• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar HbA1c pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol yang Merokok dengan yang Tidak Merokok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kadar HbA1c pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol yang Merokok dengan yang Tidak Merokok"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Kadar HbA

1c

pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol

yang Merokok dengan yang Tidak Merokok

Oleh :

CINDY

100100063

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Perbandingan Kadar HbA

1c

pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol

yang Merokok dengan yang Tidak Merokok

Karya Tulis Ilmiah

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

CINDY

NIM: 100100063

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Perbandingan Kadar HbA

1c

pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol

yang Merokok dengan yang Tidak Merokok

Nama : Cindy

NIM : 100100063

Pembimbing Penguji I

(dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK) (dr. Iman Helmi Effendi, Sp.OG)

NIP. 19530608 198109 2 001 NIP. 140344041

Penguji II

(dr. Dina Keumala Sari, Sp. GK) NIP. 19731221 200312 2 001

Medan, 2 Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolik kronik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila tidak dikontrol dengan baik. HbA1c (hemoglobin yang

terglikosilasi) dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk menilai kontrol kadar glukosa darah pasien diabetes dalam 2-3 bulan terakhir. Di sisi lain, terdapat ribuan zat kimia dalam sebatang rokok yang berbahaya bagi kesehatan dan mungkin dapat berdampak buruk terhadap kontrol glukosa darah pasien diabetes.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar HbA1c

pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik yang dilakukan dengan desain cross-sectional terhadap pasien diabetes mellitus tidak terkontrol yang datang untuk memeriksa kadar HbA1c di Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr.

Pirngadi Medan pada tanggal 19-31 Agustus 2013. Pasien yang menjadi sampel adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian. Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan instrumen lembar pengumpulan data sedangkan data sekunder diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Hasil: Total sampel yang didapat adalah 46 pasien, dengan 21 pasien (45.7%) yang merokok dan 25 pasien (54.3%) yang tidak merokok. Hasil uji non-parametrik Mann-Whitney terhadap kedua kelompok menunjukkan nilai p sebesar 0.014 dengan interval kepercayaan 95%. Selanjutnya, uji One-Way Anova

berdasarkan faktor lama merokok menunjukkan nilai p sebesar 0.079 dan nilai p terhadap faktor jumlah rokok sebesar 0.001.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar HbA1c pada

penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok. Perbedaan yang signifikan tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor jumlah rokok yang dikonsumsi per hari.

(5)

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease which can lead to many complications, either short term or long term, when not controlled properly. HbA1c (glycosylated hemoglobin) can be used as an indicator to assess the glycemic control of a diabetic patient over the past 2-3 months. On the other hand, there are thousands of chemical substances in a cigarette that are harmful to the body and may adversely affect the diabetic patients’ glycemic control.

Objective: The aim of this study was to compare the HbA1c level between the uncontrolled diabetes mellitus patients who smoke and those who do not smoke.

Methods: This was an analytical study conducted with a cross-sectional design to uncontrolled diabetes mellitus patients who went to check their HbA1c level in the clinical pathology department of Dr. Pirngadi General Hospital Medan on 19th -31st of August 2013. The subject of this study were patients who meet the inclusion and exclusion criteria. Primary data was collected through an interview session using a data sheet, while the secondary data was gained from the results of the laboratory tests performed.

Results: The amount of the total sample obtained was 46 patients, with 21 patients (45.7%) who smoke and 25 patients (54.3%) who do not smoke. The results of the non-parametric Mann-Whitney test against both groups showed a p value of 0.014 with 95% confidence interval. Furthermore, the One-Way Anova test based on how long the patients smoke showed a p value of 0.079 and the p value for the test performed on the number of cigarettes consumed is 0.001.

Conclusions: There was a significant difference in the levels of HbA1c between patients with uncontrolled diabetes mellitus who smoke and those who do not. This significant difference may be resulted from the factors of the number of cigarettes consumed daily.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang berjudul ” Perbandingan Kadar HbA1c pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol

yang Merokok dengan yang Tidak Merokok” ini.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu dr. Tapisari Tambunan, SP. PK, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak dr. Iman Helmi Effendi, SP. OG, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak saran dan nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

3. Ibu dr. Dina Keumala Sari, Sp. GK, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak saran dan nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Seluruh staf Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data dalam penelitian ini.

(7)

7. Rekan-rekan mahasiswa FK USU yang telah memberi saran, kritik, dukungan materi, dan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.

(8)

DAFTAR ISI

2.3.1. Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 8

2.3.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus ... 9

2.3.3. Epidemiologi Diabetes Mellitus ... 11

2.3.4. Komplikasi Diabetes Mellitus ... 12

2.3.5. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus ... 13

2.4. HbA1c ... 14

2.4.1. Faktor yang Mempengaruhi Kadar HbA1c ... 15

2.4.2. Peranan Pemeriksaan HbA1c dalam Diagnosa Diabetes Mellitus ... 15

2.5. Rokok ... 16

(9)

2.5.2. Dampak Rokok terhadap Kesehatan ... 17

2.5.3. Prevalensi Perokok ... 18

2.6. Pengaruh Rokok terhadap Kadar HbA1c ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 21

3.3. Hipotesis ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 27

(10)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 2.1. Faktor - faktor yang meregulasi sekresi insulin dari pankreas

... 7

Tabel 2.2. Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologi ... 8

Tabel 2.3. Kriteria diagnosis untuk diabetes ... 10

Tabel 2.4. Komplikasi kronis diabetes mellitus ... 13

Tabel 2.5. Kriteria pengendalian diabetes mellitus ... 14

Tabel 2.6. Makna yang mungkin dari abnormalitas kadar HbA1c .... 15

Tabel 5.1. Distribusi sampel case (merokok) dan control (tidak merokok) ... 27

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan lama merokok ... 28

Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan jumlah rokok yang dihisap ... 29 Tabel 5.4. Hasil uji normalitas ... 29

Tabel 5.5. Perbandingan kadar HbA1c dari kedua kelompok ... 30

Tabel 5.6. Uji One-Way Anova terhadap faktor lama merokok ... 30

Tabel 5.7. Uji One-Way Anova terhadap faktor jumlah rokok ... 31

Tabel 5.8. Uji Bonferroni terhadap kelompok faktor jumlah rokok.. 32

(11)

Judul Halaman

Gambar 2.1. Gambaran metabolisme karbohidrat; jalur-jalur utama dan

produk akhir ... 5

Gambar 2.2. Distribusi penderita diabetes mellitus di dunia ... 11

Gambar 2.3. Konsekuensi terhadap kesehatan dihubungkan dengan

merokok dan paparan tidak langsung terhadap asap rokok

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 4 Lembar Pengumpulan Data

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 7 Data Induk

(13)

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolik kronik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila tidak dikontrol dengan baik. HbA1c (hemoglobin yang

terglikosilasi) dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk menilai kontrol kadar glukosa darah pasien diabetes dalam 2-3 bulan terakhir. Di sisi lain, terdapat ribuan zat kimia dalam sebatang rokok yang berbahaya bagi kesehatan dan mungkin dapat berdampak buruk terhadap kontrol glukosa darah pasien diabetes.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar HbA1c

pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik yang dilakukan dengan desain cross-sectional terhadap pasien diabetes mellitus tidak terkontrol yang datang untuk memeriksa kadar HbA1c di Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr.

Pirngadi Medan pada tanggal 19-31 Agustus 2013. Pasien yang menjadi sampel adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian. Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan instrumen lembar pengumpulan data sedangkan data sekunder diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Hasil: Total sampel yang didapat adalah 46 pasien, dengan 21 pasien (45.7%) yang merokok dan 25 pasien (54.3%) yang tidak merokok. Hasil uji non-parametrik Mann-Whitney terhadap kedua kelompok menunjukkan nilai p sebesar 0.014 dengan interval kepercayaan 95%. Selanjutnya, uji One-Way Anova

berdasarkan faktor lama merokok menunjukkan nilai p sebesar 0.079 dan nilai p terhadap faktor jumlah rokok sebesar 0.001.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar HbA1c pada

penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok. Perbedaan yang signifikan tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor jumlah rokok yang dikonsumsi per hari.

(14)

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease which can lead to many complications, either short term or long term, when not controlled properly. HbA1c (glycosylated hemoglobin) can be used as an indicator to assess the glycemic control of a diabetic patient over the past 2-3 months. On the other hand, there are thousands of chemical substances in a cigarette that are harmful to the body and may adversely affect the diabetic patients’ glycemic control.

Objective: The aim of this study was to compare the HbA1c level between the uncontrolled diabetes mellitus patients who smoke and those who do not smoke.

Methods: This was an analytical study conducted with a cross-sectional design to uncontrolled diabetes mellitus patients who went to check their HbA1c level in the clinical pathology department of Dr. Pirngadi General Hospital Medan on 19th -31st of August 2013. The subject of this study were patients who meet the inclusion and exclusion criteria. Primary data was collected through an interview session using a data sheet, while the secondary data was gained from the results of the laboratory tests performed.

Results: The amount of the total sample obtained was 46 patients, with 21 patients (45.7%) who smoke and 25 patients (54.3%) who do not smoke. The results of the non-parametric Mann-Whitney test against both groups showed a p value of 0.014 with 95% confidence interval. Furthermore, the One-Way Anova test based on how long the patients smoke showed a p value of 0.079 and the p value for the test performed on the number of cigarettes consumed is 0.001.

Conclusions: There was a significant difference in the levels of HbA1c between patients with uncontrolled diabetes mellitus who smoke and those who do not. This significant difference may be resulted from the factors of the number of cigarettes consumed daily.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus, atau yang sering hanya disebut diabetes, adalah sekelompok penyakit dengan karakteristik kadar glukosa darah yang tinggi akibat defek dari kemampuan tubuh dalam memproduksi dan/atau menggunakan insulin. (American Diabetes Association, 2013). Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang berperan dalam memasukkan glukosa dari makanan ke dalam sel-sel tubuh, dimana glukosa tersebut akan dikonversi menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan untuk berfungsi. Sebagai akibatnya, seseorang dengan diabetes tidak mampu mengabsorbsi glukosa dengan baik dan glukosa akan bersirkulasi dalam darah (hiperglikemia) dan merusak jaringan seiring dengan berjalannya waktu (International Diabetes Federation, 2013). Hiperglikemia yang dimaksud digambarkan sebagai kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl atau ≥200 mg/dl untuk 2-jam post prandial (PP) setelah diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram(Fauci et al, 2008).

(16)

Disregulasi metabolik akibat diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan patofisiologis sekunder pada berbagai sistem organ (Fauci et al, 2008). Diabetes telah menjadi penyebab utama gagal ginjal, amputasi anggota gerak bawah non-traumatik, dan kasus-kasus kebutaan baru pada orang dewasa di Amerika Serikat (National Diabetes Statistics, 2011).

Kontrol kadar glukosa darah yang baik sangat penting dalam mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat diabetes. Kadar hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1c) dapat digunakan sebagai suatu indikator penilaian

kontrol kadar glukosa darah pada pasien diabetes dalam 2-3 bulan terakhir (Lind et al, 2009).

Pengetahuan terbaru menunjukkan bahwa penderita diabetes secara khusus dipengaruhi oleh merokok. Selain itu, penderita diabetes yang merokok memerlukan insulin yang lebih banyak dibandingkan penderita yang tidak merokok. Resiko komplikasi diabetes yang serius, seperti penyakit kardiovaskular, gangguan fungsi ginjal, retinopati, dan neuropati, juga ditemukan lebih tinggi pada penderita diabetes yang merokok. Abstinensia terhadap rokok dapat mempermudah pengendalian kadar glukosa darah seseorang (Benjamin, 2010).

34,7% penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas adalah perokok. Prevalensi perokok di Sumatera Utara sendiri berkisar 35,7% (Riset Kesehatan Dasar, 2010). Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (World Health Organization, 2008) dan tetap menduduki peringkat ke-5 konsumen rokok terbesar setelah China, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang pada tahun 2007.

(17)

banyak di antara sisanya yang berbahaya bagi kesehatan (American Lung Association, 2013).

Dari penelitian yang telah dilakukan Clair et al (2011), telah disebutkan bahwa cotinine, salah satu metabolit utama nikotin memiliki hubungan dengan peningkatan kadar HbA1c pada sampel dari populasi masyarakat

Amerika Serikat yang tidak menderita diabetes. Sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian sejenis yang dilakukan di Indonesia sejauh ini dan atas dasar itu, penulis merasa perlu untuk membuat penelitian mengenai perbandingan kadar HbA1c pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol

yang merokok dengan yang tidak merokok.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai diabetes mellitus, komplikasinya, serta pengaruh rokok terhadap perjalanan penyakitnya pada bagian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: bagaimana perbandingan kadar HbA1c pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol

yang merokok dengan yang tidak merokok?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbandingan kadar HbA1c pada penderita diabetes

mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran kadar HbA1c pada penderita diabetes

mellitus tidak terkontrol yang merokok

2. Mengetahui gambaran kadar HbA1c pada penderita diabetes

(18)

3. Mengetahui faktor yang menjadi penyebab perbedaan kadar HbA1c

dari kedua kelompok bila dari hasil uji statistik ditemukan adanya perbedaan yang signifikan.

1.4.Manfaat Penelitian

• Bagi klinisi

Memberikan informasi tambahan dalam pengawasan kontrol gula darah pasien diabetes.

• Bagi dunia pendidikan

Menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai kadar HbA1c pada penderita diabetes yang merokok dan yang tidak

merokok.

• Bagi peneliti

- Mengembangkan kemampuan peneliti dalam mengaplikasikan pengetahuan tentang metode penelitian terhadap masalah klinis yang banyak dijumpai dalam masyarakat.

- Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai kadar HbA1c pada penderita diabetes, terutama dalam hubungannya

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metabolisme Glukosa

Glukosa adalah karbohidrat terpenting; kebanyakan karbohidrat dalam makanan diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa, dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di tubuh, termasuk glikogen untuk penyimpanan; ribosa dan deoksiribosa dalam asam nukleat; galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray, Granner, dan Rodwell, 2006).

Gambar 2.1. Gambaran metabolisme karbohidrat; jalur-jalur utama dan produk akhir

(20)

Glukosa dimetabolisme menjadi piruvat melalui jalur glikolisis, yang dapat terjadi secara anaerob, dengan produk akhir yaitu laktat. Jaringan aerobik memetabolisme piruvat menjadi asetil-KoA, yang dapat memasuki siklus asam sitrat untuk oksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O, berhubungan

dengan pembentukan ATP dalam proses fosforilasi oksidatif (Murray, Granner, dan Rodwell, 2006).

Glukosa dan metabolitnya juga ambil bagian dalam beberapa proses lain, seperti: konversi menjadi polimer glikogen di otot rangka dan hepar ; jalur pentosa fosfat yang merupakan jalur alternaltif dalam glikolisis untuk biosintesis molekul pereduksi (NADPH) dan sumber ribosa bagi sintesis asam nukleat ; triosa fosfat membentuk gugus gliserol dari triasilgliserol ; serta piruvat dan zat-zat antara dalam siklus asam sitrat yang menyediakan kerangka karbon untuk sintesis asam amino, dan asetil-KoA sebagai prekursor asam lemak dan kolesterol (Murray, Granner, dan Rodwell, 2006).

2.2. Regulasi Kadar Glukosa Darah

Glukosa adalah satu-satunya nutrisi yang dalam keadaan normal dapat digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinal dari gonad. Kadar glukosa darah harus dijaga dalam konsentrasi yang cukup untuk menyediakan nutrisi bagi organ – organ tubuh. Namun sebaliknya, konsentrasi glukosa darah yang terlalu tinggi juga dapat memberikan dampak negatif seperti diuresis osmotik dan dehidrasi pada sel. Oleh karena itu, glukosa darah perlu dijaga dalam konsentrasi yang konstan (Guyton dan Hall, 2006).

(21)

absorpsi karbohidrat terakhir. Sebaliknya, dalam keadaan starvasi, fungsi glukoneogenesis dari hepar menyediakan glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa (Guyton dan Hall, 2006).

Baik insulin maupun glukagon berfungsi sebagai sistem kontrol umpan balik yang penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah. Ketika terjadi peningkatan kadar glukosa darah, insulin disekresikan. Sebaliknya, ketika terjadi penurunan kadar glukosa darah, glukagon yang memiliki fungsi berlawanan dari insulin akan disekresikan (Guyton dan Hall, 2006).

Tabel 2.1. Faktor- faktor yang meregulasi sekresi insulin dari pankreas

Agen atau kondisi

Asam lemak, terutama rantai panjang

Hormon-hormon gastrointestinal, terutama gastric

inhibitory peptide (GIP), gastrin, dan sekretin

Asetilkolin

Sulfonilurea

Somatostatin

Norepinefrin

Epinefrin

Sumber: Rhoades dan Bell, 2009

Hepar berfungsi sebagai sistem buffer yang penting untuk glukosa darah. Ketika kadar glukosa darah meningkat setelah makan dan laju sekresi insulin juga meningkat, dua pertiga dari glukosa yang diabsorpsi usus langsung disimpan di dalam hepar dalam bentuk glikogen. Kemudian, ketika konsentrasi glukosa darah dan laju sekresi insulin mulai menurun, hepar akan melepaskan kembali glukosa ke aliran darah (Guyton dan Hall, 2006).

(22)

Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. (Fauci et al, 2008). Beberapa proses patologis terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada pankreas dengan konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang berujung pada resistensi insulin (American Diabetes Association, 2011).

2.3.1. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Pengelompokan suatu tipe diabetes pada seseorang sering bergantung pada keadaan pada saat diagnosis ditegakkan, dan banyak penderita diabetes yang sulit untuk dikelompokkan dalam satu tipe tertentu. Jadi, untuk menentukan terapi yang efektif, pemahaman terhadap patogenesis dari hiperglikemia lebih penting daripada pengelompokan tipe diabetes tersebut (American Diabetes Association, 2011).

Tabel 2.2. Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologi

Sumber: American Diabetes Association, 2012 • Diabetes Tipe I

– Destruksi sel- β

• Diabetes Tipe II

– Defek sekretori insulin progresif

• Diabetes tipe spesifik lainnya

– Defek genetik dalam fungsi sel- β

– Penyakit eksokrin pankreas

– Akibat obat-obatan atau zat-zat kimia

(23)

Diabetes tipe I adalah akibat dari defisiensi insulin seluruhnya atau defisiensi insulin mendekati total. Diabetes tipe II adalah sekelompok gangguan heterogen dengan karakteristik derajat resistensi insulin yang bervariasi, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi glukosa. Diabetes tipe II diawali dengan suatu periode abnormalitas homeostasis glukosa, yang dikenal sebagai impaired fasting glucose (IFG) atau impaired glucose tolerance (IGT) (Fauci et al, 2008).

Etiologi lain dari diabetes termasuk defek genetik spesifik pada sekresi atau kerja insulin, abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas ketika terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Fauci et al, 2008).

Intoleransi glukosa dapat terjadi selama masa kehamilan. Resistensi insulin berhubungan dengan perubahan metabolisme pada akhir masa kehamilan, dan peningkatan kebutuhan insulin dapat berujung pada toleransi glukosa terganggu (impaired glucose tolerance / IGT). Kebanyakan perempuan yang menderita diabetes mellitus gestasional kembali ke toleransi glukosa normal pada saat post-partum, tetapi memiliki resiko (30-60%) untuk menderita diabetes mellitus di kemudian hari (Fauci et al,2008).

2.3.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus

(24)

Selama beberapa dekade, diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik glukosa plasma puasa atau kadar 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral sebanyak 75 gram (OGTT). Pada tahun 2009,

International Expert Committee yang terdiri atas perwakilan dari American Diabetes Association (ADA), International Diabetes Federation (IDF), dan

European Association for the Study of Diabetes (EASD) merekomendasikan penggunaan tes A1C untuk diagnosis diabetes, dengan batas ≥6.5%, dan

American Diabetes Association (ADA) mengadopsi kriteria ini pada tahun 2010 (American Diabetes Association, 2013).

Tabel 2.3. Kriteria diagnosis untuk diabetes

A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium menggunakan

metode yang disertifikasi NGSP (National Glycohemoglobin Standardization

Program) dan distandardisasi dalam DCCT (Diabetes Control and

Complications Trial).*

ATAU

KGD puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya

asupan kalori selama sekurang-kurangnya 8 jam.*

ATAU

2-h PP ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dalam TTGO. Pemeriksaan harus dilakukan

sesuai dengan yang dideskripsikan oleh WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.*

ATAU

Pada pasien dengan gejala-gejala klasik dari hiperglikemia atau krisis

hiperglikemia, KGD ad random ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l).

*Pada keadaan tidak adanya hiperglikemia yang nyata, kriteria 1-3 harus

dikonfirmasi dengan pemeriksaan ulang.

Sumber: American Diabetes Association, 2013

(25)

Prevalensi diabetes mellitus di dunia telah meningkat dengan sangat dramatis dalam 2 dekade terakhir, dari sekitar 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi sekitar 177 juta kasus pada tahun 2000. Walaupun prevalensi diabetes tipe I dan diabetes tipe II meningkat, prevalensi diabetes tipe II mengalami peningkatan yang lebih cepat, karena meningkatnya kasus obesitas dan menurunnya jumlah aktivitas seiring dengan industrialisasi di berbagai negara. 6 dari 10 negara dengan laju peningkatan tertinggi terdapat di Benua Asia (Fauci et al, 2008).

Gambar 2.2. Distribusi penderita diabetes mellitus di dunia Sumber: Fauci et al, 2008

(26)

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan dalam Perkeni (2011), menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Provinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Provinsi Jambi sampai 21,8% di Provinsi Papua Barat.

2.3.4. Komplikasi Diabetes Mellitus

Ketoasidosis diabetik (diabetic ketoacidosis / DKA) dan status hiperglikemik hiperosmolar (hyperglycemic hyperosmolar state / HHS) adalah komplikasi akut dari diabetes. DKA terjadi akibat defisiensi insulin yang relatif ataupun absolut dan peningkatan hormon dengan kerja yang berlawanan, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Penurunan perbandingan kadar insulin terhadap kadar glukagon akan menimbulkan glukoneogenesis, glikogenolisis, dan pembentukan badan keton di hepar. Ketosis terjadi akibat peningkatan yang nyata dari pelepasan asam lemak bebas dari adiposit, yang berakibat pada peningkatan sintesis badan keton di hepar (Fauci et al, 2008).

(27)

berhubungan dengan penyakit ini. Komplikasi kronis dapat dibagi menjadi komplikasi vaskular dan komplikasi non-vaskular. Komplikasi vaskular, lebih jauh, dapat dibagi menjadi komplikasi mikrovaskular dan komplikasi makrovaskular (Fauci et al, 2008).

Tabel 2.4. Komplikasi kronis diabetes mellitus

Mikrovaskular

Makrovaskular

Lain-lain

Penyakit mata

Retinopati (nonproliferatif/proliferatif)

Edema makular

Gastrointestinal (gastroparesis, diare)

Genitourinari (uropati/disfungsi seksual)

Sumber: Fauci et al, 2008

2.3.5. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus

(28)

(kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein

(HDL), trigliserida, dan HbA1c (Semiardji, 2003).

Tabel 2.5. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl)

Glukosa darah 2 jam (mg/dl)

HbA1c (%)

Kolesterol Total (mg/dl)

Kolesterol LDL (mg/dl)

Kolesterol HDL (mg/dl)

Trigliserida (mg/dl) dengan PJK

IMT perempuan (kg/m2)

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari biasa (puasa <150 mg/dl dan sesudah makan <200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga unutk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat (Semiardji, 2003).

2.4. HbA1c

Terdapat beberapa bentuk hemoglobin (Hb), dengan HbA mengisi 90% dari keseluruhannya. Sebagian dari HbA, yang disebut sebagai HbA1, mengalami

glikosilasi, yang berarti menyerap glukosa (Wilson, 2008). Menurut Goldstein et al (2004), glikohemoglobin atau HbA1c, adalah keadaan yang

(29)

menyebabkan glikosilasi gugus ε-amino residu lisin dan terminal amino hemoglobin. Fraksi hemoglobin terglikosilasi yang dalam keadaan normal berjumlah 5%, sepadan dengan konsentrasi glukosa darah ( Murray, Granner, dan Rodwell, 2006).

2.4.1. Faktor yang Mempengaruhi Kadar HbA1c

Beberapa hal di bawah ini dapat meningkatkan atau menurunkan kadar HbA1c

dari batas normal.

Tabel 2.6. Makna yang mungkin dari abnormalitas kadar HbA1c

Meningkat Menurun

Alkohol

Hiperglikemia

Keracunan alkohol

Diabetes yang baru didiagnosa

Diabetes dengan kontrol yang buruk

Kehilangan darah kronis

2.4.2. Peranan Pemeriksaan HbA1c dalam Diagnosa Diabetes Mellitus

Pengukuran glikohemoglobin (GHb) telah digunakan secara luas pada pasien diabetes mellitus sebagai pemantauan terhadap kontrol glikemik jangka panjang. GHb terdiri dari beberapa komponen haemoglobin-glukosa yang berbeda, termasuk salah satunya HbA1c (Sacks, 2005). Laju pembentukan

HbA1c berbanding lurus secara langsung dengan konsentrasi glukosa ambien.

Karena eritrosit sangat permeabel terhadap glukosa, kadar HbA1c dalam

sampel darah memberikan gambaran kadar glukosa dalam 120 hari terakhir, sesuai dengan usia rata-rata eritrosit. HbA1c merefleksikan secara akurat

(30)

Pemeriksaan HbA1c menjadi lebih penting pada pasien diabetes dengan kadar

glukosa darah yang mengalami fluktuasi dari hari ke hari. Berbeda dengan kadar glukosa darah puasa yang dapat dipengaruhi kepatuhan pasien terhadap pengobatan pada saat pemeriksaan, HbA1c dengan sifatnya yang ireversibel

dapat menunjukkan gambaran pengendalian kadar glukosa darah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir (Wilson, 2008).

Korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar glukosa plasma rata-rata adalah

bahwa suatu peningkatan 1% HbA1c ekuivalen dengan peningkatan 35 mg/dl

pada glukosa plasma yang dapat digambarkan sebagai berikut: 4% HbA1c = 65 mg/dl kadar glukosa plasma rata-rata

5% HbA1c = 100 mg/dl kadar glukosa plasma rata-rata

6% HbA1c = 135 mg/dl kadar glukosa plasma rata-rata

7% HbA1c = 170 mg/dl kadar glukosa plasma rata-rata

8% HbA1c = 205 mg/dl kadar glukosa plasma rata-rata

(Wilson, 2008)

2.5. Rokok

Merokok adalah penyebab nomor satu untuk penyakit dan kematian yang dapat dicegah di seluruh dunia (American Lung Association, 2013).

2.5.1. Kandungan dalam Rokok

(31)

Kebanyakan zat kimia dalam rokok juga ditemukan dalam produk sehari-hari dengan label peringatan. Berikut beberapa zat kimia yang ditemukan dalam rokok, dan produk lain di mana substansi tersebut juga ditemukan:

• Aseton – ditemukan dalam pembersih cat kuku

• Asam asetat – bahan cat rambut

• Ammonia – pembersih perabotan rumah tangga

• Arsen – digunakan dalam racun tikus

• Benzena – ditemukan dalam rubber cement (zat perekat)

• Butana – digunakan dalam cairan pemantik

• Kadmium – komponen aktif dalam asam pada baterai

• Karbon monoksida – zat sisa yang dikeluarkan melalui asap kendaraan

• Formaldehid – cairan pengawet

• Heksamin – ditemukan dalam cairan pemantik yang biasa digunakan dalam pembakaran arang

• Timbal – digunakan dalam baterai

• Naphtalene – salah satu komposisi dalam kapur barus

• Metanol – komponen utama bahan bakar roket

• Nikotin – digunakan sebagai insektisida

• Tar – material untuk mengaspal jalan

• Toluena – zat untuk produk cat (American Lung Association, 2013)

2.5.2. Dampak Rokok terhadap Kesehatan

(32)

Gambar 2.3. Konsekuensi terhadap kesehatan dihubungkan dengan merokok dan paparan tidak langsung terhadap asap rokok

Sumber: Benjamin, 2010

2.5.3. Prevalensi Perokok

Secara nasional, prevalensi perokok tahun pada 2010 sebesar 34,7%. Prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan perempuan (4,2%). Juga tampak prevalensi yang lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan rendah (tamat dan tidak tamat SD), pekerjaan informal sebagai petani / nelayan / buruh dan status ekonomi rendah. Secara nasional, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari oleh lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang. Sekitar dua dari lima perokok saat ini rata-rata merokok sebanyak 11-20 batang per hari (Pusat Promosi Kesehatan, 2010).

(33)

orang dewasa merokok, delapan dari sepuluh orang mengetahui bahwa rokok memberikan dampak buruk terhadap kesehatan (Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2012).

2.6. Pengaruh Rokok terhadap Kadar HbA1c

Penggunaan tembakau telah lama diketahui menjadi faktor resiko untuk penyakit kardiovaskular, dan penelitian terbaru telah mengidentifikasikan asosiasi positif antara merokok dengan insidensi diabetes walaupun bukti bahwa merokok adalah faktor resiko independen untuk terjadinya diabetes masih dianggap mendasar (Houston et al, 2006). Efek dari merokok terhadap resiko diabetes pada umumnya dihubungkan dengan nikotin. Dalam jangka pendek, nikotin telah diketahui menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa darah (Clair et al, 2011). Terlepas dari ukuran tubuh, perokok mengalami peningkatan sementara yang lebih tinggi dalam konsentrasi glukosa darah dibandingkan dengan bukan perokok setelah diberikan glukosa oral (Jyothirmayi, Kaviarasi, dan Ebenezer, 2013)

Beberapa hipotesis telah diajukan untuk menghubungkan penggunaan tembakau dengan insidensi diabetes. Merokok telah dihubungkan dengan gangguan respon terhadap tes toleransi glukosa dan resistensi insulin. Merokok juga diduga dapat meningkatkan rasio pinggang terhadap panggul (waist to hip ratio). Selain itu, merokok juga diasosiasikan dengan resiko pankreatitis kronik dan kanker pankreas, yang dapat dianggap bahwa merokok mungkin bersifat toksik secara langsung terhadap pankreas (Houston et al, 2006).

(34)

viseral dan melalui mekanisme ini, terjadilah resistensi insulin. Nikotin dengan sifatnya yang akan meningkatkan kadar kortisol juga akan mempengaruhi adiponektin atau peptida yang meregulasi asupan makanan dan berat badan, yang semuanya akan berujung pada peningkatan kadar HbA1c.

Dalam penelitian kimia eksperimental yang dilakukan Liu et al (2011), kadar HbA1c meningkat dengan adanya nikotin dalam hubungan yang berbanding

lurus dengan dosis. Kadar HbA1c mengalami peningkatan sebesar 8,8%

dengan 0,5 mM nikotin, dan 34,5% dengan 5,0 mM nikotin dibandingkan terhadap kontrol tanpa nikotin dalam perlakuan yang dilakukan selama satu hari (Healthday, 2011). Pasien diabetes yang merokok dapat menurunkan kadar HbA1c-nya sebesar 0,7% dengan berhenti merokok selama 1 tahun

(Gunton et al, 2002).

BAB 3

(35)

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Diabetes mellitus adalah keadaan dimana adanya gangguan metabolik akibat etiologi multipel dengan karakteristik hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya (World Health Organization, 2013).

Pasien dianggap menderita diabetes apabila telah didiagnosa menderita diabetes mellitus oleh dokter.

Diabetes mellitus tidak terkontrol didefinisikan sebagai diabetes mellitus dengan kadar HbA1c≥ 6%.

Merokok didefinisikan sebagai inhalasi secara langsung asap oleh pembakaran tembakau yang terdapat di dalam rokok atau cerutu setiap hari selama minimal 6 bulan.

Penderita diabetes mellitus tidak terkontrol:

- Yang merokok Kadar HbA1c

Penderita diabetes mellitus tidak terkontrol:

- Yang tidak merokok

(36)

Dianggap tidak merokok jika telah berhenti merokok selama minimal 1 tahun.

HbA1c (A1C atau hemoglobin A1c atau glikohemoglobin) adalah parameter

pemeriksaan darah yang memberikan informasi mengenai kadar glukosa darah rata-rata seseorang selama tiga bulan terakhir (National Diabetes Clearinghouse, 2012).

Cara ukur : pemeriksaan darah HbA1c pasien diabetes mellitus di Instalasi

Patologi Klinik RSUD Dr. Pirngadi Medan Alat ukur : hasil pemeriksaan laboratorium

Skala pengukuran : Skala numerik

3.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar HbA1c antara pasien diabetes

mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok.

BAB 4

METODE PENELITIAN

(37)

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang dilakukan dengan pendekatan observasional. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional (potong lintang) dimana pengukuran variabel-variabel hanya dilakukan satu kali pada satu waktu tertentu.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan pusat pelayanan kesehatan pemerintah daerah yang juga menjadi salah satu rumah sakit rujukan di Sumatera Utara. Di samping itu, jumlah penderita diabetes yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian dianggap cukup memadai.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 - 31 Agustus 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua pasien yang telah didiagnosa menderita diabetes mellitus oleh dokter bagian penyakit dalam dan datang memeriksakan diri di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.3.2. Sampel Penelitian

(38)

ditetapkan. Kriteria pemilihan yang dimaksud adalah kriteria inklusi dan kriteria eksklusi berikut:

- Kriteria inklusi:

• Usia ≤ 60 tahun

• Didiagnosis diabetes mellitus selama minimal 6 bulan

• Kadar HbA1c≥ 6%

• Indeks Massa Tubuh (IMT): < 30,0

- Kriteria eksklusi:

• Menderita thalassemia

• Menderita gagal ginjal kronis

• Menderita anemia bulan sabit

• Riwayat splenektomi

• Post transfusi darah

Jumlah sampel yang dibutuhkan dihitung berdasarkan rumus yang digunakan untuk penelitian analitik numerik tidak berpasangan berikut:

�1 =�2 = 2�(��+ ��)�

X1 – X2 �

2

N1 = N2 = jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk masing-masing kelompok

Zα = deviat baku alfa Zβ = deviat baku beta

S = standar deviasi

X1 – X2 = selisih minimal rata-rata yang dianggap bermakna (Dahlan, 2009)

(39)

(��)2 = [�1

2 × (11) + 22 × (21)]

�1 +�2−2

Sg = standar deviasi gabungan

S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya (Dahlan, 2009)

Berdasarkan rumus di atas, standar deviasi gabungan yang didapat adalah:

(��)2 = [2,2

2 × (231) + 2,02 × (1461)]

23 + 146−2

= 4,11

Dengan menetapkan kesalahan tipe I untuk hipotesis satu arah sebesar 5%, dan kesalahan tipe II sebesar 10%, maka Zα dan Zβ yang digunakan adalah 1,64 dan 1,28.

Jadi, dibutuhkan minimal 18 sampel untuk kelompok penderita diabetes mellitus yang merokok dan 18 subjek untuk kelompok penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Dengan demikian, jumlah minimal sampel yang digunakan menjadi 36 subjek.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

(40)

Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pengambilan data akan dilakukan melalui teknik wawancara dengan instrumen berupa lembar pengumpulan data. Tinggi badan akan diukur dalam satuan meter dan berat badan dalam satuan kilogram untuk penghitungan indeks massa tubuh. Sumber data sekunder, yaitu kadar HbA1c diperoleh dengan melihat hasil

pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan terhadap pasien yang memenuhi kriteria.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisa dengan bantuan perangkat lunak komputer SPSS® (Statistical Package for Social Science). Karena variabel independen diukur dalam bentuk kategorik dan variabel dependen dalam bentuk numerik, metode yang digunkaan untuk uji hipotesis dalam analisa data adalah dengan uji t-independen secara parametrik. Namun, jika terdapat distribusi data yang tidak normal, akan digunakan uji non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney (Dahlan, 2009). Apabila hasil uji statistik pertama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, data akan diuji lebih lanjut dengan uji One-Way Anova dan uji Bonferroni untuk mengetahui faktor penyebab perbedaan tersebut.

BAB 5

(41)

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi yang beralamat di Jl. Prof. H. Yamin No. 47, Medan. RSUD Dr. Pirngadi merupakan Rumah Sakit Pendidikan (Teaching Hospital) yang menjadi tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara sejak tanggal 20 Agustus 1952 ,saat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdiri, hingga Januari 1993. Selama tahun 1993 hingga tahun 2007, RSUD Dr. Pirngadi Medan ditetapkan sebagai Rumah Sakit Tempat Pendidikan dan selanjutnya pada tanggal 10 April 2007, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007, RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan kembali resmi ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Instalasi Patologi Klinik yang berlokasi di lantai 3 RSUD Dr. Pirngadi menjadi tempat pengambilan data dalam penelitian ini.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Case (Merokok) dan Control (Tidak Merokok)

Frekuensi (orang) Persentase (%)

Merokok

Sampel yang digunakan adalah penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang datang untuk memeriksa kadar HbA1c di Instalasi Patologi Klinik

(42)

menjadi 21 orang (45.7 %) dan untuk kelompok yang tidak merokok menjadi 25 orang (54.3%).

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Merokok

Lama Merokok

Berdasarkan data pada tabel 5.2, didapatkan bahwa dari total 46 sampel dalam penelitian ini, 25 (54.3%) sampel yang tidak merokok rata-rata kadar HbA1c sebesar 6.52 ± 0.80 %. 4 orang (8.7%) sampel perokok yang merokok

selama 2-5 tahun memiliki rata-rata HbA1c sebesar 6.33 ± 0.39 %. Jumlah

sampel yang merokok selama 6-10 tahun adalah 8 orang (17.4%) dengan kadar HbA1c rata-rata 7.24 ± 1.18 %. Terdapat 3 orang (6.5%) sampel yang

telah merokok selama 11-15 tahun dan kadar HbA1c rata-rata untuk sampel

dalam kategori ini adalah 7.00 ± 0.26 %. Untuk sampel yang merokok selama 16-20 tahun (3 orang atau 6.5 % dari total sampel), kadar HbA1c rata-ratanya

adalah 7.67 ± 0.40 %, sedangkan untuk sampel perokok yang telah merokok >20 tahun (3 orang ata 6.5% dari total sampel), kadar HbA1c rata-ratanya

adalah 7.53 ± 1.67 %.

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihisap

Jumlah Batang per Hari Frekuensi

(orang)

Persentase (%) HbA1c (%)

(43)

2-5 9 19.6 6.63 ± 0.71

6-10 4 8.7 6.63 ± 0.46

11-15 0 0 0

>15 8 17.4 7.95 ± 1.00

Dari data pada tabel 5.5, 25 (54.3%) sampel yang dikategorikan dalam kelompok yang bukan perokok memiliki kadar HbA1c rata-rata sebesar 6.52 ±

0.80 %. Untuk 9 orang (19.6%) sampel perokok yang menghisap 2-5 batang rokok per hari, didapatkan bahwa rata-rata nilai HbA1c-nya adalah 6.63 ± 0.71

%. Terdapat 4 orang (8.7%) sampel dengan jumlah konsumsi rokok per hari sebesar 6-10 batang dan untuk kelompok ini, kadar HbA1c rata-ratanya adalah

6.63 ± 0.46 %. Tidak ditemukan sampel yang menghisap 11-15 batang rokok per hari. Jumlah sampel yang merokok lebih dari 15 batang per hari adalah 8 orang (17.4%) dengan kadar HbA1c rata-rata sebesar 7.95 ± 1.00 %.

5.1.3. Analisa Data

Untuk menentukan uji analisa data yang dapat digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas sebagai penentu distribusi data.

Tabel 5.4. Hasil Uji Normalitas

Karena jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 46 (21 sampel untuk kelompok penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dan 25 sampel untuk kelompok yang tidak merokok), maka hasil yang dapat digunakan adalah hasil dari uji Shapiro-Wilk. Dikatakan berdistribusi normal apabila nilai Sig. yang didapat > 0.05. Berdasarkan tabel 5.4, nilai Sig. untuk variabel HbA1c dari uji Shapiro-Wilk pada sampel yang merokok adalah

Status Merokok

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. HbA1c Merokok .902 21 .039

(44)

0.039 (< 0.05) dan pada sampel yang tidak merokok adalah 0.000 (<0.05). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data variabel yang diteliti tidak berdistribusi normal dan uji analisa data yang selanjutnya dapat digunakan adalah uji non-parametrik Mann-Whitney.

Tabel 5.5. Perbandingan Kadar HbA1c dari Kedua Kelompok Merokok Tidak Merokok

HbA1c (%) Nilai Minimum 6.0 6.0

Median 6.9 6.2

Nilai Maksimum 9.3 9.6

Mean ± SD 7.13 ± 1.01 6.52 ± 0.80

Data pada tabel 5.5 menunjukkan nilai p sebesar 0.014 (< 0.05) yang berarti bahwa H0 ditolak. Dengan kata lain, ada perbedaan yang signifikan antara

kadar HbA1c dalam kelompok penderita diabetes mellitus tidak terkontrol

yang merokok dan yang tidak merokok dengan interval kepercayaan sebesar 95%. Selanjutnya dilakukan uji One-Way Anova terhadap faktor lama merokok dan jumlah rokok yang dihisap untuk menentukan faktor mana dari kedua faktor tersebut yang menyebabkan perbedaan.

Tabel 5.6. Uji One-Way Anova terhadap Faktor Lama Merokok

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 8.437 5 1.687 2.151 .079

Within Groups 31.373 40 .784 Total 39.810 45

Sebelum melakukan uji One-Way Anova, telah dilakukan Test of Homogeneity of Variances (uji homogenitas varian) yang menunjukkan bahwa varian semua kelompok sama (p-value = 0.057), sehingga uji One-Way Anova dikatakan valid untuk menguji hubungan terhadap faktor lama

(45)

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar HbA1c dalam keenam

kelompok yang pembagiannya dilakukan sesuai dengan pembagian dalam tabel 5.2.

Tabel 5.7. Uji One-Way Anova terhadap Faktor Jumlah Rokok

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 12.969 3 4.323 6.764 .001

Within Groups 26.841 42 .639 Total 39.810 45

Sebelum melakukan uji One-Way Anova, telah dilakukan juga Test of Homogeneity of Variances (uji homogenitas varian) yang menunjukkan bahwa varian semua kelompok sama (p-value = 0.435), sehingga uji One-Way Anova dikatakan valid untuk menguji hubungan terhadap faktor jumlah rokok yang dihisap per hari. Berdasarkan data pada tabel 5.7, nilai Sig. 0.001 (<0.05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam kadar HbA1c pada kelompok yang pembagiannya dilakukan sesuai dengan

pembagian dalam tabel 5.3.

Kemudian, dilakukan uji lebih lanjut lagi untuk menentukan kelompok mana yang memberikan perbedaan bermakna dari semua kelompok yang dibagi berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi. Karena varian dalam semua kelompok sama, maka uji yang dapat dilakukan selanjutnya adalah uji

Bonferroni.

(46)

Dari hasil uji Bonferroni, didapatkan bahwa kadar HbA1c menunjukkan

perbedaan yang signifikan antara kelompok yang merokok > 15 batang per hari dengan kelompok yang tidak merokok maupun dengan kelompok yang menghisap 2-5 batang rokok per hari.

5.2. Pembahasan

HbA1c atau glikohemoglobin adalah suatu indikator yang dapat merefleksikan

kontrol glukosa darah pasien diabetes mellitus selama 2-3 bulan terakhir dengan cukup akurat (Goldstein et al, 2004). Berbeda dengan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa yang hasilnya cenderung hanya menggambarkan kondisi glukosa darah pada saat pemeriksaan, HbA1c dapat menunjukkan

gambaran pengendalian kadar glukosa darah yang terjadi dalam 2-3 bulan terakhir. Hal ini menjadi lebih penting pada pasien diabetes yang mengalami fluktuasi kadar glukosa darah dari hari ke hari (Wilson, 2008).

(I) Kelompok (J) Kelompok Sig. Bonferroni Tidak Merokok 2-5 1.000

6-10 1.000

>15 .000

2-5 Tidak Merokok 1.000

6-10 1.000

>15 .009

6-10 Tidak Merokok 1.000

2-5 1.000

>15 .059

>15 Tidak Merokok .000

2-5 .009

(47)

Terdapat ribuan komposisi zat kimia dalam sebatang rokok yang ketika dibakar dapat membahayakan kesehatan (American Lung Association, 2013). Sesuai dengan data yang didapat dari Pusat Promosi Kesehatan, 2010, prevalensi perokok ditemukan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa rata-rata kadar HbA1c pada kelompok

yang merokok dalam penelitian ini adalah 7.13 %, sedangkan rata-ratanya pada kelompok yang tidak merokok adalah 6.52 %. Perbedaan kedua kelompok ini terbukti signifikan setelah dilakukan uji non-parametrik Mann-Whitney. Hasil ini tampaknya sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Clair et al (2011) pada sampel dari populasi masyarakat Amerika Serikat yang tidak menderita diabetes mellitus dimana nikotin dikatakan memiliki hubungan dengan peningkatan kadar HbA1c.

Belum ada penjelasan yang pasti mengenai bagaimana mekanisme rokok atau metabolit yang terkandung di dalamnya mempengaruhi kadar glukosa darah, atau dalam hal ini, kadar HbA1c. Namun beberapa hipotesis telah diajukan

untuk mencoba menghubungkan penggunaan tembakau dengan kontrol glukosa darah pasien diabetes mellitus.

Dalam penelitiannya, Houston et al (2006) mendapati adanya asosiasi antara merokok dengan resiko pankreatitis kronik dan kanker pankreas. Dengan demikian, dapat dianggap bahwa merokok mungkin bersifat toksik secara langsung terhadap pankreas, suatu organ yang memproduksi insulin.

(48)

Hasil uji Anova terhadap kadar HbA1c berdasarkan jumlah rokok yang

dikonsumsi dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok yang merokok lebih dari 15 batang per hari. Ini mungkin dapat menjadikan jumlah rokok sebagai salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kadar HbA1c antara kelompok yang merokok dengan

yang tidak merokok. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Liu et al (2011) yang dilakukan di departemen kimia salah satu unversitas di California. Dalam penelitian in vitro tersebut, ditemukan adanya peningkatan kadar HbA1c yang berbanding lurus terhadap konsentrasi nikotin yang diberikan

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar HbA1c pada penderita

diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan yang tidak merokok.

2. Kadar HbA1c rata-rata pada kelompok penderita diabetes mellitus tidak

terkontrol yang merokok adalah 7.13 %.

3. Kadar HbA1c rata-rata pada kelompok penderita diabetes mellitus tidak

terkontrol yang tidak merokok adalah 6.52 %.

4. Setelah dilakukan uji statistik lebih lanjut untuk mencari penyebab perbedaan kadar HbA1c dalam dua kelompok tersebut, didapati bahwa:

- lama merokok tidak berpengaruh terhadap kadar HbA1c penderita

diabetes mellitus tidak terkontrol.

- jumlah rokok yang dikonsumsi tampak mempengaruhi kadar HbA1c,

dimana sampel yang merokok lebih dari 15 batang per hari menunjukkan perbedaan kadar HbA1c yang signifikan dibandingkan

dengan sampel yang tidak merokok maupun sampel yang merokok 2-5 batang per hari.

6.2. Saran

1. Masyarakat dapat diberi edukasi mengenai dampak terhadap kesehatan yang mungkin akan ditimbulkan dari merokok.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association, 2004. Hospital Admission Guidelines for Diabetes. Diabetes Care vol. 27 no. suppl 1 s103.

American Diabetes Association, 2011. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2011; 34 (suppl 1).

American Diabetes Association, 2012. Standard of Medical Care in Diabetes – 2012: Clinical Practice Recommendations. Diabetes Care 2012; 35 (suppl 1).

American Diabetes Association, 2013. Diabetes Basics. Alexandria. Available from American Diabetes Association, 2013. Standard of Medical Care in Diabetes.

Diabetes Care 2013; 36 no. Supplement 1 S11-S66.

American Lung Association, 2013. What’s in A Cigarette?. Pennsylvania. Available from:

Benjamin, R.M., 2010. A Report of The Surgeon General: How Tobacco Smokes Causes Disease. Department of Health and Human Services. USA. Available from:

Benjamin, R.M., 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-Attributable Disease.. Department of Health and Human Services. USA. Available from:

(51)

Centers for Disease Control and Prevention, 2012. Health Effects of Cigarette Smoking. CDC. USA. Available from:

January 2012

Clair, C., A. Bitton, J.B. Meigs, dan N.A. Rigotti. 2011. Relationships of Cotinnine and Self-Reported Cigarette Smoking with Hemoglobin A1c in the U.S. Diabetes Care 34:2250–2255.

Dahlan, M.S., 2009 . Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, M.S., 2009 . Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fauci, A.S., et al., 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 338.

Goldstein, D.E., et al. 2004. Tests of Glycaemia in Diabetes. Diabetes Care

27:1761–1773.

Gunton, J.E., et al., 2002. Cigarette Smoking Affects Glycemic Control in Diabetes. Diabetes Care vol. 25 no. 4 796-797.

Guyton, A.C. dan J.E. Hall, 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders 78: 971-972.

Healthday, 2011. ACS: Nicotine Tied to Higher Glycated Hemoglobin A1c .

Modern Medicine. Kansas City. Available from:

(52)

Houston, T.K., et al., 2006. Active and Passive Smoking and Development of Glucose Intolerance among Young Adults in A Prospective Cohort: CARDIA Study. British Medical Journal 2006;332:1298.3.

International Diabetes Federation, 2013. About Insulin. Belgium. Available from:

Jyothirmayi, B., S. Kaviarasi, W. Ebenezer, 2013. Study of Glycated Hemoglobin in Chronic Cigarette Smoker. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2013; 5(1): 4-6.

Lind, M., A.Odén, M. Fahlén, dan B. Eliasson, 2009. The True Value of HbA1c as

a Predictor of Diabetic Complications: Simulations of HbA1c Variables.

PLoS ONE 4(2): e4412.

Murray, R.K., D.K. Granner, dan V.W. Rodwell, 2006. Harper’s Ilustrated Biochemistry. 27th ed. USA: The McGraw-Hill Companies. Inc 16: 140-141 ; 51.

National Diabetes Information Clearinghouse, 2011. National Diabetes Statistics, 2011: Fast Facts on Diabetes. National Institutes of Health. USA.

Available from:

2013]

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011. Perkeni. Jakarta. Available from:

. [Accessed

(53)

Pusat Promosi Kesehatan, 2010. Masalah Merokok di Indonesia. Promkes. Jakarta. Available from:

Rhoades, R.A. dan D.R. Bell, 2009. Medical Physiology: Principles for Clinical Medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins 35:626. Riset Kesehatan Dasar, 2010. Laporan Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Available from:

Sacks, D.B., 2005. Working Group of the HbA1c Assay: Global Harmonization of Hemoglobin A1c. ClinChem 51:681– 683.

Semiardji, G., 2003. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2003. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 44.

Tobacco Control Support Centre – IAKMI, 2012. Masalah Rokok di Indonesia. TCSC Indonesia. Jakarta. Available from:

Wilson, D.D., 2008. Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. USA: The McGraw-Hill Companies. Inc pp. 294-295.

World Health Organization, 2008. WHO Report on The Global Tobacco Epidemic.WHO. Geneva. Available from:

(54)

World Health Organization, 2013. Country and Regional Data on Diabetes. WHO. Geneva. Available from:

(55)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Cindy 2. NIM : 100100063

3. Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 29 Desember 1993 4. Agama : Buddha

5. Alamat : Jl. Sulang-Saling No. 26-28 6. Telepon / Handphone : 061-4538186 / 081361178666 7. Alamat Email : hellocndy@gmail.com

8. Riwayat Pendidikan :

- TK Budi Utomo Medan 1996-1998 - SD Budi Utomo Medan 1998-2004 - SLTP Sutomo 1 Medan 2004-2007 - SMA Sutomo 1 Medan 2007-2010 - Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2010-sekarang 9. Riwayat Organisasi :

- Anggota Keluarga Mahasiswa Buddhis USU periode 2010 – sekarang - Anggota Departemen Minat Bakat PEMA FK USU periode 2011-2012 - Anggota panitia acara PORSENI FK USU tahun 2012

(56)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Salam Sejahtera,

Saya, Cindy, mahasiswi semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini tengah menjalankan penelitian dengan judul “Perbandingan Kadar HbA1c pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol

yang Merokok dengan yang Tidak Merokok”.

Diabetes mellitus, atau yang sering disebut penyakit gula oleh masyarakat awam, merupakan penyakit jangka panjang yang apabila tidak dikontrol dengan baik, akan menimbulkan berbagai komplikasi terhadap kesehatan penderita. Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai baik buruknya pengendalian

penyakit diabetes adalah pemeriksaan kadar HbA1c.

Terdapat ribuan zat kimia berbahaya dalam sebatang rokok yang akan memberi

banyak dampak buruk bagi tubuh penggunanya. Dalam beberapa penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya, merokok aktif telah banyak dihubungkan dengan

peningkatan kadar gula darah.

Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar HbA1c pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dengan

yang tidak merokok. Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai informasi tambahan bagi klinisi dalam pengawasan kontrol gula darah penderita diabetes.

Oleh karena itu, saya mengaharapkan kesediaan Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila Anda bersedia, saya akan melakukan wawancara terstruktur mengenai riwayat penyakit dan riwayat merokok Anda. Selanjutnya, hasil pemeriksaan kadar HbA1c yang telah Anda lakukan di Instalasi Patologi

(57)

data Anda akan dianalisa sesuai dengan metode statistika yang juga telah ditetapkan. Wawancara yang akan dilakukan berlangsung selama sekitar 5 menit.

Saya mengharapkan kerja sama Anda unutk memberikan jawaban yang

sebenar-benarnya dalam wawancara. Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela

dan tanpa paksaan. Identitas Anda akan tetap dirahasiakan dan tidak akan

dipublikasikan karena hanya peneliti dan komisi etik yang dapat melihat data Anda.

Data yang didapat hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak akan

disalahgunakan untuk maksud yang lain. Demikian penjelasan ini saya sampaikan.

Terima kasih atas perhatian dan kesediaan Anda. Setelah memahami berbagai hal

yang berhubungan dengan penelitian ini, diharapkan Anda bersedia mengisi lembar

persetujuan yang telah disiapkan.

Medan, ________________ 2013

Peneliti,

(58)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : ... Umur : ... tahun

Alamat : ... No. Telp / No. HP : ...

telah membaca, mendapat penjelasan, dan mengerti tentang penelitian,

Judul : Perbandingan Kadar HbA1c pada Penderita Diabetes

Mellitus tidak Terkontrol yang Merokok dengan yang tidak Merokok Peneliti : Cindy

Instansi Penelitian : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dan dengan ini menyatakan

SETUJU

untuk menjadi subjek penelitian dengan sukarela dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Demikian surat pernyataan ini untuk dapat digunakan secara seperlunya.

Medan, ________________ 2013

Yang memberikan penjelasan, Yang membuat pernyataan persetujuan,

Cindy (______________________________)

(59)

Lampiran 4

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

Data Pribadi Subjek

Nomor Urut : ( LK / PR ) Umur : tahun Pekerjaan :

Berat badan : kg Tinggi badan : m IMT : kg/m2

Riwayat Penyakit

1. Lama menderita diabetes : bulan

2. Riwayat thalassemia : ada / tidak ada

3. Riwayat gagal ginjal kronis : ada / tidak ada

4. Riwayat anemia bulan sabit : ada / tidak ada

(60)

Riwayat Merokok

Riwayat merokok : ada / tidak ada

Bila ada : masih aktif / sudah berhenti

• Masih aktif:

lama merokok : tahun jumlah batang / hari :

• Sudah berhenti Lama berhenti : tahun

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

(61)

Lampiran 5

(62)

Lampiran 6

(63)

Lampiran 7

DATA INDUK

Data Sampel yang Merokok

(64)
(65)

HASIL ANALISA DATA SPSS

Karakteristik sampel yang merokok:

Karakteristik sampel yang tidak merokok:

Uji Normalitas:

Massa Tubuh HbA1c

N Valid 25 25 25 25 25 25

Missing 0 0 0 0 0 0

Mean 53.20 7.060 66.12 1.6276 24.9860 6.516

(66)

Tests of Normality

Status Merokok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

HbA1c Merokok .149 21 .200* .902 21 .039

Tidak Merokok .268 25 .000 .653 25 .000

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Mann-Whitney:

Ranks

Status Merokok N Mean Rank Sum of Ranks

HbA1c Merokok 21 28.76 604.00

Tidak Merokok 25 19.08 477.00

Total 46

Test Statisticsa

HbA1c

Mann-Whitney U 152.000

Wilcoxon W 477.000

Z -2.448

Asymp. Sig. (2-tailed) .014

a. Grouping Variable: Status

Merokok

(67)

Test of Homogeneity of Variances

HbA1c

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.366 5 40 .057

ANOVA

HbA1c

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 8.437 5 1.687 2.151 .079

Within Groups 31.373 40 .784

Total 39.810 45

Uji One-Way Anova terhadap faktor jumlah rokok:

Descriptives

HbA1c

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Tidak Merokok 25 6.516 .7957 .1591 6.188 6.844 6.0 9.6

2-5 4 6.325 .3862 .1931 5.710 6.940 6.1 6.9

6-10 8 7.238 1.1795 .4170 6.251 8.224 6.0 9.2

11-15 3 7.000 .2646 .1528 6.343 7.657 6.8 7.3

16-20 3 7.667 .4041 .2333 6.663 8.671 7.2 7.9

>20 3 7.533 1.6623 .9597 3.404 11.663 6.0 9.3

(68)

Test of Homogeneity of Variances

HbA1c

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.928 3 42 .435

ANOVA

HbA1c

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 12.969 3 4.323 6.764 .001

Within Groups 26.841 42 .639

Total 39.810 45

Descriptives

HbA1c

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Tidak Merokok 25 6.516 .7957 .1591 6.188 6.844 6.0 9.6

2-5 9 6.633 .7071 .2357 6.090 7.177 6.0 7.9

6-10 4 6.625 .4573 .2287 5.897 7.353 6.3 7.3

16-20 8 7.950 1.0014 .3541 7.113 8.787 6.8 9.3

Gambar

Gambar 2.1. Gambaran metabolisme karbohidrat; jalur-jalur utama dan produk akhir  Sumber: Murray, Granner, dan Rodwell, 2006
Tabel 2.1. Faktor- faktor yang meregulasi sekresi insulin dari pankreas
Tabel 2.2. Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologi
Gambar 2.2. Distribusi penderita diabetes mellitus di dunia Sumber: Fauci et al, 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa dengan adanya perjanjian penutupan asuransi kerugian antara Terlapor dengan empat perusahaan yaitu Tri Pakarta Wahana Tata, MAI atau Jasindo menyebabkan penguasaan

Pertumbuhan terkonsentrasi adalah strategi perusahaan yang mengarahkan sumber dayanya untuk mencapai pertumbuhan yang menguntungkan hanya pada satu produk,

Syukur Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan

Berilah tanda silang pada jawaban yang benar diantara huruf a, b, atau c.. kita berlindung hanya

Melihat kesuksesan tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis mengenai hal apa yang dapat mendukung kelancaran proses produksi, konsep dan tipe manufaktur, serta aplikasi

[r]

Melihat kesuksesan tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis mengenai hal apa yang dapat mendukung kelancaran proses produksi, konsep dan tipe manufaktur, serta aplikasi

Kerja Praktek dilakukan dengan mengamati proses pengemasan lulur dengan tujuan untuk menentukan waktu baku dari tiap operasi, mengurangi waktu menganggur, meningkatkan kelancaran