• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ": Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI TATANIAGA BENIH

IKAN GURAME MELALUI DAN TANPA MELALUI

KELOMPOK TANI DI DESA SUKAMAJU KIDUL

KECAMATAN INDIHIANG KOTA TASIKMALAYA

TAUFIK ARIFIN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Taufik Arifin

(4)

ABSTRAK

TAUFIK ARIFIN. Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul, Indihiang, Tasikmalaya. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

Ikan gurame merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang menghasilkan nilai ekonomis. Lamanya waktu dan besarnya resiko produksi yang dihadapi menjadi beberapa hal yang harus diperhatikan dan berpengaruh terhadap besarnya penerimaan yang diterima pembudidaya ikan gurame. Selain itu, adanya supply

dari daerah lain yang memiliki keunggulan dalam produksi menimbulkan persaingan harga jual minimal di tingkat pembudidaya. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai efisiensi tataniaga ikan gurame untuk mengetahui gambaran tataniaganya secara komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis saluran, lembaga, struktur pasar fungsi, dan sistem tataniaga. Serta menganalisis efisiensi operasional tataniaga dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Selain itu juga untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dengan adanya sebuah kelompok tani dalam kegiatan pemasaran. Pengamatan dan wawancara langsung dilakukan kepada pembudidaya ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul dengan metode

purposive sampling, sedangkan metode snowball sampling dilakukan kepada lembaga tataniaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 saluran tataniaga dengan lembaga, struktur pasar, dan fungsi yang berbeda pada setiap salurannya. Secara umum, analisis efisiensi operasional menyatakan bahwa terdapat perbedaan pada tataniaga yang dilakukan kelompok tani dan juga lebih efisien.

Kata kunci: Desa Sukamaju, efisiensi, kelompok, perbandingan, tataniaga gurame

ABSTRACT

TAUFIK ARIFIN. A Comparative Analysis of Marketing System Efficiency of Gurame With and Without The Involvement of Farmer’s Group in Sukamaju Kidul Village, Indihiang, Tasikmalaya.Supervised by AMZUL RIFIN.

Gurame fish is one of the commodities in Indonesia which has economic value. Length of time and risks in production became important thing to be considered and would affected the amount of carp farmers revenue. In addition, supply from other areas which had better production caused competitive minimum selling price at farmers level. Therefore, the research of efficiency in gurame fish marketing is needed in order to provide gurame fish marketing comprehensively. The objectives of this research were to identify the marketing channels, institutions, functions and market structure of gurame fish marketing, and to analyze the operational efficiency of gurame fish marketing with marketing marjin approach, farmer’s share, and benefit-cost ratio. Besides that, it also determine presence impact of a farmers group in marketing activities. The observations and interviews were conducted to farmers in Sukamaju kidul village by purposive sampling method, while the method of snowball sampling was conducted to marketing institutions. The result showed that there were 5 marketing channels with different institutions, functions, and market structure on every channel. Operational efficiency analysis showed that there was difference in farmer groups business administration and it was also more efficient.

(5)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI TATANIAGA BENIH

IKAN GURAME MELALUI DAN TANPA MELALUI

KELOMPOK TANI DI DESA SUKAMAJU KIDUL

KECAMATAN INDIHIANG KOTA TASIKMALAYA

TAUFIK ARIFIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya

Nama Taufik Arifin

NIM H34090124

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin, Sp, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 hingga Agustus 2013 ini adalah tataniaga, dengan judul Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, Sp, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan selama pengerjaan skripsi. Serta tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, Sp, M.Agribuss selaku dosen penguji utama dan Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ade Mulyadi selaku ketua Kelompok Tani Sukarame dan bapak Asep Rahmat selaku sekretaris Kelompok Tani Sukarame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Rohimat dan Ibu Euis Ara selaku orang tua penulis, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen dan rekan-rekan mahasiswa di Agribisnis 46 atas segala bantuanya.

Semoga skripsi ini bermanfaat

Bogor, 18 Februari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Kajian Usaha dan Pemasaran Ikan Gurame 9

Kajian Peran Kelompok Tani Dalam Penelitian Terdahulu 9 Kajian Struktur Pasar Dalam Penelitian Terdahulu 10 Kajian Fungsi Tataniaga Dalam Penelitian Terdahulu 10 Kajian Perilaku Pasar Dalam Penelitian Terdahulu 11 Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian 12

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kerangka Pemikiran Oprasional 18

METODE PENELITIAN 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Jenis Data dan Sumber Data 21

Metode Pengambilan Responden 21

Metode Analisis Data 22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27

Kondisi Wilayah dan Penduduk Lokasi Penelitian 27

Karakteristik Responden 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 39

Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga 39

Analisis Struktur Pasar 47

Analisis Fungsi Tataniaga 50

Analisis Perilaku Pasar 58

Analisis Marjin Tataniaga 61

Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya 63

Analisis Farmer’s Share 65

Analisis Efisiensi Tataniaga 66

Analisis Perbandingan Tataniaga 68

SIMPULAN DAN SARAN 73

Simpulan 73

(10)

DAFTAR PUSTAKA 74

LAMPIRAN 76

DATAR RIWAYAT HIDUP 79

DAFTAR TABEL

1 Kontribusi PDB sektor perikanan terhadap sektor pertanian dan neraca perdagangan sektor perikanan berdasarkan harga konstan

tahun 2007-2011 (dalam miliar rupiah) 1

2 Produksi beberapa komoditas perikanan budi daya Indonesia tahun

2009-2011 2

3 Volume produksi ikan gurame Indonesia dan beberapa provinsi di

Pulau Jawa tahun 2007-2010 2

4 Volume produksi beberapa komoditas unggulan subsektor perikanan budi daya Indonesia Dan Kota Tasikmalaya (dalam ton), tahun 2009 3 5 Potensi produksi dan pemanfaatan usaha kolam air tenang perikanan

budi daya Kota Tasikmalaya tahun 2011 4

6 Segmentasi dan harga benih ikan gurame berdasarkan klasifikasi

ukuran di Kota Tasikmalaya, tahun 2013 5

7 Jenis pemasaran komoditas hasil sektor perikanan beberapa provinsi

di Pulau Jawa tahun 2011 (dalam ton) 6

8 Karakteristik Struktur Pasar Dari Sudut Penjual dan Pembeli 15 9 Fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh petani (pembudidaya ikan

gurame) dan lembaga tataniaga 23

10 Kriteria penentuan jenis struktur pasar berdasarkan karakteristik pasar 23 11 Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota

Tasikmalaya tahun 2010 28

12 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 2010 28 13 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tasikmalaya atas

harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2010 29 14 PDRB kota tasikmalaya sektor pertanian atas harga konstan tahun

2010 30

15 Luas wilayah dan persebaran penduduk di Kecamatan Indihiang pada

masing-masing desa/kelurahan, tahun 2012 31

16 Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul, tahun 2012 32 17 Sebaran Penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan

Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul, tahun 2012 32 18 Sebaran mata pencaharian penduduk Kecamatan Indihiang dan Desa

Suka Maju kidul tahun 2012 33

19 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan selang

umur di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 34

20 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 35 21 Perbandingan luas lahan kepemilikan pribadi dan sewa responden

(11)

22 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan luas lahan

di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 36

23 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan pengalaman usaha di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 36 24 Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan

selang umur Sukamaju Kidul tahun 2013 37

25 Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 37 26 Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan

pengalaman usaha di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 38 27 Fungsi tataniaga lembaga tataniaga benih ikan gurame di Desa

Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya 52 28 Marjin, biaya, keuntungan, dan rasio keuntungan terhadap biaya

tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di

Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 62

29 Farmer’s share pembudidaya dan lembaga tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul

tahun 2013 65

30 Analisis tingkat efisiensi tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 66 31 Hasil perbandingan secara deskriptif antara pembudidaya yang

menggunakan dan tanpa menggunakan kelompok tani sebagai media pemasaran benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di

Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 69

32 Output SPSS (Ranks) Uji Kruskal Wallis dalam melihat perbedaan

saluran I, IIa, IIb, dan IIc 70

33 Output SPSS (Test Statisticsa) Uji Kruskal Wallis dalam melihat

perbedaan saluran I, IIa, IIb, dan IIc 71

34 Output SPSS uji Mann-whitney saluran I dengan IIc , I dengan IIb,

dan I dengan IIc (Ranks) 72

35 Output SPSS uji Mann-whitney saluran I dengan IIc , I dengan IIb,

dan I dengan IIc (Test Statistics) 72

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva marjin tataniaga 17

2 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian 20

3 Peta wilayah administratif Kota Tasikmalaya 27

4 Bak oven sebagai tempat pemeliharaan banih setelah penetasan dan kolam usaha pembenihan ikan gurame dari salah satu responden

pembudidaya non anggota 40

5 Kolam indukan ikan gurame milik ketua Kelompok Tani Sukarame 41 6 Kios penjualan salah satu pedagang ikan gurame pada di Pasar

Pagendingan dan kolam penampungan benih pada pengumpul benih

(12)

7 Saluran tataniaga benih ikan gurame dengan ukuran 5-7 cm melalui dan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa

Sukamaju Kidul tahun 2013 44

8 Media atau alat bantu penyortiran pada salah satu pembudidaya anggota dan salah satu contoh kegiatan penyortiran yang dilakukan

pembudidaya 51

9 Kolam penanpungan benih sebelum pengiriman di tingkat kelompok tani dan media pengemasan benih ikan gurame ketika pengangkutan

pedagang pengumpul 54

10 Alat transportasi pengangkut benih ikan gurame pedagang besar dan salah satu kegiatan penyortiran di tingkat pedagang 56

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data produksi hasil perikanan perkecamatan di Kota Tasikmalaya

tahun 2009a 76

2 Data responden pedagang benih ikan gurame Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya tahun 2013a 76 3 Data responden pembudidaya ikan gurame Desa Sukamaju Kidul

Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya tahun 2013 77 4 Rincian biaya tataniaga pada pembudidaya dan lembaga tataniaga

benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang konsisten memberikan kontribusi nyata dalam perekonomian. Hal ini terlihat dari besarnya persentase PDB yang dihasilkan sektor perikanan terhadap PDB sektor pertanian. Pada periode tahun 2007 hingga tahun 2011 persentase kontribusi PDB dari sektor perikanan terhadap PDB pertanian adalah rata-rata sebesar 16.6 persen pertahun (Tabel 1). Pada tahun 2007 PDB yang dihasilkan sektor perikanan mencapai Rp 43.65 triliun. Jumlah ini terus meningkat hingga pada tahun 2011 mencapai Rp 54.18 triliun (Tabel 1). PDB yang dihasilkan sektor perikanan ini rata-rata memiliki kontribusi sebesar 16 persen terhadap PDB sektor pertanian selama tahun 2007 sampai 2011. Besarnya PDB yang dihasilkan sektor perikanan ini tidak terlepas dari meningkatnya produksi dan volume ekspor sektor perikanan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Total nilai ekspor sektor perikanan Indonesia tahun 2007 adalah sebesar Rp 22.58 triliun dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga pada tahun 2011 mencapai Rp 32.04 triliun.

Tabel 1 Kontribusi PDB sektor perikanan terhadap sektor pertanian dan neraca perdagangan sektor perikanan berdasarkan harga konstan tahun 2007-2011 (dalam miliar rupiah)a

Tahun Nilai PDB (miliar rupiah) Neraca perdagangan Pertanian Perikanan Persentase Ekspor Impor Surplus 2007 271 509.30 43 652.80 16.08 22 589.20 1 427.50 21 161.70 2008 284 619.10 45 866.20 16.11 26 836.99 2 676.59 24 320.24 2009 295 883.80 47 775.10 16.15 24 662.02 3 002.61 21 659.41 2010 304 777.10 50 661.80 16.62 28 638.31 3 918.15 24720.16 2011 315 036.80 54 186.70 17.20 32 047.97 4 980.00 27 067.97 a

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

(14)

ditetapkan oleh Kementrian Perikanann dan Kelautan Indonesia No. 32/MEN/2010 mengenai kawasan minapolitan1.

Tabel 2 Produksi beberapa komoditas perikanan budi daya Indonesia tahun 2009-2011a

Jenis ikan Jumlah produksi/tahun (ton) Kenaikan rata-rata (%)

2009 2010 2011

Rumput laut 2 963 556 3 915 017 4 305 027 9.96

Udang 338 060 380 972 414 014 8.67

Kerapu 5 073 10 398 12 561 20.80

Kakap 6 400 5 738 3 464 -39.63

Bandeng 328 288 421 757 585 242 38.76

Ikan mas 249 279 282 695 316 082 11.81

Ikan nila 323 389 464 191 481 440 3.72

Ikan lele 144 755 242 811 340 647 40.30

Ikan patin 109 685 147 888 144 538 -2.27

Ikan gurame 46 254 56 889 59 401 4.42

Lainnya 193 826 349 568 314 568 -10.09

aSumber : Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia (2012)

Tabel 3 Volume produksi ikan gurame Indonesia dan beberapa provinsi di Pulau Jawa tahun 2007-2010a

Lokasi Jumlah produksi/tahun (ton)

2007 2008 2009 2010

DI Yogyakarta 1 981 2 405 2 695 6 031

Jawa Timur 7 727 8 326 8 425 9 525

Jawa Tengah 4 222 5 411 6 145 7 474

DKI Jakarta 45 144 59 61

Banten 517 349 341 290

Jawa Barat 11 145 10 183 13 007 12 970

Pulau Jawa 25 637 26 818 30 672 36 351

Persentase kontribusi (%) 43.5 38.0 42.4 35.7

a

Sumber : Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia (2011)

Salah satu komoditas unggulan subsektor perikanan budi daya Indonesia adalah ikan gurame. Selama periode tahun 2009 hingga tahun 2011, total produksi ikan gurame Indonesia selalu mengalami peningkatan (Tabel 2). Pada tahun 2009 total produksi ikan gurame Indonesia adalah sebesar 46 254 ton. Jumlah ini

1

(15)

mengalami peningkatan yang signifikan selama 5 tahun, hingga total produksi ikan gurame nasional mencapai 59 401 ton pada tahun 2011.

Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu daerah penghasil ikan gurame dengan jumlah terbesar dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa. Sebesar 32.03 persen dari total produksi ikan gurame di Pulau Jawa adalah berasal dari Provinsi Jawa Barat (Tabel 3). Untuk total produksi ikan gurame dari Provinsi Jawa Barat sendiri pada tahun 2007 mencapai 11 145 ton dan

ber-fluktuasi setiap tahunnya hingga mencapai 12 970 ton tahun 2010. Produksi ikan gurame Provinsi Jawa Barat ini adalah yang terbesar dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Rata-rata kontribusi yang diberikan Provinsi Jawa Barat terhadap total produksi ikan gurame di Pulau Jawa adalah sebesar 39.9 persen selama tahun 2007 hingga 2010.

Salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi cukup besar untuk subsektor perikanan budi daya, khususnya pada komoditas ikan gurame, adalah Kota Tasikmalaya. Komoditas ikan gurame di Tasikmalaya sendiri telah menjadi salah satu komoditas unggulan daerah. Jenis ikan gurame yang dikembangkan di Kota Tasikmalaya adalah jenis ikan gurame soang. Ikan gurame soang adalah satu dari tujuh ikan gurame yang dikembangbiakan di

Indonesia yang ‘diklaim’ sebagai ikan asli rawa-rawa sekitar Gunung

Galunggung, Kota Tasikmalaya. Hal itu dikuatkan oleh surat keputusan Bupati Tasikmalaya Nomor 522.4/189/1994 yang menetapkan ikan gurame soang sebagai fauna khas Tasikmalaya2.

Tabel 4 Volume produksi beberapa komoditas unggulan subsektor perikanan budi daya Indonesia Dan Kota Tasikmalaya (dalam ton), tahun 2009a Komoditas Indonesia (ton) Kota Tasikmalaya (ton) Persentase (%)

Udang 338 060 8.6 0.003

Ikan mas 249 279 1 493.89 0.599

Ikan nila 323 389 1 734.92 0.536

Ikan lele 144 755 519.05 0.359

Ikan gurame 46 254 667.59 1.443

Lainnya 303 511 4 149.38 1.367

Total 4 708 565 7 112.49 0.151

a

Sumber : Kementrian Perikanan Kelautan Indonesia (2012) dan Dinas Perikanan Peternakan Kelautan Kota Tasikmalaya (2010)

Potensi yang dimiliki subsektor perikanan budi daya di Kota Tasikmalaya terlihat dari total produksi beberapa komoditas perikanan budi daya dari Kota Tasikmalaya. Pada tahun 2009 total produksi perikanan budi daya Kota Tasikmalaya tercatat sebanyak 7 112.49 ton atau sebesar 0.151 persen dari total produksi nasional. Untuk komoditas ikan gurame sendiri total produksi yang tercatat pada tahun 2009 adalah sebanyak 667.59 ton atau sebesar 0.1443 persen

2

(16)

dari produksi ikan gurame nasional (Tabel 4). Nilai persentase dari total produksi ikan gurame di Kota Tasikmalaya terhadap produksi secara nasional ini juga merupakan yang terbesar dibandingkan komoditas perikanan budi daya lainnya dari Kota Tasikmalaya. Potensi untuk pengembangan komoditas ikan gurame di Kota Tasikmalaya juga sangat didukung dengan adanya potensi dari lahan usaha. Berdasarkan data tahun 2009, potensi luas kolam yang dapat digunakan untuk mengembangkan komoditas ikan gurame adalah berupa kolam pembenihan seluas 3 689.97 Ha dan pembesaran seluas 366.59 Ha (Tabel 5).

Tabel 5 Potensi produksi dan pemanfaatan usaha kolam air tenang perikanan budi daya Kota Tasikmalaya tahun 2011a

Cabang usaha Potensi (Ha) Pemanfaatan (Ha) Persentase (%) Kolam air tenang

Pembesaran : 3 689.97 3 295.20 89.30

Pembenihan : 366.59 299.86 81.80

aSumber : Dinas Perikanan Peternakan dan Kelautan Kota Tasikmalaya (2012)

Adanya potensi dan pemanfaatan pada sektor usaha yang terdapat di suatu daerah haruslah pula memberikan dampak positif pada daerah tersebut. Salah satu dampak positif yang dimaksud adalah berpengaruh pada peningkatan tingkat kesejahterahan dari para pelaku usaha yang ada di dalamnya. Tingkat kesejahterahan yang diterima para pelaku usaha yang ada di dalam suatu sektor usaha akan sangat bergantung pada tingkat keuntungan dari harga yang diterima dalam proses penjualan. Proses tataniaga yang efisien dapat memberikan dampak pada tingkat harga yang diterima. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pula tingkat keuntungan yang akan berdampak pada tingkat kesejahterahan para pelaku usaha yang ada di dalam sektor usaha tersebut. Mahyuddin (2009) menjelaskan bahwa, pemasaran pada budidaya ikan gurame dapat berupa hasil kegiatan pembenihan (telur dan larva), benih hasil kegiatan pendederan, dan gurame konsumsi hasil pembesaran. Adapun untuk usaha pembenihan ikan gurame output produksi yang dihasilkan dapat terbagi menjadi beberapa segmentasi berdasarkan ukuran (Tabel 6). Adanya segmentasi berdasarkan ukuran ini juga berdampak pada perbedaan harga pada masing-masing segmentasi ukuran.

(17)

kebutuhan anggota. Adanya keberadaan Kelompok Tani Sukarame juga dapat membantu para anggotanya dalam hal pemberian bantuan usaha, baik berupa bantuan yang berasal dari dalam kelompok maupun bantuan berupa akses untuk mendapatkan bantuan dari pihak luar.

Tabel 6 Segmentasi dan harga benih ikan gurame berdasarkan klasifikasi ukuran di Kota Tasikmalaya, tahun 2013a

Jenis ukuran benih Klasifikasi ukuran (cm) Harga jual (Rp/ekor)b

Larva (biji mentimun) 0.5 200

Larva ukuran lepas 0.5-1 600

Ukuran kuku 2-2.5 800

Ukuran silet 4-5 1 000

Ukuran korek 5-7 2 500

Ukuran garfit 10-15 5 000

Ukuran kaset 15-20 10 000

a

Sumber : Data Primer; bHarga rata-rata yang berlaku di pasar bulan Juni-Juli tahun 2013

Secara umum dengan adanya Kelompok Tani Sukarame diharapkan juga dapat tercipta beberapa kondisi sebagai berikut : (1) Jumlah produksi yang dihasilkan dapat terkumpul lebih banyak, karena setiap anggota mengumpulkannya untuk kepentingan bersama. (2) Kontinuitas hasil akan lebih mudah diatur. (3) Petani menjadi subyek, karena kelompok tani diharapkan dapat bernegosiasi dengan pihak mitra usaha sesuai dengan kebutuhan anggotanya. (4) Dapat menjalin kerjasama usaha yang saling menguntungkan dengan koperasi, baik sebagai anggota maupun sebagai mitra usaha.

Perumusan Masalah

Subsektor usaha pembenihan pada sektor usaha budi daya ikan gurame memegang peranan penting. Hal ini dikarenakan selama ini ketersediaan benih siap tebar masih belum dapat mengimbangi permintaan benih untuk usaha pembesaran (Senjaya, 2002). Komoditas ikan gurame sendiri memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan komoditas perikanan budi daya lainnya. Salah satunya adalah tingkat toleransi jenis gurame terhadap kondisi lingkungan yang cukup rendah dibandingkan dengan komoditas perikanan budi daya lainnya. Hal ini berindikasi pada resiko usaha yang cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan budi daya lainnya. Selain itu, waktu produksi yang dibutuhkan hingga panen pun memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan komoditas perikanan budi daya lainnya. Lamanya waktu yang dibutuhkan para pembudidaya ikan gurame dan biaya yang besar pada proses produksi harus menjadi salah satu pertimbangan ketika menentukan harga jual dari hasil panen ikan gurame.

(18)

produk serupa dari luar wilayah. Hadirnya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Tasikmalaya berdampak pada persaingan harga yang diterima oleh pembudidaya ikan gurame di Kota Tasikmalaya. Karena kondisi yang terjadi di lapangan, bahwa para produsen yang berasal dari luar wilayah Tasikmalaya cenderung memiliki keunggulan dalam hal waktu produksi. Dengan waktu produksi yang relatif lebih singkat ini, para produsen ikan gurame dari luar Kota Tasikmalaya akan memiliki keunggulan dalam hal harga jual minimal hingga kepada konsumen.

Kondisi tersebut memaksa pembudidaya ikan gurame di Kota Tasikmalaya untuk memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam setiap kegiatan transaksi penjualan yang dilakukannya. Sehingga harga yang diterima oleh pembudidaya merupakan harga yang dapat memberikan keuntungan dan peningkatan kesejahterahan. Disisi lain lemahnya posisi tawar yang dimiliki oleh pembudidaya salah satunya juga dikarenakan penetapan waktu menjual yang ditentukan oleh kebutuhan keuangan dari pembudidaya ikan gurame. Karena kebutuhan yang mendesak akan memperlemah posisi tawar menawar mereka dengan pembeli. Oleh sebab itu hal ini dapat mengakibatkan tingkat harga yang lebih rendah ketika penjualan. Selain itu, pemasaran hasil panen yang dilakukan pembudidaya secara sendiri-sendiri turut memperburuk posisi tawar para pembudidaya.

Tabel 7 Jenis pemasaran komoditas hasil sektor perikanan beberapa provinsi di Pulau Jawa tahun 2011 (dalam ton)a

Jenis pemasaran Pengumpul Pedagang besar Pengecer Restoran Catering Hotel Jawa Timur 616 1 190 33 227 7 463 2 875 88

Yogyakarta 110 53 1 946 2 597 533 35

Jawa Tengah 432 618 33 184 16 940 2 356 108

Jawa Barat 17 681 29 636 35 318 696 123

Banten 151 130 10 152 7 901 250 10

Jakarta 37 442 10 549 22 104 1 174 143

Total 1 363 3 114 118 694 92 323 7 884 507 a

Sumber : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2012)

Pemasaran benih ikan gurame dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pemasaran tidak langsung dilakukan melaui lembaga perantara dan bervariasi dapat menggunakan 1 sampai 4 lembaga perantara. Karena pada setiap cabang pemasaran pelaku mengambil keuntungan, maka dengan semakin panjangnya jalur distribusi mengakibatkan harga ikan gurame yang diterima konsumen akhir akan semakin tinggi (Mahyudin,2009). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menunjukan bahwa pemasaran untuk komoditas dari subsektor perikanan cenderung dipasarkan dengan pedagang pengecer sebagai lembaga tataniaga akhir. Tercatat pada tahun 2011 sebanyak 118 694 ton atau sebesar 53.02 persen dipasarkan oleh pedagang pengecer (Tabel 7).

(19)

berfungsi sebagai lembaga pemasaran. Adanya kelompok tani sebagai wadah dalam melakukan pemasaran ini diharapkan dapat membantu dalam memilih saluran tataniaga yang akan memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan kegiatan pemasaran tanpa melalui sebuah kelompok tani. Hal ini dikarenakan proses tataniaga yang efisien menjadi salah satu hal yang harus selalu diperhatikan agar suatu sektor usaha dapat memberikan manfaat berupa peningkatan kesejahterahan bagi para pelaku usahanya.

Panjangnnya alur tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya akan menyebabkan perbedaan harga (marjin tataniaga) yang cukup signifikan antara harga yang diterima pembudidaya ikan gurame dan harga yang diterima konsumen. Perbedaan antara harga yang diterima pembudidaya ikan gurame dan harga yang diterima konsumen akhir yang terbentuk akan mempengaruhi keuntungan pembudidaya ikan gurame (farmer’s share). Jika semakin besar nilai marjin tataniaganya, bagian keuntungan yang diperoleh pembudidaya ikan gurame akan semakin kecil. Tingkat keuntungan yang diperoleh para pembudidaya ikan gurame (farmer’s share) ini akan berdampak pada tingkat kesejahterahan para pembudidaya ikan gurame.

Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha untuk menganalisis tingkat efisien dari suatu sistem tataniaga yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lembaga-lembaga serta saluran tataniaga yang dapat meningkatkan kesejahterahan para pelaku yang terlibat, khususnya bagi para pelaku produksi, dengan memberikan tingkat keuntungan yang lebih baik.

Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah pada penelitian ini akan mencakup pada :

1. Bagaimana saluran, lembaga, struktur pasar, fungsi, dan perilaku pasar dalam tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan melalui maupun tanpa melalui kelompok sebagai media pemasaran tani di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya ?

2. Bagaimana marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya pada efisiensi operasional tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan melalui maupun tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya?

3. Bagaimana perbandingan antara tataniaga yang dilakukan melalui dengan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran pada tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pemikiran awal yang telah dipaparkan dibagian latar belakang maupun perumusan masalah, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(20)

2. Menganalisis efisiensi tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya melalui dengan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya.

3. Menganalisis dan membandingkan perbedaan antara tataniaga benih ikan gurame melalui dan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya?

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini kedepannya diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber informasi bagi beberapa pihak terkait, di antaranya :

1. Sumber informasi dan referensi bagi para pembudidaya ikan gurame dalam menentukan saluran tataniaga yang tepat dalam menjalankan proses tataniaga dari hasil produksi usaha.

2. Bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat dalam memberikan kebijakan yang terkait dengan proses pemasaran benih ikan gurame.

3. Bagi penulis menjadi wadah atau media untuk mennerapkan ilmu pengetahuan yang selama ini diperoleh selama masa perkuliahan dan juga sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan baru selama proses penelitian.

4. Sebagai bahan informasi bagi pembaca hasil penelitian ini mengenai gambaran usaha terutama dalam hal proses pemasaran benih ikan gurame di lokasi penelitian serta sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya dengan komoditas pertanian yang diteliti adalah berupa benih ikan gurame. Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah meliputi beberapa responden pembudidaya serta lembaga tataniaga ikan gurame, saluran-saluran tataniaga, dan pasar yang digunakan sebagai tempat pemasaran hasil panen pembudidaya ikan gurame di lokasi penelitian. Pada objek penelitian responden pembudidaya ikan gurame dibedakan menjadi responden pembudidaya ikan gurame anggota dan non anggota berkelompok kelompok tani.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Usaha dan Pemasaran Ikan Gurame

Ikan gurame adalah jenis ikan air tawar yang lambat dalam hal pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis ikan air tawar yang lainnya. Terdapat beberapa jenis ikan gurame, antara lain: angsa, jepun, blausafir, paris, bastar dan porselen. Ikan gurame umumnya mempunyai bentuk badan pipih dan lebar. Untuk ikan yang sudah dewasa lebar badannya hampir dua kali panjang kepala atau 3/4 kali panjang tubuhnya. Ketinggian lokasi yang cocok untuk budi daya ikan gurame adalah antara 0 sampai 800 m dpl dan suhu 24-28°celcius. Ikan gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, oleh sebab itu tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal (Mahyuddin, 2009).

Teknik budi daya ikan gurame terdiri atas kegiatan pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Oleh sebab itu hasil produksi ikan gurame terbagi atas 3 jenis yakni telur atau larva ikan gurame dari hasil pembenihan, benih ikan gurame dari hasil pendederan, dan ikan gurame pedaging dari hasil pembesaran. Kegiatan pembenihan dilakukan terdiri atas tahap pemijahan, penetesan telur dan perawatan larva. Telur yang telah menetas dari induknya dipelihara hingga menjadi larva dengan ukuran 0.5 cm selama 1 bulan (Mahyuddin, 2009).

Kegiatan pendederan sendiri dapat dibagi atas 6 segmentasi benih yang dihasilkan. Pertama adalah segmentasi benih larva ukuran lepas bak dengan ukuran benih 0.5-1 cm. Kedua adalah segmentasi benih ‘ukuran kuku’ dengan ukuran benih 2-2.5 cm. Ketiga adalah segmentasi benih ‘ukuran silet’ dengan ukuran benih 4-5 cm. Keempat adalah segmentasi benih ‘ukuran korek’ dengan ukuran 5-7 cm. Kelima adalah segmentasi ‘ukuran garfit’ dengan ukuran 10-15

cm. Terakhir adalah segmentasi benih ‘ukuran kaset’ dengan ukuran 15-20 cm.

Kajian Peran Kelompok Tani Dalam Penelitian Terdahulu

(22)

tataniaga yang dapat digunakan oleh petani sebagai upaya peningkatan posisi tawar petani.

Kajian Struktur Pasar Dalam Penelitian Terdahulu

Analisis struktur pasar dilakukan dengan mengamati beberapa faktor antara lain adalah jumlah dan ukuran perusahaan, sifat produk (dari sudut pandang pembeli), hambatan keluar masuk pasar, informasi pasar mengenai biaya, harga dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Pada penentuan struktur pasar terdapat dua sudut pandang yang dapat digunakan yaitu berdasarkan sudut pandang penjual atau pembeli. Penelitian Mahreni (2011) menyatakan struktur pasar pada tingkat petani atau produsen umumnya lebih mengarah struktur pasar persaingan tidak sempurna karena hanya ada satu pembeli. Selain itu, di tingkat petani atau produsen juga dapat ditemukan struktur pasar persaingan sempurna. Sama halnya dengan struktur pasar di tingkat petani atau produsen komoditas pertanian, pada tingkat lembaga tataniaga dalam beberapa penelitian terdahulu juga ditemukan beberapa struktur pasar. Struktur pasar yang mengarah pada struktur pasar persaingan sempurna dapat ditemukan di tingkat pedagang pengumpul (Mahreni, 2011). Struktur pasar lain yang dapat ditemukan di tingkat lembaga tataniaga adalah oligopoli. Euis (2010) menyatakan struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer juga pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele adalah struktur pasar oligopoli.

Kajian Fungsi Tataniaga Dalam Penelitian Terdahulu

Lembaga tataniaga dalam suatu sistem tataniaga menjalankan beberapa fungsi tataniaga untuk memperlancar proses penyampaian produk hingga ketangan konsumen. Pada hasil penelitian terdahulu menunjukan terdapat beberapa fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Fungsi tataniaga tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Namun tidak semua lembaga pemasaran tersebut melakukan seluruh fungsi tataniaga. Hal ini bergantung pada situasi dan kondisi masing-masing lembaga tataniaga. Fungsi pertukaran yang dilakukan lembaga tataniaga pada beberapa penelitian terdahulu terdiri atas aktivitas pembelian dan penjualan. Perbedaan pada aktivitas penjualan dan pembelian yang dilakukan masing-masing lembaga hanya berdasarkan atas pihak yang menjadi pembeli maupun penjual dari aktivitas jual-beli yang dilakukan. Ditingkat petani fungsi pertukaran hanya pada aktivitas penjualan saja tanpa adanya aktivitas pembelian (Euis 2010; Didik 2011; Mahreni 2011).

(23)

dikemukakan oleh Euis (2010) dalam penelitiannya, fungsi penyimpanan tidak selalu dilakukan oleh pembudidaya ketika panen ikan lele secara bersamaan (panen raya).

Untuk fungsi fasilitas yang dilakukan di tingkat petani dan lembaga terdiri atas fungsi permodalan, penanggungan risiko, standardisasi maupun grading, dan informasi pasar (Euis, 2010; Mahreni, 2011). Pada penelitian terdahulu fungsi pembiayaan di tingkat petani dan pedagang dilakukan dengan menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usaha. Modal ini digunakan untuk pembelian produk, biaya transportasi, biaya tempat usaha, dan biaya penyusutan bobot. Fungsi penanggungan risiko berupa penyusutan bobot saat penyimpanan, dan pengangkutan ke tempat pembeli. Fungsi standardisasi dan grading yang dilaksanakan adalah memilih produk sesuai dengan permintaan pasar berdasarkan ukuran maupun kualitas. Fungsi informasi pasar dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai harga yang sedang berlaku, ketersediaan stok produk yang terdapat di pasar, maupun waktu panen di tingkat petani.

Kajian Perilaku Pasar Dalam Penelitian Terdahulu

Penjualan dan pembelian dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses kegiatan pemasaran produk, tetapi untuk kegiatan pembelian hanya tidak dilakukan oleh petani (Mahreni, 2011; Euis, 2010). Aktivitas penjualan di tingkat petani dapat dilakukan oleh beberapa pihak. Mahreni (2011) dan Euis (2010) menyatakan bahwa pembudidaya atau petani melakukan penjulan hanya dengan pedagang pengumpul yang bertindak sebagai lembaga perantara. Kemudian untuk sistem penetapan harga dalam beberapa penelitian terdahulu di setiap tingkat lembaga tataniaga pada umumnya adalah hasil tawar-menawar. Umumnya pembudidaya atau petani memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah pada praktek penentuan harga yang disebabkan oleh keterbatasan modal pembudidaya dan lemahnya akses pasar yang dimiliki dan bertindak sebagai penerima harga (Euis 2010; Mahreni 2011). Selain itu, kondisi permintaan dan penawaran dapat juga menjadi hal memengaruhi. Mahreni (2011) menyatakan harga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di lokasi Pasar Laladon dan Pasar Anyar.

(24)

(Mahreni, 2011). Bentuk kerja sama lain yang dilakukan antar lembaga tataniaga adalah dengan pemberian tempo waktu pembayaran yang terjadi antara petani dengan pedagang maupun antara pedagang dengan pedagang (Euis, 2010). Selain itu, bentuk kerja sama ini juga dapat terlihat dalam pemberian bantuan pinjaman modal kepada para petani (Ni Putu, 2012).

Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian

Berdasarkan hasil studi pustaka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa kesamaan antara penelitian yang terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan ini. Kesamaan ini antara lain adalah sebagai berikut : dari beberapa penelitian terdahulu penelitian yang dilakukan berkisar pada kondisi lembaga, saluran, fungsi, dan tingkat efisiensi tataniaga yang dianalisis berdasarkan nilai marjin, farmer’s share, dan rasio antara keuntungan terhadap biaya. Namun demikian, ada hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang dilakukan ini berbeda dalam hal sumber atau objek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sebagai objek penelitian di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiyang, Kota Tasikmalaya tahun 2013 dengan komoditas benih ikan gurame. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakuakan analisis mengenai perbandingan antar 2 jenis kegiatan tataniaga benih ikan gurame.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Tataniaga

Menurut Kotler (2002) tataniaga dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga juga bisa diartikan sebagai rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri atas proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond, 1977). Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan adanya proses tataniaga adalah untuk menciptakan, menjaga, dan meningkatkan nilai serta kegunaan dari barang dan jasa.

Analisis pada sistem tataniaga sendiri dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Kohls dan Uhl (1985) pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis sistem tataniaga, yaitu pendekatan fungsi, kelembagaan, dan sistem :

(25)

penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui beberapa macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelaku yang terlibat ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang terdiri atas pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur dan organisasi lainnya yang terlibat. 3. Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan

untuk mengetahui aktivitas-aktivitas dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri atas the input-output system, the power system dan the communication system.

Lembaga-lembaga tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dan adanya aktivitas pergerakan barang dari produsen sampai konsumen. Lembaga tataniaga ini dapat termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saefudin ,1983). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) lembaga tataniaga dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan fungsinya sebagai suatu lembaga yang menjalankan kegiatan tataniaga, yaitu : lembaga fisik tataniaga adalah lembaga yang menjalankan fungsi fisik (seperti transportasi), lembaga perantara adalah lembaga yang mengadakan fungsi pertukaran, lembaga fasilitas adalah lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi fasilitas.

1. Lembaga tataniaga dibedakan berdasarkan pengelolaan menurut kedudukannya dalam struktur pasar, yaitu : lembaga tataniaga yang bersaing sempurna dan lembaga tataniaga yang bersaing monopolistik.

2. Lembaga tataniaga dibedakan berdasarkan bentuk usahanya kedalam lembaga tataniaga berbadan hukum dan lembaga tataniaga tidak berbadan hukum. 3. Terakhir, lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap barang dan jasa

yang terdiri atas : lembaga tataniaga yang tidak memiliki akan tetapi menguasai barang (seperti agen dan broker) dan lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang (seperti pedagang pengumpul, pengecer, eksportir, dan importir).

Saluran tataniaga

Saluran tataniaga memiliki pengertian sebagai suatu himpunan perusahaan, perorangan, atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak maupun membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus,1987). Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu :

1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, kosentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

(26)

3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan, dan pengalaman penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

Fungsi tataniaga

Berdasarkan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tataniaga merupakan sebuah proses untuk menyampaikan barang dari produsen ke tangan para konsumen, dapat disimpulkan suatu proses tataniaga haruslah memiliki fungsi sebagai kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa tersebut. Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa.

Kohls dan Uhl (1985) mengklasifikasikan fungsi tataniaga menjadi 3 kelompok utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

1. Fungsi pertukaran merupakan aktivitas yang melibatkan pertukaran kepemilikan dari barang yang diperjual-belikan antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas aktivitas penjualan dan pembelian.

a. Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan.

b. Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat menarik minat pembeli.

2. Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa, dan dimana tataniaga tersebut terjadi. Fungsi fisik ini terdiri atas aktivitas penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan.

a. Penyimpanan memiliki fungsi dalam membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan.

b. Pengangkutan berfungsi dalam menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada tempat yang tepat.

c. Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan memasarkan produk.

(27)

a. Standarisasi adalah memilih produk berdasarkan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk agar seragam dalam kualitas dan kuantitas. b. Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan

banyak aspek penting dari tataniaga.

c. Penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses tataniaga produk agribisnis yang dilakukan.

d. Informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan, menginterpretasikan, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk kelancaran proses tataniaga.

Struktur pasar

Pengertian struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan, dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe atau jenis pasar sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 2009). Menurut Dahl dan Hammond (1977) terdapat 4 karakteristik dalam struktur pasar yang satu sama lain saling menentukan perilaku yang berlaku di seluruh pasar.

Limbong dan Sitorus (1987) mengemukakan bahwa secara umum berdasarkan strukturnya pasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Karakteristik yang terdapat pada struktur pasar dapat dijadikan sebagai dasar untuk membagi atau mengelompokan pasar.

Tabel 8 Karakteristik Struktur Pasar Dari Sudut Penjual dan Pembelia

Struktur pasar Karakteristik pasar

Sudut penjual Sudut pembeli Jumlah

penjual

Sifat produk Persaingan sempurna Persaingan sempurna Banyak Homogen Persaingan monopolistik Persaingan monopsoni Banyak Heterogen Oligopoli sempurna Oligopsoni sempurna Beberapa Homogen Oligopoli terdeferensiasi Oligopsoni terdefrensiasi Beberapa Heterogen

Monopoli Monopsoni Satu Unik

a

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Perilaku pasar

(28)

dalam promosi penjualan, kebijakan yang berkaitan dengan pengubahan sifat produk yang dijual serta beragam taktik penjualan yang digunakan untuk meraih pasar tertentu. Perilaku pasar dapat dikenali melalui beberapa cara. Asmarantaka (2009) menyatakan ada tiga cara dalam mengenal perilaku pasar, yaitu :

1. Penentuan harga dan setting level of output; harga yang ditetapkan bisa tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama antar penjual atapun penetapan berdasarkan pemimpin harga.

2. Product promotion policy; yaitu melalui kegiatan promosi seperti pameran dan iklan yang mengatasnamakan perusahaan.

3. Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi yang dilakukan adalah dengan menetapkan harga di bawah biaya marjinal atau dengan cara melakukan integrasi vertikal melalui penguasaan bahan baku.

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa dalam menggambarkan perilaku pasar terdapat empat hal yang harus diperhatikan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah input-output system. Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output. Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah power system. Sistem kekuatan (power system) ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga. Misalnya adalah kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat sebagai penentu harga. Hal yang ketiga adalah

communications system. Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi. Hal yang terakhir adalah system for adapting to internal and external change. Sistem adaptif menerangkan perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar.

Efisiensi tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) efisiensi sistem tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu proses tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen akhir. Soekartawi (1989) mengemukakan bahwa efisiensi tataniaga akan terjadi apabila biaya tataniaga bisa ditekan sehingga ada keuntungan, tataniaga dapat lebih di tingkatkan, persentase pembedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, dan tersedianya fasilitas fisik tataniaga.

Penentuan efisiensi tataniaga dengan mengukur tingkat kepuasan yang diterima masing-masing pihak sangatlah sulit dan bersifat relatif. Oleh karena itu, penentuan tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur sebagai rasio dari nilai output

dengan input. Peningkatan efisiensi tataniaga dengan pendekatan rasio output-input dapat dilakukan dengan beberapa cara. Sudiyono (2002), suatu proses tataniaga dikatakan efisien dengan menggunakan pendekatan output-input apabila: (1) Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit. (2) Output

meningkat, sedangkan input yang digunakan tetap konstan. (3) Output dan input

(29)

Jumlah (Q) Harga (P)

Pr

Pf

Df

Dr Sr

Sf

Qrf

laju input. (4) Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output lebih lambat daripada laju penurunan input.

Kohls dan Uhl (2002) menyatakan efisiensi tataniaga merupakan suatu indikator dan kinerja tataniaga yang dapat diukur melalui beberapa metode analisis. Indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu :

1. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input tataniaga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga

2. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga.

Adapun untuk metode analisis yang digunakan tersebut adalah dengan melihat marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan atas biaya tataniaga.

1. Marjin tataniaga

Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Nilai marjin tataniaga (value or marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost (biaya-biaya tataniaga) dan marketing changes

(lembaga tataniaga).

Gambar 1 Kurva marjin tataniaga Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan :

Pr = harga retail (tingkat pengencer) Pf = harga farmer (tingkat produsen)

(30)

Df = demand farmer (permintaan di tingkat produsen) (Pr-Pf) = marjin tataniaga

(Pr-Pf) Qrf = nilai marjin tataniaga

Qrf = jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan pengencer.

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa dengan jumlah barang yang sama (Qrf) tetapi harga yang diterima oleh produsen (Pf) dengan harga yang diterima pengecer (Pr) adalah berbeda. Tingkat harga di pengecer (Pr) berada diatas tingkat harga produsen (Pf). Pada penawaran di tingkat pembudidaya ikan gurame (Sf) berada diatas penawaran pengecer (Sr). Untuk kondisi permintaan, pada permintaan di tingkat produsen (Df) lebih kecil jika dibandingkan dengan permintaan di tingkat pengecer (Dr).

Marjin tataniaga hanya menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dan tidak menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat produsen sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf = Qrf. Besarnya nilai marjin tataniaga digambarkan dengan jarak antara harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, semakin besar pula marjin tataniaganya.

2. Farmer’s share

Menurut Kohls dan Uhl (2002) farmer’s share didefinisikan sebagai perbandingan antara harga yang diterima oleh pembudidaya ikan gurame dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen tingkat akhir yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Besarnya nilai farmer’s share akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : tingkat proses, biaya transportasi, keawetan produk, dan jumlah produk. Nilai farmer’s share menunjukan hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat harga ditangan konsumen akhir dan berhubungan lurus dengan tingkat harga di tangan produsen. Hal ini berarti nilai farmer’s share akan menjadi relatif lebih kecil jika tingkat harga di konsumen akhir lebih besar dibandingkan tingkat harga diprodusen begitu pula sebaliknya.

3. Rasio keuntungan terhadap biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Jika semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya, maka sistem tataniaga pun semakin efisien dari segi operasional ( Limbong dan Sitorus, 1987).

Kerangka Pemikiran Oprasional

Komoditas ikan gurame telah lama menjadi salah satu sektor usaha unggulan dan memiliki potensi yang cukup baik di wilayah Kota Tasikmalaya. Potensi yang dimiliki sektor usaha komoditas ikan gurame yang ada di lokasi penelitian haruslah berdampak pada peningkatan kesejahterahan para pelaku usaha yang ada didalamnya.

(31)

menjadi salah satu permasalahan yang harus dihadapi para pembudidaya benih ikan gurame khususnya di wilayah Kota Tasikmalaya. Hal ini diperburuk dengan kondisi di lapangan bahwa adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya yang memiliki keunggulan dalam waktu produksi. Adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya ini menyebabkan adanya persaingan harga di tingkat pembudidaya benih ikan gurame di Kota Tasikmalaya dengan pembudidaya dari luar wilayah Kota Tasikmalaya. Kondisi ini tidak terlepas dari perilaku dari para pedagang dalam menentukan harga beli dari benih ikan gurame dari pembudidaya di Kota Tasikmalaya. Selain itu, pemasaran benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya secara perseorangan akan turut memperburuk posisi tawar dari para pembudidaya. Berdasarkan permasalahan ini sehingga ada upaya dari para pembudidaya untuk melakukan pemasaran secara bersama dalam wadah kelompok tani.

Pada proses tataniaga benih ikan gurame di lokasi penelitian sendiri terdapat beberapa saluran dan lembaga yang ada didalamnya. Lembaga-lembaga tataniaga ini berperan sebagai pihak perantara dikarenakan adanya jarak diantara pembudidaya ikan gurame dengan konsumen. Semakin jauh jarak menyebabkan alur tataniaga yang dilalui menjadi semakin panjang dan memungkinkan timbulnya berbagai resiko yang harus ditangani. Hal ini juga akan menyebabkan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang ikut serta dalam memasarkan komoditi tersebut (Husinsyah, 2005). Hobbs (1977) menjelaskan adanya biaya transfer (tataniaga) dalam kegiatan pemasaran yang digolongkan menjadi biaya informasi, biaya negosiasi, dan biaya monitoring. Adanya biaya transfer ini dikarenakan fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga tersebut. Dalam hal ini terdapat penambahan harga jual karena fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga.

Proses anaslisis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis saluran dan lembaga tataniaga, struktur pasar, fungsi tataniaga, dan perilaku pasar. Selanjutnya untuk analisis kuantitatif akan meliputi analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Hasil dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis tingkat efisiensi tataniaga. Dengan demikian akan diketahui saluran tataniaga mana yang paling efisien dari saluran-saluran tataniaga yang ada di lokasi penelitian. Selain itu, juga dilakukan analisis perbandingan diantara kegiatan pemasaran yang dilakukan melalui kelompok tani dan pemasaran secara mandiri.

(32)

Potensi usaha pembenihan ikan gurame

di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya

Kondisi usaha pembenihan ikan gurame di lokasi penelitian :

Waktu produksi yang relatif lebih lama dibandingkan dengan usaha perikanan budidaya lainnya

Tingkat sensitifitas yang relatif tinggi dari benih ikan gurame

Analisis kuantitatif

Marjin tataniaga Farmer’s share

Rasio keuntungan terhadap biaya

Analisis kualitatif

Saluran dan lembaga Struktur pasar Fungsi tataniaga  Perilaku pasar

Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan awal :

Bagaimana tingkat efisiensi dari kegiatan pemasaran yang dilakukan?

Bagaimana perbandingan kondisi antara pemasaran didalam maupun diluar kelompok tani?

Analisis efisiensi tataniaga benih ikan gurame

Permasalahan awal yang muncul berdasarkan kondisi yang ada :

Pembudidaya menghadapi resiko usaha yang cukup besar dibandingkan jenis komoditas perikanan lainnya.

Persaingan harga diantara pembudidaya di wilayah Kota Tasikmalaya dengan adanya pasokan dari luar wilayah.

Apakah ada dampak nyata yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan pemasaran.

Kondisi pemasaran usaha pembenih ikan gurame di lokasi penelitian :

Adanya pemasaran melibatkan pedagang perantara maupun kelompok tani Adanya pasokan benih ikan gurame dari

luar wilayah Kota Tasikmalaya

Perbandingan antara tataniaga melalui dan tanpa kelompok tani

Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian

Rekomendasi bagi pembudidaya non anggota untuk bergabung dengan kelompok tani dan mengupayakan untuk lebih terus memaksimalkan peran kelompok tani bagi pembudidaya

(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiyang, Kota Tasikmalaya untuk menganalisis dan membandingkan efisiensi tataniaga benih ikan gurame antara tataniaga melalui dan tanpa melalui kelompok tani. Untuk komoditas yang menjadi objek penelitian adalah berupa benih ikan gurame yang dikhususkan pada segmentasi benih ukuran 5-7 cm. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purvosive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki potensi pada objek penelitian ini, yaitu komoditas benih ikan gurame. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Bulan Juni hingga Agustus tahun 2013.

Jenis Data dan Sumber Data

Pada penelitian ini digunakan dua jenis data,yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan dengan melakukan wawancara kepada para pembudidaya ikan gurame dan kembaga tataniaga yang terkait dengan sistem tataniaga benih ikan gurame di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber literatur yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang ada pada penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik Indonesia, Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Kota Tasikmalaya.

Metode Pengambilan Responden

Pemilihan responden sebagai sampel pembudidaya ikan gurame dilakukan dengan berbeda antara responden pembudidaya anggota dengan pembudidaya non anggota. Pada responden pembudidaya non anggota pemilihan responden dilakukan dengan sengaja (purvosive), sedangkan untuk responden pembudidaya anggota dilakukan dengan sensus. Pembudidaya ikan gurame yang dipilih adalah pembudidaya ikan gurame yang memiliki usaha di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiyang Kota Tasikmalaya dengan jumlah pembudidaya ikan gurame yang menjadi responden sebanyak 33 orang. Pada responden pembudidaya ikan gurame ini terbagi kedalam 2 kelompok atau kategori. Kelompok pertama adalah para pembudidaya ikan gurame yang tergabung dalam sebuah kelompok tani sebanyak 18 orang. Kategori yang kedua adalah pembudidaya ikan gurame yang tidak bergabung dengan suatu kelompok tani sebanyak 15 orang.

(34)

terbentuk dalam proses pemasaran benih ikan gurame hingga ketangan konsumen akhir.

Metode Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan dua metode analisis, yaitu metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Pada data hasil dari metode analisis kualitatif akan dipaparkan secara deskriptif. Tujuan metode analisis kualitatif dimaksudkan sebagai metode untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga, struktur, fungsi tataniaga, dan perilaku pasar dengan menggunakkan kuisioner dan wawancara langsung. Selain itu, analisis ini juga digunakan dalam memaparkan keadaan dari hasil perbandingan aktivitas tataniaga antara pembudidaya yang menggunakan dan tanpa menggunakan kelompok tani sebagai media pemasaran. Analisis yang dilakukan untuk membandingkan antara kegiatan pemasaran yang melalui dengan tanpa melalui kelompok tani adalah dengan menggunakan alat uji beda non parametrik dan metode penjabaran secara deskriptif.

Sedangkan untuk data hasil dari metode analisis kuantitatif akan digunakan sebagai alat untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penggolahan data dalam analisis kuantitatif menggunakan kalkulator, microsoft excel, dan sistem tabulasi dalam proses pengolahan datanya yang kemudian akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan akan dianalisis berdasarkan hasil pengolahan data tersebut.

Analisis lembaga, fungsi, dan saluran tataniaga

Pada sistem tataniaga terdapat saluran-saluran tataniaga yang terdiri atas lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga dalam penyaluran barang hingga ketangan konsumen. Analisis lembaga tataniaga dilakukan untuk mengetahui karakteristik setiap lembaga yang berperan sebagai pihak perantara dalam menjalankan usaha menyalurkan hingga ketangan konsumen. Proses penyaluran produk dari lembaga tataniaga ini akan membentuk suatu pola saluran tataniaga. Sehingga analisis saluran tataniaga perlu dilakukan dengan mengamati lembaga-lambaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga produk tersebut.

(35)

Tabel 9 Fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh petani (pembudidaya ikan gurame) dan lembaga tataniagaa

Fungsi Tataniaga

Lembaga Tataniaga

Pembudidaya Kelompok Pengumpul P.Besar P.Pengecer 1. Pertukaran

Sumber : Limbong dan Sitorus (diolah), 1987

Analisis struktur dan perilaku pasar

Analisis struktur pasar digunakan untuk melihat kecenderungan struktur pasar dari sektor usaha. Terdapat 2 kemungkinan, yaitu persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna. Penentuan struktur pasar dapat dilakukan melalui dua sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang pembeli atau sudut pandang penjual. Pada penelitian ini pengamatan mengenai struktur pasar dibatasi hanya dari sudut pandang penjual saja.

Tabel 10 Kriteria penentuan jenis struktur pasar berdasarkan karakteristik pasara Karakteristik

Banyak Homogen Sedikit Rendah Persaingan sempurna Banyak Diferensiasi Sedikit Tinggi Persaingan monopolistik Sedikit Homogen Banyak Tinggi Oligopoli murni

Sedikit Diferensiasi Banyak Tinggi Oligopoli terdeferensiasi

Satu Unik Banyak Tinggi Monopoli

a

Sumber: Dahl dan Hammond (1977).

(36)

penentuan harga, cara pembayaran, dan bentuk kerja sama yang dilakukan antar lembaga.

Analisis Marjin Tataniaga

Analisis marjin tataniaga dilakukan sebagai salah satu kriteria untuk menentukan tingkat efisiensi tataniaga. Marjin tataniaga merupakan perbedaan biaya dari jasa-jasa tataniaga yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa tataniaga (Yenni dan Mursidah, 2011). Hasil perhitungan nilai marjin tataniaga masing-masing lembaga kemudian dibandingkan dengan setiap saluran.

Nilai marjin tataniaga pada lembaga tataniaga diperoleh dari hasil pengurangan harga jual dengan harga beli lembaga tataniaga. Asmarantaka (2009) menyatakan secara matematis marjin tataniaga dirumuskan pada persamaan:

mji = Psi – Pbi (1)

Selain itu, nilai marjin tataniaga juga dapat diperoleh melalui penjumlahan biaya tataniaga dengan keuntungan pada lembaga tataniaga:

mji = Bti + πi (2)

Dengan demikian dapat diperoleh nilai keuntungan pada lembaga tataniaga dengan mengurangi nilai marjin tataniaga dengan besarnya biaya tataniaga pada lembaga tersebut :

πi = mji – Bti (3)

Sehingga besarnya total marjin tataniaga dalam suatu saluran tataniaga yang terdiri atas beberapa lembaga tataniga didalamnya adalah :

Mij = Σ mji, i = 1,2,3,...n (4)

Keterangan:

mji = marjin tataniaga pada lembaga ke-i Psi = harga penjualan lembaga tataniaga ke-i Pbi = harga pembelian lembaga tataniaga ke-i Bti = biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i

πi = keuntungan lembaga tataniaga ke-i Mij = total marjin tataniaga

Analisis farmer’s share

Analisis farmer’s share dilakukan bertujuan untuk mengetahui persentase dari keuntungan yang diperoleh pembudidaya ikan gurame dari adanya proses tataniaga yang terjadi. Hubungan antara nilai farmer’s share dan nilai marjin tataniaga yang terbentuk adalah berbanding terbalik. (Asmarantaka 2009) menyatakan farmer’s share dalam bentuk matematis sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2 Produksi beberapa komoditas perikanan budi daya Indonesia tahun
Tabel 8 Karakteristik Struktur Pasar Dari Sudut Penjual dan PembeliStruktur pasar
Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian
Tabel 10 Kriteria penentuan jenis struktur pasar berdasarkan karakteristik pasarKarakteristik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain target kontrak baru, perusahaan juga merevisi turun target penjualan tahun 2019 menjadi Rp7 triliun dari awalnya Rp7,9triliun.. Note: *:

Program kegiatan yang telah disusun serta dilaksanakan oleh mahasiswa sebagai peserta KKN Institut Seni Indonesia Surakarta Program Studi Televisi dan Film, Jurusan Seni

Struktur utama Candi Ladang Sungai Batu Jika kita melihat kepada bukti penting yang ditemui di tapak ini iaitu jumpaan sebuah inskripsi Buddha, maka masyarakat tempatan Sungai Batu

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: Akar tumbuhan bakau jenis Avicennia marina, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Escherichia coli, larutan

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kedalaman dent, maka tegangan Von Mises yang terjadi juga akan semakin besar dan yang lebih ekstrim struktur

5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. 6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 7) Penyakit radang panggul

Contoh notasi yang digunakan dalam antraian (M/M/2);(FIFO/∞/∞), notasi tersebut bermakna bahwa tingkat kedatangan pelanggan berdistribusi poisson, waktu pelayanan

dengan yang lainya. Sehingga menjadi agama yang sempurna bila dijalani dengan penuh disiplin oleh umatnya. inti pokok ajaran Siwa-Buddha itu adalah nirbana atau