• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif yang terjadi antara perawat dan dokter. Hasil yang didapatkan adalah mayoritas perawat (86,5%) memiliki kolaborasi yang baik dengan dokter. Hal ini berpengaruh baik untuk peningkatan kualitas pelayanan terhadap tujuan bersama petugas kesehatan yaitu kesembuhan pasien. Tujuan bersama itu dicapai dengan berkolaborasi, berkoordinasi, bekerja sama dan saling memberikan informasi antara satu petugas pelayanan dengan yang lainnya terkhusus perawat dan dokter (Siegler & Whitney, 2000). Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh usia perawat yakni mayoritas (87,8%) berada pada rentang 21-40 yaitu Masa Dewasa Awal. Pada masa ini seseorang akan lebih produktif, pencarian kemantapan dan berusaha untuk memajukan karier sebaik-baiknya serta menembankan ciri kedewasaan dalam hubungan sosial (Jahja, 2011).

Hasil yang menunjukkan kolaborasi yang baik ini kemungkinan karena perawat dan dokter sudah saling mengenal atau mempunyai hubungan komunikasi interpersonal yang baik. Namun indikator ini tidak dicantumkan dalam kuesioner karena peneliti belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk membuat kuesioner yang baik sehingga ada komponen-komponen yang tidak terwakilkan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rumanti (2009) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, bahwa dari seluruh perawat yang menjadi responden belum ada perawat yang mencapai praktik kolaboratif yang diharapkan. Rumah sakit ini adalah rumah sakit khusus yang hanya melayani pasien kejiwaan maka pekerjaan perawat cenderung menjadi

rutinitas. Sehingga jarang sekali ditemukan komunikasi bahkan kolaborasi antara perawat dengan dokter. Selain itu tidak adanya kepastian jenjang karier bagi perawat di RSJD juga menyebabkan perawat yang dapat bekerja optimal tidak dapat mengembangkan dirinya sementara pada hakikatnya pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan kolaborasi. Hasil penelitian Leticia (2005) mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka profesionalisme pun akan semakin meningkat dan kolaborasi tenaga kesehatan yang lain akan semakin baik.

5.2.1 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Kontrol Kekuasaan

Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat menyadari kewenangannya masing–masing dan mengkomunikasikan dengan baik kepada anggota timmya (Siegler & Whitney, 2000). Komunikasi yang dilakukan dapat secara tatap muka atau tertulis seperti rekam medik. Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi dua arah dimana perawat dan dokter saling berbagi ide dan berani menyatakan tidak sependapat apabila memang tidak sesuai dengan pengetahuan perawat (Siegler & Whitney, 2000).

Hasil penelitian yang didapatkan dari indikator kontrol kekuasaan adalah lebih dari setengah perawat (67,57%) memiliki praktik kolaboratif yang baik. Meski sudah melewati nilai setengah tetapi angka ini masih belum optimal. Dalam tabel 5.4 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah perawat (54,1%) selalu memberi informasi yang akurat tentang keadaan pasien kepada dokter. Hal ini sesuai

dengan hasil observasi yang dialami peneliti ketika melakukan penelitian di rumah sakit seperti ketika visitasi ke ruangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir setengah perawat (45,9%) selalu bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan dokter. Artinya sebagian besar perawat belum mengerti dan menjalankan perannya sebagai penghubung antara pasien dengan dokter (Siegler & Whitney, 2000). Seharusnya perawat mampu memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain yaitu dokter. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat (55,4%) selalu secara proaktif menghubungi dokter apabila belum melakukan visitasi kepada pasien. Sesuai dengan definisi kolaborasi menurut American Medical Assosiation (1994) bahwa profesi yang terlibat harus bekerja dengan saling melengkapi dan saling ketergantungan satu sama lain.

Data yang ada juga menunjukkan bahwa terdapat 13,5% responden menyatakan tidak berani untuk menyampaikan pendapat mereka ketika berbeda pendapat dengan dokter dalam hal perawatan pasien. Hal ini diakibatkan bahwa stigma perawat sebagai pembantu dokter sulit dihilangkan sehingga perawat merasa canggung dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya dalam berkomunikasi dengan dokter sebagi rekan kerjanya (Palupi, Sedyowinarso, & Setyawati, 2009). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya 37,8% perawat yang selalu melakukan tindakan medis apabila ada permintaan tertulis yang jelas dari dokter. Seyogianya seluruh perawat mengerti akan hal ini bahwa perawat dan dokter memiliki kewenangan masing-masing. Perawat berperan dalam caring pasien dan curing (medis) adalah peran dokter (Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 / MenKes / SK / XI / 2001). Maka dari itu jika dokter memberikan kewenangan tertentu untuk melakukan tindakan medis kepada perawat maka perawat harus memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik (Siegler & Whitney, 2000).

5.2.2 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Lingkup Praktik

Lingkup praktik adalah pengetahuan perawat tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam berkolaborasi dengan dokter dan kemandirian perawat sesuai disiplin ilmu yang dimiliki (Rumanti, 2009). Peran perawat sebagai ujung tanduk pelayanan sangat dibutuhkan karena perawat adalah orang yang akan 24 jam mendampingi pasien. Perawat harus mampu mengkaji fisik dan mental pasien sehingga dapat melaporkan kondisi yang buruk kepada dokter.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh perawat (91,9%) memiliki praktik kolaboratif yang baik. Hal ini sesuai dengan data pada tabel 5.5 yang menunjukkan bahwa hampir mayoritas perawat (71,6%) selalu menyiapkan data terbaru tentang kondisi umum pasien seperti tanda-tanda vital (ttv) pasien sebelum dokter visit (71,6%), segera menghubungi dokter ketika terjadi penurunan / kegawatan kondisi pasien (79,7%), selalu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang akurat karena dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi kerjasama dengan dokter (67,6%), dan mayoritas perawat menyatakan mengerti bahwa perawat dan dokter punya kepentingan yang sama yaitu memberikan yang terbaik bagi pasien (78,4%). Hal ini sejalan dengan hasil observasi peneliti di rumah sakit yakni dokter dan perawat memiliki jadwal yang

rutin untuk kunjungan keliling ke setiap ruangan dan langsung membahas kondisi pasien pada saat visitasi. Dokumentasi atau status pasien mempunyai manfaat yang sangat penting, karena merupakan komunikasi tertulis antara dokter dengan perawat (Siegler & Whitney, 2000). Sehingga jika ada informasi yang ingin diklarifikasi, dapat dilihat di dokumentasi.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat (55,4%) selalu melaporkan perkembangan kesehatan pasien kepada dokter dan 59,5 % perawat selalu bekerjasama dengan dokter dalam mengidentifikasi kondisi yang membahayakan jiwa pasien hanya. Meski sudah melewati setengah dari jumlah perawat namun angka ini masih jauh dari harapan. Sehingga bisa dapat dikatakan bahwa masih ada perawat yang belum mengerti tugas perawat dalam ruang rawat inap (Rumanti, 2009).

5.2.3 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Kepentingan bersama

Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan kepentingan bersama adalah lebih dari setengah responden (69,9%) memiliki praktik kolaboratif yang baik. Nilai ini cukup baik namun tetap perlu peningkatan dalam hal bekerjasama dan adanya 2,7% responden yang memiliki kolaborasi yang buruk harus menjadi perhatian bagi pihak rumah sakit dan pihak terkait. Jawaban perawat terhadap pernyataan pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas perawat (66,2%) selalu berkewajiban untuk mendampingi dokter ketika visitasi kepada pasien. Kenyataannya adalah tidak semua perawat bisa mendampingi dokter ketika

visitasi karena pada beberapa ruangan mempunyai pasien yang lebih banyak sehingga beban kerja perawat lebih tinggi. Pada shift-shift tertentu jumlah perawat yang bertugas tidak sesuai dengan jumlah pasien, sehingga waktu perawat harus dihabiskan untuk pemenuhan asuhan keperawatan pasien. Hasil yang signifikan juga dilihat dari sebagian besar responden (78,4%) yang mengerti bahwa perawat dan dokter memiliki kepentingan yang sama yaitu memberikan yang terbaik untuk pasien.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (51,4%) sering mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan rencana perawatan. Meski perawat adalah orang yang menangani perawatan sementara dokter menangani pengobatan tetapi sebagian besar perawat memandang penting untuk berbagi pendapat dan saling menghargai. Siegler dan Whitney (2000) mengatakan bahwa saling menghargai hanya terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan rasa hormat dan dapat memberikan apresiasi satu sama lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 20,3% responden tidak pernah memberi saran kepada dokter tentang cara pendekatan perawatan pasien yang akan bermanfaat. Mundakir (2006) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah kemiripan, yaitu kecenderungan manusia untuk berkomunikasi dengan orang yang mempunyai kemiripan dengannya misalnya suku, atau daerah asal bahkan kepentingan. Jika ingin komunikasi diperbaiki maka dilihat perlu untuk mengembangkan tujuan awal dan motivasi agar dapat bekerja sama lebih baik karena kesatuan visi dan tujuan sangat penting dalam sebuah hubungan kerjasama (Lindeke & Sieckert, 2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden (17,6%) yang selalu merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama dokter. Dari hasil ini terlihat bahwa intensitas perawat berdiskusi untuk mendiskusikan rencana perawatan masih sangat kurang. Padahal seharusnya jika kedua pihak sudah paham dengan kepentingan bersama maka mereka akan lebih sering untuk diskusi dan mempraktikkannya. Hal ini kemunginan disebabkan karena mayoritas perawat masih bekerja kurang dari 10 tahun sehingga belum memiliki pengalaman yang cukup dalam berkolaborasi. Sejalan dengan Ngadiyono (2009) bahwa pengalaman yang dimiliki mendukung responden dalam membina komunikasi dan berinteraksi dengan rekan kerja termasuk dokter sehingga dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas dalam mengerjakan

tugas-tugas.

Kepentingan bersama adalah ketegasan perawat dalam untuk memuaskan kepentingan diri sendiri dan bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka memuaskan kepentingan orang lain. Ketegasan atau keasertifan harus disampaikan tanpa menyinggung perasaan orang lain. Perawat dan dokter juga sebagai individu mempunyai kepentingan untuk mengaktualisasikan dirinya lewat kegiatan profesionalisme pada pelayanan kesehatan di rumah sakit (Siegler & Whitney, 2000) . Dari hasil penelitian yang didapat, bisa dilihat bahwa secara umum perawat sudah melakukan kolaborasi diukur dari indikator kepentingan bersama. Mayoritas perawat mengerti kewajiban mereka dalam menyatukan pendapat, saling menghargai dan saling percaya serta memelihara sikap ketegasan antar profesi.

5.2.4 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Tujuan Bersama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (83,8%) memiliki praktik kolaboratif yang baik. Sehingga tetap perlu ada pengawasan agar kolaborasi ini meningkat bukan cenderung menurun. Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa mayoritas perawat (81,1%) menyatakan selalu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien. Artinya adalah semua pelayanan kesehatan terkhusus yang dilakukan oleh dokter dan perawat adalah berorientasi kepada pasien sesuai dengan model kolaborasi ketiga yang

dicantumkan di tinjauan pustaka.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (73%) selalu mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan dan perawatan pasien. Dengan kata lain perawat selalu mendiskusikan dengan dokter penanganan dan perawatan pasien. Hasil ini cukup berbeda dengan hasil pada pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya sedikit perawat yang merencanakan perawatan bersama dokter dan mempraktikkannya. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya keterbatasan penelitian yaitu tidak semua perawat dapat diawasi oleh peneliti satu persatu sehingga ada perawat yang tidak serius mengisi kuesioner. Selain itu kuesioner yang dibuat juga memiliki keterbatasan karena merupakan pengalaman pertama peneliti untuk membuat kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat (66%) selalu menghargai keputusan dokter dalam pelayanan medik. Rasa saling menghargai dan saling percaya sangan diperlukan agar tercapainya kolaborasi yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

(71,6%) bersama dengan dokter selalu memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk mendukung kesembuhan pasien. Adanya tujuan bersama sangat mempengaruhi kinerja dari kedua profesi ini (Siegler & Whitney ,2000). Sehingga perawat dan dokter akan memberikan pelayanan terbaik, baik dalam pengobatan, perawatan bahkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

Indikator tujuan bersama terdiri dari 5 pernyataan, dan dapat dilihat di tabel 5.6 atas bahwa perawat di rumah sakit ini pada umumnya sudah melaksanakan kolaborasi yang baik. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat (43,2%) atau 32 orang dari 74 responden menyatakan sering berdiskusi dengan dokter tentang penentuan jadwal kepulangan pasien. Bahkan ada juga yang mengatakan tidak pernah sama sekali (4,1%). Jumlah ini dipandang cukup rendah atau jauh dari harapan. Pengambilan keputusan yang tepat dan baik membutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien secara komperensif sehingga hasil yang diharapkan yaitu kepuasan pasien dapat tercapai (Rumanti, 2009). Jadi jika kondisi ini tidak diperbaiki maka akan menimbulkan ketidakpuasan pada pasien dan tentunya kualitas pelayanan pun menurun.

Dokumen terkait