• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT

NOMOR 2 TAHUN 2010

TENTANG

PAJAK PENERANGAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana penerangan jalan bagi masyarakat, Pemerintah Daerah perlu membangun instalasi penerangan jalan;

b. bahwa guna menunjang peran serta masyarakat dalam Pelaksanaan otonomi daerah pada umumnya dan pembangunan penerangan jalan pada khususnya, ditarik pajak penerangan jalan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, dan b diatas perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat tentang Pajak Penerangan Jalan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1995 tentang Ketenaga Listrikan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);

3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 129);

5 Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dhamasraya, Kabupaten Solok Selatan,dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4348);

(2)

6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53 );

8 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437 sebagimana telah beberapa kali diubah, terakhir Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

9 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049);

11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258);

12 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 6);

13 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3395);

14 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4578 );

15 Kepmendagri Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan;

16 Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Teknis Daerah Kab.Pasaman Barat;

(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT

dan

BUPATI PASAMAN BARAT MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BAB I

KETENTUANUMUM

Pasal I

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pasaman Barat.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat.

3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasaman Barat;

4. Kepala Daerah adalah Bupati Pasaman Barat.

5. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

6. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Pasaman Barat.

7. Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Daerah ini ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.

8. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha untuk Negara atau Daerah dengan Nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha tetap serta bentuk usaha lainnya.

9. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.

10. Pajak Penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

11. Pengguna tenaga listrik adalah setiap orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN maupun bukan PLN.

12. Pengguna tenaga listrik PLN yang selanjutnya yang disebut pelanggaran PLN, adalah setiap orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN.

13. Perusahaan Listrik Negara yang selanjutnya disebut PLN adalah PT. PLN (Persero) Cabang Bukittinggi Ranting Simpang Empat.

(4)

13. Kegiatan Industri adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh pelanggan PLN dan orang atau badan pengguna tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dimana tenaga listrik tersebut dipergunakan untuk menggerakkan, mengerjakan, mengolah, merubah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

15. Penggunaan tenaga listrik bukan PLN adalah tenaga listrik yang dihasilkan dari/ oleh Pembangkit tenaga Listrik bukan PLN, yang dimiliki dan atau dikelola oleh orang pribadi atau badan.

16. Pembayaran adalah jumlah yang diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau jasa sebagai pembayaran atas penggunaan tenaga listrik PLN. 17. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu

saat, dalam masa pajak, dalam tahunan atau dalam bagian tahun pajak menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.

18. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perhimpunan data objek dan subjek pajak, Peraturan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetoran.

19. Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disebut Pajak adalah Pajak yang dipungut atas penggunaan Tenaga Listrik.

20. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran Pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.

21. Surat setoran Pajak daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati.

22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

23. Surat Ketetapan Pajak Daerah kurang Bayar tambahan yang dapat disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

24. Surat Ketetapan Pajak daerah lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karema jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

(5)

25. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 26. Surat tagihan Pajak Daerah yang dapat disingkat STPD adalah surat untuk

melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan atau benda 27. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan

kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam surat ketetapan pajak daerah kurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, surat ketetapan pajak daerah Nihil atau surat tagihan pajak Daerah.

28. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak daerah kurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, surat ketetapan pajak daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

29. Putusan Banding adalah Putusan Badan Penyelesaian Sangketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 30. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi yang meliputi keadan data, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir.

31. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi daerah, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK

Pasal 2

Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut Pajak kepada setiap pengguna Tenaga Listrik.

Pasal 3

(1). Objek Pajak adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

(6)

(2). Listrik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain berasal dari PLN dan bukan PLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh pembangkit listrik.

(3). Dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah Daerah dan Pemerintah

Daerah;

b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;

c. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas kurang atau sampai dengan 200 KVA yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait.

Pasal 4

(1). Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengunakan tenaga listrik. (2). Wajib pajak adalah Orang atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau

pengguna tenaga listrik.

(3). Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, wajib pajak adalah penyedia tenaga listrik.

BAB III

PENGGUNAAN PAJAK

Pasal 5 (1). Pungutan pajak antara lain digunakan :

a. Untuk menutup biaya pembayaran atas rekening lampu penerangan jalan. b. Dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan.

(2). Rekening sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah rekening lampu jalan yang dipasang atas rekomendasi Pemerintah Daerah.

BAB IV

DASAR PENGENAAN TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK

Pasal 6

(1). Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. (2). Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan :

a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/Variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;

b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah yang bersangkutan.

(7)

Pasal 7

1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

2) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, Pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 3 % (tiga persen).

3) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen).

Pasal 8

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

BAB V

WILAYAH PEMUNGUTAN DAN MASA PAJAK

Pasal 9

Pajak terutang dipungut di dalam Daerah tempat penggunaan tenaga listrik.

Pasal 10

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan Kalender.

BAB VI

PENETAPAN PAJAK TERUTANG

Pasal 11 (1). Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.

(2). Setiap Wajib Pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan dibayar sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD.

(3). Jika wajib Pajak yang diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dapat diterbitkan SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.

BAB VII

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 12

(1) Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terhutang paling lama 30 hari kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

(2) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan dan Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan Pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

(3) Bupati atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2 (dua) % perbulan.

(8)

(4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran pajak lebih lanjut diatur dengan keputusan Bupati.

(5) Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN, maka pemungutan pajak dilakukan oleh PLN.

Pasal 13

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, SKPDBT, STPD, Surat Keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.

(2) Penarikan pajak dengan Surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

INTENSIF PEMUNGUTAN

Pasal 14

(1). Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2). Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Pendapatan belanja Daerah.

(3). Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

KADALUARSA PENAGIHAN

Pasal 15

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

(2) Kadaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:

a. Diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa ; atau

b. Ada pengakuan hutang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.

(3). Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

(4) Pengakuan hutang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai hutang dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(9)

(5)Pengakuan hutang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.

Pasal 16

(1). Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.

(2). Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3). Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan Bupati.

BAB X

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 17

(1). Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1). Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan kain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2). Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

3). Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(2). Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(3). Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(4). Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(10)

(5).Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yag kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 18

(1) Pejabat pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap.

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan;

c. Menerima keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan pidana dibidang Perpajakan Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah;

g. Menyuruh berhenti dan melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf (e).

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan.

i. Menghentikan penyelidikan setelah mendapat petunjuk dari penyelidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyelidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarga.

j. Melakukan tindakan lain yang perlukan untuk kelancaran penyelidik tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;

(11)

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan mulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 19

Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.

Pasal 20

(1). Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak

memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkannya tidak memenuhi kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak atau Wajib Retribusi, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.

Pasal 21

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan Negara.

BAB XII SANKSI PIDANA

Pasal 22

(1). Wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang.

(12)

(2). Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang.

(3). Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.

BAB XIII PENUTUP

Pasal 23

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

(2) Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat.

Di tetapkan di Simpang Empat Pada Tanggal 3 Juniri 2010

No

Pejabat Tanggal

BUPATI PASAMAN BARAT

Paraf

1 Sekda ttd

2 Asisten I

3 Kabag hukum

H. S Y A H I R A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2010 NOMOR 2 SERI A

No Pejabat Tanggal Paraf

1 Sekda

2 Asisten I

3 Kabag Hukum

4 Kasubag

per-uu-an

Diundangkan di Simpang Empat Pada tanggal 14 Juni 2010

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT, ttd

HERMANTO

(13)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010

TENTANG

PAJAK PENERANGAN JALAN I PENJELASAN UMUM

Pajak Daerah adalah iuran Wajib dari orang pribadi atau badan Kepada Daerah tanpa imbalan yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah.

Pajak Penerangan Jalan adalah Pajak daerah yang dibebankan kepada pemakai listrik atau arus bolak balik yang berasal dari PT PLN (PERSERO) dan bukan PLN, serta merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pasaman Barat.

Pajak Penerangan jalan tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat dipergunakan untuk membayar rekening lampu penerangan jalan yang ada dalam Kabupaten Pasaman Barat.

Pembayaran Pajak Penerangan Jalan dilakukan bersamaan dengan pembayaran Rekening Listrik oleh setiap pelanggan PLN.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) huruf d

Yang dimaksud dengan sarana sosial adalah Rumah Sakit, sekolah/pondok pesantren, panti asuhan dan lain-lain yang sejenis.

Pasal 4 Ayat (1)

Cukup Jelas Ayat (2)

(14)

Pasal 5 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas

(15)

Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas

(16)

Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 57 : Cakupan Pelayanan Rawat Inap Masyarakat Miskin (Dan Hampir Miskin) Menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin, Kecamatan, Dan Puskesmas Di Kabupaten Rembang

Selanjutnya teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP) dan teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS). Validitas data didasarkan pada validitas proses dengan

dalam bahasa fikih adat kebiasaan tersebut ialah (Urf) masyarakat boleh ketika tidak bertentangan dengan Syar’i. Dengan berdasarkan

Untuk atribut komunikasi efektif sebaiknya dipertimbangkan untuk ditingkatkan karena dengan komunikasi efektif karyawan dapat melakukan berbagi pengetahuan dengan lebih baik dan

Dari kedua studi kasus di atas terlihat bahwa dengan memperhitungan terlebih dahulu jumlah radio perunut yang akan diinjeksikan, studi interkoneksi antar sumur dapat

Dalam menganlisis data tersebut digunakan metode analisis deskriptif, yakni menggambarkan terlebih dahulu bagaimana proses dan pembelajaran dan pengembangan ilmu falak

1) Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan MLR dalam penelitian ini maka disimpulkan bahwa ada indikasi praktik manajemen laba riil pada perusahaan yang terdaftar

Pada tes uji tingkat performance penulis menggunakan tools berupa httperf dan ab (apache benchmark) sebagai uji beban serta teknik analisis yang digunakan adalah