• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PRAKTIK KOLABORATIF ANTARA

PERAWAT DAN DOKTER DI RUANG RAWAT INAP RSUD

SIDIKALANG

SKRIPSI

Oleh

Noni Valentina Tamba

101101052

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul Penelitian : Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang

Nama : Noni Valentina Tamba Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Dewasa ini pelayanan kesehatan dituntut untuk semakin meningkatkan pemberian pelayanan. Salah satunya adalah terbinanya hubungan yang baik antara pemberi pelayanan, khususnya antara perawat dan dokter. Hubungan inilah yang disebut dengan praktik kolaboratif dimana terjadi komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan adanya pembagian pengetahuan dan ketrampilan masing – masing profesi perawat dan dokter untuk melakukan pengaruh yang sinergi kepada kesembuhan pasien. Praktik kolaboratif akan di lihat melalui 4 indikator yaitu kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif antara perawat dan dokter di ruang rawat inap RSUD Sidikalang. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskiptif, dengan jumlah responden 74 orang, dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 24 Maret sampai tanggal 19 April 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu perawat klinis di RSUD Sidikalang memiliki praktik kolaboratif yang baik (86,5%). Dan jika dilihat dari empat indikator maka indikator yang menunjukkan praktik kolaboratif paling baik adalah berdasarkan lingkup praktik (91,8%) dan yang paling rendah adalah kontrol kekuasaan (67,57%). Saran yang dapat diberikan adalah agar pihak manajemen RS lebih memberikan perhatian yang lebih baik terhadap pengembangan mutu pelayanan melalui peningkatan hubungan kolaborasi antara perawat dan dokter melalui diskusi atau rapat bersama serta peningkatan kompetensi dan kecakapan perawat dalam melaksanakan tugas.

(4)

Title : Description of Collaborative Practice Between Nurses and Doctors in Inpatient Room in RSUD Sidikalang.

Name : Noni Valentina Tamba Student Number : 101101052

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Nowadays, health services are required to improve granting service. One of them is by building a proper relationship between giver service, especially between nurses and doctors. This relation is called by collaborative practice where occuring interprofesional communication and decision making consider the division of knowledge and skill each profession nurses or doctors to do influence synergy to restore patients health. Collaborative practice would be seen through 4 indicators: control power, scope practices, common interest and a collective goal. This research aims to do identify the description of collaborative practice between nurses and doctors at inpatient room in RSUD Sidikalang. The design used in this research is descriptive, with 74 respondents, using quantitative method. The results of this study indicate that the majority of the clinical nurses in RSUD Sidikalang have a good collaborative practice (86,5%). If seen from the 4 indicators, the indicators that shows the best collaborative practice is based on the scope of practice (91,8%) and the lowest is power control (67,57%). Advice that can be given is that the management of hospital should give more attention toward the development of a better quality of service through improved collaborative relationship between nurses and doctors through discussion or meetings as well as the improvement of the competence and skills of nurses in carrying out the task.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap di RSUD Sidikalang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif antara perawat dan dokter. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian pedidikan sarjana keperawatan di Fakultas Keperawatan USU.

Selama proses pengerjaan skripsi ini banyak pihak-pihak yang berperan, dengan memberikan masukan maupun dukungan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ikhsanudin .Harahap, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan III dan dosen pembimbing akademik saya.

4. Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, masukan, dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji sidang saya yang juga

telah memberi masukan bagi skripsi ini.

6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep., Ns, M.Kep selaku dosen penguji sidang yang juga telah memberi masukan bagi skripsi ini.

(6)

8. Direktur RSUD Kabanjahe yang telah memberikan izin dan membantu untuk uji reliabilitas instrumen.

9. Direktur RSUD Sidikalang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

10.Seluruh perawat pelaksana di RSUD Kabanjahe dan RSUD Sidikalang yang telah membantu saya dalam pengambilan data.

11.Orang tua saya yang sangat saya cintai, dan mendiang mama. Terima kasih untuk kasih sayang, doa, pengorbanan dan peluh kalian. Semoga aku bisa menjadi anak kebanggaan kalian.

12.Abang dan adik-adik saya yang selalu mendoakan dan mendukung saya selama ini.

13.Teman-teman senasib seperjuangan angkatan 2010 yang selalu memotivasi dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Penulis juga sangat menyadari bahwa dalam penulisan maupun isi skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis terbuka untuk berbagai kritik dan saran dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014

(7)

DAFTAR ISI

Lembar persetujuan ... ii

Abstrak ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... ...vi

Daftar Tabel ... ..viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pertanyaan Penelitian ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Definisi Praktik Kolaboratif ... 6

2.2. Elemen Praktik Kolaboratif ... 7

2.3. Model Praktik Kolaboratif ... 8

2.4. Kriteria Praktik Kolaboratif ... 10

2.5. Indikator Praktik Kolaboratif ... 11

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 18

3.1. Kerangka Konseptual... 18

3.2. Definisi Operasional ... 19

BAB IV METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Desain Penelitian ... 20

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel ... 20

(8)

4.5. Instrumen Penelitian ... 21

4.6. Metode Pengumpulan Data... 24

4.7. Analisa Data  ... 24 

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.2. Pembahasan ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 43

6.1. Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 44

Daftar Pustaka ... 46

Lampiran

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden  2. Instrumen Penelitian

3. Validitas dan Reliabilitas 4. Hasil Penelitian

5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian 7. Jadwal Penelitian

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Tanggung Jawab Perawat, Tanggung Jawab Dokter, dan Tanggung Jawab Bersama ...14 Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional ... 19 Tabel 5.1 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Sidikalang...27 Tabel 5.2 Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif ...28 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif di Ruang Rawat Inap di RSUD Sidikalang Berdasarkan Empat Indikator...29 Tabel 5.4 Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif

Berdasarkan Indikator Kontrol Kekuasaan ...30 Tabel 5.5 Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif

Berdasarkan Indikator Lingkup Praktik ...31 Tabel 5.6 Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif

Berdasarkan Indikator Kepentingan Bersama ...32 Tabel 5.7 Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif

(10)

Judul Penelitian : Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang

Nama : Noni Valentina Tamba Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Dewasa ini pelayanan kesehatan dituntut untuk semakin meningkatkan pemberian pelayanan. Salah satunya adalah terbinanya hubungan yang baik antara pemberi pelayanan, khususnya antara perawat dan dokter. Hubungan inilah yang disebut dengan praktik kolaboratif dimana terjadi komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan adanya pembagian pengetahuan dan ketrampilan masing – masing profesi perawat dan dokter untuk melakukan pengaruh yang sinergi kepada kesembuhan pasien. Praktik kolaboratif akan di lihat melalui 4 indikator yaitu kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif antara perawat dan dokter di ruang rawat inap RSUD Sidikalang. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskiptif, dengan jumlah responden 74 orang, dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 24 Maret sampai tanggal 19 April 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu perawat klinis di RSUD Sidikalang memiliki praktik kolaboratif yang baik (86,5%). Dan jika dilihat dari empat indikator maka indikator yang menunjukkan praktik kolaboratif paling baik adalah berdasarkan lingkup praktik (91,8%) dan yang paling rendah adalah kontrol kekuasaan (67,57%). Saran yang dapat diberikan adalah agar pihak manajemen RS lebih memberikan perhatian yang lebih baik terhadap pengembangan mutu pelayanan melalui peningkatan hubungan kolaborasi antara perawat dan dokter melalui diskusi atau rapat bersama serta peningkatan kompetensi dan kecakapan perawat dalam melaksanakan tugas.

(11)

Title : Description of Collaborative Practice Between Nurses and Doctors in Inpatient Room in RSUD Sidikalang.

Name : Noni Valentina Tamba Student Number : 101101052

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Nowadays, health services are required to improve granting service. One of them is by building a proper relationship between giver service, especially between nurses and doctors. This relation is called by collaborative practice where occuring interprofesional communication and decision making consider the division of knowledge and skill each profession nurses or doctors to do influence synergy to restore patients health. Collaborative practice would be seen through 4 indicators: control power, scope practices, common interest and a collective goal. This research aims to do identify the description of collaborative practice between nurses and doctors at inpatient room in RSUD Sidikalang. The design used in this research is descriptive, with 74 respondents, using quantitative method. The results of this study indicate that the majority of the clinical nurses in RSUD Sidikalang have a good collaborative practice (86,5%). If seen from the 4 indicators, the indicators that shows the best collaborative practice is based on the scope of practice (91,8%) and the lowest is power control (67,57%). Advice that can be given is that the management of hospital should give more attention toward the development of a better quality of service through improved collaborative relationship between nurses and doctors through discussion or meetings as well as the improvement of the competence and skills of nurses in carrying out the task.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini pelayanan kesehatan dihadapkan pada paradigma baru dalam

pemberian pelayanan terbaik kepada pasien. Untuk itu perlu terus menerus

diadakan peningkatan kualitas mutu pelayanan. Suatu pelayanan dikatakan

bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien dalam menerima pelayanan

kesehatan yang mencakup berbagai hal. Salah satunya adalah terbinanya

komunikasi yang baik antara pihak terkait seperti komunikasi antara profesional

– profesional dan profesional – klien. Komunikasi antara profesional – profesional

dapat terjadi antara perawat dan dokter, perawat dan ahli gizi, perawat dan tenaga

kesehatan lainnya (Musliha & Fatmawati, 2010). Hal ini berarti pelayanan

kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja,

melainkan juga berorientasi pada komunikasi sebagai media kolaborasi

komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu

pasien dalam proses penyembuhan (Mundakir, 2006).

Gumilowali dan Maliki (2001) dalam Setyawati, Sedyowinarso, dan

Palupi (2009) menyatakan bahwa didalam kolaborasi komunikasi menempati

kedudukan yang utama sebab orang-orang yang terlibat dalam kerja sama harus

dapat menyampaikan apa yang ia kehendaki dan menerima umpan balik, serta

(13)

Kolaborasi adalah prinsip, perencanaan dan pengambilan keputusan

bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian, dan tujuan serta

tanggung jawab bersama. Praktik kolaboratif adalah pola yang berpusat pada

pasien sebagai outcome pelayanan kesehatan, dan semua pemberi pelayanan

harus saling bekerjasama (Siegler & Whitney, 2000). Association Medical

American (AMA), 1994, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai proses dimana

dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja

saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan

berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang

yang berkonstribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. Kolaborasi

merupakan proses kebutuhan yang kompleks yang membutuhkan berbagi

pengetahuan dan tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerjasama

dalam kesetaraan adalah esensi dasar kolaborasi yang digunakan untuk

menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekuensi dibalik

kesetaraan yang dimaksud. Berdasarkan UU NO.23/1992, profesi keperawatan

dan kedokteran harus memberikan pelayanan sesuai peran dan fungsinya

masing-masing (Rumanti, 2009). Dengan adanya kolaborasi kedua profesi diharapkan

kualitas pelayanan dapat meningkat dan memberikan kepuasan pada pasien dalam

menerima pelayanan kesehatan (Gardner, 2005).

Penelitian Lamb dan Napodano (1984) yang dikutip oleh Siegler dan

Whitney (2000) membuktikan bahwa dari ratusan pertemuan oleh pemberi

pelayanan pasien hanya ditemui 22 kejadian dimana perawat dan dokter saling

(14)

kolaborasi. Kriteria tersebut mencakup melibatkan ahli, bersikap tegas dan mau

bekerja sama serta mau melaksanakan keputusan bersama. Dengan kata lain

kolaborasi bukan hanya sekedar berbincang antara perawat dan dokter tetapi ada

tujuan yang ingin dicapai dan apakah kedua pihak sudah saling berbagi dan

mempercayai satu sama lain.

Hasil penelitian Polohindang, Rattu, Umboh, dan Tilaar (2012) di RS. Sam

Ratulangi menunjukkan bahwa kolaborasi dokter-perawat menurut informan

sudah dilaksanakan, meskipun masih banyak kendala, tetapi hasil observasi

menunjukkan bahwa sebagian besar proses kolaborasi belum diaplikasikan dalam

pelayanan kesehatan di ruang rawat inap. Hal ini ditandai dengan jarang terjadi

berbagi pendapat/usul, perawat tidak melaksanakan tugas otonominya secara

lengkap, dokter menganggap perawat sebagai subordinat, dokter-perawat jarang

memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, diskusi jarang dilaksanakan,

perawat belum memiliki sifat asertif bertanya kepada dokter dan hanya menunggu

instruksi dokter, asuhan keperawatan tidak lengkap, dan dokter terlambat visite.

Hal ini sejalan dengan hasil observasi singkat yang dilakukan peneliti ketika

mengunjungi pasien di RSUD Sidikalang, bahwa perawat lebih banyak

melakukan tugas mencatat dokumentasi daripada dokter, dokter yang lebih

mendominasi dan kurangnya intensitas pertemuan antara perawat dan dokter.

Sementara pasien rawat inap sangat bergantung kepada kedua profesi ini.

Sehingga dirasa sangat perlu komitmen dari pihak-pihak terkait termasuk dokter

dan perawat dalam menyelesaikan permasalahan kolaborasi yang ada agar kualitas

(15)

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengidentifikasi

gambaran pelaksanaan praktik kolaboratif antara perawat-dokter di Ruang Rawat

Inap RSUD Sidikalang.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran

praktik kolaboratif antara perawat dan dokter di Ruang Rawat Inap RSUD

Sidikalang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu :

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik

kolaboratif antara perawat dan dokter di ruang rawat inap RSUD Sidikalang.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif berdasarkan indikator

kontrol kekuasaan

b. Mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif berdasarkan indikator

(16)

c. Mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif berdasarkan indikator

kepentingan bersama

d. Mengidentifikasi gambaran praktik kolaboratif berdasarkan indikator

tujuan bersama.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Pelayanan Keperawatan

Memberikan gambaran pelaksanaan praktik kolaboratif antara perawat

dan dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang.

2. Pendidikan Keperawatan

Sebagai sumber info dalam pendidikan keperawatan untuk meningkatkan

dan memperbaiki pendidikan keperawatan selanjutnya sehingga lebih

memperhatikan persiapan untuk mengikuti praktik kolaboratif di klinik.

3. Penelitian Keperawatan

Sebagai data awal untuk penelitian keperawatan berikutnya tentang

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Praktik Kolaboratif

Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009)

adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

mempertimbangkan adanya pembagian pengetahuan dan ketrampilan masing –

masing profesi untuk melakukan pengaruh yang sinergi kepada kesembuhan

pasien.

American Medical Assosiation (AMA) pada tahun 1994, setelah melalui

diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan profesional

dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai proses dimana

dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja

saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan

berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang

yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

Kolaborasi berarti hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab bersama

dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan

pasien. Praktik kolaboratif membutuhkan (dapat mencakup) diskusi diagnosis

pasien dan kerja sama dalam manajemen dan pemberi layanan. Masing-masing

kolaborator dapat saling berkonsultasi dengan baik secara langsung maupun

dengan alat komunikasi, tetapi tidak perlu hadir secara fisik pada saat tindakan

(18)

bertanggung jawab terhadap keseluruhan arahan dan manajemen perawatan pasien

(ANA,1992).

2.2. Elemen Praktik Kolaboratif

Dari beberapa definisi tentang kolaborasi diatas maka ada beberapa

elemen yang harus dimiliki oleh 2 pihak profesi yang bekerja sama. Elemen

penting kolaborasi adalah ketrampilan komunikasi efektif, saling menghargai, rasa

percaya, dan proses pembuatan keputusan (Siegler & Whitney, 2000).

Suatu kolaborasi pasti memiliki konflik atau masalah yang penyelesaian

masalah tersebut membutuhkan keterampilan komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang efektif hanya dapat terjadi bila pihak yang terlibat berkomitmen

untuk saling memahami peran profesional masing-masing dan saling menghargai

sebagai individu. Selain itu, mereka juga harus peka terhadap perbedaan gaya

komunikasi yang terjadi (Musliha & Fatmawati, 2010).

Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan rasa

hormat dan dapat memberikan apresiasi satu sama lain. Rasa percaya terbina saat

seseorang merasa percaya terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain.

Saling menghargai dan rasa percaya keduanya menyiratkan proses dan hasil yang

dicapai bersama. Keduanya harus diekspresikan dengan komunikasi baik secara

verbal atau non verbal. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah

bahasa non verbal, kata merupakan alat yang sangat penting dalam komunikasi

(Musliha & Fatmawati, 2010).

Proses pembuatan keputusan dalam tim mencakup tanggung jawab

(19)

tiap langkah pembuatan keputusan, yang diawali dengan definisi jelas dari

masalah. Pembuatan keputusan tim harus diarahkan untuk mencapai tujuan upaya

tertentu. Pembuatan keputusan membutuhkan pertimbangan penuh dan saling

menghargai sudut pandang yang berbeda. Anggota harus mampu mengatakan

perspektif mereka dalam lingkungan yang tidak mengancam. Kelompok

profesional perlu memusatkan perhatian pada kesamaan mendasar mereka atau

yang sering disebut visi mereka yakni kebutuhan klien (Siegler & Whitney, 2000).

2.3. Model Praktik Kolaboratif

Perawatan kesehatan menurut National Amerika Joint Practice

Commission (NJPC) dalam Siegler dan Whitney (2000) mengemukakan tiga

model/pola praktik kolaborasi.

Dokter

Registerednurse

Pemberi pelayanan lain

Pasien

(20)

Dokter

Registerednurse Pemberi Pelayanan lain

Pasien

Gambar 2

Model Praktik Kolaboratif

Dokter Registerednurse

Pasien

Pemberi Pelayanan lain

Gambar 3 Pola Praktik Kolaboratif

Pola pertama merupakan model hirarkis (gambar 1), menekankan

komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter, dan dokter

merupakan tokoh yang dominan. Pola kedua merupakan model praktik kolaborasi

(gambar 2) menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap menempatkan dokter

pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien. Model

ketiga pada gambar 3 agak mengubah pola tersebut. Pola ini lebih berpusat pada

(21)

pasien. Model ini tetap melingkar, menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik

satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi

secara terus menerus (Siegler & Whitney, 2000).

Model Kolaborasi gambar 3 adalah yang paling sesuai dengan penelitian

ini karena kolaborasi yang dilakukan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan

lainnya semuanya harus berorientasi kepada pasien (Siegler & Whitney, 2000).

Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri

secara adekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok

dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien,sampai terbentuknya diskusi dan

pengambilan keputusan (Paryanto,2006).

2.4. Kriteria Praktik Kolaboratif

Siegler dan Whitney (2000) dalam buku Kolaborasi Perawat-Dokter

menuliskan 3 kriteria praktik kolaboratif yaitu harus melibatkan tenaga ahli

dengan bidang keahlian yang berbeda yang dapat bekerja sama timbal balik

dengan baik, anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerja sama, dan

kelompok harus memberikan pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari

kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim

(22)

2.5. Indikator Praktik Kolaboratif

Penilaian praktik kolaboratif dapat di analisis berdasarkan 4 indikator

yaitu kontrol – kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama, dan tujuan

bersama (Siegler & Whitney, 2000).

1. Kontrol – kekuasaan

Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila

baik dokter maupun perawat mendapat kesempatan sama untuk mendiskusikan

pasien tertentu. Sebelumnya kedua profesi ini harus tahu apa yang menjadi

kewenangan profesinya masing-masing. Kekuasaan atau kewenangan profesi

dokter adalah dalam hal mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit serta

melakukan prosedur pembedahan. Dalam hal ini dokter juga sering berkonsultasi

dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian pengobatan. Dukungan perawat

dalam memberi informasi yang akurat tentang keadaan pasien sangat membantu

dokter dalam menjalankan kewenangan ini (Siegler & Whitney, 2000).

Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat

menyadari kewenangannya masing – masing dan mengkomunikasikannya dengan

baik kepada setiap anggota tim. Sepuluh Kewenangan dokter menurut UU Praktik

Kedokteran no 29 tahun 2004 pasal 35 antara lain 1) Mewawancarai pasien ; 2)

memeriksa fisik dan mental pasien; 3) menentukan pemeriksaan penunjang 4)

menegakkan diagnosis; 5) menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

6) melakukan tindakan kedokteran; 7 ) menuliskan resep obat; 8) menerbitkan

(23)

Kewenangan perawat yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1239 / MenKes / SK / XI / 2001 tentang Registrasi

dan Praktek Perawat dalam Bab IV pasal 15 mengakatakan bahwa perawat dalam

melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk: a) melaksanakan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,

perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan; b)

tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi intervensi

keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan; c)

dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b

harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi

profesi d) pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berasarkan

permintaan tertulis dari dokter.

Hambatan – hambatan yang seringkali terjadi adalah adanya keengganan

masing masing profesi untuk menerima dan memberi pendapat, dari pihak

perawat sendiri kurang memahami kedudukannya sebagai mitra dokter, sehingga

hanya mematuhi setiap perintah yang ditulis dokter dilembar rekam medis

(Polohindang, Rattu, Umboh, dan Tilaar (2012). Perawat sebagai salah satu

anggota tim kolaborasi membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim.

Perawat membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik

profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara

(24)

Pada proses penyembuhan pasien, dokter perlu mendelegasikan

kewenangan tertentu kepada perawat. Hal ini dapat terjalin dengan baik apabila

dokter maupun perawat membina komunikasi yang efektif. Dokter dan perawat

perlu mendapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu. Kalau

kemungkinan ini tidak ada maka mungkin saja ada informasi penting yang

terlewati saat pemberi perawatan merencanakan dan melaksanakan perawatan

pasien (Rumanti, 2009)

2. Lingkup Praktik

Lingkup praktik menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab

masing-masing pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang

terpisah dan berbeda sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter, tapi ada

tugas-tugas tertentu yang harus dibina bersama. Maka dari itu perawat dan dokter

harus menyadari bahwa kesehatan pasien adalah tanggung jawab bersama

(Rumanti, 2009).

Demi membangun tanggung jawab bersama, perawat dan dokter harus

dapat merencanakan dan mempraktikkan bersama sebagai kolega, bekerja saling

ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktik dengan berbagi nilai-nilai dan

pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan

individu, keluarga dan masyarakat (Siegler & Whiney, 2000).

Peran penting perawat bukan untuk mengobati (cure) melainkan untuk

memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring).

(25)

masing – masing pihak dan tanggungjawab yang dapat dilakukan bersama adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Tanggung jawab perawat , tanggung jawab dokter, tanggung jawab bersama

Bentuk tanggung jawab perawat selama berkolaborasi dengan dokter

adalah: mengenal status kesehatan pasien, identifikasi kondisi yang

membahayakan jiwa, memberikan tindakan keperawatan yang dapat mengatasi TANGGUNG JAWAB kondisi medis darurat dan

kecepatan evaluasi

Kepemimpinan dalam

kelompok kesehatan, dokumentasi perawatan kesehatan.

Pengawasan personil

(26)

masalah dan meningkatkan kesehatan pasien, tanggung jawab dalam

mendokumentasikan asuhan keperawatan, dan bertanggung jawab dalam menjaga

keselamatan pasien (Rumanti, 2009).

Tanggung jawab perawat erat kaitannya dengan tugas-tugas perawat.

Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar pasien, tugas

praktik klinis rutin misalnya memeriksa vital sign pasien. Perawat mampu secara

mandiri memutuskan kebutuhan pasien yang belum terpenuhi. Ketika terjadi

penurunan kondisi pasien atau kegawatan pasien, perawat mampu memutuskan

apa yang seharusnya dilakukan, misalnya segera melakukan pertolongan pertama

dan segera menghubungi dokter. Dalam hal ini koordinasi diperlukan untuk

efisiensi pengorganisasian dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan

menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan

(Rumanti, 2009).

Dalam membangun tanggungjawab bersama, perawat dan dokter harus

mampu merencanakan dan mempraktikkan bersama sebagai teman sekerja,

bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi

nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi

terhadap perawatan pasien (AMA, 1994).

3. Kepentingan Bersama

Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator

kolaborasi antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang

perilaku organisasi. Dijabarkan bahwa kepentingan bersama secara operasional

(27)

sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain ).

Perawat dan dokter harus menyadari bahwa kolaborasi bisa berhasil bila mereka

punya satu visi dan tujuan. Untuk itu kebutuhan untuk mengembangkan kembali

tujuan awal dan motivasi lebih penting dari sebelumnya (Lindeke & Sieckert,

2005).

Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa

orang, seperti lembaga atau pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu (KBBI, .

Gardner (2005) menyebutkan kerjasama yang efektif antara keperawatan dan

profesi kesehatan yang lain untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang

semakin baik, semakin penting dan berkembang. Tentunya hal ini tidak bisa

dicapai dengan praktis melainkan membutuhkan proses yang akan dihadapkan

dengan berbagai konflik. Namun kedua belah pihak harus terbiasa melihat bahwa

konflik adalah bagian alami dari kolaborasi. Konflik ini justru memberikan

kesempatan bagi pihak yang terlibat untuk duduk berdiskusi untuk mendapat

sebuah strategi untuk peningkatan pelayananan.

4. Tujuan Bersama

Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien

dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya

dengan prognosis pasien. Kontiniuitas, kolaborasi, dan koordinasi dalam

perawatan berkontribusi untuk keamanan klien dan hubungan antara penyedia

layanan kesehatan dan sistem perawatan ( Walker & Elberson, 2005).

Daldiyono (1997) dalam Rumanti (2009) menyatakan bahwa perawat dan

(28)

itu peran masing-masing profesinya harus dijaga kelancarannya, dokter tidak lebih

penting dari perawat demikian juga sebaliknya. Profesi kedokteran dan profesi

keperawatan harus bekerja bersama-sama, serasi, selaras dan seimbang saling

menghargai dan saling membina pengertian. Daerah kerja yang tumpang tindih

harus dikerjakan bersama-sama bukan saling tarik menarik atau sebaliknya saling

(29)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengambarkan pelaksanaan

praktik kolaboratif antara perawat dan dokter. Kerangka konsep penelitian ini

menggunakan teori secara sistematis. Konsep kerja dari penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

 Baik  Sedang  Buruk Praktik Kolaboratif Perawat dan

Dokter

1. Kontrol kekuasaan 2. Lingkup Praktik 3. Kepentingan bersama 4. Tujuan Bersama

(30)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional (n=74)

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Hasil Ukur Skala

1. Praktik Kolaboratif.

Pelaksanaan praktik kolaborasi antara perawat dan dokter di RSUD Sidikalang dilihat dari 4 indikator, yaitu:

1.Kontrol kekuasaan yaitu keadaan dimana dokter dan perawat dapat menyadari kewenangannya masing –

masing dan mengkomunikasikan dengan

baik kepada anggota timnya.

2. Lingkup praktik yaitu tanggung jawab bersama antara perawat dan dokter untuk dapat merencanakan dan mempraktekkannya sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek yang jelas.

3.Kepentingan bersama yaitu ketegasan perawat dalam untuk memuaskan kepentingan diri sendiri dan bekerjasama dengan pihak lain dalam

rangka memuaskan kepentingan orang lain.

(31)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Sesuai tujuan penelitian maka jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi

pelaksanaan praktik kolaboratif antara perawat dan dokter di RSUD Sidikalang.

4.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang

Kabupaten Dairi. Alasan pemilihan rumah sakit ini karena rumah sakit ini dikenal

dengan baik serta mudah dijangkau peneliti yang memiliki keterbatasan waktu.

Selain itu di rumah sakit ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai

gambaran praktik kolaboratif antara perawat dan dokter. Penelitian ini dilakukan

dari bulan September 2013 sampai bulan April 2014.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang

bertugas di ruang rawat inap RSUD Sidikalang sebanyak 81 orang namun hanya

74 orang yang bersedia menjadi responden. Populasi dalam penelitian ini kurang

(32)

ini merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006). Sampel yang didapat adalah

74 orang perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Sidikalang.

4.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah sidang proposal dan revisi proposal yang

dilakukan berdasarkan masukan dari dosen penguji, kemudian disetujui oleh

Komisi Etik Penelitian Kesehatan dan Dekan Fakultas Keperawatan USU. Izin

pengumpulan data diperoleh dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah

Sidikalang. Peneliti mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan

atau ketidaksediaannya untuk dijadikan subjek penelitian. Untuk itu peneliti

menyiapkan lembar persetujuan (informed concent) yang akan ditandatangani

berdasarkan keinginan responden tanpa ada paksaan. Peneliti menjelaskan tujuan,

sifat, dan manfaat penelitian. Kuesioner juga akan diberi kode tertentu yang hanya

diketahui oleh peneliti agar tetap terjaga kerahasiaannya.

4.5. Instrumen Penelitian

4.5.1. Kuesioner Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

sebagai alat pengukur data. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup

sehingga responden hanya perlu memilih jawaban yang sudah disediakan peneliti

(Siswanto, Susila, & Suyanto, 2013). Kuesioner pada bagian pertama instrumen

(33)

jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, lama kerja. Kuesioner pada bagian kedua

adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan praktik kolaboratif antara perawat dan

dokter, terdiri dari 20 pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “tidak pernah”

bernilai 1, “kadang-kadang” bernilai 2, “sering” bernilai 3, “selalu” bernilai 4.

Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 20 dan nilai tertinggi 80 .

Berdasarkan rumus statistik i = menurut Wahyuni (2011)

dimana i merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 60 dan banyak kelas

dibagi menjadi 3 kelas untuk nilai baik, sedang, dan buruk sehingga diperoleh

panjang kelas sebesar 20. Dengan i=20 dan nilai terendah 20 sebagai batas kelas

bawah pertama. Gambaran praktik kolaboratif dikategorikan atas kelas interval

sebagai berikut: 20-39 artinya buruk, 40-59 artinya sedang, 60-80 artinya baik.

Praktik kolaboratif juga diukur berdasarkan empat indikator yaitu kontrol

kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama, dan tujuan bersama. Rentang

setiap indikator adalah 15 dan banyak kelas dibagi menjadi 3 kelas yaitu baik,

sedang dan buruk. Nilai terendah adalah 5 sebagai batas kelas pertama. Maka

rentang nilai dari setia[ indikator adalah : 5-10 artinya buruk, 11-15 artinya

sedang, dan 16-20 artinya baik.

4.5.2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum dilakukan penelitian maka peneliti harus terlebih dahulu

memeriksa apakah instrumen tersebut valid atau sahih untuk dipergunakan. Maka

(34)

pada suatu kuesioner akan mengukur apa yang diukur. Suatu instrumen yang valid

atau sahih mempunyai validitas tinggi dan demikian sebaliknya (Arikunto, 2006).

Validitas isi adalah untuk melihat sejauh mana kuesioner tersebut

mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Oleh

karena itu maka peneliti memakai uji validitas isi atau Content Validity Index

(Siswanto, Susila, & Suyanto, 2013). Validitas instrumen sudah diuji

kelayakannya oleh 3 orang ahli yaitu 2 orang dosen Departemen Keperawatan

Dasar dan 1 orang pakar yang bekerja di rumah sakit atau praktisi keperawatan.

Hasil yang didapatkan adalah bahwa instrumen ini valid dengan nilai CVI 0,84,

maka instrumen ini dinyatakan valid (lampiran 3).

Selain menguji kesahihan sebuah instrumen peneliti juga sudah

melakukan uji reliabilitas untuk melihat apakah instrumen dapat dipercaya atau

memberikan hasil pengukuran yang relatif konsisten, yaitu dengan menguji di

tempat yang berbeda dari tempat penelitian yang sebenarnya sehingga dapat

dilihat apakah hasilnya konsisten atau tidak. Uji ini diadakan di RSUD Kabanjahe

karena merupakan rumah sakit yang setipe dengan tempat penelitian dengan

jumlah responden 30 orang perawat. Dalam hal ini peneliti menggunakan skala

Likert dalam penilaian data maka peneliti menggunakan rumus cronbach alpha

untuk menentukan apakah instrumen tersebut dapat dipercaya. Hasil yang

didapatkan adalah instrumen sudah reliabel dengan nilai 0,78 (lampiran 3).

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah Kuesioner Praktik

(35)

literatur yang telah dilakukan serta masukan dari 3 orang pakar pada saat uji

validitas. Instrumen terdiri dari empat subvariabel yaitu kontrol kekuasaan,

lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama sehingga pembuatan

instrumen ini dikembangkan dan disesuaikan dengan setiap pokok indikator

paraktik kolaboratif yang ada di tinjauan pustaka. Setiap indikator mengandung 5

pernyataan yang terdiri dari empat pernyataan positif dan satu pernyataan negatif.

Pernyataan positif ada pada nomor 1, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,

19, 20 dan pernyataan negatif pada nomor 2, 6, 18. Kuesioner dipakai setelah

terlebih dahulu diuji keabsahannya dan keandalannya.

4.6. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari

instansi terkait yaitu RSUD Sidikalang, kemudian menjelaskan pada calon

responden tentang tujuan penelitian, manfaat dan proses pengisian kuesioner

sebelum menanyakan kesediaannya untuk menjadi respoden. Jika responden

setuju maka peneliti akan memberikan kuesioner untuk diisi. Selama pengisian

kuesioner peneliti mendampingi responden dan memberikan kesempatan bertanya

kepada responden. Setiap responden akan diberikan waktu maksimal 15 menit

untuk mengisi kuesioner. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh

peneliti dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada yang tidak lengkap,

(36)

4.7. Analisa Data

Setelah data dari responden dikumpulkan, selanjutnya peneliti mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil kuesioner dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit,

menyusun pola, memilih mana data yang penting dan akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan yang mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain

(Siswanto, Susila, Suyanto, 2013). Data yang didapat akan di periksa terlebih

dahulu, diberi kode (coding) dan di kemas dalam tabulasi data (tabulating).

Selanjutnya data-data tersebut dimasukkan (entry) ke dalam komputer dan

diolah dengan menggunakan teknik komputerisasi. Dalam penelitian ini

digunakan analisis univariat yang dilakukan pada satu variabel dari hasil

penelitian untuk menghasilkan distribusi dan persentase dari variabel tersebut.

Teknik analisis yang dilakukan adalah teknik analisis kuantitatif karena data yang

akan diolah berbentuk angka.

Analisa data untuk mencari kategori praktik kolaboratif menggunakan

statistik deskriptif dengan tujuan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

telah terkumpul sebagaimana adanya. Data demografi akan dipresentasikan dalam

(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 74 perawat pelaksana di ruang

rawat inap rumah sakit. Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 24 Maret – 19 April 2014 di RSUD Sidikalang. Penyajian data penelitian

ini meliputi karakteristik responden dan gambaran praktik kolaboratif perawat dan

dokter.

5.1.1. Karakteristik Responden

Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 74 orang.

Karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia, jenis kelamin,

agama, suku, dan pendidikan terakhir responden. Data yang diperoleh

menunjukkan bahwa rentang usia terbanyak (37,8 %) adalah 33-36 tahun. Hampir

seluruh responden (98,6 %) berjenis kelamin perempuan. Lebih dari setengah

responden (67,6 %) berasal dari suku Batak Toba. Lebih dari setengah responden

(62,2 %) beragama Kristen Protesan. Mayoritas responden (91,9 %) memiliki

latar belakang pendidikan D3. Mayoritas responden (81,1%) bekerja kurang dari

(38)
(39)

1.2. Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter

Dari 20 pernyataan yang dapat menunjukkan gambaran praktik kolaboratif

yang dilakukan perawat terhadap dokter. Mayoritas perawat bekerja sama dengan

dokter untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien (81,1%), selalu

mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan dan perawatan pasien

(73%), kadang–kadang merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama

dokter (43,2%), sering mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan

rencana perawatan (51,4%). Dapat dilihat di tabel distribusi frekuensi gambaran

praktik kolaboratif antara perawat dan dokter di RSUD Sidikalang (lampiran 4).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas perawat di RSUD

Sidikalang memiliki praktik kolaboratif yang baik (86,5). Dapat dilihat pada tabel

5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif di Ruang Rawat Inap di RSUD Sidikalang (n=74)

No. Tingkat Kecemasan Pasien Frekuensi (n) Persentase

1 Kolaborasi Baik 64 86,5%

2

3

Kolaborasi Sedang

Kolaborasi Buruk

10

0

13,5%

(40)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif di Ruang Rawat Inap di RSUD Sidikalang Berdasarkan Empat Indikator (n=74)

Indikator Frekuensi Persentase (%)

Kontrol Kekuasaan

1.2.1 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Berdasarkan Indikator

Kontrol Kekuasaan

Hasil penelitian yang didapatkan dari indikator kontrol kekuasaan adalah

mayoritas perawat (67,57%) memiliki praktik kolaboratif yang baik, selalu

memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien kepada dokter

(54,1%). Namun hanya 45,9% dari perawat yang selalu bertindak sebagai

penghubung antara pasien dengan dokter, hanya 37,8% yang melakukan tindakan

medis apabila ada permintaan tertulis yang jelas dari dokter, dan 13,5% yang

(41)

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Kontrol Kekuasaan (n=74)

NO. Pernyataan TP KK SRG S

5. Saya secara proaktif menghubungi dokter apabila belum melakukan visitasi kepada pasien

(42)

1.2.2 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan

Indikator Lingkup Praktik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh perawat (91,9%)

memiliki praktik kolaboratif yang baik, selalu menyiapkan data terbaru tentang

kondisi umum pasien (53%), selalu melaporkan perkembangan kesehatan paien

kepada dokter (55,4%), selalu segera menghubungi dokter bila terjadi penurunan

atau kegawatan kondisi pasien (79,7%), selalu bekerja sama dengan dokter dalam

mengidentifikasi kondisi yang membahayakan jiwa pasien (59,5%) dan selalu

mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan baik (67,6%). Dapat dilihat pada

tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Lingkup Praktik (n=74)

(43)

4. Saya dan dokter

1.2.3 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan

Indikator Kepentingan Bersama

Hasil penelitian yang didapatkan adalah lebih dari setengah perawat

(69,9%) memiliki praktik kolaboratif yang baik. Mayoritas perawat (78,4%) selalu

mengerti bahwa perawat dan dokter mempunyai kepentingan yang sama yaitu

memberikan yang terbaik bagi pasien, selalu berkewajiban mendampingi dokter

ketika visitasi kepada pasien (66,2%), hanya 16,2% yang selalu

mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan rencana perawatan,

hanya 20,3% mengatakan tidak pernah memberi saran kepada dokter cara

pendekatan perawatan pasien yang akan bermanfaat, dan 13,6% yang selalu

merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama dokter. Dapat dilihat

pada tabel 5.6 berikut.

(44)

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan

5. Saya merencanakan perawatan dan mempraktekkannya

bersama dokter

6 (8,1) 32 (43,2) 23 (31,1) 13 (17,6)

1.2.4 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan

Indikator Tujuan Bersama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (83,8%)

memiliki praktik kolaboratif yang baik. Mayoritas perawat (81,1%) selalu bekerja

(45)

menghargai keputusan dokter dalam pelayanan medik (66,2%), hampir mayoritas

perawat yang selalu mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan

dan perawatan pasien dan mayoritas perawat (71,6%) selalu memberikan

penyuluhan atau pendidikan kesehatan bersama dengan dokter untuk mendukung

kesembuhan pasien. Hanya 29,7% yang selalu berdiskusi dengan dokter tentang

penentuan jadwal kepulangan pasien. Dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Tujuan Bersama (n=74)

NO. Pernyataan TP KK SRG S

F (%) f (%) F (%) f (%)

1. Saya dan dokter bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien

2 (2,7) 1 (1,4) 11 (14,9) 60 (81,1)

2. Saya berdiskusi dengan dokter tentang penentuan

(46)

5.2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik

kolaboratif yang terjadi antara perawat dan dokter. Hasil yang didapatkan adalah

mayoritas perawat (86,5%) memiliki kolaborasi yang baik dengan dokter. Hal ini

berpengaruh baik untuk peningkatan kualitas pelayanan terhadap tujuan bersama

petugas kesehatan yaitu kesembuhan pasien. Tujuan bersama itu dicapai dengan

berkolaborasi, berkoordinasi, bekerja sama dan saling memberikan informasi

antara satu petugas pelayanan dengan yang lainnya terkhusus perawat dan dokter

(Siegler & Whitney, 2000). Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh usia perawat

yakni mayoritas (87,8%) berada pada rentang 21-40 yaitu Masa Dewasa Awal.

Pada masa ini seseorang akan lebih produktif, pencarian kemantapan dan berusaha

untuk memajukan karier sebaik-baiknya serta menembankan ciri kedewasaan

dalam hubungan sosial (Jahja, 2011).

Hasil yang menunjukkan kolaborasi yang baik ini kemungkinan karena

perawat dan dokter sudah saling mengenal atau mempunyai hubungan komunikasi

interpersonal yang baik. Namun indikator ini tidak dicantumkan dalam kuesioner

karena peneliti belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk membuat

kuesioner yang baik sehingga ada komponen-komponen yang tidak terwakilkan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rumanti (2009) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, bahwa dari seluruh

perawat yang menjadi responden belum ada perawat yang mencapai praktik

kolaboratif yang diharapkan. Rumah sakit ini adalah rumah sakit khusus yang

(47)

rutinitas. Sehingga jarang sekali ditemukan komunikasi bahkan kolaborasi antara

perawat dengan dokter. Selain itu tidak adanya kepastian jenjang karier bagi

perawat di RSJD juga menyebabkan perawat yang dapat bekerja optimal tidak

dapat mengembangkan dirinya sementara pada hakikatnya pendidikan juga

merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan kolaborasi. Hasil penelitian

Leticia (2005) mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka

profesionalisme pun akan semakin meningkat dan kolaborasi tenaga kesehatan

yang lain akan semakin baik.

5.2.1 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Kontrol Kekuasaan

Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat

menyadari kewenangannya masing–masing dan mengkomunikasikan dengan baik

kepada anggota timmya (Siegler & Whitney, 2000). Komunikasi yang dilakukan

dapat secara tatap muka atau tertulis seperti rekam medik. Komunikasi yang

diharapkan adalah komunikasi dua arah dimana perawat dan dokter saling berbagi

ide dan berani menyatakan tidak sependapat apabila memang tidak sesuai dengan

pengetahuan perawat (Siegler & Whitney, 2000).

Hasil penelitian yang didapatkan dari indikator kontrol kekuasaan adalah

lebih dari setengah perawat (67,57%) memiliki praktik kolaboratif yang baik.

Meski sudah melewati nilai setengah tetapi angka ini masih belum optimal. Dalam

tabel 5.4 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah perawat (54,1%) selalu memberi

(48)

dengan hasil observasi yang dialami peneliti ketika melakukan penelitian di

rumah sakit seperti ketika visitasi ke ruangan. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa hampir setengah perawat (45,9%) selalu bertindak sebagai penghubung

antara pasien dengan dokter. Artinya sebagian besar perawat belum mengerti dan

menjalankan perannya sebagai penghubung antara pasien dengan dokter (Siegler

& Whitney, 2000). Seharusnya perawat mampu memfasilitasi dan membantu pasien

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain yaitu

dokter. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat

(55,4%) selalu secara proaktif menghubungi dokter apabila belum melakukan

visitasi kepada pasien. Sesuai dengan definisi kolaborasi menurut American

Medical Assosiation (1994) bahwa profesi yang terlibat harus bekerja dengan

saling melengkapi dan saling ketergantungan satu sama lain.

Data yang ada juga menunjukkan bahwa terdapat 13,5% responden

menyatakan tidak berani untuk menyampaikan pendapat mereka ketika berbeda

pendapat dengan dokter dalam hal perawatan pasien. Hal ini diakibatkan bahwa

stigma perawat sebagai pembantu dokter sulit dihilangkan sehingga perawat

merasa canggung dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya dalam

berkomunikasi dengan dokter sebagi rekan kerjanya (Palupi, Sedyowinarso, &

Setyawati, 2009). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya 37,8%

perawat yang selalu melakukan tindakan medis apabila ada permintaan tertulis

yang jelas dari dokter. Seyogianya seluruh perawat mengerti akan hal ini bahwa

perawat dan dokter memiliki kewenangan masing-masing. Perawat berperan

(49)

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 / MenKes / SK / XI / 2001). Maka

dari itu jika dokter memberikan kewenangan tertentu untuk melakukan tindakan

medis kepada perawat maka perawat harus memberikan pelayanan kepada pasien

berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik (Siegler &

Whitney, 2000).

5.2.2 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Lingkup Praktik

Lingkup praktik adalah pengetahuan perawat tentang tugas dan tanggung

jawabnya sebagai perawat dalam berkolaborasi dengan dokter dan kemandirian

perawat sesuai disiplin ilmu yang dimiliki (Rumanti, 2009). Peran perawat

sebagai ujung tanduk pelayanan sangat dibutuhkan karena perawat adalah orang

yang akan 24 jam mendampingi pasien. Perawat harus mampu mengkaji fisik dan

mental pasien sehingga dapat melaporkan kondisi yang buruk kepada dokter.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh perawat (91,9%)

memiliki praktik kolaboratif yang baik. Hal ini sesuai dengan data pada tabel 5.5

yang menunjukkan bahwa hampir mayoritas perawat (71,6%) selalu menyiapkan

data terbaru tentang kondisi umum pasien seperti tanda-tanda vital (ttv) pasien

sebelum dokter visit (71,6%), segera menghubungi dokter ketika terjadi

penurunan / kegawatan kondisi pasien (79,7%), selalu mendokumentasikan

asuhan keperawatan yang akurat karena dapat memberikan kontribusi yang

berharga bagi kerjasama dengan dokter (67,6%), dan mayoritas perawat

menyatakan mengerti bahwa perawat dan dokter punya kepentingan yang sama

yaitu memberikan yang terbaik bagi pasien (78,4%). Hal ini sejalan dengan hasil

(50)

rutin untuk kunjungan keliling ke setiap ruangan dan langsung membahas kondisi

pasien pada saat visitasi. Dokumentasi atau status pasien mempunyai manfaat

yang sangat penting, karena merupakan komunikasi tertulis antara dokter dengan

perawat (Siegler & Whitney, 2000). Sehingga jika ada informasi yang ingin

diklarifikasi, dapat dilihat di dokumentasi.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat

(55,4%) selalu melaporkan perkembangan kesehatan pasien kepada dokter dan

59,5 % perawat selalu bekerjasama dengan dokter dalam mengidentifikasi kondisi

yang membahayakan jiwa pasien hanya. Meski sudah melewati setengah dari

jumlah perawat namun angka ini masih jauh dari harapan. Sehingga bisa dapat

dikatakan bahwa masih ada perawat yang belum mengerti tugas perawat dalam

ruang rawat inap (Rumanti, 2009).

5.2.3 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Kepentingan bersama

Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan kepentingan bersama adalah

lebih dari setengah responden (69,9%) memiliki praktik kolaboratif yang baik.

Nilai ini cukup baik namun tetap perlu peningkatan dalam hal bekerjasama dan

adanya 2,7% responden yang memiliki kolaborasi yang buruk harus menjadi

perhatian bagi pihak rumah sakit dan pihak terkait. Jawaban perawat terhadap

pernyataan pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas perawat (66,2%) selalu

berkewajiban untuk mendampingi dokter ketika visitasi kepada pasien.

(51)

visitasi karena pada beberapa ruangan mempunyai pasien yang lebih banyak

sehingga beban kerja perawat lebih tinggi. Pada shift-shift tertentu jumlah perawat

yang bertugas tidak sesuai dengan jumlah pasien, sehingga waktu perawat harus

dihabiskan untuk pemenuhan asuhan keperawatan pasien. Hasil yang signifikan

juga dilihat dari sebagian besar responden (78,4%) yang mengerti bahwa perawat

dan dokter memiliki kepentingan yang sama yaitu memberikan yang terbaik untuk

pasien.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (51,4%) sering

mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan rencana perawatan.

Meski perawat adalah orang yang menangani perawatan sementara dokter

menangani pengobatan tetapi sebagian besar perawat memandang penting untuk

berbagi pendapat dan saling menghargai. Siegler dan Whitney (2000) mengatakan

bahwa saling menghargai hanya terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan

rasa hormat dan dapat memberikan apresiasi satu sama lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 20,3% responden tidak pernah

memberi saran kepada dokter tentang cara pendekatan perawatan pasien yang

akan bermanfaat. Mundakir (2006) menyebutkan bahwa faktor yang

mempengaruhi komunikasi adalah kemiripan, yaitu kecenderungan manusia untuk

berkomunikasi dengan orang yang mempunyai kemiripan dengannya misalnya

suku, atau daerah asal bahkan kepentingan. Jika ingin komunikasi diperbaiki

maka dilihat perlu untuk mengembangkan tujuan awal dan motivasi agar dapat

bekerja sama lebih baik karena kesatuan visi dan tujuan sangat penting dalam

(52)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden

(17,6%) yang selalu merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama

dokter. Dari hasil ini terlihat bahwa intensitas perawat berdiskusi untuk

mendiskusikan rencana perawatan masih sangat kurang. Padahal seharusnya jika

kedua pihak sudah paham dengan kepentingan bersama maka mereka akan lebih

sering untuk diskusi dan mempraktikkannya. Hal ini kemunginan disebabkan

karena mayoritas perawat masih bekerja kurang dari 10 tahun sehingga belum

memiliki pengalaman yang cukup dalam berkolaborasi. Sejalan dengan

Ngadiyono (2009) bahwa pengalaman yang dimiliki mendukung responden dalam

membina komunikasi dan berinteraksi dengan rekan kerja termasuk dokter

sehingga dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas dalam mengerjakan

tugas-tugas.

Kepentingan bersama adalah ketegasan perawat dalam untuk memuaskan

kepentingan diri sendiri dan bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka

memuaskan kepentingan orang lain. Ketegasan atau keasertifan harus

disampaikan tanpa menyinggung perasaan orang lain. Perawat dan dokter juga

sebagai individu mempunyai kepentingan untuk mengaktualisasikan dirinya lewat

kegiatan profesionalisme pada pelayanan kesehatan di rumah sakit (Siegler &

Whitney, 2000) . Dari hasil penelitian yang didapat, bisa dilihat bahwa secara

umum perawat sudah melakukan kolaborasi diukur dari indikator kepentingan

bersama. Mayoritas perawat mengerti kewajiban mereka dalam menyatukan

pendapat, saling menghargai dan saling percaya serta memelihara sikap ketegasan

(53)

5.2.4 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Tujuan Bersama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (83,8%)

memiliki praktik kolaboratif yang baik. Sehingga tetap perlu ada pengawasan agar

kolaborasi ini meningkat bukan cenderung menurun. Hasil penelitian pada tabel

5.7 menunjukkan bahwa mayoritas perawat (81,1%) menyatakan selalu bekerja

sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien. Artinya adalah

semua pelayanan kesehatan terkhusus yang dilakukan oleh dokter dan perawat

adalah berorientasi kepada pasien sesuai dengan model kolaborasi ketiga yang

dicantumkan di tinjauan pustaka.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat (73%) selalu

mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan dan perawatan pasien.

Dengan kata lain perawat selalu mendiskusikan dengan dokter penanganan dan

perawatan pasien. Hasil ini cukup berbeda dengan hasil pada pernyataan

sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya sedikit perawat yang merencanakan

perawatan bersama dokter dan mempraktikkannya. Hal ini kemungkinan

disebabkan adanya keterbatasan penelitian yaitu tidak semua perawat dapat

diawasi oleh peneliti satu persatu sehingga ada perawat yang tidak serius mengisi

kuesioner. Selain itu kuesioner yang dibuat juga memiliki keterbatasan karena

merupakan pengalaman pertama peneliti untuk membuat kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat

(66%) selalu menghargai keputusan dokter dalam pelayanan medik. Rasa saling

menghargai dan saling percaya sangan diperlukan agar tercapainya kolaborasi

(54)

(71,6%) bersama dengan dokter selalu memberikan penyuluhan atau pendidikan

kesehatan untuk mendukung kesembuhan pasien. Adanya tujuan bersama sangat

mempengaruhi kinerja dari kedua profesi ini (Siegler & Whitney ,2000). Sehingga

perawat dan dokter akan memberikan pelayanan terbaik, baik dalam pengobatan,

perawatan bahkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

Indikator tujuan bersama terdiri dari 5 pernyataan, dan dapat dilihat di

tabel 5.6 atas bahwa perawat di rumah sakit ini pada umumnya sudah

melaksanakan kolaborasi yang baik. Namun hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa perawat (43,2%) atau 32 orang dari 74 responden menyatakan sering

berdiskusi dengan dokter tentang penentuan jadwal kepulangan pasien. Bahkan

ada juga yang mengatakan tidak pernah sama sekali (4,1%). Jumlah ini dipandang

cukup rendah atau jauh dari harapan. Pengambilan keputusan yang tepat dan baik

membutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif guna

menyatukan data kesehatan pasien secara komperensif sehingga hasil yang

diharapkan yaitu kepuasan pasien dapat tercapai (Rumanti, 2009). Jadi jika

kondisi ini tidak diperbaiki maka akan menimbulkan ketidakpuasan pada pasien

(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Jika dilihat secara keseluruhan maka mayoritas responden di RSUD

Sidikalang memiliki praktik kolaboratif yang baik (86,5%). Sedangkan jika

dilihat dari empat indikator maka indikator lingkup praktik menunjukkan praktik

kolaboratif baik (91,8%), berdasarkan kontrol kekuasaan (67,57%), berdasarkan

kepentingan bersama (68,9%) dan berdasarkan tujuan bersama (83,8%). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa indikator yang menunjukkan praktik kolaboratif paling

baik adalah lngkup praktik dan yang paling rendah adalah kontrol kekuasaan.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil dari penelitian ini dapat diambil

beberapa saran bagi pihak-pihak terkait, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Keperawatan

Pihak manajemen rumah sakit lebih memberikan perhatian yang lebih baik

terhadap pengembangan mutu pelayanan melalui peningkatan hubungan

kolaborasi antara perawat dan dokter. Manajemen perlu meningkatkan kerjasama

perawat dokter dengan cara melibatkan kedua belah pihak untuk duduk bersama

membuat prosedur–prosedur tetap dimasing–masing ruang rawat inap, membuat

kegiatan–kegiatan baik formal misalnya pertemuan audit pelayanan maupun

(56)

perawat dengan tenaga profesi lain termasuk dokter dan mengurangi kesenjangan

yang ada di RSUD Sidikalang.

2. Pendidikan Keperawatan

Perlu juga adanya prioritas peningkatan kompetensi dan kecakapan

perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya seperti menyelesaikan tugas delegasi

dari dokter, melakukan tugas-tugas klinis, pembinaan karakter dan keramahan

perawat, dan kemampuan perawat dalam berkomunikasi. Sehingga diharapkan

ada sebuah program atau kurikulum yang dapat meningkatkan kolaborasi perawat.

3. Penelitian Selanjutnya

Peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian kualitatif mengenai

faktor-faktor yang menghambat kolaborasi dokter dan perawat di RSUD Sidikalang agar

pihak manajemen dapat mencari solusi yang lebih tepat. Penelitian berikutnya

diharapkan melakukan observasi dan wawancara untuk mendapatkan hasil

penelitian yang lebih bagus. Selain itu diharapkan untuk membuat kuesioner yang

lebih lengkap yang mengukur komunikasi interpersonal yang terjadi antara

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2004) Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Beaulieu, M. D., D’amour, D., Rodriguez, L. S. M., May/ June, 2005. The determinants of succesful collaboration: A review of theoretical and empirical studies. The journal of Interprofesional Care.

Beck, C. T., Loiselle, C., G, Mcgrath. Joanne J. P., Polit. D. F., (2004) Canadian \ Essentials of Nursing Research.

Brodin S, King M, Nelson G. A (2008) Nurse-Physician Collaboration On Medical Surgical Units, Medsurg Nursing.

Pemerintahan Mahasiawa (PEMA) Fak. Keperawatan. (2010) Buku pedoman penulisan proposal dan skripsi sarjana keperawatan.

Erb, Berman, Kozier, Snyder. (2010) Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC.

Gardner, D. B. (2005) Ten Lessons in Collaboration, Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 10 No.1, Manuscript 1.

http://www.kbbi.web.id. Edisi 3. Diambil tanggal 1 July.2014

Jahja, Y. (2011) Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Liliweri, M. S. (2007) Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lindeke, L., Sieckert, A. M. (2005) Nurse-Physician Workplace Collaboration, Online Journal of Issues in Nursing.

Makely, S., (2000) The health Care Worker’s Primer on Profesionalism. USA. Prentice-Hall, Inc

McLean, S. (2005) The basics of interpersonal communication. USA: Pearson Education, Inc.

Mundakir. (2006) Komunikasi keperawatan : Aplikasi dan Pelayanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Musliha dan Fatmawati, S. (2010) Komunikasi keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

(58)

Palupi, N. W. N, Setyawati, A. dan Sedyowinarso, M. (Januari, 2009). Komunikasi dokter dan perawat sebagai salah satu aspek kolaborasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 63-65.

Paryanto, A. T. (2009) Analisis pengaruh faktor kolaborasi perawat terhadap kepuasan kerja dokter spesialis di rawat inap paviliun garuda RS. Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) (1999), Panduan Keperawatan & Praktek Keperawatan, Jakarta.

Polohindang, M. I, Ratna, A. J. M, Tilaar, Ch. R, Umbok, J. M. L. (2012) Analisa kolaborasi dokter-perawat di RSUD dr. Sam Ratulangi.

Potter dan Perry. (2005) Buku ajar fundamental keperawatan, konsep, proses, & praktek, Edisi 4., Jakarta: EGC.

Ruben, B.D dan Stewart, L.P. (2006) Communication and human behavior. Edisi 5., USA: Pearson Education, Inc.

Rumanti, E. (2009) Analisa pengaruh pengetahuan perawat tentang indikator kolaborasi terhadap praktek kolaborasi perawat dokter di unit rawat inap RSJD Amino Gondohutomo Semarang. Universitas Diponegoro.

Siegler, E.L. dan Whitney, F.W. (2000) Kolaborasi perawat – dokter. Jakarta: EGC.

Siswanto, Susila, Suyanto. (2013) Metodologi penelitian kesehatan dan kedokteran Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Suyanto. (20110 Metodologi dan aplikasi penelitian keperawatan. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Wahyuni. A.S. (2011) Statistika kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.

Gambar

Gambar 1            Model Praktik Hierarkis
Gambar 3           Pola Praktik Kolaboratif
Tabel 2.1 Tanggung jawab perawat , tanggung jawab dokter, tanggung jawab                  bersama
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional (n=74)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai inisialisasi variabel usia maka input dari pengguna (dalam hal ini teman kita) merupakan inisialisasi variabel agar loop bisa berjalan, sedangkan

Relasi ini digunakan apabila terdapat dua atau lebih aktor melakukan hal yang sama (use case yang sama). Use case tersebut kemudian dipisahkan dan dihubungkan dengan

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan hasil penelitian bahwa pengaruh penerapan

Peran dan Fungsi yang dimiliki oleh BPOM dalam Peredaran Obat Tradisional terdaftar di Bandar Lampung didasari pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Peserta didik diminta untuk mendiskusikan karakteristik gelombang slinki meliputi : panjang gelombang, perriode,frekuensi dan cepat rambat gelombang slinki dengan mengerjakan

Kebijakan Travel Ban yang dibentuk oleh Trump Administration dianggap memiliki pengaruh gelombang islamofobia karena menargetkan 8 negara mayoritas Muslim sebagai

Dari sistem informasi pengendalian kualitas yang telah dibuat ini, perusahaan dapat dengan mudah mengidentifikasi, mengukur, menganalisa, dan melakukan tindakan perbaikan di

Value Chain merupakan rantai nilai yang dapat mengetahui kekuatan perusahaan, keuntungan dan kesuksesan dari rantai aktivitas dalam perusahaan atau industri