian yang menunjukkan 29 responden (96,7%) segera memberikan

ASI saat bayi menangis. Walaupun sebenarnya tangis bayi tidak selalu

menujukkan bayi sedang lapar.

Selain itu, dukungan petugas kesehatan juga mempengaruhi responden

untuk menyusui. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 12

responden (40%) termotivasi menyusui karena dukungan petugas kesehatan yang

meskipun pada kenyataannya, dukungan petugas kesehatan seharusnya sangat

diharapkan lebih memotivasi responden memberikan ASI. Karena menurut

Nuchsan (2009), bahwa berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat

pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan

yaitu perawat, bidan atau dokter. Berdasarkan hasil observasi penelitian, hal ini

mungkin disebabkan karena tidak semua responden mendapatkan pendidikan

kesehatan sehingga menimbulkan adanya bias.

Sementara dukungan sosial suami tidak begitu mempengaruhi motivasi

responden dalam memberikan ASI. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang

menunjukkan hanya 8 responden (26,7%) yang termotivasi untuk menyusui

karena adanya dukungan suami. Hal ini bertentangan dengan pendapat Menon,

dkk (2001), pengambilan keputusan dalam hal pemberian ASI oleh ibu

dipengaruhi oleh dukungan suami karena dukungan suami merupakan bagian

integral dari peran keluarga dan juga pendapat Wicitra (2009) bahwa dukungan

suami berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Semakin besar dukungan

suami juga berpengaruh terhadap lamanya pemberian ASI. Sejalan dengan

penelitian Siswanto (1999), bahwa dukungan sosial (dukungan keluarga)

memberikan sumbangan yang berarti terhadap motivasi seseorang untuk lebih

baik.

Sedangkan yang menghambat responden memberikan ASI kepada bayi

adalah faktor budaya yaitu malu menyusui karena dapat terlihat oleh orang lain

(53,3%). Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa menyusui di depan

orang adalah tindakan yang tidak sopan atau tabu meskipun bayi dalam kondisi

menangis. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2004) bahwa kebanyakan ibu

mempunyai kebiasaan malu-malu serta sembunyi-sembunyi menyusui bayinya

karena menganggap menyusui tidak sopan dan merupakan sesuatu hal yang harus

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

dan saran mengenai gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca

salin dalam memberikan ASI di RSUP HAM Medan

Dokumen terkait