GAMBARAN PELAKSANAAN RAWAT GABUNG DAN
MOTIVASI IBU PASCA SALIN DALAM MEMBERIKAN AIR
SUSU IBU (ASI) DI RINDU B1 RS. HAJI ADAM MALIK
MEDAN
SKRIPSI
OlehDian Pita Loka Siregar 071101034
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan sembah syukur penulis panjatkan ke hadirat Isa Almasih atas
kasih setiaNya, berkat dan penyertaanNya yang senantiasa penulis rasakan
tiap-tiap hari sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran
Pelaksanaan Rawat Gabung dan Motivasi Ibu Pasca Salin dalam Memberikan Air
Susu Ibu (ASI) Di Ruang Rindu B1 Di RSUP HAM Medan”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian
skripsi ini, kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing yang dengan penuh
keikhlasan dan kesabaran telah memberikan waktu untuk membimbing dan
memberikan masukan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.
3. Ibu Siti Saidah Nasution, SKp, MKep, Sp. Mat selaku dosen penguji I yang
telah memberikan masukan dan saran-saran yang berharga dalam penulisan
skripsi ini.
4. Ibu Ellyta Aizar SKp selaku dosen penguji II yang telah memberikan
masukan dan saran-saran yang berharga dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada
penulis.
7. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberi izin penelitian dan
informasi bagi penulis.
8. Ibunda D. Siadari tercinta yang senantiasa memanjatkan doa dan memberikan
dukungan baik moril maupun materil, dan yang senantiasa memberikan yang
terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk saudara
penulis, abang Togu & kak Maria, abang Andry & kak Osni, abang Desmon
dan kakak yang tercinta Sri lestari dan juga kepada Betty, Restiana, Monica,
Dahlia, Juliana P, Pratiwi, Wanda yang selalu membantu dan mendukung
dalam perkuliahan dan juga untuk adik-adik kelompok penulis yang sangat
dikasihi.
9. Terimakasih khusus buat Kak Nani dan Kak Efleen yang selalu mendukung
dalam doa dan selalu memberikan motivasi yang berharga kepada penulis.
10. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu
yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Isa Almasih senantiasa mencurahkan kasih setiaNya kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Persetujuan ... ii
Prakata ... iii
1.3Syarat ibu dan bayi yang dapat dirawat gabung ... 7
1.4Kontraindikasi rawat gabung ... 7
1.5Manfaat rawat gabung ... 8
3.5 Masalah-masalh yang dihadapi Ibu menyusui ... 15
4. Konsep Motivasi ... 17
4.1 Pengertian... 17
4.2 Fungsi Motivasi ... 18
4.3 Jenis-Jenis Motivasi ... 19
4.4 Faktor-Faktor yang memotivasi Ibu dalam menyusui ... 20
4.5 Klasifikasi Motivasi ... 23
Bab 3 Kerangka Penelitian ... 24
1. Kerangka Konseptual ... 24
Bab 4 Metodologi Penelitian ... 26
7. Uji validitas dan reliabilitas. ... 30
8. Analisa Data ... 30
2.1 Gambaran pelaksanaan rawat gabung ... 37
2.2 Motivasi Ibu pasca salin dalam memberikan ASI ... 39
1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian
2. Jadwal Tentatif Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Instrumen Penelitian
5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
6. Surat Keterangan Pengumpulan data dari RS. HAM Medan
7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
8. Hasil Analisa Data
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 24
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden ... 31
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang
Gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung di RS. HAM Medan. ... 32
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden tentang Pelaksanaan
Rawat Gabung. ... 33
Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang
Motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI ... 34
Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden tentang Motivasi ibu
pasca salin dalam memberikan ASI ... 35
Judul : Gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung dan Motivasi Ibu Pasca Salin dalam Memberikan Air Susu
Ibu (ASI) di Rindu B1 RS. Haji Adam Malik Medan
Nama : Dian Pita Loka Siregar
NIM : 071101034
Fakultas : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun Akademik : 2011
Abstrak
Rawat gabung merupakan satu sistem perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan dirawat ditempat yang sama selama 24 jam penuh dalam seharinya. Rawat gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya. Tetapi, ternyata masih banyak ibu yang mengeluh dan malas dalam hal memberikan ASI. Mengingat pentingnya rawat gabung agar terlaksana program ASI Ekslusif, maka diperlukan peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya rawat gabung dan pemberian ASI pada bayi pada ibu pasca salin, agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan Air Susu Ibu (ASI) di Rindu B1 di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 30 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Januari sampai April 2011 dan hasil analisa disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data yang diperoleh dari 30 responden menunjukkan pelaksanaan rawat gabung masih dalam kategori kurang baik. Hal ini disebabkan karena tidak semua ibu dan bayi segera di tempatkan dalam satu ruangan yang sama dan juga karena mayoritas ibu yang bersalin tidak mendapatkan pendidikan kesehatan yang seharusnya diterima. Meskipun demikian, hasil analisa data tentang motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki motivasi yang kuat dalam hal memberikan ASI (66,7%). Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk mencari seberapa besar hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI dan hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Title : The implementation of rooming-in and post maternal motivation in providing breastmilk in Rindu B1 RSUP HAM Medan
Rooming-in is one care system where mothers and newborns admitted at the same place within 24 hours a day. Rooming-in allows mothers to breastfeed whenever the baby wants it. However, there are still many women who complain and lazy in terms of providing breastmilk. Given the importance of rooming-in order to ensure exclusive breastfeeding program, it is necessary to increase awareness and understanding of the importance of rooming-in and giving on baby, in order to become more effective implementation. This descriptive study aims to identify the the implementation of rooming-in and post maternal motivation in providing breastmilk at Rindu B1 in the department of Haji Adam Malik Medan. The number of samples of this study were 30 people using a purposive sampling technique. Data were collected from January to April 2011 and the results of the analysis presented in tabular form a frequency distribution and percentage. The results of analysis of data obtained from 30 respondents show the implementation of the rooming-in is still in the poor category. This is because not all mothers and babies immediately placed in the same room and also because the majority of mothers who do not get health education that must be accepted. However, analysis of data on maternal motivation showed that the majority of respondents have a strong motivation in terms of providing breastmilk (66.7%). Researcher suggest to check how big the relationship the implementation of rooming-in with post maternal motivation to breastfeed and the relationship of knowledge of health workers about the rooming-in with the successful implementation of Early Initiation of Breastfeeding (IMD).
Judul : Gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung dan Motivasi Ibu Pasca Salin dalam Memberikan Air Susu
Ibu (ASI) di Rindu B1 RS. Haji Adam Malik Medan
Nama : Dian Pita Loka Siregar
NIM : 071101034
Fakultas : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun Akademik : 2011
Abstrak
Rawat gabung merupakan satu sistem perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan dirawat ditempat yang sama selama 24 jam penuh dalam seharinya. Rawat gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya. Tetapi, ternyata masih banyak ibu yang mengeluh dan malas dalam hal memberikan ASI. Mengingat pentingnya rawat gabung agar terlaksana program ASI Ekslusif, maka diperlukan peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya rawat gabung dan pemberian ASI pada bayi pada ibu pasca salin, agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan Air Susu Ibu (ASI) di Rindu B1 di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 30 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Januari sampai April 2011 dan hasil analisa disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data yang diperoleh dari 30 responden menunjukkan pelaksanaan rawat gabung masih dalam kategori kurang baik. Hal ini disebabkan karena tidak semua ibu dan bayi segera di tempatkan dalam satu ruangan yang sama dan juga karena mayoritas ibu yang bersalin tidak mendapatkan pendidikan kesehatan yang seharusnya diterima. Meskipun demikian, hasil analisa data tentang motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki motivasi yang kuat dalam hal memberikan ASI (66,7%). Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk mencari seberapa besar hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI dan hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Title : The implementation of rooming-in and post maternal motivation in providing breastmilk in Rindu B1 RSUP HAM Medan
Rooming-in is one care system where mothers and newborns admitted at the same place within 24 hours a day. Rooming-in allows mothers to breastfeed whenever the baby wants it. However, there are still many women who complain and lazy in terms of providing breastmilk. Given the importance of rooming-in order to ensure exclusive breastfeeding program, it is necessary to increase awareness and understanding of the importance of rooming-in and giving on baby, in order to become more effective implementation. This descriptive study aims to identify the the implementation of rooming-in and post maternal motivation in providing breastmilk at Rindu B1 in the department of Haji Adam Malik Medan. The number of samples of this study were 30 people using a purposive sampling technique. Data were collected from January to April 2011 and the results of the analysis presented in tabular form a frequency distribution and percentage. The results of analysis of data obtained from 30 respondents show the implementation of the rooming-in is still in the poor category. This is because not all mothers and babies immediately placed in the same room and also because the majority of mothers who do not get health education that must be accepted. However, analysis of data on maternal motivation showed that the majority of respondents have a strong motivation in terms of providing breastmilk (66.7%). Researcher suggest to check how big the relationship the implementation of rooming-in with post maternal motivation to breastfeed and the relationship of knowledge of health workers about the rooming-in with the successful implementation of Early Initiation of Breastfeeding (IMD).
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan
diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia (SDM). Modal dasar
pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai
dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI
Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6
bulan (Roesli, 2005).
Pencanangan penggunaan ASI eksklusif sebagai suatu gerakan nasional
sudah dimulai sejak peringatan hari Ibu ke-62 tahun 1990 dan Program Rumah
Sakit Sayang Bayi pada tahun 1991 (Suyatno, 2010). “Menyusui : Sepuluh
Langkah Menuju Sayang Bayi” dengan slogan “Sayang Bayi, Beri ASI” adalah
tema Pekan ASI sedunia tahun 2010 yang merupakan bentuk komitmen nyata dari
fasilitas kesehatan untuk mendukung keberhasilan menyusui, melalui pemberian
perlindungan dan memberikan informasi serta dukungan kepada ibu agar dapat
menyusui bayinya secara eksklusif. Salah satu langkah dari “Sepuluh Langkah
Menuju Sayang Ibu” adalah pelaksanaan rawat gabung yang adekuat (Depkes,
2010).
Rawat gabung merupakan satu sistem perawatan dimana ibu dan bayi yang
baru dilahirkan dirawat dalam satu unit atau ditempatkan dalam sebuah ruangan,
(Prawirohardjo, 2008). Rawat gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya
kapan saja bayi menginginkannya. Rawat gabung juga akan meningkatkan ikatan
batin antara ibu dan bayinya, bayi jarang menangis karena selalu merasa dekat
dengan ibunya selain itu, dapat memudahkan ibu beristirahat dan menyusui
(Dinkes kota Surabaya, 2008).
Hasil penelitian di Rumah Sakit British Columbia dari 353 ibu bersalin
yang menggunakan rawat gabung diperoleh data lebih banyak ibu yang
memberikan ASI 63,7 % dibanding ibu yang tidak memberikan ASI 36,7%
(Abrahams et al., 2006) dan penelitian di Korea juga menunjukkan ibu lebih
menyukai sistem rawat gabung karena rawat gabung memudahkan ibu untuk
menyusui dan merawat bayinya. Selain itu, sistem rawat gabung memberikan
kenyamanan bagi ibu untuk menjaga bayinya dan merangsang fase awal laktasi
(Shin et al., 2002).
Pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI juga dapat
dilihat dari hasil penelitian di RSCM yaitu angka mortalitas bayi pada rawat pisah
0,5%, sedangkan pada rawat gabung 0,04%. Angka morbiditas bayi pada rawat
pisah 17,9% sedangkan pada rawat gabung 2,13% (Suharyono, 1992). Selanjutnya
hasil pelayanan program kesehatan ibu di Lampung Timur dari 22.582 ibu
bersalin diperoleh data ibu yang bersalin dengan layanan kesehatan mencapai 83
%, dengan bayi lahir hidup sebanyak 87 % (19.711 bayi) dimana terdapat
kematian bayi 0,5% kelahiran hidup. Angka mortalitas bayi ini sama dengan
angka mortalitas bayi pada rawat pisah hasil penelitian di RSCM (Ekameini,
Penelitian Edmond et al. (2005, dalam Sari, 2008) menunjukkan bahwa
16% kematian bayi baru lahir dapat dikurangi dengan pemberian ASI pada hari
pertama dan menurun 22% jika menyusui dimulai pada 1 jam pertama setelah
melahirkan. Jadi pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada anak ternyata juga
berperan penting menurunkan angka kematian bayi
Mengingat pentingnya rawat gabung agar terlaksana program ASI
Ekslusif, maka perlu peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya
rawat gabung pada ibu pasca salin, agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif,
mengingat pemberian ASI sebagai makanan paling sempurna bagi bayi sekaligus
suatu upaya nyata dalam meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat dan upaya
menurunkan angka kejadian kematian anak.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (2005) menunjukkan bahwa Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah 35 bayi per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan AKB di propinsi Sumatera Utara mencapai 44 bayi per 1000 kelahiran
hidup. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa AKB di propinsi Sumatera Utara
masih di atas angka rata-rata nasional padahal Indonesia dalam Millenium
Development Goals (MDGs), menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun
menjadi 17 bayi per 1000.
Menurut Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2002) permasalahan yang
utama adalah perilaku menyusui yang kurang mendukung, faktor sosial budaya,
kesadaran akan pentingnya ASI, kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI
cukup untuk bayinya dan ibu yang bekerja, dan yang menjadi masalah yang
petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Program Pemberian ASI
(PPASI).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di RSUP Haji Adam
Malik Medan, mulai Januari sampai dengan Juli terdapat 81 orang ibu bersalin
yang menggunakan rawat gabung. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas
di ruang rawat inap kebidanan, diperoleh informasi meskipun rumah sakit tersebut
sudah melaksanakan rawat gabung ternyata masih banyak ibu yang mengeluh dan
malas dalam hal memberikan ASI. Hal ini disebabkan karena ASI yang belum
keluar dan kelelahan setelah persalinan dan hasil wawancara dengan beberapa ibu,
peneliti juga mendapat informasi bahwa ibu dan bayi tidak bersama selama 24
jam. Berdasarkan data dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di rumah sakit tersebut untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan
rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI.
2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca
salin dalam memberikan Air Susu Ibu (ASI) di Rindu B1 di RSUP Haji Adam
Malik Medan?
3. Tujuan Penelitian
3.1Mengidentifikasi gambaran pelaksanaan rawat gabung di Rindu B1 di RSUP
3.2Mengidentifikasi motivasi ibu pasca salin dalam memberikan Air Susu Ibu
(ASI) di Rindu B1 di RSUP Haji Adam Malik Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan
masukan bagi perawat terutama perawat maternitas untuk menerapkan rawat
gabung dalam asuhan keperawatan maternitas dan meningkatkan fungsi rawat
gabung dalam upaya gerakan sayang ibu dan bayi sehingga pemberian ASI sedini
mungkin dapat ditingkatkan.
4.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan wawasan
tentang gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin dalam
memberikan ASI.
4.3 Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Rawat Gabung
1.1 Pengertian
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar
atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009;
Rukiyah, 2010).
1.2 Tujuan rawat gabung
Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin
kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi
yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman
dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu
memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah
pulang dari rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga
dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui
dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan
kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang
sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya (Maas, 2004;
1.3 Syarat ibu dan bayi yang dapat di rawat gabung
Bayi dan ibunya yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat atau
kriteria antara lain : usia kehamilan >34 minggu dan berat lahir >1800 gram
(berarti berarti refleks menelan dan menghisapnya sudah membaik), nilai APGAR
pada lima menit pertama minimal 7, tidak ada kelainan kongenital yang
memerlukan perawatan khusus, tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang
berat, dan bayi yang lahir dengan sectio caesarea yang menggunakan pembiusan
umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar, misalnya 4-6 jam
setelah operasi selesai. Apabila pembiusan secara spinal, bayi dapat segera
disusui. Apabila ibu masih mendapat infus, bayi tetap dapat disusui dengan
bantuan petugas, dan ibu dalam keadaan sehat (Prawirohardjo, 2008; Maryuni,
2009).
1.4Kontraindikasi Rawat Gabung
Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di
bangsal perawatan pasca persalinan. Akan tetapi, tidak semua bayi atau ibu dapat
segera dirawat gabung. Ibu yang tidak dapat melaksanakan rawat gabung adalah
ibu dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal jantung, ibu dengan
preklamsia dan eklamsia berat, ibu dengan penyakit akut yang berat, ibu dengan
karsionoma payudara, dan ibu dengan psikosis. Sedangkan bayi yang tidak dapat
di rawat gabung adalah bayi dengan berat lahir sangat rendah, bayi dengan
kelainan kongenital yang berat, bayi yang memerlukan observasi atau terapi
1.5 Manfaat Rawat Gabung
Kontak dini antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari kamar bersalin
seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama ibunya. Secara
fisik, rawat gabung bermanfaat memudahkan ibu untuk menjangkau bayinya
untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya
menginginkan. Perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas
kesehatan (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).
Secara fisiologis, rawat gabung memberikan kesempatan pada ibu untuk
dekat dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu
memberi ASI akan lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang
alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal ini
akan menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI.
Selain itu, ibu dengan menyusui akan mengalami refleks oksitosin yang akan
membantu proses fisiologis involusi rahim (Mappiwali, 2008; Suradi dan
Kristina, 2004).
Secara psikologis, Ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early
infant-mother bonding) karena adanya sentuhan badan antara ibu dan bayinya.
Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
dibutuhkan oleh bayi (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004). Rawat
gabung juga akan memberikan kepuasan pada ibu karena ibu dapat
melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan
mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa
percaya pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan
merawat bayinya sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu
ikatan kesatuan keluarga (Prawirohardjo, 2008).
Secara edukatif, ibu akan diajari cara menyusui yang benar, cara merawat
payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi (Mappiwali, 2008).
Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi
dan dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit dan di samping pendidikan
bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama
suami, dengan cara mengajarkan suami cara merawat ibu dan bayi. Suami akan
termotivasi untuk memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui
bayinya (Prawirohardjo, 2008).
Secara ekonomi, rawat gabung memungkinkan ibu untuk memberikan ASI
sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal
tersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian
susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan. Lama
perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat dan
infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi
rumah sakit maupun keluarga ibu (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).
Secara medis, pelaksanaan rawat gabung akan menurunkan terjadinya
infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
2. Konsep Pasca Salin
2.1Defenisi Pasca Salin
Pasca salin atau yang sering disebut masa nifas (puerperium) adalah masa
pulih kembali seperti sebelum hamil, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil dan lama masa nifas yaitu 6-8 minggu
(Mochtar, 1998). Bobak (2004) menyatakan bahwa periode pasca salin adalah
masa enam minggu sejak bayi baru lahir sampai organ-organ reproduksi kembali
ke keadaan normal sebelum hamil.
2.2Adaptasi Fisiologis Pasca Salin
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal,
dimana proses – proses pada kehamilan berjalan terbalik. Perubahan fisiologis
yang terjadi antara lain (Bobak, 2004) :
2.2.1. Sistem reproduksi
Uterus akan mengalami suatu proses kembali ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan yang disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Uterus yang pada waktu hamil
penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500
gram dalam satu minggu setelah melahirkan dan berada di dalam panggul sejati
lagi.
Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas (18)
jam pascapartum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir..
Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan
obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi
colostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan.
Ibu yang menyusui ketika laktasi terbentuk, teraba suatu masa (benjolan),
tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi
dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni colostrum
dikeluarkan dari payudara.
2.3Adaptasi Psikologis Pasca Salin
Periode pasca salin menggambarkan suatu waktu stress emosional bagi ibu
baru dan menjadi lebih sulit dengan perubahan fisiologis besar yang terjadi.
Adaptasi psikologis setelah melahirkan menurut Rubin (1997, dalam Stright,
2004; Maryuni, 2009) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase-fase sebagai
berikut :
a. Fase Taking-In
Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan
segala kebutuhannya dipenuhi orang lain. Fase ini berlangsung 1-2 hari setelah
melahirkan, ibu biasanya lebih mudah tersinggung dan cenderung bersifat pasif
perhatian tubuhnya. Ibu akan sering mengulang kembali pengalaman persalinan
dan melahirkan.
b. Fase Taking-Hold
Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan, ibu menaruh perhatian
pada kemampuannya untuk menjadi orangtua yang berhasil dan menerima
peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya. Ibu berfokus pada pengembalian
kontrol terhadap fungsi tubuhnya, fungsi usus, kandung kemih, kekuatan, dan
daya tahan. Ibu juga berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir
(misalnya, memeluk, menyusui ASI atau dengan botol, memandikan, atau
mengganti popok).
c. Fase Letting-Go
Fase ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah. Ibu sudah
menerima tanggung jawabnya untuk merawat bayinya dan ibu sudah harus
mampu beradaptasi terhadap kebutuhan ketergantungan bayinya dan beradaptasi
terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.
3. Konsep Air Susu Ibu (ASI)
3.1Defenisi
Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan
garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai
3.2 Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui adalah suatu proses produksi/pembentukan ASI
(refleks prolaktin) dan pengeluaran ASI (refleks let down) (Suradi dan Kristina,
2004). Pembentukan ASI (refleks prolaktin) dimulai sejak kehamilan. Pada masa
kehamilan terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya payudara,
yang disebabkan oleh adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel
kelenjar pembentukan ASI serta lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses
proliferasi ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta
yaitu laktogen, prolaktin, kariogona dotropin, estrogen dan progesteron (Maryuni,
2009). Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
biasanya belum keluar karena dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi (Suradi
dan Kristina, 2004).
Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun dengan
lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi
hambatan terhadap prolaktin oleh estrogen. Hormon prolaktin ini merangsang
sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu (Maryuni, 2009).
Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh bayi yang
selalu menyusui. Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit
setelah dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI
untuk minum berikutnya. Sedangkan untuk minum yang sekarang, bayi
mengambil ASI yang sudah ada. Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang
ASI (sinus laktiferus), makin banyak produksi ASI atau dengan kata lain, makin
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Proses pelepasan ASI
atau refleks letdown dikendalikan oleh neuroendokrin, dimana bayi yang
menghisap payudara ibu akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitel. Kontraksi dari sel-sel mioepitel akan memeras air susu
yang telah dibuat dan keluar dari alveoli, masuk ke sistem duktulus yang
selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus dan masuk ke mulut bayi sehingga
ASI tersedia bagi bayi (Maryuni, 2009).
Faktor-faktor yang memicu peningkatan refleks letdown yaitu pada saat
ibu melihat bayi, mendengar suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan untuk
menyusui bayi. Sementara faktor-faktor yang menghambat refleks letdown adalah
kondisi ibu yang stress, keadaan bingung (psikis kacau), takut, cemas, lelah, malu
dan merasakan nyeri (Maryuni, 2009).
Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi rahim
makin cepat dan membantu mengurangi terjadinya perdarahan. Tidak jarang,
perut ibu akan terasa sangat mulas pada hari-hari pertama menyusui. Hal ini
merupam mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya uterus ke bentuk
semula (Maryuni, 2009 ; Suradi dan Krsitina, 2004).
3.3Manfaat ASI bagi Bayi
Manfaat ASI bagi bayi adalah ASI mengandung protein yang spesifik
untuk melindungi bayi dari alergi, secara alamiah ASI memberikan kebutuhan
memiliki kandungan protein lebih tinggi, bebas kuman karena diberikan secara
langsung, suhu ASI sesuai dengan kebutuhan bayi, lebih muda dicerna dan
diserap oleh usus bayi, mengandung banyak kadar selenium yang melindungi gigi
dari kerusakan dan menyusui akan melatih daya isap bayi dan membantu
membentuk otot pipi yang baik serta memberikan keuntungan psikologis
(Maryuni, 2009).
3.4Manfaat Menyusui Bagi Ibu
Manfaat menyusui bagi ibu antara lain mengurangi perdarahan setelah
melahirkan, mengurangi terjadinya anemia karena kekurangan zat besi akibat
perdarahan, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, ibu lebih cepat
langsing kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker pada ibu yang
memberikan ASI eksklusif dan lebih ekonomis serta mudah karena menghemat
pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan untuk menyusui dan persiapan
untuk pembuatan susu formula (Roesli, 2000).
3.5Masalah-Masalah yang Dihadapi Ibu Menyusui
Adapun masalah yang sering terjadi pada saat menyusui adalah sebagai
berikut :
a. Puting Susu Datar/ Terbenam
Pada awalnya bayi akan mengalami kesulitan, tetapi setelah beberapa
minggu dengan usaha yang ekstra, putting susu yang datar akan menonjol keluar
susu yang terbenam ini dapat dilakukan dengan cara menyusui bayi segera setelah
lahir. Menyusui bayi sesering mungkin (misal 2-2½ jam) akan menghindarkan
payudara terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi untuk menyusu.
Mengeluarkan ASI secara manual sebelum menyusui dapat membantu bila
kandungan payudara dan puting susu tertarik ke dalam. Pompa ASI yang efektif
(bukan yang berbentuk ‘terompet’ atau bentuk squeeze dan bulb) dapat dipakai
untuk mengeluarkan putting susu pada waktu menyusui (Depkes RI, 2001).
b. Puting Susu Nyeri
Pada umumnya ibu akan mengalami sakit pada waktu awal menyusui.
Rasa nyeri ini akan berkurang setelah ASI keluar dan bila posisi mulut bayi pada
saat menyusui benar, perasaan nyeri ini akan menghilang. Cara menanganinya
adalah dengan memastikan posisi menyusui sudah benar dan memulai menyusui
pada puting susu yang tidak sakit untuk membantu mengurangi rasa sakit pada
puting susu yang sedang sakit. Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI,
oleskan di puting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu
sampai puting susu kering dan jangan membersihkan puting susu dengan sabun.
Hindarkan puting susu menjadi lembab (Depkes RI, 2001).
c. Puting Susu Lecet
Puting susu yang nyeri, bila tidak segera ditangani dengan benar akan
menjadi lecet, sehingga menyusui akan terasa menyakitkan dan dapat
mengeluarkan darah. Puting susu yang lecet dapat disebabkan oleh posisi
menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidiasis) atau
memperhatikan posisi menyusui. Apabila sangat menyakitkan, berhenti menyusui
pada payudara yang sakit untuk sementara untuk memberi kesempatan lukanya
sembuh dan keluarkan ASI dari payudara yang sakit dengan tangan (jangan
dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran pembentukan ASI
serta berikan ASI perah dengan sendok atau gelas tetapi jangan dengan dot.
Setelah terasa membaik, mulai menyusui kembali dan mula-mula dengan waktu
yang lebih singkat. Apabila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu, rujuk ke
Puskesmas (Depkes RI, 2001).
d. Payudara Bengkak
Pada hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan
nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI
yang mulai diproduksi dalam jumlah banyak. Penyebab payudara bengkak adalah
posisi mulut bayi dan puting susu ibu yang salah, poduksi ASI berlebih, terlambat
menyusui, pengeluaran ASI yang jarang, dan waktu menyusui yang terbatas. Cara
mengatasinya adalah dengan menyusui bayi sesering mungkin tanpa terjadwal
tanpa batas waktu. Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan
tangan/ pompa ASI yang efektif sebelum menyusui. Sebelum menyusui dapat
dilakukan dengan kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit dan setelah
menyusui dikompres dengan air dingin untuk mengurangi oedema (Depkes RI,
4. Konsep Motivasi
4.1Pengertian
Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti
bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan
sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam
menyelesaikan tugas-tugas atau dapat dikatakan motivasi adalah keinginan yang
terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan sesuatu
(Terry, 1986) atau disebut juga sebagai penggerak perilaku (Irwanto, 2008). Hal
ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan
berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan
penyelesaian yang sesungguhnya (Pintrich, 2003).
Menurut Stevenson (dalam Sunaryo, 2004) motivasi adalah semua hal
verbal, fisik, atau psikologi yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai
respon. Motivasi menunjuk pada proses gerakan termasuk situasi yang mendorong
diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau
akhir dari pada gerakan atau perbuatan (Sarwono, 2000) sehingga motivasi dapat
dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila tidak suka, maka
akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu
(Sadirman, 2007).
Defenisi motivasi yang lain adalah suatu proses psikologi. Namun
demikian bukan berarti bahwa motivasi adalah satu-satunya unsur yang bisa
menerangkan terjadinya perilaku, dimana persepsi, kepribadian dan lingkungan
adalah unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku tersebut
(Mifthah, 2003).
4.2Fungsi Motivasi
Dalam memahami peranan motivasi serta fungsinya, maka akan
dikemukakan beberapa fungsi motivasi sebagai berikut (Sadirman, 2007) :
a. Mendorong manusia untuk berbobot, jadi fungsi motivasi sebagai penggerak.
b. Menentukan gerak perbuatan yaitu dapat mencapai tujuan yang hendak
dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan dengan serasi guna mencapai tujuan.
4.3 Jenis-Jenis Motivasi
Achmad (2006), mengklasifikasikan motivasi menjadi dua jenis motivasi
instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi internal yang timbul
dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti sistem nilai yang dianut,
harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain yang secara internal melekat pada
seseorang. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi eksternal yang muncul
dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan, adanya ganjaran
berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment)
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan
terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Motivasi yang timbul dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan, dorongan orang lain, tetapi atas dasar
kemauan sendiri disebut motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi yang berasal dari
luar yaitu perangsang ataupun stimulus dari luar (sebagai contohnya ialah nilai,
hadiah serta bentuk-bentuk penghargaan lainnya) adalah motivasi ekstrinsik. Jenis
motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena
adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan
demikian seseorang mau melakukan sesuatu atau belajar (Muba, 2009).
4.4Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu dalam Menyusui
Menurut Handoko (1998), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau intrinsik adalah
motivasi yang timbul dari diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat
memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas, sedangkan faktor eksternal
atau ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari
orang lain atau lingkungan.
Faktor internal atau intrinsik meliputi :
a. Fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik atau
mastitis atau abses. Selain itu juga status kesehatan dan status gizi ibu menyusui
akan mempengaruhi kondisi fisik ibu (Bobak,dkk., 2004).
b. Proses mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada
kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Ibu menyusui yang
mengalami gangguan pada proses mental akan sulit untuk memberikan ASI pada
bayinya. Hal ini karena proses laktasi akan berhasil bila hormon oksitosin keluar,
hormon ini sangat mempengaruhi kinerja myoepitel dalam memompa ASI keluar
dari alveoli sedangkan oksitosin keluar jika secara mental dan psikologis ibu
merasa tenang, mampu dan mendapatkan dukungan.
c. Faktor kematangan usia
Kematangan usia akan mempengaruhi proses berpikir dan pengambilan
keputusan dalam pemberian ASI. Ibu usia muda akan cenderung untuk tidak
memberikan ASI, karena takut bentuk payudara akan rusak apabila menyusui dan
kecantikannya akan hilang, serta takut ditinggalkan oleh pergaulan teman
sebayanya sedangkan ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan
pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan
menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui di masa lalu akan
mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap penyusuan sekarang (Bobak,
d. Keinginan dalam diri sendiri
Setiap individu memiliki kemampuan, keterampilan, kebiasaan yang akan
menunjukkan kondisi orang untuk melaksanakan pekerjaan yang mungkin
dimanfaatkan sepenuhnya atau mungkin tidak.
e. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain. Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi perilaku individu, semakin
tinggi pengetahuan seseorang maka akan memberikan respon yang lebih rasional
dan makin tinggi kesadaran untuk berperan serta, dalam hal ini memberikan ASI.
Thaib et. al (dalam Afifah, 2007) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan,
pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif
pada frekuensi dan pola pemberian ASI.
Sedangkan faktor eksternal atau ekstrinsik meliputi :
a. Lingkungan
Lingkungan saat berpengaruh terhadap motivasi ibu menyusui terutama
lingkungan yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan membuat stress
bertambah misalnya lingkungan fisik, konstruksi bentuk bangunan, penataan
ruangan akan meningkatkan ataupun mengurangi stress dan lingkungan sosial
yaitu dukungan keluarga khususnya dukungan suami.
b. Budaya
Budaya adalah hasil cipta manusia dan terkandung kebiasaan. Kebiasaan
adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, kebiasaan
mengandung nilai-nilai kepercayaan tentang segala sesuatu (Tripranoto, 2004).
Banyak ibu-ibu yang mempunyai kebiasaan malu-malu serta sembunyi-sembunyi
menyusui bayinya karena mereka menganggap menyusui tidak sopan. Hal ini
mempengaruhi tabiat gadis-gadis disekitarnya untuk berbuat sama, dan menyusui
anak merupakan sesuatu hal yang harus dihindarkan (Siregar, 2004).
c. Dukungan sosial suami
Dukungan sosial suami sangat berpengaruh dalam memotivasi ibu untuk
menyusui karena suami merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan atau
kegagalan menyusui. Banyak suami yang berpendapat bahwa menyusui adalah
urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif
saja. Sebenarnya suami mempunyai peran yang sangat menentukan dalam
keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks
pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu.
Dukungan ini bisa berwujud perhatian, informasi, finansial dan emosional.
(Roesli, 2000).
d. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan suatu pekerjaan di
bidang kesehatan atau orang yang mampu melakukan pekerjaan di bidang
kesehatan (Dani, 2002). Pada umumnya para ibu mau patuh dan menuruti nasehat
petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan untuk
memberikan informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan ASI
eksklusif, manfaat ASI eksklusif dan resiko yang dialami jika tidak memberikan
4.5 Klasifikasi Motivasi
Menurut Irwanto (2008) motivasi diklasifikasikan atas tiga kelompok
yaitu :
1. Motivasi kuat
Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki keinginan yang positif, mempunyai harapan yang
tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi dalam melakukan aktivitasnya
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi.
2. Motivasi sedang
Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan
yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan yang
rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu menyelesaikan persoalan
yang dihadapi.
3. Motivasi lemah
Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia memiliki harapan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada penelitian ini disusun berdasarkan konsep rawat
gabung dan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI. Secara konseptual
yang dimaksud dengan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang
individu yang merangsangnya untuk melakukan sesuatu (Terry, 1986).
Motivasi menunjuk pada proses gerakan termasuk situasi yang mendorong
diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau
akhir dari pada gerakan atau perbuatan (Sarwono, 2000). Semakin kuat motivasi
ibu untuk memberi ASI, maka semakin sering ibu akan menyusui bayinya dan
dengan adanya rawat gabung, ibu akan lebih sering memberikan ASI karena ibu
dapat dengan mudah menjangkau bayi untuk diberi ASI setiap saat, kapanpun
bayi menginginkannya.
Skema 1. Kerangka Konseptual Penelitian Faktor internal / instrinsik:
1. Fisik
2. Proses mental
3. Faktor kematangan usia
4. Keinginan dalam diri
sendiri
5. Tingkat pengetahuan
Faktor ekternal /ekstrinsik :
1. Lingkungan
2. Budaya
3. Dukungan sosial suami
Keterangan : Diteliti
2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 1. Defenisi operasional variabel penelitian
Variabel isi operasional at ukur Hasil ukur ala
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif yang bertujuan
untuk mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu
pasca salin dalam memberikan ASI.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah subjek (misalnya manusia : klien) yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu pasca salin yang melahirkan di RSUP HAM Medan. Jumlah seluruh
ibu pasca salin baik yang bersalin normal maupun seksio sesarea dalam tujuh
bulan terakhir yang didapatkan pada studi pendahuluan yang dilakukan di RSUP
HAM Medan adalah sebanyak 81 orang.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2009).
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara purposive sampling
yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi
sesuai dengan kriteria yang diperlukan oleh peneliti. Sampel yang menjadi
responden dalam penelitian adalah ibu pasca salin dengan persalinan normal
maupun seksio sesarea, ibu yang bersedia dan memungkinkan untuk mengisi
kuesioner. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 orang (Arikunto,
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP HAM Medan dengan pertimbangan
rumah sakit tersebut adalah rumah sakit yang telah menerapkan rawat gabung dan
merupakan rumah sakit pendidikan serta rujukan dari seluruh puskesmas dan
rumah sakit yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2011.
4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu, peneliti meminta
kesediaan calon responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangi
informed consent. Jika calon responden tidak bersedia peneliti tetap menghargai
hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam penelitian.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
namanya, pada lembar pengumpulan data. Peneliti cukup memberikan kode pada
masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan catatan tentang data responden
dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi
hanya menuliskan inisial namanya saja untuk menjaga semua kerahasiaan semua
informasi yang diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
terstruktur yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan yang terdiri dari tiga
bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner motivasi ibu pasca salin dalam
memberikan ASI dan kuesioner gambaran pelaksanaan rawat gabung. Kuesioner
data demografi responden meliputi nama (inisial), umur, pekerjaan, pendidikan,
jenis persalinan dan paritas. Kuesioner motivasi ibu pasca salin dalam
memberikan ASI terdiri atas 18 pernyataan yang terdiri atas pernyataan positif
dan pernyataan negatif dengan pilihan jawaban “ya/tidak”. Pernyataan positif, jika
jawaban “ya” akan diberi skor 1 dan jawaban “tidak” akan diberi skor 0,
sebaliknya untuk pernyataan negatif, jika jawaban “ya” akan diberi skor 0 dan jika
jawaban “tidak” akan diberi skor 1.
Data mengenai motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI
dikategorikan atas 3 kelas. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai
tertinggi adalah 18. Berdasarkan rumus statistika (menurut Alimul,
2007), dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi
dikurang dengan nilai terendah) sebesar 18 dan banyak kelas sebanyak 3, yaitu
motivasi ibu pasca salin kuat, sedang, lemah. Maka didapat nilai p sebesar 6 dan
batas kelas interval bawah sebesar 0, maka motivasi ibu pasca salin dalam
memberikan ASI dapat dikategorikan menjadi :
0 – 6 = motivasi lemah
7 – 12 = motivasi sedang
Kuesioner pelaksanaan rawat gabung terdiri atas 7 pernyataan dengan
pilihan jawaban “ya/tidak”. Untuk pilihan jawaban “ya” akan diberi skor 1 dan
jika “tidak” akan diberi skor 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 7 dan nilai
terendah 0. Berdasarkan rumus statistik menurut Alimul (2007),
dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang
dengan nilai terendah) sebesar 7 dan banyak kelas sebanyak 2 yaitu baik dan
kurang baik. Maka didapat nilai p sebesar 4 dan batas kelas interval bawah
sebesar 0, maka pelaksanan rawat gabung dapat dikategorikan menjadi :
0-4 = pelaksanaan rawat gabung kurang baik
5-7 = pelaksanaan rawat gabung baik
6. Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan surat izin
penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin
dari RSUP HAM Medan. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti
melakukan penelitian kepada responden.
Peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya
peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan
prosedur pelaksanaan penelitian, lalu bagi calon responden yang bersedia menjadi
subjek penelitian, peneliti akan memberikan informed consent untuk dibaca dan
ditandatangani. Setelah informed consent ditandatangani oleh responden, maka
lembar kuesioner dan responden menjawab pernyataan dengan jawaban ya atau
tidak. Responden juga diberi kesempatan untuk bertanya jika ada pernyataan yang
tidak dipahami. Setelah responden selesai menjawab semua pernyataan dalam
kuesioner, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, jika ada data yang
kurang, dapat segera dilengkapi dan selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.
7. Uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk menguji apakah suatu kuesioner dianggap
valid (Arikunto, 2009). Uji validitas pada penelitian ini menggunakan validitas
internal rasional (content validity) yang disusun mengacu pada isi yang
dikehendaki. Uji validitas terhadap kuesioner pada penelitian ini dilakukan oleh
salah satu dosen keperawatan maternitas yang ahli dalam bidangnya.
Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang
akan diukur. Menurut Azwar (2003), uji reliabilitas dilakukan terhadap 10 orang
yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Uji reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan analisis K-R 20 karena jenis pernyataan pada kuesioner adalah
pernyataan dengan jawaban dikotomi dan untuk instrument yang baru, akan
reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,632. Hasil uji reliabilitas
terhadap kuesioner pelaksanaan rawat gabung adalah 0,765 dan motivasi ibu
pasca salin dalam memberikan ASI adalah 0,724, sehingga dapat disimpulkan
8. Analisa Data
Setelah semua data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa
data melalui beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan data dari responden
dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi kemudian data yang sesuai
diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa
data. Pengolahan data demografi meliputi, umur, pekerjaan, pendidikan, jenis
persalinan, dan paritas. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi data tetapi tidak dianalisis (Arikunto, 2009). Sedangkan pengolahan
data pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu dalam memberikan ASI
menggunakan teknik komputerisasi yang juga ditampilkan dalam bentuk tabel
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin dalam
memberikan ASI di RSUP HAM Medan.
1. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 29 Januari sampai 18 April
2011 di RSUP HAM Medan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30
orang. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi, gambaran
pelaksanaan rawat gabung, dan motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI.
1.1 Karakteristik Demografi
Deskripsi karakteristik demografi responden dalam penelitian ini terdiri
dari usia, pendidikan, pekerjaan, jenis persalinan dan paritas. Responden dalam
penelitian ini adalah ibu-ibu yang bersalin dan di rawat gabung bersama bayinya.
Hasil penelitian tentang karakteristik responden diperoleh mayoritas
responden berada pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 18 orang (60%),
pendidikan terakhir SMU sebanyak 14 orang (46,7%), pekerjaan ibu rumah
tangga sebanyak 28 orang (93,3%) dan jenis persalinan yang dilakukan seksio
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden
1.2 Gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung
Gambaran pelaksanaan rawat gabung dinilai dari jawaban-jawaban yang
diberi oleh responden terhadap 7 pernyataan tentang pelaksanaan rawat gabung
yang terdapat dalam kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas distribusi
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
jawaban responden tentang gambaran pelaksanaan rawat gabung menyatakan
bahwa ibu ditempatkan dalam satu ruangan dengan bayi segera setelah lahir
adalah 23 responden (76,7%), tentang pemberian ASI tanpa jadwal yaitu 30
responden (100%) dan semua responden menyatakan tidak mendapatkan
pendidikan kesehatan dalam hal memandikan bayi. Pernyataan-pernyataan
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang
Gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung di RS. HAM Medan
Berdasarkan perhitungan jawaban responden sesuai dengan kategori yang
ditetapkan, sebagian besar responden menyatakan bahwa pelaksanaan rawat
Gambaran. Pernyataan Ya Tidak
f % f %
a. Posisi ibu dan
bayi
Bayi ditempatkan dalam satu ruangan dengan ibu segera setelah lahir dengan persalinan normal & seksio sesarea (setelah ibu sadar).
23 76,7 7 23,3
Ibu dan bayi berada di ruangan yang sama selama 24 jam.
Ibu mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara merawat payudara.
15 50 15 50
Ibu mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara menyusui yang benar
19 63,3 11 36,7
Ibu mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara merawat tali pusat
1 3,3 29 96,7
Ibu mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara memandikan bayi.
0 0 0 0
gabung dalam kategori kurang baik yaitu 21 responden (70%), lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden tentang Pelaksanaan
Rawat Gabung
No. Gambaran pelaksanan rawat gabung Frekuensi Persentase (%)
1. Kurang baik 21 70
2. Baik 9 30
1.3 Motivasi ibu pasca salin dalam memberi ASI
Motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI berasal dari dua faktor
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dibagi atas faktor fisik, proses
mental,kematangan usia, keinginan dalam diri sendiri dan pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor proses mental, kematangan usia, dan
keinginan dari diri sendiri adalah faktor yang semua responden (100%) menjawab
“ya” untuk termotivasi menyusui.
Sedangkan faktor eksternal dibagi atas faktor lingkungan, budaya,
dukungan sosial suami, dan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian,
faktor lingkungan yaitu segera memberikan ASI ketika mendengar tangis bayi
adalah faktor yang paling banyak memotivasi ibu untuk menyusui yaitu 29
responden (96,7%) dan faktor budaya malu untuk menyusui adalah faktor yang
Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang
Motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI
Motivasi Pernyataan Ya Tidak
f % f %
Intrinsik Berhenti menyusui jika
payudara bengkak dan terasa nyeri.
18 60,0 12 40,0
a. Faktor fisik Berhenti menyusui jika
merasa lelah dan butuh waktu untuk beristirahat.
8 26,7 22 73,3
Malas menyusui karena ASI yang keluar sedikit
8 26,7 22 73,3
b. Faktor proses
mental
Perasaan senang saat melihat bayi menyusu
Perasaan nikmat sebagai ibu saat menyusui bayi.
ASI sebagai makanan yang lengkap gizinya. karena susu formula dianggap lebih praktis daripada ASI.
Ekstrinsik
a. Lingkungan
Berhenti memberi ASI jika lingkungan ruang rawat ramai dan berisik.
13 43,3 17 56,7
Segera menyusui ketika
mendengar suara tangis bayi.
29 96,7 1 3,3
b. Budaya Malas menyusui karena
menyusui dapat merusak bentuk payudara
4 13,3 26 86,7
Perasaan malu untuk menyusui karena dapat terlihat oleh orang lain.
Berdasarkan perhitungan jawaban responden sesuai dengan kategori yang
ditetapkan mayoritas ibu memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan ASI
sebesar 66,7% dan yang memiliki motivasi sedang sebesar 33,3%, sedangkan
yang mendapatkan motivasi lemah tidak ada.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden tentang Motivasi ibu
pasca salin dalam memberikan ASI
No. Motivasi Frekuensi Persentase (%)
1. Motivasi lemah - -
2. Motivasi Sedang 10 33,3
2. Pembahasan
Pembahasan berikut ini ditujukan untuk menjawab pernyataan penelitian
tentang gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin
memberikan ASI di RSUP HAM Medan.
2.1Gambaran pelaksanaan rawat gabung
Hasil analisa data yang diperoleh menunjukkan pelaksanaan rawat gabung
di RSUP HAM Medan masih dalam kategori kurang baik, tidak semua ibu dan
bayi segera di tempatkan dalam satu ruangan. Hal ini bertentangan dengan
pendapat Maryuni (2009), Rukiyah (2010) dan Prawirohardjo (2008), yang
menyatakan rawat gabung merupakan suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi
yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah
ruangan kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Riset terakhir juga menekankan bahwa jika tidak ada masalah medis, tidak ada
alasan untuk memisahkan ibu dan bayinya meskipun sesaat (Oslislo and
Kaminski, 2000). Bahkan makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung
(Skin-to-skin-contact) dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon
proklaktin dalam memproduksi ASI (Hurst,1997). Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa hanya 23 responden (76,7%) yang segera ditempatkan bersama
bayinya segera setelah lahir.
Setelah ibu dan bayinya ditempatkan dalam satu ruangan, ibu dan bayi
berada di ruangan yang sama selama 24 jam dalam sehari dan bebas menyusui
kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur
kebutuhannnya sendiri. Semakin sering bayi menyusui, payudara akan
memproduksi ASI lebih banyak.
Pemberian ASI kepada bayi segera setelah lahir merupakan kesempatan
emas bagi kehidupan seorang bayi karena refleks isap bayi yang paling kuat
adalah 30 menit setelah dilahirkan (Roesli, 2000). Akan tetapi, dari hasil
penelitian diperoleh bahwa mayoritas bayi yang lahir tidak segera diberi ASI
melainkan mendapatkan susu formula. Hal ini bertentangan dengan WHO (2009)
dalam “The ten steps for successful breast feeding from Baby-Friendly Hospital
Initiative (BFHI)”, yang merekomendasikan pemberian ASI 30 menit segera
setelah lahir dalam praktek rawat gabung dan tidak memberikan makanan atau
minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Bahkan dipertegas oleh
Direktorat Kesehatan Anak Khusus (2010) dalam ‘‘Pelayanan Kesehatan Bayi
Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak” untuk memberikan hanya ASI saja tanpa
minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis.
Rawat gabung juga memberikan kesempatan kepada ibu terutama
primipara, untuk mendapatkan pendidikan kesehatan, bagaimana teknik
menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara, dan nasihat
makan yang baik (Prawirohardjo, 2002). Hasil penelitian menunjukkan
pelaksanaan rawat gabung sebagai wadah mendapatkan pendidikan kesehatan
bagi ibu terkait dengan manajemen laktasi juga dinilai tidak baik. Mayoritas
responden yang menggunakan fasilitas ini, tidak mendapatkan pendidikan
Mappiwali (2008) yang menyatakan bahwa pelaksanaan rawat gabung
memberikan kesempatan kepada ibu untuk belajar cara menyusui yang benar, cara
merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi yang diharapkan dapat
menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang
dari rumah sakit dan di samping pendidikan bagi ibu itu sendiri.
2.2Motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
motivasi kuat dalam memberikan ASI (66,7%). Dilihat dari jenisnya, motivasi
responden mayoritas berasal dari motivasi intrinsik atau berasal dari diri
responden sendiri. Namun, motivasi ekstrinsik atau faktor dari luar juga tidak
dipungkiri cukup mempengaruhi responden dalam memberikan ASI kepada
bayinya.
Motivasi intrinsik yang mempengaruhi responden dalam memberikan ASI
dapat dilihat dari faktor proses mental, faktor kematangan usia (pengalaman),
keinginan dalam diri sendiri dan pengetahuan yang dimiliki oleh responden.
Sedangkan yang menghambat pemberian ASI adalah kondisi fisik responden.
Semua responden menyatakan adanya perasaan senang melihat bayi saat
menyusui dan kenikmatan sebagai ibu saat menyusui. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Wells, Kristen and Nancy Thompson (2002) dalam Intrinsic and
Extrinsic Motivation and Intention to Breast-feed yang menyatakan bahwa dari 8
faktor motivasi intrinsik ibu untuk menyusui, dua diantaranya disebabkan oleh
Keinginan yang kuat dalam diri sendiri untuk tetap berusaha menyusui,
juga dialami oleh semua responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Prawirohardjo (2008) ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan
merawat bayinya sendiri dan hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Wells,
Kristen and Nancy Thompson (2002) yang menyatakan bahwa keinginan ibu
untuk menyusui bayinya umumnya berasal dari motivasi instrinsik yaitu
keinginan ibu sendiri untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya lewat
pemberian ASI.
Sedangkan faktor yang menghambat motivasi responden yang berasal dari
faktor intrinsik adalah faktor payudara bengkak dan terasa nyeri (60%). Hal ini
sesuai dengan pendapat Rahayuningsih (2005) kelainan payudara pada ibu seperti
puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, radang
payudara dan kelainan anatomis pada punting susu ibu akan menyebabkan ibu
kesukaran dalam memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi fisik mempengaruhi motivasi responden dalam memberikan ASI (Bobak,
dkk., 2004).
Motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi responden dalam memberikan
ASI adalah faktor lingkungan, dukungan petugas kesehatan, dukungan sosial
suami sedangkan yang menghambat responden memberikan ASI kepada bayi
adalah faktor budaya malu.
Tangis bayi sebagai faktor yang berasal dari lingkungan adalah faktor
dari hasil penelitian yang menunjukkan 29 responden (96,7%) segera memberikan
ASI saat bayi menangis. Walaupun sebenarnya tangis bayi tidak selalu
menujukkan bayi sedang lapar.
Selain itu, dukungan petugas kesehatan juga mempengaruhi responden
untuk menyusui. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 12
responden (40%) termotivasi menyusui karena dukungan petugas kesehatan yang
meskipun pada kenyataannya, dukungan petugas kesehatan seharusnya sangat
diharapkan lebih memotivasi responden memberikan ASI. Karena menurut
Nuchsan (2009), bahwa berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat
pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan
yaitu perawat, bidan atau dokter. Berdasarkan hasil observasi penelitian, hal ini
mungkin disebabkan karena tidak semua responden mendapatkan pendidikan
kesehatan sehingga menimbulkan adanya bias.
Sementara dukungan sosial suami tidak begitu mempengaruhi motivasi
responden dalam memberikan ASI. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan hanya 8 responden (26,7%) yang termotivasi untuk menyusui
karena adanya dukungan suami. Hal ini bertentangan dengan pendapat Menon,
dkk (2001), pengambilan keputusan dalam hal pemberian ASI oleh ibu
dipengaruhi oleh dukungan suami karena dukungan suami merupakan bagian
integral dari peran keluarga dan juga pendapat Wicitra (2009) bahwa dukungan
suami berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Semakin besar dukungan