• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN DAN DAYA SAING DI JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN DAN DAYA SAING DI JAWA TIMUR."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syaratan Dalam

Memeperoleh Gelar Sarajana Pertanian

Pr ogram Studi : Agribisnis

Diajukan Oleh :

KHAERUL ANWAR

NPM. 0624010018

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

DAN DAYA SAING DI J AWA TIMUR

Disusun Oleh :

KHAERUL ANWAR

NPM : 0624010018

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi

Pr ogram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Pada Tanggal : 09 Desember 2011

Pembimbing : Tim Penguji :

1. Pembimbing Utama

1. Ketua

Ir. Rachman Waliulu, MS

Ir. Rachman Waliulu, MS

2. Pembimbing Pendamping 2. Sekertaris

Ir. Sri Widayanti, MP Dr. Ir. Sumartono, MS

3. Anggota

Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi

Fakultas Pertanian Agribisnis

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia, Berkat, Rahmat dan Hidayat-nya, yang telah dilimpahkan kepada penulis selama skrpsi, sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul “PERKEMBANGAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN DAN DAYA SAING DI J AWA TIMUR”. Penulisan laporan SKRIPSI ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh strata satu yang harus di tempuh oleh mahasiswa untuk dapat menyelesaikan kuliah di fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam pelaksanaan mulai dari awal sampai selesainya penulisan ini, penulis tidak terlepas dari kesulitan dan hambatan dan penulis berharap semoga dalam penyusunan penelitian ini dapat di terima dan memenuhi persyaratan, serta atas kepercayaan, kesempatan dan segala bantuan yang telah diberikan pada penyusun laporan ini baik berupa pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran, guna menyelesaikan laporan skripsi. Tetapi berkat bantuan, bimbingan, pengarahan dan dorongan dari berbagai pihak, terutama Bapak Ir .A Rahman Waliulu, MS. Selaku dosen pembimbing dan Ibu Ir. Sr i Widayanti, MP. Selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan bimbingannya dan arahan hingga terselesaikannya laporan ini, dan juga kepada:

(4)

2. Bapak Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS. Selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a, dan dorongan selama ini.

4. Sahabat-sahabatku Thanks a lot atas bantuannya yang telah membantuku di lapangan.

5. Dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu keritik dan saran yang membangun dari semua pihak, sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Akhir kata, dengan tersusunnya laporan ini penulis mengharapkan dapat menjadi sesuatu yang bernilai manfaat bagi pembaca yang membutuhkan.

Surabaya, Desember 2011

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan... 7

1.3 Tujuan... 12

1.4 Ruang Lingkup Penelitian... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 14

2.2 Keunggulan Komparatif... 18

2.3 Keunggulan Kompetitif... 25

2.4 Daya Saing... 33

2.5 Landasan Teori... 35

(6)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Dasar Pemilihan Lokasi... 39

3.2 Sumber Data... 39

3.3 Metode Analisis Data... 39

3.4 Definisi dan Pengukuran Variabel... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Jawa Timur... 44

4.1.1 Keadaan Umum Perkebuna Jawa Timur... 57

4.2 Perkembangan Ekspor Jawa Timur... 58

4.2.1 Ekspor Migas dan Non Migas... 58

4.2.2 Ekspor Menurut Sektor... 59

4.3 Peranan Sektor Pertanian... 66

4.4 Perkembangan Ekspor Komoditas... 68

4.4.1 Volume dan Nilai Ekspor Kopi Jatim... 68

4.4.2 Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia... 71

4.4.3 Volume dan Nilai Ekspor Kakao Jatim... 75

4.4.4 Volume dan Nilai Ekspor Kakao Indonesia... 79

4.4.5 Volume dan Nilai Ekspor Tembakau Jatim... 83

4.4.6 Volume dan Nilai Ekspor Tembakau Indonesia... 87

4.5 Daya Saing Komoditas Pertanian... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 95

5.2 Saran... 96 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Judul

1. Dunia Usaha Di Dalam Lingkungan Langsung Dan Lebih Luas... 9

2. Model Berlin Daya Saing Internasional... 27

3. Kerangka Pemikiran Daya Saing Komoditas Pertanian Unggulan... 38

4. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Jawa Timur... 69

5. Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Jawa Timur... 71

6. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia... 73

7. Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Indonesia ... 75

8. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Jawa Timur... 77

9. Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Jawa Timur... 79

10.Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia... 81

11.Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Indonesia... 83

12.Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Jawa Timur... 85

13.Perkembangan Nilai Ekspor Tembakau Jawa Timur... 87

14.Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Indonesia... 89

15.Perkembangan Nilai Ekspor Tembakau Indonesia... 91

(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Judul

1. Ringkasan Perkembangan Ekspor Jawa Timur Desember 2010... 58

2. Ekspor Jawa Timur Menurut Sektor Desember 2010... 59

3. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Jawa Timur Dan Nsaional.... 67

4. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Jawa Timur... 68

5. Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Jawa Timur... 70

6. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia... 72

7. Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Indonesia... 74

8. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Jawa Timur... 76

9. Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Jawa Timur... 78

10.Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia... 80

11.Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Indonesia... 82

12.Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Jawa Timur... 84

13.Perkembangan Nilai Ekspor Tembakau Jawa Timur... 86

14.Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Indonesia... 88

15.Perkembangan Nilai Ekspor Tembakau Indonesia... 90

16.Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Jawa Timur dan Indonesia. 92

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Judul

1. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Pertanian Nasional. 99

2. Karakteristik Ekspor Komoditas Jawa Timur Tahun (2003 – 2009)... 100

3. Karakteristik Ekspor Komoditas Indonrsia Tahun (2003 – 2009)... 101

4. PDRB Jawa Timur Atas Harga Yang Berlaku Tahun (2003- 2009)... 102

5. PDB Indonesia Tahun (2003 – 2009)... 102

(10)

t an ggal 10 Ju l i 1987 an a k k et i ga dari empat bersau dara. Den gan Nama

Ba pak Su k i n o da n I bu H j . Fari dah.

Pen di di k an pert ama pen u l i s di SDN 008 B on t an g l u l u s pada

t ah u n 2 000. Pen di di k an k edu a di SM P B ahru l u l u m B on t an g l u l u s

pada t ahu n 2 003. Pen di di k an k et i ga di SMA N 2 B on t an g j u ru san I PS

L u l u s pada t ahu n 2 006.

Pen di di k an t era k h i r di Un i v ersi t as Pemba n gu n an Nasi on al

“ Vet era n ” Ja wa Ti mu r Su ra bay a Fak u l t as Pert a n i a n Ju ru san

A gri bi sn i s. Set el ah men y el esai k an pen u l i san sk ri psi den gan j u du l

PERK EMB A NGA N EK SPOR K OMODI TA S PERTA NI A N DA N DA YA

SA I NG DI JA W A TI MUR. Pen u l i s di n y a t ak an l u l u s sebagai sarj an a

(11)

WIDAYANTI, MP.

Bertujuan untuk meningkatkan perkembangan ekspor pertanian dan daya saing di Jawa Timur dan Indonesia, sehingga dapat melihat perkembangan pertanian di Jawa Timur dan Indonesia. Negara Indonesaia negara yang agraris yang kaya dengan keanekaragaman komoditas pertanian, Indonesai mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan produk – produk pertaniannya khususnya di daerah Jawa Timur.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang “Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian dan Daya Saing di Jawa Timur” adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji peranan sektor pertanian di Jawa Timur.

2. Mengkali perkembangan ekspor komoditas pertanian sejak tahun 2003 – 2009.

3. Mengkaji daya saing komoditas pertanian di Jawa Timur.

Untuk tujuan satu maka, bentuk analisis yang digunakan pendekatan Location Quotients (LQ), digunakan untuk mengetahui peranan suatu sektor yaitu dalam penelitian ini adalah sektor pertanian di Jawa Timur.

Sedangkan tujuan kedua penelitian ini menggunakan analisis Trend untuk mengetahuiperkembangan ekspor komoditas pertanian sejak tahun (2003 – 2009). Dengan menggunakan model, Y = a +bx.

Untuk tujuan ketiga penelitian ini menggunakan analisis perbandingan RCA (Revealed Comparative Adventage), RCA merupakan rasio antara nilai ekspor komoditas tertentu di negara tertentu dengan total nilai ekspr (dunia) komoditas yang sama, dalam rumus sebagai berikit.

RCA = Nilai ekspor komoditas tertentu Jawa Timur Total nilai ekspor Komoditas tertentu Indonesia

LQ dapat dihitung melalui pendapatan sektor pertanian Jawa Timur, dan PDRB Jatim. Demikian pula pendapatan sektor pertanian Nasional dan PDB Nasional, dengan angka atau nilai, LQ antara 1,0 – 1,3, menandakan bahwa sektor pertanian sejak tahun 2003 – 2009 masih sangat berperan.

Perkembangan volume ekspor dan nilai ekspor tiap komoditas mengalami peningkatan baik di Jawa Timur maupun di Indonesia. Hanya saja nilai ekspor kopi Jawa Timur mengalami penurunan dengan rata - rata -2,497x per tahun, begitu juga nilai ekspor kakao di Indonesia mengalami penurunan dengan rata – rata -100,775x per tahun.

Daya saing menghasilkan perhitungan RCA, untuk komoditas kopi, kakao dan tembakau bernilai < 1. Yang berarti mempunyai daya saing yang lemah.

Peranan sektor pertanian Jawa Timur sejak tahun 2003 – 2009, dapat dikatakan masih berperan dengan nilai LQ antar 1,0 – 1,3.

(12)
(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(14)

diperkirakan telah melibatkan 90 persen usaha kecil menengah dan koperasi yang menyerap 70 persen angkatan kerja Nasional. Sektor ini juga telah menghidupi sekitar 80 persen penduduk Indonesia.

Produktivitas, mutu, efisiensi, dan daya saing menjadi sedemikian penting mengingat intensitas perdagangan internasional yang terjadi menjadi semakin intens (baik melalui ekspor maupun impor). Dengan demikian, tanpa membangun produktivitas, mutu, efisiensi, dan daya saing, Indonesia tidak akan mampu menang dalam persaingan global, bukan saja di pasar internasional tetapi juga di pasar dalam negri sendiri.

Nilai daya saing komoditas pertanian Indonesia sangat rendah patut disayangkan. Sebagai Negara agraris yang hampir setengah dari total angkatan kerjanya bekerja di sektor pertanian, namun Indonesia masih sering mengimpor banyak sekali komoditas pertanian setiap tahunnya. Setiap tahun Indonesia masih mengimpor jagung, kedelai, gandum, buah-buahan. Hal tersebut menunjukkan masih rendahnya produktivitas di sektor pertanian, di samping masalah semakin menyempitnya lahan pertanian.

(15)

Konsistensi dalam mutu sering menjadi kendala bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor produk pertanian. Hal ini dikarnakan masih lemahnya posisi tawar menawar (bargaining position) komoditas pertanian kita di pasar global. Sebagai contoh, adanya kasus penahana otomatis (automatic detenition) terhadap komoditas pertanian oleh Amerika Serikat yang sejak bulan Desember 1997 menerapkan Hazard Analysis Critical Control Poin (HACCP) yakni menerapkan suatu sistem standar mutu bagi Negara mitra kerja, termasuk Indonesia.

Kerjasama regional dan internasional seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) juga untuk dipahami sebagai landasan pemikiran untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam sektor pertanian. Dalam kerangka AFTA ada skema CEPT. Dalam skema CEPT, mekanisme utamanya adalah penurunan tarif 0 persen hingga 5 persen dalam waktu 15 tahun yang dimulai pada 1 Januari 1993. Namun kesepakatan ini di forum AEM (Asean Economic Minsters) di Chiang Mai, Thailand pada bulan September 1994 menetapkan percepatan realisasi AFTA dari 15 tahun menjadi 10 tahun yang berakir pada tahun 2003.

(16)

komoditas pertanian tersebut, adalah bisa dikembangkannya suatu kebijakan pada sektor pertanian yang diharapkan mampu untuk lebih meningkatnya daya saing komoditas pertanian Indonesia.

Mengkaji pertimbangan di atas, maka dirasakan perlu untuk memberikan perhatian serius terhadap upaya-upaya pengembangan sektor pertanian yang antara lain, kualitas produk, efisiensi, dan produktivitas. Apalagi dalam menghadapi era liberalisasi perdagangan di kawasan Asean (AFTA) dewasa ini, yang tentunya akan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mengenai daya saing dari komoditas pertanian Indonesia, sehingga perannya dalam perekonomian nasional semakin dapat diandalkan.

Pertanian memiliki peranan yang sangat strategi dalam kehidupan kita. Xenonphon filsurf dan sejarawan Yunani yang hidup 425-355 SM mengatakan bahwa “Agriculture is the mother and nourishes of all other arts. When it is well

conducted, all other arts prosper. When it is neglected, all other arts decline”.

Pertanian adalah ibu dari segala budaya. Jika pertanian berjalan dengan baik, maka budaya-budaya lainnya akan tumbuh dengan baik pula, tetapi manakala sektor ini di telantarkan, maka semua budaya lainnya akan rusak. Pentingnya pertanian juga dinyatakan oleh filsuf terkenal Lao Tze, yang hidup sekitar 600 tahun SM. Ia mengatakan bahwa “There is nothing more important than

agriculture in governing people and serving the Heaven”. Tidak ada suatu pun

(17)

Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi pertanian yang tidak hanya dalam pembentukan PDB, pencipta kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa. Peranan sektor pertanian juga dapat dilihat secara komperhensif, antara lain : (a) sebagai penyedia pangan masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan panggan nasional (food security) yang sangat erat kaitannya dengan ketahana sosial (socio security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamana atau ketahanan nasional (national security); (b) sektor pertanian menghasilkan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa, (c) sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor, (d) sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri, (e) transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, dan (f) sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembang sektor-sektor lain (a net outflow of capital for invesment in other sectors); serta (g) peran pertanian dalam penyediaan jasa-jasa lingkungan.

(18)

sektor pertanian menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Pertanian sudah lama disadari sebagai instrumen untuk mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan sektor pertanian memiliki kemampuan khusus untuk mengurangi kemiskinan. Estimasi lintas Negara menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) yang dipicu oleh pertanian paling tidak duakali lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan dari pada pertumbuhan yang disebabkan oleh sektor di luara pertanian. Kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertaniana yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat.

(19)

pengganda (multiplier effects) yang tinggi karena pertumbuhan di sektor ini mendorong pertumbuhan yang pesat di sektor-sektor perkonomian lain, misalnya di sektor pengolahan (agro-industry) dan jasa pertanian (agro-service).

Sektor pertanian atau agribisnis terlihat mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia. Namun demikian pembangunan sektor pertanian masih mengalami permasalahan-permasalahan pokok yang menghambat pengembangan baik permasalahan makro maupun mikro. Peningkatan daya saing sektor pertanian dengan pendekatan agribisnis mutlak harus terus dilakukan agar dapat berperan lebih baik dalam perekonomian Indonesia, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.

1.2. Per masalahan

Word Economic Forum, 2006, melaporkan bahwa, banyak pernyataan di

(20)

menciptakan “aturan main” untuk semua kegiatan di sektor riil dengan memperbesar kucuran kredit tidak akan bermanfaat tanpa pada waktu yang bersamaan memperhitungkan faktor-faktor determinan lainnya.

Lingkungan dimana bisnis beroprasi dapat dibagi dalam dua macam, yaitu lingkungan langsung dan lingkungan yang lebih luas (lihat Gambar 1). Tulus tambunan 2007, menjelaskan lingkungan yang dimaksut adalah lingkungan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap suatu kegiatan bisnis, yang terdiri dari komponen-komponen: ekonomi makro ( kebijakan perdagangan, kebijakan sektor keuangan dan kebijakan moneter), pemerintah dan politik pada tingkat nasional dan lokal, jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah (seperti layanan kesehatan dan pendidikan, infrastruktur, dan jasa keamanan) pengaruh-pengaruh eksternal (seperti perdagangan global, bantuan luar Negeri, dan selera masyarakat dunia) sosial dan kultur (seperti demografi selera konsumen, dan sikap terhadap bisnis) dan iklim serta lingkungan alam (misalnya sumber daya alam cuaca, dan siklus pertanian).

(21)

Lingkungan Lebih Luas

Gambar 1

Dunia Usaha di Dalam Lingkungan Langsung dan Lebih Luas (Tulus Tambunan, 2007)

Survei WEF juga menanyakan masalah-masalah utama yang dihadapi pengusaha dalam bisnis mereka sehari-hari. Untuk kasus Indonesia, gambar-gambar menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa kurangnya infrastruktur sebagai kendala utama. Dua masalah berikutnya yang dinyatakan oleh banyak pengusaha Indonesia yang menjawab pertanyaan tersebut adalah birokrasi pemerintah yang tidak efisien dan kebijakan tidak stabil. Yang menarik dari hasil survei ini untuk kasus Indonesia adalah bahwa hanya 4,69 persen dari responden yang mengatakan bahwa kurangnya akses ke keuangan merupakan kendala utama.

Permint aan & Polit ik

Ekonomi Makro Jasa Pemerint ah

Lingkungan Langsung

Usaha

Pasar Tenaga Kerja Regulasi& Birokrasi Intervensi Dengan Dana Publik Keterampilan & Teknologi Informasi Infrastruktur Jaringan kerja Lokasi Modal Materi&alat produksi Konsumen Pengaruh-pengaruh Eksternal

(22)

Dilihat dari perspektif global untuk masalah infrastruktur, hasil survei WEF yang menunjukan bahwa Indonesia paling buruk diantara negara-negara ASEAN, yang peringkatnya no 96 dari 125 negara yang disurvei. Sedangkan paling atas di dalam kelompok ASEAN adalah Singapura yang juga masuk di dalam kelompok 10 Negara Negara dengan kondisi infrastruktur paling baik.

Masalah besar dalam melakukan bisnis di Indonesia adalah birokrasi pemerintahan yang bertele-tele dan tidak efisien. Hai ini dapat dilihat antara lain, terhadap tiga indikator, berdasarkan penelitian WEF 2006, adalah: a) banyaknya prosedur yang harus dilakukan: b) jumlah hari yang harus dilewati untuk memulai suatu bisnis dan: c) banyaknya waktu yang terbuang untuk bernegosiasi dengan pejabat-pejabat pemerintah. Dilihat dari perspektif global, memang posisi Indonesia dalam dua indikator birokrasi pertama tersebut adalah yang terburuk didalam kelompok ASEAN, walaupun masih lebih baik dari China. Untuk indikator (a) yang masuk didalam kelompok 10 Negara dengan birokrasi pemerintah yang tersederhana dan terefisien (jumlah prosedur paling sedikit) adalah Negar-Negar maju, untuk indikator (b) yang masuk didalam 10 Negara dengan jumlah hari paling sedikit dalam pengurusan ijin dan sebagainya untuk buka suatu usaha juga didominasi oleh Negara-Negar maju.

(23)

yang mempunyai tenaga kerja secara berlimpah. Dipihak lain, sejak krisis, ekspor Indonesia mengalami kemacetan. Sebagai perbandingan, rata-rata pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia selama tahun 1990-96 sebesar 16 persen per tahun; keadaan sementara setelah krisis, ekspor Indonesia dalam katagori ini mengalami penurunan hingga hanya mencapai 3 persen per tahun. Penurunan tajam justru terjadi pada produk-produk dimana Indonesia secara tradisional memiliki keunggulan komparatif.

Para ekonom menganggap kinerja buruk ini disebabkan faktor eksternal. Akan tetapi, data menunjukkan hal sebaliknya. Indonesia tertinggal jauh dengan Negara-Negara pesaingnya di Asia Timur, seperti China, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam dimana pangsa pasar 30 komoditas utama Indonesia terhadap total nilai nol-oil ekspor dunia mengalami penurunan. Berdasarkan data primer dari Executive opinion survey, 2006, yang dijelaskan oleh WEF, 2006, bahwa yang menyebabkan Indonesia memperoleh manfaat dari peningkatan perdagangan dunia dan kehilangan pangsa pasar, lebih mengarah pada berbagai faktor domestik yang menghambat daya saing.

Word Economec Forum, 2006, stagnasi pertumbuhan ekspor Indonesia

(24)

Dengan besarnya suplai tenaga kerja Indonesia 40 persen angkatan kerja sektor pertanian dan 70 persen di sektor informal, terdapat ruang lingkup yang cukup luas untuk meningkatkan ekspor melalui persaingan harga pada produk-produk padat karya. Ini berarti dalam jangka pendek, pemerintah dapat mencapai target ekspor dengan cara mengurangi biaya bagi ekspor, meningkatkan akses terhadap pasar. Dalam jangka menengah, pemerintah harus mempertimbangkan strategi menyeluruh yang memungkinkan peningkatan nilai tambah barang secara bertahap. Dengan uraian permasalahan tertera diatas, maka secara ringkas sebagai berikut :

1. Bagaimana keadaan perkembangan komoditas ekspor pertanian selama 7 tahun, baik dari sisi produk maupun ekspor.

2. Seberapa besar potensi komoditas ekspor pertanian, baik dari sisi produk / ekspor.

3. Seberapa besar daya saing komoditas ekspor pertanian Jawa Timur dan Indonesia.

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka tujuan dari penelitian “PERKEMBANGAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN DAN DAYA SAING DI JAWA TIMIR” ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengkaji peranan sektor pertanian di Jawa Timur.

2. Mengkaji perkembangan ekspor komoditas pertanian sejak tahun 2003- 2009.

(25)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkupan kegiatan dari “PERKEMBANGAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN DAN DAYA SAING DI JAWA TIMUR” ini akan menjadi daya saing ekspor komoditas pertanian dengan menggunakan pendekatan keunggulan kompetitif. Untuk mencapai sasaran penelitian ini, lingkup kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji perkembangan trend komoditas ekspor pertanian Jawa Timur dan Indonesia

2. Mengkaji perkembangan komoditas ekspor pertanian Jawa Timur dan Indonesia

3. Mengkaji aspek pemasaran luar negri (ekspor) terutama komoditas ekspor pertanian.

4. Mengkaji daya saing komoditas ekspor pertanian Jawa Timur dan Indonesia

Mempertimbangkan bahwa komoditas pertanian mempunyai karakteristik yang beragam, maka dipandang perlu untuk membatasi jenis komoditas pertanian khususnya yang berorientasi ekspor. Perkembangan ekspor komoditas pertaniana di Jawa Timur, selama 7 tahun sejak tahun 2003 – 2009.

(26)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitia n Ter dahulu

Hasil penelitian terdahulu dicantumkan dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran tentang obyek yang diteliti benar-benar merupakan hal yang baru maupun penyempurnaan dari peneliti-peneliti terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan topik yang sedang diteliti:

1. Herry Darwanto, 2004, dengan judul kajian strategi pengembangan kawasan dalam rangka mendukung akselerasi peningkatan daya saing Daerah, studi kasus, Kelompok Industri Rotan – Cirebon, Logam – Tegal Batik – Pekalongan Kajian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan melalui pengisian kuesioner, wawancara dengan pelaku kunci, Focus Group Discussion (FGD) dengan hasil, bahwa kemampuan ekonomi daerah melalui kloster yang bersifat lokalitas, mampu mendorong penciptaan inovasi, serta mampu menciptakan sinergi antar pelaku-pelaku yang terkait.

(27)

penggolahan, 2). Sektor perdagangan, hotel dan restoran, 3). Sektor pertanian berdasarkan karya konstan. Sumbangan terhadap propinsi Jawa Barat pada 1). Sektor pertambangan dan galian, 2). Sektor banggunan, 3). Sektor jasa-jasa, sedangkan sektor pertanian 1). Subsektor tanaman perkebunan, 2) Subsektor peternakan, 3). Subsektor kehutanan dan 4). Subsektor perikanan. Dengan pendekatan LQ, mempunyai keunggulan di 1). Sektor industri penggolahan, 2). Sektor listrik gas, dan air bersih serta sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedangkan disektor pertanian hanya subsektor tanaman tambahan.

3. Soetriono, 2009, melakukan penelitian dengan judul Strategi Peningkatan Daya Saing Agribisnis – Kopi Robusta dengan Model Daya Saing Tree Five di Jawa Timur. Pnelitian ini ingin meramal dan merumuskan daya saing komoditas kopi robusta. Penelitian ini dilaksanakan juga di daerah propinsi Lampung, dengan pendekatan analisis Resiko, permintaan, dan penawaran, Policy

Analysis Matrix (PAM), Daya Saing Tree-Five dan Simulasi – Kebijakan hasil

(28)

percepatan daya saing, apabila dibandingkan dengan harga yang sesungguhnya. Dari koefisien NPCI kebijakan pemerintah memberikan dukungan yang berarti demi percepatan daya saing.

4. Ikin Sadikin 1999, meneliti tentang Analisis Daya Saing Komoditas Jagung dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Agribisnis Jagung Di Nusa Tenggara Barat, Pasca Krisis Ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai adalah melihat daya saing jagung serta pengembangan usahatani jagung, serta dampak kebijakan pemerintah. Metode yang digunakan adalah pendekatan dengan metode Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil yang diperoleh, bahwa daya saing jagung di NTB, mempunyai daya saing tinggi serta efisien dalam memproduksinya, pada saat krisis jika dibandingkan sebelium terjadi krisis. Dampak intrumen kebijakan pemerintahan dan mekanisme pasar input – output kurang, memberikan rangsangan terhadap produsen jagung di NTB.

(29)

6. Yuli Wibowo, 2010, dengan Analisis Prospektif Strategi Pengembangan Daya Saing Perusahaan Daerah Perkebunan. Tujuan yang ingin dicapai adalah startegi pengembangan perusahaan daerah berdasarkan skenario-skenario yang mungkin terjadi di masa yang akan datanga. Pendekatan analisi yang digunakan adalah analiys prospektif, dimana analisis ini digunakan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan. Hasil yang diperoleh, adalah, bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi peningkatan daya saing, adalah kemampuan SDM, kebijakan pemerintah, kemampuan permodalan, kemampuan manajemen keuangan.

7. Imam Teguh Rakarta, 2008. Komoditas Unggulan, Sektor Pertanian di Kabupaten Pinrang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keunggulan sektor pertanian (perkebunan) melalui komoditas kakao dan kopi. Dengan menggunakan metode analisis locasion Quan, rent (LQ) untuk melihat sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau ieading sektor. Demikian juga metode analisis shift. Share (SSA), untuk mengukur kinerja perekonomian wilayah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor unggulan. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa, tanaman kakao dan kopi merupakan komoditas andalan daerah, pertumbuhan sektor pertanian agak lambat, karena ada pergeseran. Struktur ekonomi dari pertanian ke industri atau jasa.

(30)

adalah mendapatkan indikator utama penjelas kinerja pembangunan pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut maka digunakan pendekatan variabel-variabel yang terkait dengan keragaman pembangunan pertanian yaitu variabel-variabel ekonomi dan sosial. Kemudian digunakan analisis komponen utama atau

Principal Componen Analiys (PAC). Setelah melalui analisis PCA, kemudian

dilakukan pengelompokan kedalam kelompok tertentu melalui Analisis Grombol (Custer Analiys atau CA), (Dillon and Goldstein, 1984). Hasil yang diperoleh adalah bahwa, dari 38 variabel yang digunakan dalam analisis PCA, dihasikan 12 komponen utama dengan tingkat keragaman 85,2 persen. Adapun variabel-variabel dalam komponen utama pembangunan pertanian; yaitu : 1) pertumbuhan luas lahan irigasi, 2) Rasio tenaga kerja desa / kota di sektor pertanian, 3) Rasio tenaga kerja desa / kota di sektor non pertanian, 4) Pertumbuhan indeks ketahanan pangan (energi dan protein), 5) Pertumbuhan PDRB sektor pertanian, 6) pangsa PDRB sektor pertanian, 7) penggunaan sarana produksi (bibt, pupuk & pestisida) dan 8) Produktivitas usahatani. 2.2. Keunggulan Kompar atif

(31)

Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan model Ricardian. Hukum keunggulan komparatif (The Low of Comparative Advantage) dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun dari suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan Negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masi bisa berlangsung, selama rasio harga antar Negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Simatupang (1991), Sudaryanto dan Simatupang (1993), dalam Saptana (2009) menjelaskan konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensi dalam artian daya saing akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Selanjutnya dikemukakan bahawa untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisni melalui kordinasi vertikal sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan preferensi konsumen akhir.

Model H-0 (Model Hechscher) yang dikemukakan oleh Hendra Halwani, 2005, menekankan pada keseimbangan perdagangan antara dua kutub ekonomi neoklasik. Ide dasar model H-0 adalah Negara yang melimpah tenaga kerja, secara relatif akan memanfaatkan kemampuan dirinya untuk memproduksi barang dengan faktor produksi padat karya yang relatif lebih murah. Dengan demikian, Negara itu akan mempunyai keunggulan komparatif (KK) dalam memproduksi.

(32)

secara sederhana telah digambarkan pada bab sebelumnya, sedangkan pada penjelasan selanjutnya adalah sebagai berikut: setiap Negara akan mengekspor barang yang mempunyai intensitas faktor produksi yang melimpah. Sebagai contoh, faktor produksi yang melimpah di Negara A adalah tenaga kerja, oleh karena itu, teori H-0 menjelaskan bahwa Negara tersebut akan mengekspor barang X yang mempunyai intensitas faktor produksi yang padat karya.

Bagi Negara yang produksinya lebih padat modal, dengan oportunity cost lebih rendah; maka pengorbana yang diperlukan lebih ringan dibanding dengan barang-barang hasil produksi padat karya dalam memperkuat peningkatan marginal output dari barang tersebut. Hal ini merupakan opportunity cost yang lebih tinggi untuk barang yang padat modal dengan rasio K/L lebih besar.

Hendra Halwani, 1999 menjelaskan bahwa Wasily Leontief, ekonomi kelahiran Rusia tahun 1906, menerbitkan satu artikel pada tahun 1953 yang menggambarkan suatu kajian empiris mengenai teori H-0. Dari hasil kajiannya, dia mengembangkan teori yang dikenal dengan Input-Output Theory. Hasil kajian dari penelitiannya menggema keseluruh antero dunia dengan menggunakan pendekatan statistik untuk mengembangkan Era Input-Output Tabel.

(33)

Teori S-S mengatakan bahwa dinegara yang sedang berkembang, dimana buruh merupakan faktor produksi yang melimpah, kebijaksanaan proteksi akan menurunkan upah riil para pekerja, terutama akan merugikan pekerja di perkotaan karena mereka tidak memperoleh keuntunggan dari peningkatan permintaan jasa mereka untuk meningkatkan output barang industri yang diproteksi tersebut. Penurunan permintaan tenaga kerja untuk ekspor yang padat karya, terutama yang berkaitan dengan hasil-hasil pertanian, akan bergeser secara imbang karena tenaga kerja bergerak menuju ke sektor industri.

Teori lain yang sering dimasukkan dalam kaitan dengan model H-0 adalah teori kesamaan Harga Faktor yang dikemukakan oleh Paul Samuelson di tahun 1948. Dijekaskan, argumentasi H-0 menekankan bahwa perdagangan internasional berkembang dan bertendensi menuju pada kesamaan harga dari faktor produksi.

(34)

harga barang akan terlihat jelas perbedaannya dengan adanya perdagangan internasional, walaupun faktor produksinya sama.

Berkaitan dengan ekspor mengenai hubungan antara teknologi dan pertumbuhan output maka disini dicoba untuk lebih mempermudah pengertian tentang konsep. Keunggulan komparatif dalam konteks perdagangan internasional, terutama dalam perkembangan memasuki era globalisai ekonomi. Konsep keunggulan komparatif dalam globalisasi ini telah mengalami proses modifikasi, seperti juga banyak konsep ekonomi lainnya.

Dalam mengukur keunggulan komparatif komoditas ekspor suatu Negara, digunakanlan apa yang disebut Domestic Resource Cost (DRC) devisa yang diperoleh.

Adapun ukuran keunggulan komparatif versi Ricardo dinyatakan sebagai berikut.

L DRC (Ricardo) = FE

L = jumlah unit input tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi per unit komoditas ekspor.

FE = Devisa bersih yang diperoleh per unit komoditas ekspor.

(35)

Ukuran keunggulan komparatif versi H-0 dinyatakan dalam formula berikut.

DRC (Heckscher-Ohlin) = (L x CL) + (K x CK) + ... FE

CI = Biaya input tenaga kerja yang dinyatakan dalam bentuk relatif shadow price input tenaga kerja.

CK = Biaya input modal yang dinyatakan dalam bentuk relatif shadow price input modal.

Untuk mengingatkan kembali mengenai keunggulan komparatif ini, dimana menurut Ricardo maupun versi Heckscher-Ohlin dinyatakan keunggulan komparatif suatu Negara dalam memproduksi suatu barang ditentukan oleh biaya produksi barang yang ditentukan oleh intensitas input tenaga kerja yang digunakan. Terutama faktor tenaga kerja modal dalam pengertian faktor produksi yang melimpah secara relatif.

Konsep keunggulan komparatif versi Ricardo dan versi H-0 dinyatakan sebagai konsep keunggulan komparatif yang static dan kurang realistis. Hal ini karena secara implicit mengasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan-perubahan fundamental dalam faktor produksi yang melimpah (endowments), harus adanya pasar persaingan sempurna perdagangan internasional dan pasar modal internasional serta tidak terjadinya garis eksternal terhadap produksi dan konsumsi.

(36)

melakukan modifikasi terhadap konsep keunggulan komparatif. Schydlowsky mengemukakan konsep keunggulan komparatif yang dinamis (dynamic

comparative advantage), dalam konsep ini mengkombinasikan

perubahan-perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi.

Perubahan ini adalah perubahan dalam hargakomoditas di pasaran internasional, bahan dalam biaya domestik dari faktor-faktor roduksi, perubahan teknologi, baik yang bersifat endogen maupun eksogen, yang timbul dari proses asimilasi teknologi atau ing by doing dan sifat economic of scale dalam proses produksi.

Schydlowsky dalam Halwani Hendra, 1992 juga membuat asumsi yang realistik dalam kompetisi internasional tidak merefleksikan social scarcities, oleh karena itu pasar tidak merupakan pasar yang sempurna, tetapi berdasarkan pada fakto-faktor dinamis dan realistis dari pasar internasional.

Schydlowsky mengemukakan formula DRC dalam konteks suatu time frame (t) tertentu yang dipandang lebih tepat adalah sebagai berikit.

DRC (Schydlowsky) =

.
(37)

2.3. Keunggulan Kompetitif

Teori keunggulan kompetitif secara umum, memperkenalkan model Berlin (daya saing internasional) dan model 9. Faktor (daya saing internasional).

a. Model Ber lin Daya Saing Inter nasional

Teori keunggulan kompwtitif, seperti dijelaskan di atas, yang dikmbangkan oleh Michael E Porter (1993), guru besar pada Harvard Buisness School, cara pendekatannya berbeda dengan para ahli ekonomi makro pada umumnya. Porter bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan persaingan internasional yang ada, jadi pembentukan teorinya adalah deduktif. Porter menyerang teori keunggulan komparatif yang teoritis abstrak, yang dalam dunia nyata dianggap kurang relevan. Di mana teori proporsi faktor-faktor produksi dari H-0 tidak mampu menjelaskan secara tuntas pola perdagangan dunia asumsi-asumsinya yang digunakan adalah tidak realistis. Akibatnya, antara strategi keunggulan komparatif dengan teori keunggulan kompetitif tidak dapat atau bahkan sulit dipertentangkan. Jadi, yang terlihat di dunia nyata sehari-hari adalah keunggulan kompetitif.

(38)

1. Keadaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana. 2. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam Negeri untuk hasil industri

tertentu.

3. Eksistensi industri terkait dan pendukungnya yang kompetitif secara internasiona.

4. Strategi perusahaan itu sendiri dan struktur berta sistem persaingan antarperusahaan.

Selain keempat faktor penentu dalam tingkat persaingan internasional (international competitiveness) tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masi dipengaruhi oleh faktor kebutuhan (penemuan baru, melonjaknya harga, perubahan kurs, dan konflik keamanan antarnegara) dan tindakan-tindakan atau kebijakan pemerintah. Dimana semakin tinggi tingkat persaingan perusahaan di suatu Negara maka semakin tinggi tingkat daya saing internasionalnya. Porter memilih Negara-Negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, Denmark, Swedia, Swiss, Korea Selatan, dan Singapura.

(39)

Gambar 2

Model Ber lin Daya Saing Inter nasional

Berkaitan dengan pendekatan keunggulan kompetitif sebagai konsep alternatif dalam pengembangan model yang bertumpu pada adanya increasing

retrun to scale (skala ekonomi yang meningkat) karena faktor dari luar atau

eksternalitas, misalnya karena konsentrasi tenga terampil dan industri tertentu yang bernilai tambah tinggi dan persaingan monopolistic (monopolistic

competition).

Daya saing internasional Lingkungan bisnis

Sumber daya alam

Permintaan domestik

Industri dan Pendukung

[image:39.612.121.526.123.480.2]
(40)

Dalam beberapa literatur ekonomi yang lebih barn disebutkan bahwa jika skala ekonomi tercipta karen eksternalitas, maka perdagangan internasional dapa berlangsung tanpa harus ada keunggulan kompetitif. Meskipun dua Negara tidak mempunyai keunggulan, baik dalam teknologi maupun sumber daya, tetapi masing-masing Negara dapat melakukan sepesialisai produk suatu barang manufaktur, maka terciptalah perdagangan internasional.

Contoh umum dalam buku teks ekonomi terbitan yang lebih baru adalah industri pakaian (fashion) di New York dan Limbah Silicon di California. Jika terdapat skala ekonomi didalam perusahaan, maka asumsi persaingan sempurna tidak berlaku lagi, dan sebaiknya menjadi persaingan tidak sempurna (imperfect

competition) karena adanya skala ekonomi masing-masing Negara tidak dapat

memproduksi suatu jenis produk secara rendition.

Jadi, meskipun kedua Negara sama-sama memproduksi barang manufaktur, mereka memproduksi jenis barang manufaktur yang berbeda atau terdiferensiasi. Misalnya, Amerika mengimpor toyota dari Jepang dan Jepang mengimpor sedan Ford dari Amerika dan perdagangan antar dua Negara dalam produk manufaktur terdiferensiasi ini disebut sebagai perdagangan intraindustri (intro-industry trade) yang tidak merefleksikan keunggulan komparatif.

(41)

Konsep keunggulan kompetitif yang ditawarkan dapat diciptakan, antara lain melihat akumulasi pekerja berketerampilan dan industri tertentu yang bernilai tambah tinggi, karena itu, pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi menjadi faktor utama dalam menerapkan konsep keunggulan kompetitif. Penerapan konsep ini akan memperbesar nilai tambah yang tinggi didalam Negeri (retained value added).

Jadi, tugas perencana adalah menciptakan skala ekonomi dalam perusahaan dan menggeser dari ketergantungan pada keunggulan komparatif dengan segala akibatnya kepada penerapan konsep keunggulan kompetitif. Akan tetapi, dalam era globalisasi ini, adalah jaminan bahwa modal swasta Nasional apakah selalu memihak kepentingan Nasional? Bukankah modal tidak memiliki kewarganegaraan, juga adanya kecenderungan modal swasta Nasional akan mengalir keluar Negeri, menuju ke tempat-tempat yang paling menguntungkan secara ekonomi atas aliran modal akan mengarah ke mana rate of return yang tertinggi. Karena itu, dalarealitasnya, usaha mengidentifikasi modal menurut “identitas nasional” sering membuat jebakan bagi pengambil keputusan maupun masyarakat.

(42)

bergeser ke produk-produk yang padat teknologi tinggi (higg-tech) dan teknologi informasi.

Hal kedua yang perlu diingat adalah bahwa keunggulan komparatif dapat berubah sebagai akibat “kebijakan pemerintah” dan juga dapat berubah jika keunggulan prodiksi dan daya saing Negara partner dagangnya berubah. Biasanya keunggulan komparatif suatu Negara bergeser atau berubah sesuai dengan tahapan-tahapan pembangunan Negara tersebut.

b. Model 9 Faktor , Daya Saing Inter nasional

Doung Sung Cho, presiden dari The Institute of Industrial Policy Studies,

Korea Selatan, karya cemerlangnya yang berjudul Determinant of internasional

competities : How can edeveloping Country transform it Self to an Advance

Economy Melengkapi hasil kajian. Michael E.

(43)

Doung-Sung-Cho kemudian mengembangkan model yang dikenal sebagai Model 9 faktor yang merupakan pengembangan dari model Forter. Beberapa perbedaan antara model Berlin yang dikembangkan oleh Forter dibanding dengan Model 9 faktor dari Doung-Sung-Cho adalah terletak pada faktor yang terletak diluar lingkup Berlin yaitu keberadaan 4 faktor yang, meliputu tenega kerja, birokrasi dan politisi, kewirausahaan dan manajer, teknik, serta perancang profesional. Juga faktor akses dan kesempatan (chance events) dalam melakukan sesuatu bagi masyarakat, yang berada diluar kotak segi empat. Dimana akses dan kesempatan merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam mempertajam daya saing internasional.

Dengan demikian dari rangkaian kualitas tenaga kerja, birokrasi yang andal (aparat pemerintah) dan politisi yang profesional dan mampu menciptakan kebijakan yang kondusif bagi pembangunan daya saing suatu Negara khususnya bagi jajaran politisi dan birokrasi diperlukan faktor integritas dan jujur yang merupakan prasarat utama dalam pengembangan daya saing. Semua faktor diatas saling kait mengkait secara simultan untuk menentukan ketajaman tingkat kompetisi suatu Negara.

(44)

domestik. Sementara faktor manusia tergantung pada tahapan berkembang Negara. Pada saat suatu Negar berstatus terbelakang yang ada kumpulan pekerja kemudian tampil faktor politisi dan birokrasi kemudian lahirlah kewirausahaan dan kehadiran tenaga manajer, tehnisi dan perancang profesional.

Menurut Tangkilasan, 2003 dalam Aonymous, 2008, bahwa keunggulan kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisai untuk memformulasikan strategi yang menempatkan pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Kemudian didalam kamus bahasa Indinesia oleh Badudu-Zain, 1994, dalam Anonymous, 2008, dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu.

(45)

Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar nilai uang resmi yang berlaku (berdasarkan analisis finansial). Komoditas yang memiliki keunggulankompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

2.4. Da ya Saing

Porter (1994) dalam Tumrah Sumihardjo (2008) menyebutkan bahwa : istilah daya saing sama dengan competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage.

Secara bebas, Tumar Sumihardjo (2008), memberikan penjelasan tentang istilah daya saing ini, yaitu: “Kata daya kalimat daya saing bermakna kekuatan,dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggulan dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi.”

Hal senada diungkapkan oleh Rangkuti (2003) dalam Kuncoro (2008), bahwa: “Keunggulan bersaing merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya.”

(46)

Keunggulan merupakan posisi relatif dari suatu organisasi terhadap organisai lainya, baik terhadap suatu organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri. Dalam perspektif, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan nilai pelanggan (customer value). Sedangkan dalam perspektif organisasi, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan kinerja organisasi yang lebih baik atau lebih tinggi.

Dengan demikian dari pendapat Agus Rahayu (228) tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa suatu organisasi, termasuk sekolah, akan memiliki keunggulan bersaing atau memiliki potensi untuk bersaing apabila dapat menciptakan dan menawarkan nilai pelanggan yang lebih atau kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan organisasi lainnya.

Sementara dalam peraturan Mentri pendidikan Nasional No:41 tahun 2007 tentang standar proses, dinyatakan bahwa: “daya saing adalah kemampuan untuk menunjukan hasil lebih baik, lebih cepat atau bermakna”. Kemampuan yang dimaksut dalam permendiknas No: 41 tahun 2007 tersebut, diperjelas oleh Tumar Sumihardjo (2008), meliputi: (1) kemampuan memperkokoh posisi pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

(47)

seseorang / organisasi / institusi untuk menunjukan keunggulan dalam hal tertentu, dengan cara memperlihatkan situasi dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil kerja yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna dibandingkan dengan seseorang / organisasi / institusi lainnya, baik terhadap satu organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri.

2.5. Landasan Teor i

Landasan teori pokok yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori keunggulan kompetitif (competitive Advantage). Teori Competitive

Advantage ini diperkenalkan oleh Michael E Porter tahun 1990. Teori ini

menjelaskan bahwa tidak ada korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki oleh suatu Negara untuk dimanfaat kan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan (Hendra Halwani, dan Prijono Tjiptoherijanto,1993).

Tidak adanya korelasi tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut: banyak Negara di dunia ini dengan jumlah tenaga kerja yang melimpah tetapi terbelakang dalam daya saing internasional (hal ini terjadi di Negara-Negara miskin dan berkembang). Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif lebih murah di banding Negara lain, bukannya berkorelasi dengan mutu dan daya saing, akan tetapi berkorelasi erat dengan rendah nya motivasi kerja dan prestasi. Untuk mengatasi hal yang demikian, sebagaimana yang dijelaskan oleh Porter, peran pemerintah sangat mendukung,selain produksinya sendiri.

(48)

1. Kondisi faktor produksi.

2. Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam Negeri. 3. Eksistensi industri pendukung.

4. Kondisi persaingan strategis dan struktur perusahaan dalam Negeri.

Industri di suatu Negara yang sukses dalam persaingan internasional pada umumnya didukung oleh keempat faktor tersebut. Di samping itu, peran pemerintah sebagai variabel tambahan juga cukup signifikan. Hal ini karena pemerintah mempunyai peran dalam menciptakan keunggulan kompetitif tersebut, melalui serangkaian kebijakan regulasi, deregulasi, anti-monopoli, dsb, yang mampu mempengaruhi persaingan yang ada.

Porter juga membahas prinsip fundamental dan praktis tentang strategi survival dan perkembangan perusahaan. Strategi tersebut membuat pilihan dari berbagai alternatif bagai mana cara perusahaan mengambil posisi (positioning) dalam lingkungan kompetitifnya.

Untuk bisa melakukan positioning, ada lima kekuatan kompetisi yang harus di pertimbangkan. Pertama, karakter persaingan diantara para pesaing yang terlihat. Kedua, ancaman yang muncul dari masuk nya pesaing baru. Ketiga, kemungkinan ancaman dari produk atau jasa pengganti. Keempat, bargaining position para pemasok. Kelima, bargaining position konsumen.

(49)

Untuk kepuasan konsumen, dalam pemasaran produk terutama produk segar yang perlu diperhatikan adalah pemenuhan permintaan pasar, harga yang bersaing, ketepatan waktu pengiriman yang semuanya ini memerlukan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia. Sementara itu, faktor kunci yang menentukan keberhasilan diatas adalah kebijakan pemerintah yang memihak kepada kemajuan sektor pertanian melalui kebijakan pada produksi, dan perdagangan internasional. Dilain pihak pemerintahan juga mengarah pada penciptaan medium scale

agricultural farming untuk mengembangkan usaha pertanian khususnya petani

menengah.

Dari empat unsur penting yang dikemukan oleh Porter ada dua unsur yang di teliti secara mendetail, yaitu (1) kondisi faktor produksi dan kondisi permintaan, sedangkan sisanya hanya dianalisa secara kualitatif saja. Secara mikro, dilakukan untuk melihat kondisi faktor produksi yang dimaksut agak mengetahui permasalahan dan upaya mengatasi yang dihadapi produsen (petani) sehubungan dengan pupuk, bibit, obat-obatan, tenaga kerja, dan modal. Kondisi permintaan diteliti secara makro dan mikro, secara makro dilihat perkembangan ekspor dan daya saing diluar negeri, dan secara mikro mengenai kondisi daya saing ekspor ditinjau dari eksportirnya.

2.6. Kerangka Pemikiran

(50)

terdapat beberapa tingkatan menurut penilaian ekonomis, ada yang berniai tinggi / unggul, dan ada yang belum mempunyai nilai ekonomis bagi komoditas-komoditas pertanian yang termasuk dalam katagori unggul, berarti mempunyai nilai jual ekspor yang tinggi, seperti pada gambar sebagai berikut.

Gambar 3

Ker angka Pemikir an Daya Saing Komoditas Per ta nian Unggulan Produk Jawa Timur

Produk Sektor Non Pertanian Produk Sektor

Pertanian

Komoditas Unggulan

Daya Saing Komoditas Unggulan Pertanian Komoditas Non

[image:50.612.145.466.218.475.2]
(51)

BAB III

Metode Penelitian

3.1. Dasar Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian adalah Jawa Timur. Adapun dasar pemikiran dalam memilih lokasi mengingat di daerah Jawa Timur tersebut merupakan sentra produksi hasil pertanian.

3.2. Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari hasil publikasi dari departemen / instansi yang relevan seperti dari laporan dari BPS, Departemen Pertanian, Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan perdagangan, serta jurnal-jurnal ilmiah lainnya. Data yang digunakan selama 2000 – 2009.

3.3. Metode Analisis Data

(52)

keberadaan sektor pertanian dalam perdagangan internasional. Analisis ini mencoba menjelaskan faktor produksi yang terlibat, kondisi penawaran dan permintaan serta mutu produk dalam Negeri dan nilai ekspor.

Analisis dengan pendekatan Location Quotients (LQ), digunakan untuk mengetahui peranan suatu sektor yaitu dalam penelitian ini adalah sektor pertanian di Jawa Timur. Menurut Tulus T.H. Tambunan, 2003, LQ merupakan alat untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah, dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut. Dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sama pada tingkat Nasional. Dalam bentuk matematik sebagai berikut.

LQ = v1 / V1

vt / Vt

Dimana :

v1 = Pendapatan sektor pertanian Jawa Timur (Rp)

vt = Pendapatan (PDRB) Jawa Timur (Rp)

V1 = Pendapatan sektor pertanian secara Nasional (Rp)

Vt = Pendapatan Nasional (PDB)

LQ = Pendapatan sektor pertanian Jatim / Pendapatan sektor pertanian Nasional Pendapatan (PDRB) Jatim / Pndapatan (PDB) Nasional

(53)

Perkembangan ekspor komoditas pertanian unggulan dianalisis dengan garis Tren Linier sebagai berikit :

Dimana :

x

= Tahun (2000 – 2010)

Y = Volume dan nilai ekspor komoditas pertanian

α = Peningkatan volume dan nilai ekspor komoditas rata-rata

Untuk memperoleh nilai a dan b dalam metode kuadarat terkecil dapat digunakan rumus :

a = ∑Y / n dimana n menunjukkan jumlah tahun

b = ∑xY / x 2

Jika koefisien b, nilainya positf maka terjadi peningkatan, dan jika koefisien b, bernilai negativ, maka terjadi perkembangan yang menurun.

Studi ini menggunakan analisis kuantitatif untuk mendukung analisis deskriptif yang ada. Dalam analisis kuantitatif ini menggunakan analisis perbandingan RCA (Revealed Comparative Adventage), RCA merupakan rasio antara nilai ekspor komoditas tertentu di negara tertentu dengan total nilai ekspor (dunia) komoditas yang sama. RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan

(54)

daya saing komoditas pertanian Jawa Timur secara relatif terhadap produk sejenis dari Indonesia.

Dalam rumus sebagai berikut:

RCA = Nilai ekspor komoditas tertentu Jawa Timur Total nilai ekspor komoditas tertentu Indonesia

Dengan demikan maka RCA > 1 mempunyai daya saing yang kuat. Jika RCA < 1 mempunyai daya saing yang rendah dan jika RCA = 1 adalah daya saing yang seimbang. Analisis kuantitatif ini diharapkan akan mendukung hasil yang dicapai termasuk implikasi kebijakan yang akan diambil.

3.4. Definisi dan Penguk uran Var iabel

1. Produk unggulan pertanian merupakan produk yang dikaitkan pendapatan sumber daya yang relatif banyak sehingga dapat menekan biaya produksi (Dwidjono. Hadi Darwanto 2007).

2. Daya saing merupakan suatu kemampuan dalam mencapai pertumbuhan / keberhasilan sangat tinggi berkelanjutan, terbukti pada persaingan domestik dan internasional.

3. Nilai ekspor komoditas pertanian merupakan jumlah produksi pertanian yang di jual ke luar negeri, diurai dalam bentuk U$.

4. Perkembangan produk unggulan pertanian merupakan pertumbuhan atau kenaikan produk per tahun dihitung dalam jumlah / vol.

(55)

6. Nilai Ekspor total Jawa Timur merupakan produksi total yang dijual ke luar negeri dan daerah Jawa Timur dinilai dalam bentuk U$.

7. Sektor pertanian merupakan gabungan dari sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

8. Komoditas sektor pertanian merupakan suatu sumbangan dari sektor pertanian di wilayah Jawa Timur dilihat berdasarkan persen.

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum J awa Timur .

Jawa Timur sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia memiliki pemerintahan yang didasarkan pada Undang - undang No . 5 tahun 1974 tentang pokok - pokok pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang - undang tersebut daerah ini memiliki otonomi. Artinya bahwa Jawa Timur merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berhak dan berwenang serta berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Indonesia sesuai Undang - undang yang berlaku .

Sehubungan dengan hal tersebut sebelum masuk pada uraian rinci, Jawa Timur secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :

Luas Wilayah Daerah Tingkat I Jawa Timur adalah 157.922 Km2 yang terdiri atas a.Wilayah:

- LuasDaerah: 47.042,17Km2 - Persawahan : 12.483,66 Km2

- PertanianTanahKering : 11.619,32 Km2 - Perkebunan : 1.518,39 Km2

- Hutan : 12.251,24 Km2

- Rawa/Danau/Waduk : 88,75 Km2 - Tambak/Kolam : 705,82 Km2 - Lain-lain : 798,14 Km2

(57)

c. Jumlah Pulau dan Pulau kecil : 74 Pulau. d. Jumlah Penduduk : 38.660.734 jiwa.

Propinsi Jawa Timur terletak pada 110°54BT Sampai 115°57BT 5° 371 LSsampai 8°48LS Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Bali dan Selat Bali, Sebelah Barat berbatasan dengan propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.

Berdasarkan karakteristik fisik secara umum, Jawa Timur terbagi atas 4 karakteristik wilayah yaitu :

a. Wilayah I mencangkup dataran tinggi bagian tengah merupakan wilayah subur dan berkembang.

b. Wilayah II mencangkup dataran rendah bagian utara merupakan wilayah dengan kesuburan sedang dan tingkat perkembangan sedang.

c. Wilayah III mencangkup wilayah pegunungan kapur selatan merupakan wilayah tandus, tidak subur dan belum begitu berkembang.

d. Wilayah IV wilayah kepulauan, masih merupakan wilayah yang kemudahan hubungannya kurang dan belum berkembang.

A. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN.

Secara administrasi Propinsi Jawa Timur terdiri : - Kabupaten dan Kota : 38.

- Kecamatan : 640.

- Desa / Kelurahan : 8.464.

(58)

otonomi Daerah sekertari wilayah / Daerah sebagai unsur staf / pembantu pimpinan, sekertaris DPRD sebagai unsur staf / pembantu pimpinan DPRD. Perangkat pemerintah propinsi Jawa Timur juga dilengkapi dengan instansi – instansi vertikal sebagai aparat dekosentarsi yaitu kantor wilayah Departemen dan kantor wilayah Direktorat Jendral dan sebagai nya.

B.FISIK GEOGRAFIS. 1. Topografi.

Berdasarkan karakteristik tinggi tempat diatas permukaan laut ( dpl ) , Jawa Timur terbagi atas 3 kelompok wilayah yaitu :

a. 0 - 500 m , (dpl ) meliputi 83 % dari luas wilayah darat Jawa Timur dan morfologinya relatif datar.

b. 500 - 1. 000 m. ( dpl ) meliputi sekitar 11% dari luas wilayah darat Jawa Timur dengan morfologi berbukit dan bergunung - gunung .

c. 1.000 m. (dpl), meliputi sekitar 6 % dari luas wilayah darat Jawa Timur dengan morpologi terjal.

2. Geologi.

(59)

Batuan sedimen Alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas dan Bengawan Solo yang merupakan daerah subur. Batuan hasil gunung api kwater muda tersebar dibagian tengah wilayah Jawa Timur membujur kearah timur yang merupakan daerah relatif subur.

Batuan Miosen tersebar disebelah selatan dan utara Jawa Timur membujur kearah Timur yang merupakan daerah kurang subur Bagi kepulauan Madura batuan ini sangat dominan dan utamanya merupakan batuan gamping. Dari beragamnya jenis batuan yang ada, memberikan banyak kemungkinan mengenai ketersediaan bahan tambang di Jawa Timur. Atas dasar struktur, sifat dan persebaran jenis tanah diidentifikasi karakteristik wilayah Jawa Timur menurut kesuburan tanah:

a. Jawa Timur bagian Tengah Merupakan daerah subur , mulai dari daerah kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dilalui sungai - sungai Madiun, Brantas, Konto, Sampean.

b. Jawa Timur bagian Utara Merupakan daerah Relatif tandus dan merupakan daerah yang persebarannya mengikuti alur pegunungan kapur utara mulai dari daerah Bojonegoro, Tuban kearah Timur sampai dengan pulau Madura.

3. Kemampuan Tanah.

Kemampuan tanah yang dimaksud adalah kemampuan dalam rangka dukungannya untuk suatu penggunaan tertentu , yang didasarkan atas faktor drainase, kelerengan, kedalaman tanah, tutupan batuan serta erosi .

(60)

a. Keterangan.

- Lereng 0 - 15 % kemungkinan penggunaan kegiatan pertanian dan permukiman, mencakup sekitar 64% luas daratan Jawa Timur. - Lereng 16 - 40 % kemungkinan penggunaan untuk kegiatan pertanian tanaman tahunan keras.

- Mencakup 18 % luas wilayah daratan Jawa Timur.

- Diatas 40% merupakan wilayah yang sebaiknya dihutankan sebagai wilayah penyangga, air dan penyangga keseimbangan ekosistem.

b. Drainase.

- Wilayah dengan drainase baik , meliputi 95% luas total wilayah darat Jawa Timur.

- Wilayah dengan drainase kurang baik ( kadang - kadang tergenang ) meliputi 22,5% dari luas total wilayah daratan Jawa Timur.

- Wilayah dengan drainase tidak baik, meliputi sekitar 1,48% luas total wilayah darat an Jawa Timur.

c. Tutupan Batuan.

- Berbatu meliputi 5,33% dari luas total wilayah daratan Jawa Timur. - Tidak berbatu meliputi 94,67% dari luas total wilayah darat Jawa Timur. d. Erosi.

- Erosi ringan ( kikisan tanah antara 0 -10%)meliputi 23,12 % dari total wilayah dari Jawa Timur.

(61)

- Tidak ada erosi meliputi 76,51%dari luas total wilayah darat Jawa Timur. C. IKLIM.

Berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian wilayah besar wilayah (52%) Jatim mempunyai iklim tipe D. Keadaan maksimum suhu maksimum rata - rata mencapai 33°C sedangkan suhu minimum rata - rata mencapai 22°C. Keadaan curah hujan pertahun di Jawa Timur mempunyai karakteristik Sebagai berikut :

a. < 1.750 mm ; meliputi 35,54% b. 1.750 - 2.000 mm ; meliputi 44,00% c. > 2.000 mm ; meliputi 20,46%

Dan pada ketinggian di atas + 500 m. mempunyai fungsi hidrologis yang penting dan memerlukan usaha pengawetan tanah dan air.

D. HIDROLOGIS.

(62)

E. POLA KAWASAN. a. Kawasan Permukiman.

Kawasan permukiman di Jawa Timur tersebut dalam wujud kota besar, Kota Sedang, Kota Kecil dan permukiman pedesaan, biasanya terdapat kawasan induk yang relatif lebih besar dan bersifat lebih kekotaan serta kawasan yang terpencar, baik pada wilayah sub - urban maupun di tengah kawasan pertanian. Persebaran geografis permukiman dipengaruhi oleh nilai ekonomis lokasi terhadap fasilitas, baik jalan maupun fasilitas perhubungan lainnya.

b. Kawasan Sawah dan Tegalan.

Pola persebaran kawasan sawah dan tegalan cenderung mengikuti sistem daerah aliran sungai yang ada. Areal tegalan terutama merupakan ciri dari wilayah dataran tinggi, jadi masalahnya bukan karena pembangunan irigasi belum menjangkau dan areal tegalan juga memberikan kontribusi penting penyediaan kebutuhan hasil pertanian selain padi.

c. Kawasan Perkebunan

Untuk menentukan pola kawasan perkebunan agak sulit, karena ada 2 hal :

(63)

d. Kawasan Hutan.

Menurut pola penggunaan kawasan hutan di Jawa Timur ada berbagai macam , diantaranya untuk cagar alam , hutan wisata , calon taman nasional, hutan lindung , reboisasi , tumpang sari serta hutan prodoksi.Sedangkan prodoksi hutan di Jawa Timur merupakan salah satu komoditas ekspor non migas yang perlu terus ditingkatkan, namun tanpa mengorbankan fungsi hutan dalam upaya melestarikan tanah, air, serta tetap terjaganya kesuburan tanah.

e. Kawasan Perikanan.

Jawa Timur mempunyai potensi perikanan darat diantaranya tambak, kolam, sawah tambak, menanam padi keramba dan perairan umum. Areal perikanan laut Jawa Timur merupakan areal penangkapan ikan yang potensial.

f. Kawasan Peternakan.

Propinsi Jawa Timur adalah merupakan daerah produksi ternak, yaitu 40% dari seluruh jenis ternak di Indonesia. Selain merupakan daerah produksi ternak potong, Propinsi Jawa Timur juga merupakan daerah sumber ternak untuk seluruh wilayah Indonesia. Hasil utama produksi peternakan adalah daging , telur dan susu, sedangkan hasil produksi perternakan yang diekspor adalah kulit, tulang dan bulu bebek.

g. Kawasan Lainnya.

(64)

Kawasan yang secara khusus digunakan untuk pembangkit energi al: Waduk Sutami, paiton, Senguruh dan sebagainya . luas kawasan ini relatif kecil, namun dampaknya tetap perlu diperhitungkan.

G. PEREKONOMIAN DAN SEKTOR LAPANGAN USAHA. a. Keadaan Perekonomian Secara Umum.

Secara nasional Jawa Timur adalah merupakan pemasok pangan yang terbatas sehingga kegiatan pertanian merupakan lapangan usaha yang sangat menentukan dalam struktur perekonomian Jawa Timur. Sektor lapangan usaha lainnya yang juga potensial adalah perdagangan, hotel, restoran , serta sektor industri pengolahan. Struktur kontribusi lapangan usaha yang demikian ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Timur sudah menampakkan perkembangan kearah kemantapan, yaitu perkembangan industri dan jasa yang di dukung oleh pertanian yang tangguh. Kemampuan perekonomian Jawa Timur yang seperti diuraikan diatas pada hakekatnya memberikan implikasi adanya potensi perkembangan dan pengembangan yang dapat dipacu lebih pesat pada masa - masa mendatang .

b. Lapangan Usaha Pertanian.

(65)

Jawa Timur pada tahun mendatang tetap bertekat terus mengupayakan peningkatan produksi pangan dalam rangka pelestarian swasembada pangan sebagaimana yang telah dicapai saat ini .

c. Lapangan Usaha Perdagangan dan Koperasi.

Nilai ekspor hasil perdagangan Jawa Timur dari tahun ke tahun semakin meningkat, membuktikan bahwa iklim pembangunan dibidang perdagangan Jawa Timur semakin membaik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan dan terobosan - terobosan dipasaran potensial bagi eksport migas dan non migas disamping mempertahankan serta terus meningkatkan volume dan nilai eksportnya. Sedangkan untuk koperasi Jawa Timur berupaya mewujudkan Propinsi Koperasi melalui gerakan nasional sadar koperasi serta menciptakan demokrasi ekonomi sampai ditingkat pedesaan.

d. Pertambangan dan Energi.

Gambar

Gambar 2 Model Berlin Daya Saing Internasional
Gambar  3 Kerangka Pemikiran Daya Saing Komoditas Pertanian Unggulan
Tabel 2: Ekspor Jawa Timur Menurut Sektor Desember 2010.
Tabel 3: Perkembangan PDRB dan Pendapatan Jawa Timur dan Nasional.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data hasil seleksi yang akan digunakan untuk proses data mining, disimpan dalam suatu berkas, terpisah dari basis data operasional...

Surat Ketetapan Pajak daerah lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karema jumlah kredit

Dengan adanya mata kuliah Filsafat pendidikan Islam mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami pemikiran- pemikiran filosofis tentang pendidikan, memiliki

Berdasarkan latarbelakang di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap sistem musim pada penanggalan Kalender Rowot Sasak bagi kehidupan masyarakat Sasak

Penerapan Metode Crank-Nicholson pada kasus adveksi-difusi 2D untuk proses sesaat dan kontinu dengan variasi nilai kecepatan dan koefisien difusi untuk waktu simulasi

Siddiqi terkonsentrasi pada bidang ekonomi konsumsi terkonsentrasi pada bidang konsumsi menyatakan bahwa hal pertama yang harus disadari konsumen adalah bahwa dirinya

Hasil Pengukuran Volume Telapak Kaki Tikus Putih yang diberi Suspensi Ekstrak Umbi Ganyong 0,5 g/kgBB (5% b/v) Per Oral ... Persentase Inhibisi Radang Rerata Telapak Kaki

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus II diketahui bahwa sebagian besar kegiatan guru menyusun rencana pembelajaran dengan menerapkan metode pemberian tugas